Anda di halaman 1dari 47

ABSTRACT

Mengkaji Tentang Sejarah Batubara,


Genesa dan pengendapan Batubara
di Indonesia, Manfaat Batubara,
Serta Kasus Batubara di Daerah
Tawanga

Batubara Lengan
Tenggara
CECE ANDRIANI
R1D115022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa tercurah kepada Allah Subhanahu Wa


Ta’ala, sang penguasa alam semesta. Berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Salam dan shalawat senantiasa penulis
kirimkan kepada Rasulullah, Muhammad Shallahu Alaihi Wa Sallam, keluarga,
para sahabat beliau, dan para pengikutnya.
Buku ini berjudul Batu bara Lengan Tenggara mengkaji tentang sejarah
Batubara, Genesa dan Cekungan Batubara di Indonesia, serta kasus batubara yang
ada Di Sulawesi Tenggara Khususnya di Daerah Tawanga. Pemilihan tema ini
didasari atas melimpahnya potensi batubara di Indonesia yang salah satunya berada
di Sulawesi Tenggara Dalam buku ini terdiri dari beberapa bagian seperti konsep,
skema, tahapan dan peraturan pemerintah pada batubara, serta membahas tentang
daerah di Sulawesi Tenggara yang memiliki sebaran batubara.
Suatu karya tidak akan dapat terwujud tanpa bantuan dan partisipasi orang
lain. Begitu juga buku ini banyak pihak yang berperan dalam mewujudkannya. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, penghargaan
dan penghormatan setinggi-tingginya kepada yang penulis banggakan Bapak
Suryawan Asfar, ST., M.Si selaku dosen mata kuliah “Teknologi Pemanfaatan
Batubara” yang telah memberi pembekalan dari segi materi dan menginspirasi
penulis untuk membuat dan menyelesaikan buku ini.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan karena
dalam penyusunan buku ini, masih banyak kesalahan maupun kekurangan baik dari
segi tata bahasa maupun isi, untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif
sangat penulis harapkan dalam rangka kesempurnaan buku ini.

Kendari, 10 April 2018

Cece Andriani

i
DAFTAR ISI

Isi halaman

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Pengertian Batubara 1
B. Peraturan Tentang Batubara 1
1. Undang-Undang 2
2. Peraturan Pemerintah 2
3. Peraturan Menteri 2
4. Lain-lain 3
C. Industri Batubara 4
1. Produksi & Ekspor Batubara Indonesia 5
2. Prospek Masa Depan Sektor Pertambangan Batubara Indonesia 8
D. Sejarah Batubara 10

BAB II GENESA PEMBENTUKAN BATUBARA 13


A. Pembentukan Batubara 13
1. Pembentukan Gambut 13
2. Pembentukan Batubara 14
3. Tempat Terbentuknya Batubara 15
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara 16
5. Terbentuknya Lapisan Batubara Tebal 19
6. Reaksi Pembentukan Batubara 21
7. Komponen Pembentuk Batubara 22
B. Lingkungan Pengendapan 28
1. Lingkungan Pengendapan 28
2. Tipe Batubara Berdasarkan Lingkungan Pengendapan 31
3. Endapan Batubara Indonesia 32
C. Endapan Batubara Tawanga 33

BAB III MANFAATAN BATUBARA 34


A. Pengelolahan dan Pemafaatan Batubara 34
B. Jenis-jenis Batubara 36
1. JenisBatubara Berdasarkan tingkat proses pembentukannya 36
2. Jenis dan Kualitas Batubara Menurut SNI 38
3. Jenis dan Kualitas Batubara Menurut ASTM 39
C. Peringkat Batubara Tawanga 41

DAFTAR PUSTAKA 42

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1.1. Cadangan Batubara Terbesar di Indonesia 5


2.1. Kronologis Pembentukan Batubara, Batugamping dan 20
Batulempung (a) Dasar rawa turun perlahan-lahan (b) Rawa
berubah menjadi laut
2.2. Kedudukan Clay band terhadap Lapisan Batubara 21
2.3. Eksinit (e) Berasosiasi dengan Vitrinit (v) dan Mineral Matter 26
(m). Batubara Bayah, Rv = 0,64 %, Luas Pengamatan = 0,44
mm, Sinar Pantul (Daulay, 1967)
2.4. Sama Dengan Gambar 2.5, Tetapi Pada Sinar Flouresen 26
(Daulay, 1967)
2.5. Eksinit (E) Mengisi Sel-Sel Vitrinit (V) Dan Membentuk 27
Lapisan-Lapisan. Batubara Neogene, Samarinda, Kalimantan
Timur, Rv Max = 0, 46 %, Luas Pengamatan = 0, 28 Mm, Sinar
Pantul (Daulay, 1967).
2.6. Sama Dengan Gambar 2.7, Tetapi Pada Sinar Flouresen 27
(Daulay, 1967)
2.7. Sel-Sel Inertinit (I) Diisi Oleh Eksinit (E) Dalam Masa Dasar 27
Vitrinit (V), Dari Batubara Bukit Asam, Rv Max = 0,38%,
Luasnya Pangamatan = 0, 28 Mm, Sinar Pantul (Daulay, 1967).
2.8. Sama Dengan Gambar 2.9, Tetapi Pada Sinar Floeresen 27
(Daulay, 1967).
3.1 Briket Batubara 36
3.2. Kenampakan Gambut 37
3.3. Kenampakan Bituminus 38
3.4. Kenampakan Antrasit 38
3.5. Klasifikasi batubara ASTM 39

iii
DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1.1 Produsen Batubara Terbesar pada Tahun 2016 4


1.2. Produksi, Ekspor, Konsumsi & Harga Batubara 6
1.3. Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia (USD ton) 7
1.4. Bauran Energi Indonesia 9
2.1. Ringkasan Maceral batubara (Modifikasi dari Smith,1981) 23
2.2. Ringkasan Litotipe Batubara (Modifikasi Stopes 1919) 24
2.3. Ringkasan Mikrolitotipe Batubara (ICCP, 1963) 25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN BATUBARA
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang berasal dari batuan
sedimen yang dapat terbakar dan terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah
sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen
Batubara merupakan salah satu bahan galian dari alam. Menurut
Mutasim, (2007), batubara dapat didefinisikan sebagai batuan sedimen yang
terbentuk dari dekomposisi tumpukan tanaman selama kira-kira 300 juta
tahun..Dekomposisi tanaman ini terjadi karena proses biologi dengan mikroba
dimana banyak oksigen dalam selulosa diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan
air (H2O). Perubahan yang terjadi dalam kandungan bahan tersebut disebabkan oleh
adanya tekanan, pemanasan yang kemudian membentuk lapisan tebal sebagai akibat
pengaruh panas bumi dalam jangka waktu berjuta-juta tahun,sehingga lapisan
tersebut akhirnya memadat dan mengeras,. Sementara itu berdasarkan
Sukandarummidi (1995), batubara didefinisikan sebagai bahan bakar hydro-karbon
yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena
pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali Secara garis besar
batubara terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral., batubara terbentuk dengan
cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai
ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia, maupun geologi .

B. PERATURAN TENTANG BATUBARA


Di Indonesia hukum pertambangan yang mengatur kegiatan
pengolahan pertambangan telah ada dari zaman penjajahan Hindia Belanda hingga
era kemerdekaan. Dibawah ini akan diuraikan secara singkat peraturan perundang-
undangan terkait pertambangan batubara.

1 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


1. Undang-Undang
a) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara;
b) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;

2. Peraturan Pemerintah
a) PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58 Tahun
1998 tentang Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Departemen Pertambangan Dan Energi di Bidang Pertambangan
Umum;
b) PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi Dan Sumber Daya
Mineral;
c) PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara;
d) PP Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
e) PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan PascaTambang;
f) PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 23 Tahun
2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
g) PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
h) PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 24 Tahun
2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
i) PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan keempat Atas PP Nomor 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
Dan Batubara;

3. Peraturan Menteri
a) PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan
Dan Pemanfaatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis
Batubara;

2 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


b) PERMEN ESDM Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Penerapan Kompetensi Profesi Bidang Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
c) PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Dan
Penutupan Tambang;
d) PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perubahan
Penanaman Modal Dalam Rangka Pelaksanaan Kontrak Karya Dan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
e) PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha
Jasa Pertambangan Mineral Dan Batubara;
f) PERMEN ESDM Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan
Pemasokan Kebutuhan Mineral Dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam
Negeri;
g) PERMEN ESDM Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Dan
Harga Patokan Penjualan Mineral Dan Batubara;
h) PERMEN ESDM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan
Wilayah Usaha Pertambangan Dan Sistem Informasi Wilayah
Pertambangan Mineral Dan Batubara;
i) PERMEN ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Usaha
Jasa Pertambangan Mineral Dan Batubara;
j) PERMEN ESDM Nomor 07 Tahun 2017 tentang tata Cara Penetapan
Harga Patokan Penjualan Mineral Logam Dan Batubara;
k) PERMEN ESDM Nomor 34 Tahun 2017 tentang perizinan Dibidang
Pertambangan Mineral Dan Batubara;

4. Lain-lain
a) Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
b) Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan Masalah
Pertambangan Tanpa Izin;
c) Keputusan Menteri ESDM Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tentang
Pedoman Pencadangan Wilayah Pertambangan;
d) Keputusan Menteri ESDM Nomor 0057 K/40/MEM/2004 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 680
K/29/M.PE/1997 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 75

3 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara;
e) Keputusan Menteri ESDM Nomor 1128 K/40/MEM/2004 tentang
Kebijakan Batubara Nasional;
f) Keputusan Menteri ESDM Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing;

C. INDUSTRI BATUBARA
Batubara - bahan bakar fosil - adalah sumber energi terpenting untuk
pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja
dan semen. Namun demikian, batubara juga memiliki karakter negatif yaitu disebut
sebagai sumber energi yang paling banyak menimbulkan polusi akibat tingginya
kandungan karbon. Sumber energi penting lain, seperti gas alam, memiliki tingkat
polusi yang lebih sedikit namun lebih rentan terhadap fluktuasi harga di pasar dunia.
Dengan demikian, semakin banyak industri di dunia yang mulai mengalihkan fokus
energi mereka ke batubara. Dengan tingkat produksi saat ini (dan apabila cadangan
baru tidak ditemukan), cadangan batubara global diperkirakan habis sekitar 112
tahun ke depan. Cadangan batubara terbesar ditemukan di Amerika Serikat, Russia,
Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan India.

