Batubara Lengan
Tenggara
CECE ANDRIANI
R1D115022
KATA PENGANTAR
Cece Andriani
i
DAFTAR ISI
Isi halaman
HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Pengertian Batubara 1
B. Peraturan Tentang Batubara 1
1. Undang-Undang 2
2. Peraturan Pemerintah 2
3. Peraturan Menteri 2
4. Lain-lain 3
C. Industri Batubara 4
1. Produksi & Ekspor Batubara Indonesia 5
2. Prospek Masa Depan Sektor Pertambangan Batubara Indonesia 8
D. Sejarah Batubara 10
DAFTAR PUSTAKA 42
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
iii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN BATUBARA
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang berasal dari batuan
sedimen yang dapat terbakar dan terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah
sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen
Batubara merupakan salah satu bahan galian dari alam. Menurut
Mutasim, (2007), batubara dapat didefinisikan sebagai batuan sedimen yang
terbentuk dari dekomposisi tumpukan tanaman selama kira-kira 300 juta
tahun..Dekomposisi tanaman ini terjadi karena proses biologi dengan mikroba
dimana banyak oksigen dalam selulosa diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan
air (H2O). Perubahan yang terjadi dalam kandungan bahan tersebut disebabkan oleh
adanya tekanan, pemanasan yang kemudian membentuk lapisan tebal sebagai akibat
pengaruh panas bumi dalam jangka waktu berjuta-juta tahun,sehingga lapisan
tersebut akhirnya memadat dan mengeras,. Sementara itu berdasarkan
Sukandarummidi (1995), batubara didefinisikan sebagai bahan bakar hydro-karbon
yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena
pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali Secara garis besar
batubara terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral., batubara terbentuk dengan
cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai
ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia, maupun geologi .
2. Peraturan Pemerintah
a) PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58 Tahun
1998 tentang Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Departemen Pertambangan Dan Energi di Bidang Pertambangan
Umum;
b) PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi Dan Sumber Daya
Mineral;
c) PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara;
d) PP Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
e) PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan PascaTambang;
f) PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 23 Tahun
2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
g) PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
h) PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 24 Tahun
2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
i) PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan keempat Atas PP Nomor 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
Dan Batubara;
3. Peraturan Menteri
a) PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan
Dan Pemanfaatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis
Batubara;
4. Lain-lain
a) Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
b) Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan Masalah
Pertambangan Tanpa Izin;
c) Keputusan Menteri ESDM Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tentang
Pedoman Pencadangan Wilayah Pertambangan;
d) Keputusan Menteri ESDM Nomor 0057 K/40/MEM/2004 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 680
K/29/M.PE/1997 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 75
C. INDUSTRI BATUBARA
Batubara - bahan bakar fosil - adalah sumber energi terpenting untuk
pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja
dan semen. Namun demikian, batubara juga memiliki karakter negatif yaitu disebut
sebagai sumber energi yang paling banyak menimbulkan polusi akibat tingginya
kandungan karbon. Sumber energi penting lain, seperti gas alam, memiliki tingkat
polusi yang lebih sedikit namun lebih rentan terhadap fluktuasi harga di pasar dunia.
Dengan demikian, semakin banyak industri di dunia yang mulai mengalihkan fokus
energi mereka ke batubara. Dengan tingkat produksi saat ini (dan apabila cadangan
baru tidak ditemukan), cadangan batubara global diperkirakan habis sekitar 112
tahun ke depan. Cadangan batubara terbesar ditemukan di Amerika Serikat, Russia,
Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan India.
Tabel 1.1
Produsen Batubara Terbesar pada Tahun 2016¹
Volume Produksi
No Negara
(setara juta ton minyak)
1 China 1685.7
2 Amerika Serikat 364.8
3 Australia 299.3
4 India 288.5
5 Indonesia 255.7
6 Russia 192.8
7 Afrika Selatan 142.4
Keterangan :
¹ bahan bakar padat komersil sebagai contoh batubara bituminous coal,
anthracite (batubara keras), batubara lignite and muda (sub-bituminous)
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2017
Tabel 1.2.