Tabel 1.1
Produsen Batubara Terbesar pada Tahun 2016¹
Volume Produksi
No Negara
(setara juta ton minyak)
1 China 1685.7
2 Amerika Serikat 364.8
3 Australia 299.3
4 India 288.5
5 Indonesia 255.7
6 Russia 192.8
7 Afrika Selatan 142.4
Keterangan :
¹ bahan bakar padat komersil sebagai contoh batubara bituminous coal,
anthracite (batubara keras), batubara lignite and muda (sub-bituminous)
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2017

4 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


1. Produksi & Ekspor Batubara Indonesia
Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di
dunia. Sejak tahun 2005, ketika melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi
eksportir terdepan batubara thermal. Porsi signifikan dari batubara thermal yang
diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan
jenis kualitas rendah (di bawah 5100 cal/gram) yang sebagian besar permintaannya
berasal dari Cina dan India. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, cadangan batubara
Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83 tahun mendatang apabila tingkat
produksi saat ini diteruskan.
Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati
peringkat ke-9 dengan sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara global
terbukti berdasarkan BP Statistical Review of World Energy. Sekitar 60 persen dari
cadangan batubara total Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang lebih
murah (sub-bituminous) yang memiliki kandungan kurang dari 6100 cal/gram.
Ada banyak kantung cadangan batubara yang kecil terdapat di pulau
Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, namun demikian tiga daerah
dengan cadangan batubara terbesar di Indonesia adalah:
1) Sumatra Selatan
2) Kalimantan Selatan
3) Kalimantan Timur

Gambar 1.1. Cadangan Batubara Terbesar di Indonesia

Sejak awal tahun 1990an, ketika sektor pertambangan batubara dibuka


kembali untuk investasi luar negeri, Indonesia mengalami peningkatan produksi,

5 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


ekspor dan penjualan batubara dalam negeri. Namun penjualan domestik agak tidak
signifikan karena konsumsi batubara dalam negeri relatif sedikit di Indonesia. Toh
dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penjualan batubara domestik
yang pesat karena pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap program energi
ambisiusnya (menyiratkan pembangunan berbagai pembangkit listrik, yang
sebagian besar menggunakan batubara sebagai sumber energi karena Indonesia
memiliki cukup banyak cadangan batubara). Selain itu, beberapa perusahaan
pertambangan besar di Indonesia telah berekspansi ke sektor energi karena harga
komoditas yang rendah membuatnya tidak menarik untuk tetap fokus pada ekspor
batubara, sehingga menjadi perusahaan energi terintegrasi yang mengkonsumsi
batubara mereka sendiri.
Ekspor batubara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total
produksi batubara, sisanya dijual di pasar domestik.

Tabel 1.2.
Produksi, Ekspor, Konsumsi & Harga Batubara
No Uraian 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Produksi (dalam juta ton) 458 461 456 461 425¹ 400¹
2 Ekspor (dalam juta ton) 382 375 365 364 311¹ 160¹
3 Domestik (dalam juta ton) 76 86 91 97 114¹ 240¹
4 Harga (HBA) (USD/ton) 72.6 60.1 61.8 n.a. n.a. n.a.
Keterangan :
¹ proyeksi
Sumber: Indonesian Coal Mining Association (APBI) & Ministry of Energy and
Mineral Resources

Selama tahun 2000-an, "boom komoditas" menjadikan industri pertambangan


batubara sangat menguntungkan karena harga batubara cukup tinggi. Oleh karena
itu, banyak perusahaan Indonesia dan keluarga kaya memutuskan untuk
mengakuisisi konsesi pertambangan batubara di pulau Sumatera atau Kalimantan
pada akhir tahun 2000an. Waktu itu batubara dikenal sebagai "emas baru".
Faktor-faktor yang mendorong peningkatan produksi dan ekspor batubara
di Indonesia pada waktu itu, yaitu :
• Batubara adalah kekuatan dominan di dalam pembangkitan listrik. Paling
sedikit 27 persen dari total output energi dunia dan lebih dari 39 persen dari
seluruh listrik dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batubara karena
kelimpahan jumlah batubara, proses ekstrasinya yang relatif mudah dan

6 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


murah, dan persyaratan-persyaratan infrastruktur yang lebih murah
dibandingkan dengan sumberdaya energi lainnya.
• Indonesia memiliki cadangan batubara kualitas menengah dan rendah yang
melimpah. Jenis batubara ini dijual dengan harga kompetitif di pasar
internasional (ikut disebabkan karena upah tenaga kerja Indonesia yang
rendah).
• Indonesia memiliki posisi geografis strategis untuk pasar raksasa negara-
negara berkembang yaitu RTT dan India. Permintaan untuk batubara
kualitas rendah dari kedua negara ini telah naik tajam karena banyak
pembangkit listrik bertenaga batubara baru yang telah dibangun untuk
mensuplai kebutuhan listrik penduduknya yang besar.

Negara tujuan utama untuk ekspor batubara Indonesia adalah China, India,
Jepang dan Korea Selatan. Selama "tahun-tahun kejayaannya" batubara
menyumbang sekitar 85 persen terhadap total penerimaan negara dari sektor
pertambangan.

Tabel 1.3.
Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia (USD ton)
Bulan 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Januari 109,29 87,55 81,90 63,84 53,20 86,23
Februari 111,58 88,35 80,44 62,92 50,92 83,32
Maret 112,87 90,09 77,01 67,76 51,62 81,90
April 105,61 88,56 74,81 64,48 52,32 82,51
Mei 102,12 85,33 73,60 61,08 51,20 83,81
Juni 96,65 84,87 73,64 59,59 51,87 75,46
Juli 87,56 81,69 72,45 59,16 53,00 78,95
Augustus 84,65 76,70 70,29 59,14 58,37 83,97
September 86,21 76,89 69,69 58,21 63,93 92,03
Oktober 86,04 76,61 67,26 57,39 69,07 93,99
November 81,44 78,13 65,70 54,43 84,89 94,84
Desember 81,75 80,31 69,23 53,51 101,69 94,04
Rata-Rata 95,5 82,9 72,6 60,1 61,8 85,9
Sumber: Ministry of Energy and Mineral Resources

7 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


2. Prospek Masa Depan Sektor Pertambangan Batubara Indonesia
Boom komoditas pada era 2000-an menghasilkan keuntungan yang
signifikan untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam ekspor batubara.
Kenaikan harga komoditas ini - sebagian besar - dipicu oleh pertumbuhan ekonomi
di negara-negara berkembang. Kendati begitu, situasi yang menguntungkan ini
berubah pada saat terjadi krisis keuangan global pada tahun 2008 ketika harga-
harga komoditas menurun begitu cepat. Indonesia terkena pengaruh faktor-faktor
eksternal ini karena ekspor komoditas (terutama untuk batubara dan minyak sawit)
berkontribusi untuk sekitar 50% dari total ekspor Indonesia, sehingga membatasi
pertumbuhan PDB tahun 2009 sampai 4,6% (yang boleh dikatakan masih cukup
baik, terutama didukung oleh konsumsi domestik). Pada semester 2 tahun 2009
sampai awal tahun 2011, harga batubara global mengalami rebound tajam. Kendati
begitun, penurunan aktivitas ekonomi global telah menurunkan permintaan
batubara, sehingga menyebabkan penurunan tajam harga batubara dari awal tahun
2011 sampai tengah 2016.
Selain dari lambatnya pertumbuhan ekonomi global (dan pelemahan tajam
perekonomian RRT), penurunan permintaan komoditas, ada pula faktor lain yang
berperan. Pada era boom komoditi 2000-an yang menguntungkan, banyak
perusahaan pertambangan baru yang didirikan di Indonesia sementara perusahaan-
perusahaan tambang yang sudah ada meningkatkan investasi untuk memperluas
kapasitas produksi mereka. Hal ini menyebabkan kelebihan suplai yang sangat
besar dan diperburuk oleh antusiasme para penambang batubara di tahun 2010-
2013 untuk memproduksi dan menjual batubara sebanyak mungkin - karena
rendahnya harga batubara global - dalam rangka menghasilkan pendapatan dan
keuntungan.
Pada paruh kedua 2016 harga batubara melonjak ke level yang kita lihat
awal 2014, sehingga memberikan angin segar ke industri pertambangan. Kenaikan
harga ini dipicu oleh pulihnya harga minyak mentah, meningkatnya permintaan
batubara domestik di Indonesia seiring dengan kembalinya pembangkit listrik
tenaga batu bara baru, namun yang lebih penting lagi yaitu kebijakan penambangan
batubara China. China, produsen dan konsumen batubara terbesar di dunia,
memutuskan untuk memangkas hari produksi batubara domestiknya. Alasan utama
mengapa China ingin mendorong harga batu bara ke level yang lebih tinggi pada
paruh kedua tahun 2016 adalah tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing
loans, atau NPLs) di sektor perbankan China. Rasio NPLnya meningkat menjadi
2,3 persen pada tahun 2015. Alasan utama yang menjelaskan kenaikan rasio NPL
ini adalah perusahaan pertambangan batubara China yang mengalami kesulitan

8 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


untuk membayar hutangnya kepada bank. Namun, mengingat aktivitas ekonomi
global masih agak suram, arah harga batubara dalam jangka pendek hingga
menengah sangat bergantung pada kebijakan batubara China.
Walaupun kesadaran global telah dibangun untuk mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil, perkembangan sumber energi terbarukan
tidak menunjukkan indikasi bahwa ketergantungan pada bahan bakar fosil
(terutama batubara) akan menurun secara signifikan dalam waktu dekat, sehingga
batubara terus menjadi sumber energi vital. Kendati begitu, teknologi batubara
bersih dalam pertambangan batubara akan sangat diperlukan di masa mendatang
(sebagian karena faktor komersil) dan Indonesia diharapkan akan terlibat secara
aktif di dalam proses tersebut sebagai salah satu pelaku utama di sektor
pertambangan batubara. Teknologi batubara bersih ini difokuskan untuk
mengurangi emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batubara
namun teknologi ini belum berkembang cukup baik. Kegiatan-kegiatan hulu yang
terkait dengan pertambangan batubara, seperti pengembangan waduk-waduk
coalbed methane (CBM) yang potensinya banyak dimiliki oleh Indonesia, telah
mulai mendapatkan perhatian belakangan ini.
Kebijakan Pemerintah Indonesia mempengaruhi industri pertambangan
batubara nasional. Untuk memperoleh suplai dalam negeri, Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral Indonesia meminta para produsen batubara untuk
mencadangkan jumlah produksi tertentu untuk konsumsi dalam negeri (domestic
market obligation). Selain itu, Pemerintah dapat menyetel pajak ekspornya untuk
mengurangi ekspor batubara. Selama beberapa tahun terakhir Pemerintah
menyatakan keinginan untuk meningkatkan konsumsi domestik batubara sehingga
batubara mensuplai sekitar 30% dari pencampuran energi nasional pada tahun 2025.

Tabel 1.4.
Bauran Energi Indonesia
Energy Mix
No Sumber Energi
2011 2025
1 Minyak Bumi 50% 23%
2 Batubara 24% 30%
3 Gas Alam 20% 20%
4 Energi Terbarukan 6% 26%
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

9 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


D. SEJARAH BATUBARA
Diperkirakan orang China mengenal dan menambang batubara sejak
beberapa abad sebelum Masehi (Chengi mines). Lama sesudah itu Marcopolo
(1280) menyebutnya sebagai benda ajaib dari Cina. Filosof dari Yunani
Theophrastos (muridnya Aristoteles) mengenal batubara dan menyebutnya dengan
“anthrax geodes” yang merupakan asal dari kata Antrasit yang dikenal sekarang.
Sejarah geologi mengenal dua jaman (great era) pembentukan humolith
(humolith adalah suatu istilah yang diperkenalkan oleh Patonie tahun 1920 untuk
mencakup gambut, lignit dan batubara. Pertama adalah Anthracolithicum yang
dimulai dari Jaman Karbon Bawah sampai dengan Perm. Ini merupakan masa
pembentukan batubara yang maha hebat (khususnya Jaman Karbon). Contohnya
Amerika Utara dan Eropa. Sebagian besar batubara jaman ini terjadi pada belahan
bumi bagian utara. Formasi ini pernah mencapai kedalaman lebih dari 3 mil dan
membentang dari Skotlandia sampai dengan Silesia (Polandia). Kedua adalah dari
Kretasius Bawah sampai dengan Tersier. Hampir seluruh lignit dan brown coal
terbentuk pada jaman ini. Kecuali batubara di Moskow Basin yang berasal dari
Jaman Karbon Bawah. Selanjutnya seluruh endapan gambut diasumsikan terjadi
pada Jaman Kuarter. Seluruh endapan batubara Indonesia terbentuk pada Jaman
Tersier. Walaupun demikian masih dapat dibedakan antara batubara paleogen
(endapan batubara yang terbentuk pada cekungan intramontain; Ombilin, Bayah,
Kalimantan Tenggara, Sulawesi Selatan, dsb) dan neogen (untuk batubara yang
terbentuk pada cekungan foreland; Tanjung Enim dan delta; hampir semua endapan
batubara di Kalimantan Timur).
Lapangan batubara dengan produksi yang besar seperti USA, Inggris,
Jerman, Rusia, Cina, Jepang, Australia, Afrika Selatan, Canada dan India. Negara-
negara tersebut memproduksi 2/3 dari produksi batubara dunia dan dengan
cadangan 96% dari cadangan batubara dunia (Van Krevelen, 1993). Disamping itu
negara-negara tersebut memiliki batubara dengan rank dari brown coal sampai
dengan antrasit dan dengan cara penambangan konvensional bermula sejak
Revolusi Industri (Inggris) sampai dengan awal abad ini (Afrika Selatan).
Dengan adanya era dan distribusi endapan batubara yang tertentu di muka
bumi ini maka beberapa pertanyaan atau teka-teki kemudian timbul bagi para ahli
batubara seperti :
a) Kenapa hanya pada periode tertentu saja batubara terbentuk.
b) Kenapa hanya pada tempat tertentu saja batubara terbentuk.

10 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


c) Bagaimana bisa batubara dari tempat yang berjauhan dapat
dikorelasikan sedangkan batubara yang berdekatan sangat sulit
dikorelasikan.
Pertanyaan ini bisa dijawab dengan Geologi Modern (continental drift dan
perkembangannya), Paleontologi (paleobotani/evolusi flora) dan Climatologi
(siklus iklim dalam kaitannya dengan perkembangan atau pergeseran benua). Dulu
orang beranggapan bahwa bumi itu diam. Tetapi berikutnya disepakati bahwa bumi
itu bergerak dan dinamis. Dikenal 3 fase dalam perkembangan konsep teori ini (Van
Krevelen, 1993) :
− Theories of the continental drift.
− Theories of ocean floor spreading (pemekaran lantai samudera).
− Theories of the plate tectonics (tektonik lempeng).

Continental drift dikemukakan oleh Antonio Snider-Pellegrini tahun 1958


dan lebih dari lima puluh tahun berikutnya (1915) dikembangkan oleh Alfred
Wegener. Teori ini berikutnya bisa menerangkan pembentukan pegunungan, gempa
bumi, perubahan iklim, distribusi tumbuhan dan binatang di bumi serta perpindahan
kutub dan sebagainya. Menurut Wegener bahwa dulu benua itu menjadi satu yang
disebut Pangaea dan satu lautan Panthalassa. Pangaea pecah menjadi dua benua
besar yaitu Laurasia dan Gondwana (dinamai oleh Alex Du Toit / ahli geologi
Afrika Selatan). Berdasarkan rekonstruksi continental drift yang dibuat oleh
Bambach, Scotese dan Ziegler (1980) dari data paleomagnetik hasil penyelidikan
di Greenland maka sebelum menjadi Pangaea, benua-benua itu asalnya terpisah satu
sama lain (paleogeografi mulai 540 juta tahun yang lalu.
Sesudah Wegener maka ada lagi Holmes (sekitar tahun 1935) dengan arus
konveksi pada mantel bumi dan Vening Meinesz (hasil penelitian dasar laut dengan
Kapal Belanda dari tahun 1923 sampai dengan 1938) menemukan variasi gaya berat
dasar laut dalam. Kedua hasil ini dikombinasikan oleh Hess dan Dietz (1960) dan
menghasilkan konsep ocean floor spreading. Sebagai bagian akhir dari pemikiran
bahwa bumi itu dinamis maka muncul teori plate tectonics (tektonik lempeng)
Iklim merupakan faktor tunggal terpenting yang menentukan, kapan dan
dimana batubara terbentuk. Iklim daerah tertentu ditentukan oleh iklim global yang
bervariasi terhadap waktu geologi. Posisi kontinen terhadap waktu geologi juga
menghasilkan iklim yang berbeda (akibat kontinental drift). Evolusi spesies
tumbuhan menghasilkan perubahan sangat besar dari material pembentuk batubara
(dari Cryptogam, Conifern sampai Angiosperm).

11 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Kebanyakan tumbuhan Jaman Karbon adalah cryptogam yang terendapkan
pada iklim (sub) tropis di lagun atau rawa delta. Batubara perm termuda
terendapkan pada iklim yang dingin pada cekungan kontinental yang mengandung
Glossopteris (Ziegler et al., 1977). Pada jaman Kretasius dan Tersier, Konifern dan
tumbuhan berbunga sangat banyak. Flora Gondwana yang uniform adalah akibat
tidak adanya pegunungan atau rintangan yang lain seperti yang terjadi di Cina dan
Siberia yang merupakan akibat pengangkatan pegunungan (akibat tumbukan
kontinental).

12 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


BAB II
GENESA PEMBENTUKAN BATUBARA

A. PEMBENTUKAN BATUBARA
Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan
yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan
penghancuran sempurna. Pada umumnya proses pembentukan batubara terjadi
pada jaman karbon yaitu sekitar 270-350 juta tahun yang lalu. Pada jaman
tersebut terbentuk batubara dibelahan bumi utara seperti Eropa, Asia dan
Amerika. Di Indonesia batubara yang ditemukan dan ditambang umumnya
berumur jauh lebih muda, yaitu terbentuk pada jaman Tersier. Batubara tertua
yang ditambang di Indonesia berumur Eosen (40-60 juta tahun yang lalu) namun
sumber daya batubara di Indonesia umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen
(2 - 15 juta tahun yang lalu). Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui
dua tahap, yaitu:
a) Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan, sering disebut
proses peatification
b) Tahap pembentukan batubara dari gambut, sering disebut proses
coalification

1. Pembentukan Gambut
Tumbuhan yang tumbuh atau mati pada umumnya akan mengalami proses
pembusukan dan pengahancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa
waktu kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan
penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang
disebabkan oleh pertumbuhan dan aktifitas bakteri dan jasad renik lainnya.
Untuk penyederhanaan tentang proses tersebut, proses oksidasi material penyusun
utama cellulose (C6H10O5) dapat digambarkan sebagai berikut:

C6H10O5 + 6 O2 → 6 CO2 + 5 H2O

13 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Jika tumbuhan tumbang disuatu rawa, yang dicirikan dengan kandungan
oksigen air rawa yang sangat rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri-
bakteri aerob (yang memerlukan oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut
tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna atau
dengan kata lain tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi
tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses
dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat). Dengan tidak
tersedianya oksigen maka hidrogen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO
dan CO2. Tahap pembentukan gambut ini sering disebut juga sebagai proses
biokimia. Gambut yang umumnya berwarna kecoklatan sampai hitam merupakan
padatan yang bersifat sarang (porous) dan masih memperlihatkan struktur
tumbuhan asalnya. Gambut masih mengandung kandungan air yang tinggi, bisa
lebih dari 50%.