Produksi, Ekspor, Konsumsi & Harga Batubara
No Uraian 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Produksi (dalam juta ton) 458 461 456 461 425¹ 400¹
2 Ekspor (dalam juta ton) 382 375 365 364 311¹ 160¹
3 Domestik (dalam juta ton) 76 86 91 97 114¹ 240¹
4 Harga (HBA) (USD/ton) 72.6 60.1 61.8 n.a. n.a. n.a.
Keterangan :
¹ proyeksi
Sumber: Indonesian Coal Mining Association (APBI) & Ministry of Energy and
Mineral Resources
Negara tujuan utama untuk ekspor batubara Indonesia adalah China, India,
Jepang dan Korea Selatan. Selama "tahun-tahun kejayaannya" batubara
menyumbang sekitar 85 persen terhadap total penerimaan negara dari sektor
pertambangan.
Tabel 1.3.
Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia (USD ton)
Bulan 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Januari 109,29 87,55 81,90 63,84 53,20 86,23
Februari 111,58 88,35 80,44 62,92 50,92 83,32
Maret 112,87 90,09 77,01 67,76 51,62 81,90
April 105,61 88,56 74,81 64,48 52,32 82,51
Mei 102,12 85,33 73,60 61,08 51,20 83,81
Juni 96,65 84,87 73,64 59,59 51,87 75,46
Juli 87,56 81,69 72,45 59,16 53,00 78,95
Augustus 84,65 76,70 70,29 59,14 58,37 83,97
September 86,21 76,89 69,69 58,21 63,93 92,03
Oktober 86,04 76,61 67,26 57,39 69,07 93,99
November 81,44 78,13 65,70 54,43 84,89 94,84
Desember 81,75 80,31 69,23 53,51 101,69 94,04
Rata-Rata 95,5 82,9 72,6 60,1 61,8 85,9
Sumber: Ministry of Energy and Mineral Resources
Tabel 1.4.
Bauran Energi Indonesia
Energy Mix
No Sumber Energi
2011 2025
1 Minyak Bumi 50% 23%
2 Batubara 24% 30%
3 Gas Alam 20% 20%
4 Energi Terbarukan 6% 26%
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
A. PEMBENTUKAN BATUBARA
Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan
yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan
penghancuran sempurna. Pada umumnya proses pembentukan batubara terjadi
pada jaman karbon yaitu sekitar 270-350 juta tahun yang lalu. Pada jaman
tersebut terbentuk batubara dibelahan bumi utara seperti Eropa, Asia dan
Amerika. Di Indonesia batubara yang ditemukan dan ditambang umumnya
berumur jauh lebih muda, yaitu terbentuk pada jaman Tersier. Batubara tertua
yang ditambang di Indonesia berumur Eosen (40-60 juta tahun yang lalu) namun
sumber daya batubara di Indonesia umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen
(2 - 15 juta tahun yang lalu). Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui
dua tahap, yaitu:
a) Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan, sering disebut
proses peatification
b) Tahap pembentukan batubara dari gambut, sering disebut proses
coalification
1. Pembentukan Gambut
Tumbuhan yang tumbuh atau mati pada umumnya akan mengalami proses
pembusukan dan pengahancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa
waktu kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan
penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang
disebabkan oleh pertumbuhan dan aktifitas bakteri dan jasad renik lainnya.
Untuk penyederhanaan tentang proses tersebut, proses oksidasi material penyusun
utama cellulose (C6H10O5) dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Pembentukan Batubara
Proses pembentukan gambut akan berhenti dengan tidak adanya regenerasi
tumbuhan. Hal ini terjadi karena kondisi yang tidak memungkinkan tumbuhnnya
vegetasi, misalnya penurunan dasar cekungan yang terlalu cepat. Jika lapisan
gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka lapisan
gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan sedimen tersebut dimana
tekanan akan meningkat dengan bertambahnya ketebalan lapisan sedimen.
Tekanan yang bertambah besar akan mengakibatkan peningkatan temperatur.
Disamping itu temperatur juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman
disebut gradient geotermik. Kenaikan temperatur dan tekanan dapat juga
disebabakan oleh aktivitas magma, proses pembentukan gunung serta aktivitas-
aktivitas tektonik lainnya.