2. Pembentukan Batubara
Proses pembentukan gambut akan berhenti dengan tidak adanya regenerasi
tumbuhan. Hal ini terjadi karena kondisi yang tidak memungkinkan tumbuhnnya
vegetasi, misalnya penurunan dasar cekungan yang terlalu cepat. Jika lapisan
gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka lapisan
gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan sedimen tersebut dimana
tekanan akan meningkat dengan bertambahnya ketebalan lapisan sedimen.
Tekanan yang bertambah besar akan mengakibatkan peningkatan temperatur.
Disamping itu temperatur juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman
disebut gradient geotermik. Kenaikan temperatur dan tekanan dapat juga
disebabakan oleh aktivitas magma, proses pembentukan gunung serta aktivitas-
aktivitas tektonik lainnya.
Peningkatan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan
mengkonversi gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan
kandungan air, pelepasan gas-gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan
dan kekerasan serta peningkatan nilai kalor. Faktor tekanan dan temperatur serta
faktor waktu merupkan faktor-faktor yang menentukan kualitas batubara. Tahap
pembentukan batubara ini sering disebut juga sebagai proses termodinamika atau
dinamokimia.

14 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


3. Tempat Terbentuknya Batubara
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan
waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika,
kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk
dari tumbuh-tumbuhan perlu diketahui dimana batubara terbentuk dan faktor-
faktor yang akan mempengaruhinya, serta bentuk lapisan batubara. Untuk
menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal 2 macam teori:
a. Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuknya ditempat di mana tumbuh-tumbuhan asal itu berada, batubara
yang terbentuk disebut batubara autochtone. Dengan demikian maka
setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi
segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.
Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran
luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif
kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di
lapangan batubara Muara Enim (Sumatera Selatan).
b. Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadinya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup
dan berkembang, batubara yang terbentuk disebut batubara allochtone.
Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan
berakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan
mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuknya dengan
cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai dibeberapa
tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material
pengotor yang terangkut ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk
seperti ini di Indonesia didapatkan dilapangan batubara delta Mahakam
purba, Kalimantan Timur.

Agak sulit untuk melakukan kuantifikasi akumulasi gambut karena


banyak faktor yang mempengaruhinya serta agak sulit untuk membuktikannya.
Namun hasil penyelidikan yang dilakukan di Amerika Serikat, diperkirakan
gambut lepas setebal 10 – 12 ft untuk menghasilkan 1 ft gambut padat dan
untuk itu diperlukan waktu kurang lebih 100 tahun.Dalam proses konversi dari
gambut menjadi batubara terjadi lagi pemampatan dan laju pemampatan ini
tergantung pada rank batubara. Menurut hasil penelitian, jika diambil kayu

15 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


sebagai basis (100%) pembentukan gambut dan batubara, maka perbandingan
volume dalam % adalah sebagai berikut:
• gambut = 28 – 45 %
• lignite = 17 – 28 %
• bitumineous coal = 10 – 17 %
• anthracite = 5 – 10 %

Jika diasumsikan bahwa waktu yang diperlukan untuk menghasilkan 1 ft


gambut termampatkan adalah 100 tahun seperti yang disebutkan diatas maka
dengan menggunakan persentasi di atas dapat diasumsikan waktu yang
dibutuhkan untuk akumulasi gambut sehingga diperoleh ketebalan lapisan
batubara 1 ft sebagai berikut:
• lignite = 160 tahun
• bitumineous = 260 tahun
• anthracite = 490 tahun

Patut diingat bahwa angka-angka diatas hanya untuk menggambarkan


bahwa laju akumulasi gambut dan selanjutnya lapisan batubara sedemikian
lambatnya.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara


Cara terbentuknya batubara merupakan proses yang kompleks, dalam arti
harus dipelajari dari berbagai sudut yang berbeda. Ada beberapa faktor yang
diperlukan dalam pembentukan batubara yaitu:
• posisi geotektonik
• topografi (morfologi)
• iklim
• penurunan
• umur geologi
• tumbuh-tumbuhan
• dekomposisi
• sejarah sesudah pengendapan
• struktur cekungan batubara
• metamorfosis organik

16 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


a. Posisi Geotektonik
Posisi geotektonik adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi
oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi
geotektonik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan mempengaruhi iklim
lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan
penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonik mempengaruhi proses
metamorfosa organik dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah
setelah pengendapan akhir.

b. Topografi (Morfologi)
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara tersebut terbentuk.
Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan
keadaannya pada posisi geotektonik.

c. Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan
merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Iklim
tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi
geotektonik. Temperatur yang lembab pada iklim tropis dan sub tropis pada
umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih
dingin. Hasil pengkajian menyatakan bahwa rawa tropis mempunyai siklus
pertumbuhan setiap 7-9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan
pada iklim yang lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai 5-6 m dalam
selang waktu yang sama.

d. Penurunan
Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika
penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara
tebal. Pergantian dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan
pengendapannya. Hal tersebut menyebabkan adanya infiltrasi material dan
mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbentuk.

e. Umur geologi
Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai
macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung

17 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua
umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara
yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih
tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur
perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. Disamping itu faktor erosi akan
merusak semua bagian dari endapan batubara.

f. Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora
terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan
topografi tertentu. Flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbgai tipe
batubara. Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa
sejarah geologi. Mulai dari Paleozoic hingga Devon, flora belum tumbuh dengan
baik. Setelah Devon pertama kali terbentuk titik awal dari pertumbuhan flora
secara besar-besaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen. Hutan tumbuh
dengan subur selama masa karbon. Pada masa Tersier merupakan perkembangan
yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman.

g. Dekomposisi
Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari transformasi biokimia
dari organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan
gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun
kimiawi. Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih berperan.
Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri
anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan
bagian yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati. Dari
proses di atas terjadi perubahan dari kayu menjadi peringkat batubara. Dalam
suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air
(H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida
(CO2), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau
senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan
pembentukan gambut bergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan
proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan
terhindar dari proses pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi atau
penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang mati terlalu lama berada di
udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, sehingga

18 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh
mikrobiologi.

h. Sejarah Sesudah Pengendapan


Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik
yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara
singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan
gambut. Disamping itu sejarah geologi endapan batubara, berupa perlipatan,
persesaran, intrusi magmatik dan sebagainya.

i. Struktur Cekungan Batubara


Terbentuknya batubara pada cekungan batubara pada umumnya mengalami
deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara bentuk-
bentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensif menyebabkan bentuk
lapisan batubara tidak menerus.

j. Metamorfosa Organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau
penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak
berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini
menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai
mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang
(seperti CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase
karbon padat, belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkan
oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen
penutup yang sangat tebal atau karena tektonik. Hal ini menyebabkan
bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organik. Proses
metamorfosa organik akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai
dengan perubahan sifat kimia, fisik dan optiknya.

5. Terbentuknya Lapisan Batubara Tebal


Lapisan batubara tebal merupakan deposit batubara yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi. Salah satu syarat yang dapat membentuk lapisan batubara
tebal adalah apabila terdapat suatu cekungan yang oleh karena adanya beban

19 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


pengendapan bahan-bahan pembentuk batubara di atasnya mengakibatkan dasar
cekungan tersebut turun secara perlahan-lahan.
Cekungan ini umumnya terdapat di daerah rawa-rawa (hutan bakau) di tepi
pantai. Dasar cekungan yang turun secara perlahan-lahan dengan pembentukan
batubara memungkinkan permukaan air laut akan tetap dan kondisi rawa stabil.
Apabila akibat proses geologi dasar cekungan turun secara cepat, maka air laut
akan masuk ke dalam cekungan sehingga mengubah kondisi rawa menjadi
kondisi laut. Akibatnya di atas lapisan pembentuk batubara akan terendapkan
lapisan sedimen laut antara lain batugamping. Pada tahap selanjutnya akan terjadi
kembali pengendapan batulempung yang memungkinkan untuk kembali terbentuk
kondisi rawa. Proses selanjutnya akan terkumpul dan terendapkan bahan-bahan
pembentuk batubara (sisa tumbuhan) di atas lapisan batulempung (claystone).
Demikian seterusnya sehingga terbentuk lapisan batubara dengan diselingi oleh
lapisan antara yang berupa batulempung yang disebut sebagai clay band atau clay
parting.
Gambar 2.1. memperlihatkan kronologis pembentukan batubara,
batugamping dan batulempung. Gambar 2.2 mengilustrasikan kedudukan clay
band terhadap lapisan batubara.

Gambar 2.1. Kronologis Pembentukan Batubara, Batugamping dan


Batulempung (a) Dasar rawa turun perlahan-lahan (b) Rawa
berubah menjadi laut

20 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Gambar 2.2. Kedudukan Clay band terhadap Lapisan Batubara

6. Reaksi Pembentukan Batubara


Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama
dari cellulose. Proses pembentukan batubara atau coalification yang dibantu oleh
faktor fisika, kimia alam akan mengubah cellulose menjadi lignit, subbituminus,
bituminus, dan antrasit. Reaksi pembentukan batubara dapat digambarkan sebagai
berikut:

5 (C6H10O5) C20H22O4 + 3 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO

Cellulose Lignit

5 (C6H10O5) C22H20O3 + 5 CH4 + 10 H2O + 8 CO2 + CO

Cellulose Bitumineous

Cellulose (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur


C dalam lignit lebih sedikit dibandingkan bitumine. Semakin banyak unsur C
lignit semakin baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan
pada bitumineous. Semakin banyak unsur H dalam lignit makin kurang baik
mutunya. Senyawa CH4 (gas methan) dalam lignit lebih sedikit dibandingkan
dalam bitumineous. Semakin banyak CH4 dalam lignit semakin baik kualitasnya.
Gas-gas yang terbentuk selama proses coalification akan masuk kedalam
celah-celah vein batulempung dan ini sangat berbahaya. Gas metan yang sudah
terakumulasi di dalam celah vein, terlebih-lebih apabila terjadi kenaikan
temperature, karena tidak dapat keluar, sewaktu-waktu dapat meledak dan terjadi
kebakaran. Oleh sebab itu mengetahui bentuk deposit batubara dapat

21 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


menentukan cara penambangan yang akan dipilih dan juga meningkatkan
keselamatan kerja.

7. Komponen Pembentuk Batubara


Pengetahuan tentang petrologi batubara dirintis oleh William Hutton,
(1883). Analisis petrologi yang dilakukan dengan menggunakan sayatan tipis
pada awalnya untuk mengidentifikasikan jenis tumbuhan pembentuk batubara.
Studi tentang petrologi batubara diperkaya dengan penemuan Stopes (1919)
dan Thiessen (1920). Stopes mempergunakan mikroskop untuk mendukung hasil
pemerian. Stopes dan Thiessen sama-sama menggunakan teknik sayatan tipis,
tetapi Stopes pada akhirnya menggunakan sinar pantul.

Pada tahun 1930-an diperkenalkan suatu teknik baru yang menjadi bagian
dari petrologi batubara, yaitu pengukuran refleksi maceral dan kegunaannya
adalah sebagai parameter derajat batubara. Pada tahun 1935, Stopes
memperkenalkan konsep maceral yang dapat diartikan sebagai komponen terkecil
dari batubara (=mineral pada batuan). Konsep maceral ini yang tetap dipakai
sampai saat ini. Pada waktu itu para ahli mencoba mencari hubungan antara
komposisi petrologi dengan sifat-sifat keteknikan dari batubara. Seperti diketahui
bahwa batubara yang kaya akan kelompok maceral vitrinit dan eksinit
mempunyai perbedaan nyata di dalam sifat pencairan, penggasan dan
pembakaran, jika dibandingkan dengan batubara yang kaya akan inertinit.
Studi tentang batubara mengalami pengembangan pesat sejak tahun 1960-
an antara lain diteliti lebih lanjut tentang:
• Petrologi gambut, untuk mengetahui jenis tumbuhan pembentuk.
• Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi proses pembatubaraan
• Hubungan antara petrologi batubara dengan sedimentasi
• Tingkat oksidasi
• Teknologi batubara seperti pengkokasan, pencairan
penggasan dan pembakaran.
Dengan berkembangnya petrologi batubara, suatu teknik baru
diperkenalkan yaitu penggunaan sinar ultraviolet dan mikroskop automatic. Sinar
ultraviolet umumnya dipergunakan pada kelompok liptinit yang kaya hidrogen.

22 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


a. Komposisi Petrologi Batubara
Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik
dan anorganik pembentuk batubara. Untuk mempelajari petrologi batubara
umumnya ditinjau dalam dua aspek yaitu jenis dan derajat batubara. Jenis
batubara berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara, dan
perkembangannya dipengaruhi oleh proses kimia dan biokimia selama proses
penggambutan, sedangkan derajat batubara menunjukkan posisi pada seri
klasifikasi batubara mulai dari gambut sampai antrasit. Dengan demikian jelas
bahwa batubara itu bukan suatu benda homogen, melainkan terdiri dari
bermacam-macam komponen dasar. Didalam batubara komponen ini dinamakan
maceral, sedang maceral dibagi 3 kelompok utama yaitu vitrinit, eksinit, dan
inertinit. Maceral pembentuk batubara umumnya berasosiasi satu sama lain
dengan perbandingan berbeda-beda. Asosiasi ini dikenal sebagai litotipe dan
mikrolitotipe. Litotipe merupakan pita-pita tipis pada batubara yang terlihat
secara megaskopis.
Ketiga kelompok maceral ini dapat dibedakan dari morfologi
(kenampakan di bawah mikroskop), asal kejadian, sifat-sifat fisik dan kimia yang
dipunyai seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Stopes (1919) memperkenalkan
4 macam litotipe seperti yang terlihat pada Tabel 2.2, di mana klasifikasi ini
umumnya dipergunakan untuk batubara jenis bituminous.

Tabel 2.1.
Ringkasan Maceral batubara (Modifikasi dari Smith,1981)
Kelompok
Maceral Asal Kejadian Keterangan
Maceral
Vitrinit Telovitrinit Kayu dan serat Kaya Oksigen, umum pada
Kayu batubara, VM = 35%.
Lingkungan reduksi
penurunan cepat, permukaan
air dalam, reaktif.
SG = 1,3 – 1,8.
Eksinit Sporinit Spora, sarang spora Kaya oksigen VM = 67%,
butiran-butiran umum pada oil shale dan
serbuk sari. batuan pembawa minyak.
Kuitinit Kulit ari, daun, S.G = 1.0 – 1.3
tungkai, akar.
Liptodertrinit Pecahan-pecahan
Resinit eksinit. Resin,
lemak, parifin.
Suberinit Cork, kulit kayu

23 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Kelompok
Maceral Asal Kejadian Keterangan
Maceral
Alganit Sisa-sisa ganggang

Eksudatinit Minyak, bitumen


yang keluar selama
proses
pembatubaraan.
Fluorinit Lipids, minyak

Inertinit Semifusinit Hasil ubahan Kaya karbon VM = 23%


Fusinit (biokimia) dari Penurunan lambat, permukaan
Sklerotinit kayu dan serat-serat air rendah atau
Inertodetrinit kayu selama bergelombang, tidak reaktif.
Mikrinit penggambutan S. G = 1,5 – 2,0
Makronit

Untuk batubara Indonesia yang umumnya berderajat subbituminous masih


dapat menggunakan klasifikasi ini. Klarain dan Vitrain adalah litotipe yang umum
pada batubara Indonesia (Daulay, 1985).

Tabel 2.2.
Ringkasan Litotipe Batubara (Modifikasi Stopes 1919)
Kenampakan pada
Litotipe Keterangan
Mikroskop
Vitrain Berbentuk lapisan atau lensa, Vitrit dan sedikit klarit
ketebalan ber- kisar 3-5 mm, (kaya akan vitrinit)
pecah dengan sistim kubik.
Klarain Lapisan-lapisan tipis yang Klarit dan sedikit vitrit
cemerlang dan buram (<3 mm). (kaya akan vitrinit dan
eksinit). Batuan pembawa
minyak
Fusain Hitam atau abu-abu hitam, kilap Fusit (kaya akan fusinit).
sutera, berserabut, gampang
diremas.
Durain Abu-abu hitam kecoklat- an Durit (kaya akan eksinit dan
permukaan kasar, kilap berminyak interknit).
(greasy).

Secara megaskopis dapat memberi gambaran komposisi maceral batubara


tersebut. Mikrolitotipe (menurut the International Comitte for Coal Petrology,
1963) adalah suatu asosiasi maceral (terlihat di bawah mikroskop) dengan
ketebalan minimum 50 mm. Ketiga kelompok utama mikrolitotipe ditandai

24 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


sebagai 1-maceral, 2-maceral, 3-maceral tergantung apakah asosiasi maceral itu
terdiri dari 1,2, atau 3 kelompok maceral (Tabel 2.3).
Analisa mikrolitotipe dapat memberikan gambaran mengenai tekstur
batubara. Jika ada dua batubara yang mempunyai kandungan vitrinit hampir sama,
tetapi yang satu (I) kandungan vitrinitnya lebih tinggi dari yang lain (II), maka
dapat disimpulkan bahwa vitrinit yang terbentuk pada batubara I merupakan
pita-pita tebal. Data ini sangat diperlukan dalam perencanaan preparasi batubara
tersebut. Ukuran intertinit yang diperoleh sangat bermanfaat di dalam proses
pengkokasan. Selain ketiga kelompok maceral tersebut di atas, batubara juga
mengandung zat anorganik yang disebut mineral matter.

Tabel 2.3.
Ringkasan Mikrolitotipe Batubara (ICCP, 1963)
Komposisi Kelompok
Mikrolitotipe
Maceral
1-Maceral Vitrit Vitrinit > 95 %
Liptit Liptinit >95 %
Inertit Inertinit > 95
2-Maceral Klarit Vitrinit + liptinit > 95 %
Vitrinertit Vitrinit + Inertinit > 95 %
Durit Liptinit + Inertinit > 95 %
3-Maceral Duroklarit Vitrinit > liptinit dan inertinit
Klarodurit Inertinit > Vitrinit dan liptinit
Vitrinertoliptinit Liptinit > vitrinit dan inertinit
Hitam, kilap sutra, berserabut, (kaya akan fusinit)
mudah diremas

Mineral Matter (berhubungan langsung dengan abu batubara) umumnya


terbentuk sebagai material-material halus menyebar pada batubara atau
terkumpul membentuk lapisan-lapisan tipis (clay band).

b. Derajat Batubara
Derajat batubara adalah posisi pada seri klasifikasi mulai dari gambut
sampai antrasit. Perkembangan sangat dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan
waktu (Lopatin, 1971; Bostick, 1973). Banyak parameter yang telah
dipergunakan untuk penentuan derajat batubara (Crok,1983), salah satu di
antaranya adalah refleksi vitrinit. Cara ini belum begitu dikenal di Indonesia,
dan telah berkembang pesat di amerika, Jerman, Australia terutama pada
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam eksplorasi minyak dan gas. Semua

25 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


jenis maceral dapat diukur refleksinya, tetapi kelompok vitrinit adalah yang
umum dipilih. Kelompok ini cenderung terbentuk sebagai pecahan-pecahan kasar
dan homogen, merupakan maceral utama pada kebanyakan batubara dan
menunjukan korelasi yang bagus dengan parameter lain yang dipakai sebagai
indikasi derajat batubara. Dengan cara refleksi vitrinit ini, pengukuran dapat
dilakukan dengan singkat dan pasti.