Peningkatan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan
mengkonversi gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan
kandungan air, pelepasan gas-gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan
dan kekerasan serta peningkatan nilai kalor. Faktor tekanan dan temperatur serta
faktor waktu merupkan faktor-faktor yang menentukan kualitas batubara. Tahap
pembentukan batubara ini sering disebut juga sebagai proses termodinamika atau
dinamokimia.
b. Topografi (Morfologi)
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara tersebut terbentuk.
Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan
keadaannya pada posisi geotektonik.
c. Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan
merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Iklim
tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi
geotektonik. Temperatur yang lembab pada iklim tropis dan sub tropis pada
umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih
dingin. Hasil pengkajian menyatakan bahwa rawa tropis mempunyai siklus
pertumbuhan setiap 7-9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan
pada iklim yang lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai 5-6 m dalam
selang waktu yang sama.
d. Penurunan
Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika
penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara
tebal. Pergantian dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan
pengendapannya. Hal tersebut menyebabkan adanya infiltrasi material dan
mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbentuk.
e. Umur geologi
Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai
macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung
f. Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora
terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan
topografi tertentu. Flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbgai tipe
batubara. Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa
sejarah geologi. Mulai dari Paleozoic hingga Devon, flora belum tumbuh dengan
baik. Setelah Devon pertama kali terbentuk titik awal dari pertumbuhan flora
secara besar-besaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen. Hutan tumbuh
dengan subur selama masa karbon. Pada masa Tersier merupakan perkembangan
yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman.
g. Dekomposisi
Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari transformasi biokimia
dari organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan
gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun
kimiawi. Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih berperan.
Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri
anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan
bagian yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati. Dari
proses di atas terjadi perubahan dari kayu menjadi peringkat batubara. Dalam
suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air
(H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida
(CO2), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau
senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan
pembentukan gambut bergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan
proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan
terhindar dari proses pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi atau
penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang mati terlalu lama berada di
udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, sehingga
j. Metamorfosa Organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau
penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak
berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini
menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai
mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang
(seperti CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase
karbon padat, belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkan
oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen
penutup yang sangat tebal atau karena tektonik. Hal ini menyebabkan
bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organik. Proses
metamorfosa organik akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai
dengan perubahan sifat kimia, fisik dan optiknya.
Cellulose Lignit
Cellulose Bitumineous
Pada tahun 1930-an diperkenalkan suatu teknik baru yang menjadi bagian
dari petrologi batubara, yaitu pengukuran refleksi maceral dan kegunaannya
adalah sebagai parameter derajat batubara. Pada tahun 1935, Stopes
memperkenalkan konsep maceral yang dapat diartikan sebagai komponen terkecil
dari batubara (=mineral pada batuan). Konsep maceral ini yang tetap dipakai
sampai saat ini. Pada waktu itu para ahli mencoba mencari hubungan antara
komposisi petrologi dengan sifat-sifat keteknikan dari batubara. Seperti diketahui
bahwa batubara yang kaya akan kelompok maceral vitrinit dan eksinit
mempunyai perbedaan nyata di dalam sifat pencairan, penggasan dan
pembakaran, jika dibandingkan dengan batubara yang kaya akan inertinit.
Studi tentang batubara mengalami pengembangan pesat sejak tahun 1960-
an antara lain diteliti lebih lanjut tentang:
• Petrologi gambut, untuk mengetahui jenis tumbuhan pembentuk.
• Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi proses pembatubaraan
• Hubungan antara petrologi batubara dengan sedimentasi
• Tingkat oksidasi
• Teknologi batubara seperti pengkokasan, pencairan
penggasan dan pembakaran.
Dengan berkembangnya petrologi batubara, suatu teknik baru
diperkenalkan yaitu penggunaan sinar ultraviolet dan mikroskop automatic. Sinar
ultraviolet umumnya dipergunakan pada kelompok liptinit yang kaya hidrogen.
Tabel 2.1.