Gambar 2.3. Eksinit (e) Berasosiasi dengan Vitrinit (v) dan Mineral Matter (m).
Batubara Bayah, Rv = 0,64 %, Luas Pengamatan = 0,44 mm, Sinar
Pantul (Daulay, 1967)

Gambar 2.4. Sama Dengan Gambar 2.5, Tetapi Pada Sinar Flouresen (Daulay,
1967)

26 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Gambar 2.5. Eksinit (E) Mengisi Sel-Sel Vitrinit (V) Dan Membentuk Lapisan-
Lapisan. Batubara Neogene, Samarinda, Kalimantan Timur, Rv
Max = 0, 46 %, Luas Pengamatan = 0, 28 Mm, Sinar Pantul
(Daulay, 1967).

Gambar 2.6. Sama Dengan Gambar 2.7, Tetapi Pada Sinar Flouresen (Daulay,
1967)

Gambar 27. Sel-Sel Inertinit (I) Diisi Oleh Eksinit (E) Dalam Masa Dasar Vitrinit
(V), Dari Batubara Bukit Asam, Rv Max = 0,38%, Luasnya
Pangamatan = 0, 28 Mm, Sinar Pantul (Daulay, 1967).

27 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Gambar 2.8. Sama Dengan Gambar 2.9, Tetapi Pada Sinar Floeresen (Daulay,
1967).

B. LINGKUNGAN PENGENDAPAN
1. Lingkungan Pengendapan
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi
lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah terkena pengaruh-
pengaruh syn-sedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh
tersebut dihasilkan batubara dengan tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang
bervariasi. Lingkungan pengendapan batubara dapat digunakan untuk menentukan
penyebaran lapisan, cara terjadinya, serta kualitas batubara. Namun sering kali
masih belum dapat menghasilkan yang prediksi yang akurat (Thomas, 2002).

Agar dapat memberikan makna genesa dan lingkungan pengendapan


batubara terhadap kegiatan eksplorasi batubara, memerlukan adanya suatu model
geologi (Prasongko, 1996). Model geologi untuk pengendapan batubara adalah
menerangkan hubungan antara genesa batubara dengan batuan di sekitarnya,
dengan menggunakan perbandingan antara sekuen gambut yang sekarang terbentuk
dengan sekuen batuan yang mengandung batubara dan telah terbentuk pada masa
lampau (Thomas, 2002).

Lingkungan pengendapan batubara erat kaitannya dengan fisiografi


cekungan pengendapan. Menurut Teichimuller (1982; dalam Stach et al, 1982),
cekungan pengendapan bagi perkembangan endapan gambut sebagai bahan asal
pembentuk batubara dipengaruhi oleh :

28 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


• Kenaikan muka air tanah yang lambat atau dasar cekungan mengalami
penurunan yang lambat, sehingga endapan gambut terhindar dari abrasi air
laut.
• Adanya penghalang rawa-rawa seperti penghalang pantai, gosong pasir
atau tanggul alam untuk melindungi endapan gambut dari banjir air sungai
dan abrasi air laut.
• Energi yang rendah dari hinterland (daerah dengan morfologi yang relatif
datar dan perbedaan topografi yang kecil) sehingga tidak ada sedimen
fluviatil (kasar) yang diendapkan.

Menurut Stach et al (1982), berdasarkan posisi geografinya, lingkungan


pengendapan batubara dibedakan menjadi zona paralik (tepi pantai) dan limnik
(daratan). Batubara di dunia lebih dari 90% terbentuk di lingkungan paralik yaitu
rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di
dataran pantai, lagun, delta, atau juga fluvial. Selanjutnya pembahasan masing-
masing lingkungan pengendapan batubara lebih mengacu pada pembagian yang
dikemukakan oleh Horne et al (1978) adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan Pengendapan Barrier : Barrier terbentuk selama delta


mengalami progadasi, dan lalu terjadi pengisian suplai sedimen dari darat dan
laut hingga meluas ke daerah rawa back-barrier (Galloway dan Hobday, 1983).
Lingkungan barrier mempunyai peran penting, yaitu menutup pengaruh
oksidasi dari air laut dan mendukung pembentukan gambut di bagian dataran.
b. Lingkungan Pengendapan Back-Barrier ; Karakteristik batuan sedimen pada
lingkungan back barrier adalah mengalami coarsening upward, terdapat serpih
abu-abu gelap yang kaya bahan organik, batulanau dan mengandung batubara
yang tipis dengan penyebaran secara lateral yang tidak menerus serta konkresi
siderit. Batubara di daerah lingkungan back–barrier umumnya tipis, tidak
menerus, mengandung banyak sulfur, dan seringkali juga disebut shale hitam
atau bone coal (Renton dan Cecil, 1979 dalam Galloway dan Hobday, 1983).
Lempung pada daerah back-barrier tidak memiliki struktur laminasi dan
banyak mengandung kaolin karena adanya pencucian montmorilinit oleh air
asam pada gambut (Staub dan Cohn, 1978 dalam Galloway dan Hobday,
1983).

29 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


c. Lingkungan Pengendapan Lower Delta Plain ; Lingkungan lower delta plain
didominasi oleh sekuen coarsening upward yang terdiri dari batulumpur dan
batulanau, memiliki ketebalan antara 15-55 m dan penyebaran lateral 8 hingga
10 km. Bagian bawah dari sekuen sedimen ini adalah batulumpur abu-abu
gelap hingga hitam dan terdapat siderit dan batugamping dengan sebaran yang
tidak teratur. Pada bagian atas sekuen ini sering dijumpai batupasir,
menunjukkan adanya peningkatan energi transportasi pada daerah perairan
dangkal ketika teluk terisi endapan sedimen (Horne et al, 1979 dalam Thomas,
2002). Bila teluk telah cukup terisi maka tumbuhan akan dapat tumbuh,
sehingga dalam kurun waktu tertentu batubara dapat terbentuk. Namun
demikian, tetapi bila teluk tidak terisi penuh, organisme, batupasir, dan siderit
akan terbentuk. Pola umum coarsening upward atau mengkasar keatas pada
interbutary bar di beberapa tempat dapat terputus oleh detritus creavase splays
(Horne et al, 1979, dalam Thomas, 2002).

d. Lingkungan Pengendapan Upper Delta Plain – Fluvial ; Upper delta plain


merupakan daerah akumulasi gambut dalam jumlah yang tidak banyak, namun
lingkungannya relatif stabil. Endapannya didominasi oleh bentuk linier, tubuh
batupasir lentikuler yang memiliki ketebalan hingga 25 m dan lebar 11 km.
Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-
pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky, sedangkan
tumbuhan pada lower delta plain didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah
pohon yang menghasilkan batubara berlapis.

e. Lingkungan Pengendapan Transitional Lower Delta Plain ; Zona diantara


lower dan upper delta plain adalah zona transisi yang mengandung
karakteristik litofasies dari sekuen tersebut yang merupakan juga sekuen bay-
fill yang dicirikan oleh litologi yang berbutir halus dan lebih tipis (1,5 – 7,5
m) daripada sekuen lower delta plain (Horne et al, 1978). Perkembangan rawa
pada lingkungan transisi lower delta plain sangat intensif, karena adanya
pengisian sedimen pada daerah "interdistributary bay" sehingga dapat
terbentuk lapisan batubara yang tersebar luas dengan kecenderungan agak
memanjang sejajar dengan jurus perlapisan

30 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


2. Tipe Batubara Berdasarkan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan batubara akan mempengaruhi tipe batubara yang
dihasilkan. Berdasarkan lingkungan pengendapan, maka dapat dikelompokkan
menjadi tiga jenis tipe batubara, yaitu tipe batubara humik (humic coal), sapropelik
(sapropelic coal) dan humospropelik (humosapropec coal).

a. Tipe Batubara Humik (Humic Coal)


Batubara humik biasanya diendapkan di lingkungan darat (limnic), dengan
proses pengendapan secara insitu, yang mana material organik pembentuk batubara
berasal dari tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada (autochthonous).
Batubara tipe ini memiliki kualitas batubara yang baik dengan peringkat batubara
bituminus hingga antrasit. Komposisi maseral 90% lebih terdiri dari vitrinit
(vitrite), memiliki kandungan hidrogen dan zat terbang yang sangat rendah.

b. Tipe Batubara Sapropelik (Sapropelic Coal)


Batubara sapropelik biasanya diendapkan di lingkungan laut (paralic)
seperti pada daerah delta, laguna, lestuarin, marsh, rawa-rawa air payau. Proses
pengendapannya secara drift, yang mana material organik pembentuk batubara
berasal dari tempat lain (allochthonous). Batubara tipe ini memiliki kualitas
batubara kurang baik dibandingkan batubara humik, sedangkan peringkat
batubaranya adalah sub bituminus hingga lignit dengan kandungan hidrogen dan
zat terbang yang tinggi sedangakan kandungan karbon rendah. Batubara sapropelik
dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu batubara cannel dan boghead.

Batubara jenis cannel dan boghead dapat dibedakan dari komposisi


maseralnya, terutama kelompok liptinit. Batubara cannel memiliki maseral
sporinite lebih banyak dibandingkan maseral alginite (sporinite > alginite).
Sedangkan batubara boghead lebih dibanyak disusun oleh maseral alginite
dibandingkan sporinite (sporinite < alginite).

c. Tipe Batubara Humosapropelik (Humosapropec Coal)


Batubara humosapropelik merupakan batubara yang dihasilkan dari
rangkaian humik dan spropelik, tetapi rangkaian humik lebih dominan. Asal
material organik pembentuk batubara berasal dari tempat dimana material organik
diendapkan dan dari tempat lain.

31 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


3. Endapan Batubara Indonesia
Endapan batubara Indonesia pada umumnya berkaitan erat dengan
pembentukan cekungan sedimentasi Tersier (Paleogen-Neogen), yang diakibatkan
proses tumbukan lempeng Eurasia, Hindia-Australia dan Pasifik pada zaman kapur.
Berdasarkan perkembangan tektonik Tersier oleh Sudarmono (1997) (dalam
Koesoemadinata, 2000) endapan batubara Indonesia diklasifikasikan menjadi:

a) Endapan batubara Paleogen (Eosen – Oligosen), dan


b) Endapan batubara Neogen (Oligosen Akhir – Miosen);
Sedangkan dalam tatanan tektono-stratigrafi pengendapan batubara oleh
Koesoemadinata (2000) diklasifikasikan menjadi tiga kategori.

a. Endapan Batubara Paleogene Syn-Rift


Batubara syn-rift berasosiasi dengan sedimen fluvial dan lakustrin, biasanya
batubara yang diendapkan pada tipe ini menghasilkan batubara dengan nilai kalori
yang tinggi (~7000 Kcal/kg), rendah kandungan air lembab dan sulfur. Sebagai
contoh untuk tipe ini adalah Formasi Sawahlunto di Cekungan Ombilin, Sumetera
Tengah.

b. Endapan Batubara Paleogene Post–Rift Transgression


Batubara post–rift transgression diendapkan pada lingkungan paparan yang
stabil selama kala Eosen Akhir hingga Awal Miosen. Sebagai contoh tipe ini adalah
batubara dari Cekungan Sumatera Tengah (Awal Miosen), dan lebih tepat diwakili
dengan batubara Senakin di Formasi Tanjung bagian bawah dalam Cekungan
Barito dan Pasir-Asem-asem. Batubara pada lingkungan ini diendapkan secara
lateral dan menerus, dengan nilai kalori dan kandungan sulfur tinggi.

c. Endapan Batubara Neogene Syn-Orogenic Regressive


Batubara syn-orogenic regressive terjadi pada Miosen Tengah hingga Plio-
Pleistosen dan merupakan hasil dari pengangkatan cekungan. Endapan batubara
biasanya terdapat cekungan belakang busur (back-arc basin) dan cekungan depan
busur (fore-arc basin) pada busur kepulauan. Endapan batubara pada syn-orogenic
regressive biasanya tidak terlalu tebal, tetapi akan terdiri dari beberapa lapisan.
Nilai kalori rata-rata adalah rendah (~5000 kcal/kg), kandungan air lembab tinggi
dan kandungan sulfur juga rendah.

32 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Dalam kerangka tatanan tektono-stratigrafi pengendapan batubara ini dapat
memberikan pendekatan mengenai gambaran umum kualitas, kuantitas maupun
karakteristik lapisan batubara dalam suatu cekungan. Selain itu juga dapat
memberikan pendekatan tentang kondisi geologi lokal yang mengontrol kualitas,
kuantitas maupun karakteristik lapisan batubara tersebut. Dari hal tersebut juga
dapat diperoleh pengertian bahwa kualitas, kuantitas maupun karakteristik lapisan
batubara pada tiap-tiap cekungan sedimentasi batubara akan berbeda-beda karena
kontrol geologi dari tiap-tiap cekungan juga berbeda-beda pula.

C. ENDAPAN BATUBARA TAWANGA


Penyebaran Batubara di daerah Tawanga dijumpai sebagai sisipan di sungai
Pulombua. Hasil deskripsi secara megaskopis, batubara dalam keadaan segar
menunjukan warna segar hitam, warna lapuk coklat kekuningan, tekstur nonklastik,
struktur berlapis.

Menurut Boogs (2006), tingkatan (rank) dalam batubara paling rendah


adalah peat. Peat menurut Boogs (2006) memiliki ciri fisik berwarna hitam,
tersusun oleh tumbuhan semi-karbonan (semicarbonazed plant) dan memiliki
kelembapan yang tinggi. Berdasarkan kenampakan secara fisiknya, batubara di
daerah penelitian berwarna hitam, masih menunjukan tekstur serabut tanaman
(tersusun oleh semicarbonized plant) dan memiliki kelembapan yang cukup tinggi.
Dalam keadaan basah, batubara ini memiliki sifat lengket bila disentuh dengan
tangan, dan dalam keadaan kering bersifat rapuh.

Satuan ini diperkirakan terbentuk pada cekungan busur belakang (back arc
basin) tumbukan pada akhir kapur awal hingga paleogen yang memalihkan kembali
batuan metamorf daerah penelitian. Maka, satuan ini diperkirakan terbentuk pasca
tumbukan pada awal Miosen (zaman Paleogen).

33 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


BAB III
MANFAAT BATUBARA

A. PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA


Ditinjau dari segi pemanfaatannya, batubara dapat dibagi menjadi 3
(tiga) golongan, yaitu:
• Batubara untuk bahan bakar, disebut batubara bahan bakar (steaming
coal, fuel coal, atau energy coal)
• Batubara bitumen untuk pembuatan kokas, disebut batubara kokas
(cooking coal)
• Batubara untuk dibuat bahan-bahan dasar energi lainnya, disebut
batubara konversi (conversion coal).
Pengubahan batubara dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui
pembuatan gas atau gasifikasi (gasification) dan pencairan batubara atau
likuifaksi (coal liquefaction).
Batubara menjadi salah satu sumber energi terbaik yang bisa didapatkan
dengan sumber yang lebih mudah. Selain itu ketersediaan batubara bersifat panjang
dan bertahan dalam waktu lama sehingga mendukung berbagai macam proyek
industri dan juga ekonomi.

a. Sumber Tenaga Pembangkit Listrik


Batubara menjadi salah satu bahan bakar utama pada pembangkit listrik di
beberapa negara seperti China, India, Australia, Jepang, Jerman dan beberapa
negara lain. Batubara menjadi bahan bakar yang dikonversikan ke dalam bentuk
uap panas dan menjadi sumber tenaga pembangkit listrik. Batubara akan
dihancurkan dengan mesin penggiling dan berubah menjadi bubuk halus
kemudian akan dibakar dalam sebuah mesin dengan sistem ketel uap. Uap akan
ditampung dalam sebuah tempat khusus dan disalurkan ke turbin yang
dihubungkan generator sebagai pembangkit listrik..

b. Bahan Bakar dalam Produksi Baja


Sebuah industri yang menghasilkan baja bergantung sepenuhnya pada
ketersediaan sumber batubara. Produksi baja mentah banyak memakai metalurgi

34 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


batubara dari bahan batubara kokas. Produksi baja melibatkan karbon dan bahan
besi. Karbon diperlukan untuk memanaskan bahan besi dan mengolahnya
menjadi baja. Karbon dari batubara menghasilkan panas tinggi sehingga
mendukung produksi batubara.

c. Bahan Bakar Cair


Batubara dapat juga dirubah dalam bentuk bahan bakar cair dan sangat
efektif untuk menggantikan bahan bakar minyak. Pada dasarnya pengolahan
batubara menjadi bahan bakar cair akan merubah batubara bubuk atau
bongkahan yang di larutkan dalam suhu tinggi.

d. Syngas
Gasifier adalah alat atau reaktor yang menggunakan teknik gasifikasi
atau proses penggunaan panas untuk merubah (konversi) selulosa (biomassa)
padat atau padatan berkarbon lainnya menjadi gas pada tekanan dan suhu
tinggi. Akibatnya, campuran gas yang disebut syngas diperoleh. Syngas
terutama terdiri dari karbon monoksida, hidrogen, karbon dioksida, dan uap air.
Dengan proses gasifikasi bisa merubah hampir semua bahan organik
padat menjadi gas bakar yang bersih.Berbeda dengan pembakaran batubara,
gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk unsur atau
senyawa kimia lain. Secara sederhana, batubara dimasukkan ke dalamreaktor
dan sedikit dibakar hingga menghasilkan panas. Sejumlah udara atauoksigen
dipompakan dan pembakaran dikontrol dengan uap agar sebagian besar batubara
terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada batubara terpecah dan
dirubah menjadi ”coal gas”. Coal Gas merupakan campuran gas-gas hidrogen,
karbon monoksida, nitrogen serta unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara
merupakan teknologi terbaik serta paling bersih dalam mengkonversi batubara
menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik

e. Briket Batubara
Briket batubara merupakan bahan bakar yang sudah melalui proses
pemampatan dan memiliki daya tekatan tertentu, berbentuk dan memiliki ukuran
yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga mudah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Adapun manfaat menggunakan batubara dalam bentuk
briket adalah sebagi berikut : Mengurangi penggunaan karna ketergantungan
pada minyak bumi semakin lama semakin menipis. Kemudahan penggunaan

35 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


teknologi sederhana yang memungkinkan batubara dapat dibentuk menjadi
briket untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar alternatif. Selain bisa
menggantikan bahan bakar minyak juga bisa mengurngi penggunaan kayu bakar.

Gambar 3.1 Briket Batubara

B. JENIS-JENIS BATUBARA
1. Jenis Batubara Berdasarkan tingkat proses pembentukannya
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bitwninus,
sub-bituminus, lignit dan gambut.
a) Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan wama hitam
berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur
karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
b) Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air
8- 10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang
di Australia.
c) Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.
d) Lignit atau batubara cok:lat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
e) Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalori
yang paling rendah.

36 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Dibawah ini disajikan kenampakan yang terkait dengan spesimen batubara.

• Kenampakan Gambut. Gambut adalah akumulasi sisa-sisa tanaman dimana


sebagian telah terkarbonisasi. Gambut merupakan sedimen organik dan
bahan baku batubara. Proses burial, pemadatan, dan pembatubaraan
(coalification) akan mengubahnya menjadi batubara. Gambut memiliki
kandungan karbon kurang dari 60%.

Gambar 3.1. Kenampakan Gambut

• Kenampakan Jenis Batubara Bituminus. Bituminus biasanya menunjukan


kesan berlapis. Dalam gambar diatas kamu bisa melihat garis batubara
terang dan kusam yang berorientasi secara horizontal. Garis perlapisan
terang merupakan bahan sisa tumbuhan yang terawetkan dengan baik,
seperti cabang ataupun batang. Sedangkan garis kusam bisa merupakan
bahan mineral yang tercuci oleh aktivitas air rawa saat proses
penggambutan. Batubara bituminus terbentuk ketika batubara sub-
bituminus mengalami peningkatan ke tingkat metamorfosis organik.
Bituminus memiliki kandungan karbon antara 77 hingga 87% dengan nilai
kalori yang jauh lebih tinggi daripada batubara lignit ataupun sub-
bituminus.

37 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


Gambar 3.2. Kenampakan Bituminus

• Kenampakan Jenis Batubara Antrasit. Antrasit adalah rank tertinggi


batubara, memiliki kilau cerah dan pecahan semi-konkoidal. Antrasit
memiliki kandungan karbon lebih dari 87%. Antrasit umumnya per ton
memiliki nilai kalori tertinggi. Antrasit sering disebut sebagai "batubara
keras" (hard coal). Ini adalah istilah awam dan tidak ada hubungannya
dengan kekerasan batuan.

Gambar 3.3. Kenampakan Antrasit

2. Jenis dan Kualitas Batubara Menurut SNI


Klasifikasi batubara berdasarkan tingkat energinya (SNI 13–6011-1999)
dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu Batubara Energi Rendah dan Batubara
Energi Tinggi.

a) Batubara Energi Rendah (Brown Coal) : Merupakan jenis batubara yang


paling rendah peringkatnya, mudah rapuh, lunak, memiliki kadar air tinggi

38 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


( 10-70 % ), terdiri atas batubara energi rendah lunak (soft brown coal) dan
batubara lignitik yang memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalorinya <
7000 kalori per gram (dalam bentuk dry–ASTM).
b) Batubara Energi Tinggi (Hard Coal) : Semua jenis batubara yang
peringkatnya lebih tinggi dari brown coal, kompak, sulit rapuh, bersifat
lebih keras, memiliki kadar air relatif rendah, umumnya struktur kayu tidak
tampak lagi, pada saat penanganan (coal handling) relatif tahan terhadap
kerusakan fisik. Nilai kalorinya > 7000 kalori per gram (dalam bentuk dry–
ASTM).

3. Jenis dan Kualitas Batubara Menurut ASTM


Klasifikasi batubara oleh American Society for Testing and Materials
(ASTM) digambarkan oleh Gambar berikut :

Gambar 3.4. Klasifikasi batubara ASTM

Dari gambar klasifikasi batubara oleh ASTM diatas, dapat dilihat beberapa
rank dan grup batubara, yaitu :
a) Rank Anthracitic
Merupakan Rank batubara paling tinggi, merupakan batubara berkualitas

39 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


paling baik dimana persentase kandungan fixed carbonnya berkisar 86% -
98%. Terdiri atas beberapa grup:

• Meta – Anthracite ; Merupakan grup batubara pada rank anthracite


yang memiliki kualitas paling baik, dimana kandungan fixed
carbonnya bisa mencapai >98% serta persentase kandungan volatile
matternya <2% (dalam keadaan dry).
• Anthracite ; Merupakan grup batubara pada rank anthracite yang
mengandung persentase fixed carbon >92% - <98% serta persentase
kandungan volatile matternya >2% - <8% (dalam keadaan dry).

• Semi – Anthracite ; Merupakan grup batubara pada rank anthracite


yang mengandung persentase fixed carbon >86% - <92% serta
persentase kandungan volatile matternya >9% - <14% (dalam
keadaan dry).

b) Rank Bituminous
Merupakan Rank batubara yang memiliki persentase fixed carbon sebesar <
69% - <86% serta persentase kandungan volatile matter >32% - <22%.
Terdiri atas beberapa grup :

• Low - Volatile Bituminous ; Merupakan grup batubara dalam rank


bituminous yang mengandung persentase fixed carbon sebesar
>78% - <86% serta persentase kandungan volatile matternya sebesar
>14% - <22% (dalam keadaan dry).
• Medium – Volatile Bituminous ; Merupakan grup batubara dalam
rank bituminous yang memiliki kandungan fixed carbon sebesar
>69% - <78% serta persentase kandungan volatile matter sebesar
>22% - <31% (dalam keadaan dry).
• High – Volatile A Bituminous ; Merupakan grup batubara dalam
rank bituminous yang memiliki persentase fixed carbon sebesar <
69% , persentase kandungan volatile matternya sebesar >31%, serta
nilai kalorinya >14000 BTU/lb (dalam keadaan dry).
• High – Volatile B Bituminous ; Merupakan batubara dalam rank
bituminous yang mempunyai nilai kalori sebesar >13000 BTU/lb -
<14000 BTU/lb (dalam keadaan dry).

40 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


• High – Volatile C Bituminous ; Merupakan batubara dalam rank
bituminous yang mempunyai nilai kalori sebesar >11500 BTU/lb -
<13000 BTU/lb (dalam keadaan dry).

c) Rank Subbituminous
Merupakan Rank batubara yang mengandung nilai kalori >8300 BTU/lb -
<11500 BTU/lb. Terdiri atas beberapa grup :

• Subbituminous A ; Merupakan batubara dalam rank subbituminous


yang mempunyai nilai kalori sebesar >10500 BTU/lb - <11500
BTU/lb (dalam keadaan dry).
• Subbituminous B ; Merupakan batubara dalam rank subbituminous
yang mempunyai nilai kalori sebesar >9500 BTU/lb - <10500
BTU/lb (dalam keadaan dry).
• Subbituminous C ; Merupakan batubara dalam rank subbituminous
yang mempunyai nilai kalori sebesar >8300 BTU/lb - <9500 BTU/lb
(dalam keadaan dry).

d) Rank Lignitic
Merupakan Rank batubara yang paling rendah dan memiliki kualitas rendah
dengan nilai kalori <6300 BTU/lb - <8300 BTU/lb. Terdiri atas beberapa
grup :

• Lignite A ; Merupakan grup batubara dalam rank lignitic yang


mempunyai nilai kalori sebesar >6300 BTU/lb - <8300 BTU/lb
(dalam keadaan dry).
• Lignite B ; Merupakan grup batubara dalam rank lignitic yang
mempunyai nilai kalori <6300 BTU/lb (dalam keadaan dry).

C. PERINGKAT BATUBARA TAWANGA


Pengelompokan jenis batubara Tawanga menurut ASTM, disajikan pada
Tabel 3.1. secara umum batubara di daerah Tawanga termaksud kedalam Rank
High Moisture Lignit Coal. Batubara daerah Tawanga memiliki nilai kalori
terendah antara 1.24668 kKal/g sampai yang tertinggi 3.644625 kKal/g (Rizal,
2015)

41 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani


DAFTAR PUSTAKA

Diessel C. F. K. (1984) : Coal Geology, Australian Mineral Foundation, Workshop


Course 274/84, Indonesia : 208 S.
Galloway, W.E., and Hobday, D.K., 1983, Terrigenous Clastic Depositional
Systems Application to Petroleum, Coal, and Uanium Exploration,
Springer-Verlag, New York, 423 hal.
Horne, J.C., Ferm, J.C., Carucio, F.T., and Baganz, B.P., 1978, Depositional
Models in Coal Exploration and Mining Planning in Appalachian
Region, AAPG Bulletin vol 62/no 12, hal 2379-2411.
Prasongko, B.K., 1996, Model Pengendapan Batubara Untuk Menunjang
Eksplorasi dan Perencanaan Pertambangan, Program Pascasarjana
Institut Teknologi Bandung, Bandung, 138 hal.
Rizal, Esi M. 2016. Studi Pemetaan Pola Sebaran Batubara Dan Perhitungan
Kualitas Batubara Daerah Tawanga, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten
Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara. Skripsi. Universitas Halu
Oleo Kendari
Stach, E., Mackowsky, M.TH, Teichmuller, M., Taylor,G.H., Chandra, and D.
Teichmuller, 1982, Stacsh’s text book of coal petrology, 3rd., Gebruder,
Berlin, Stuttgart, 452 hal.
Stach E., Mackowsky M. TH., Teichmüller M., Taylor G. H., Chandra D.,
Teichmüller R. (1982) : Stach’s Textbooks of Coal Petrology, Gebrüder
Borntraeger, Berlin-Stuttgart : 535 S.
Sukandarrumidi, 1995, Batubara dan Gambut, Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada, Jogjakarta, 150 hal.
Taylor G. H., Teichmueller M., Davis A., Diessel C. F. K., Littke R., Robert P.
(1998), Organic Petrologi, Gebrueder Borntraeger, Berlin, Stuttgart.
Tissot B. P., Welte D. H. (1984) : Petroleum Formation and Occurrence, 2nd
Edition, Springer Verlag, Berlin : 538 S.
Thomas, L., 2002, Coal Geology, John Wiley & Sons Ltd, England, 384 hal.
Van Krevelen D. W. (1993) : Coal, Typology-Chemistry-Physics-Constitution, 3rd
Comp. Rev. ed., Elsevier, Amsterdam, London, New York, Tokyo : 979 S.

42 Tugas Matakuliah Batubara-Cece Andriani

Anda mungkin juga menyukai