Ringkasan Maceral batubara (Modifikasi dari Smith,1981)
Kelompok
Maceral Asal Kejadian Keterangan
Maceral
Vitrinit Telovitrinit Kayu dan serat Kaya Oksigen, umum pada
Kayu batubara, VM = 35%.
Lingkungan reduksi
penurunan cepat, permukaan
air dalam, reaktif.
SG = 1,3 – 1,8.
Eksinit Sporinit Spora, sarang spora Kaya oksigen VM = 67%,
butiran-butiran umum pada oil shale dan
serbuk sari. batuan pembawa minyak.
Kuitinit Kulit ari, daun, S.G = 1.0 – 1.3
tungkai, akar.
Liptodertrinit Pecahan-pecahan
Resinit eksinit. Resin,
lemak, parifin.
Suberinit Cork, kulit kayu
Tabel 2.2.
Ringkasan Litotipe Batubara (Modifikasi Stopes 1919)
Kenampakan pada
Litotipe Keterangan
Mikroskop
Vitrain Berbentuk lapisan atau lensa, Vitrit dan sedikit klarit
ketebalan ber- kisar 3-5 mm, (kaya akan vitrinit)
pecah dengan sistim kubik.
Klarain Lapisan-lapisan tipis yang Klarit dan sedikit vitrit
cemerlang dan buram (<3 mm). (kaya akan vitrinit dan
eksinit). Batuan pembawa
minyak
Fusain Hitam atau abu-abu hitam, kilap Fusit (kaya akan fusinit).
sutera, berserabut, gampang
diremas.
Durain Abu-abu hitam kecoklat- an Durit (kaya akan eksinit dan
permukaan kasar, kilap berminyak interknit).
(greasy).
Tabel 2.3.
Ringkasan Mikrolitotipe Batubara (ICCP, 1963)
Komposisi Kelompok
Mikrolitotipe
Maceral
1-Maceral Vitrit Vitrinit > 95 %
Liptit Liptinit >95 %
Inertit Inertinit > 95
2-Maceral Klarit Vitrinit + liptinit > 95 %
Vitrinertit Vitrinit + Inertinit > 95 %
Durit Liptinit + Inertinit > 95 %
3-Maceral Duroklarit Vitrinit > liptinit dan inertinit
Klarodurit Inertinit > Vitrinit dan liptinit
Vitrinertoliptinit Liptinit > vitrinit dan inertinit
Hitam, kilap sutra, berserabut, (kaya akan fusinit)
mudah diremas
b. Derajat Batubara
Derajat batubara adalah posisi pada seri klasifikasi mulai dari gambut
sampai antrasit. Perkembangan sangat dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan
waktu (Lopatin, 1971; Bostick, 1973). Banyak parameter yang telah
dipergunakan untuk penentuan derajat batubara (Crok,1983), salah satu di
antaranya adalah refleksi vitrinit. Cara ini belum begitu dikenal di Indonesia,
dan telah berkembang pesat di amerika, Jerman, Australia terutama pada
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam eksplorasi minyak dan gas. Semua
Gambar 2.3. Eksinit (e) Berasosiasi dengan Vitrinit (v) dan Mineral Matter (m).
Batubara Bayah, Rv = 0,64 %, Luas Pengamatan = 0,44 mm, Sinar
Pantul (Daulay, 1967)
Gambar 2.4. Sama Dengan Gambar 2.5, Tetapi Pada Sinar Flouresen (Daulay,
1967)
Gambar 2.6. Sama Dengan Gambar 2.7, Tetapi Pada Sinar Flouresen (Daulay,
1967)
Gambar 27. Sel-Sel Inertinit (I) Diisi Oleh Eksinit (E) Dalam Masa Dasar Vitrinit
(V), Dari Batubara Bukit Asam, Rv Max = 0,38%, Luasnya
Pangamatan = 0, 28 Mm, Sinar Pantul (Daulay, 1967).
B. LINGKUNGAN PENGENDAPAN
1. Lingkungan Pengendapan
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi
lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah terkena pengaruh-
pengaruh syn-sedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh
tersebut dihasilkan batubara dengan tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang
bervariasi. Lingkungan pengendapan batubara dapat digunakan untuk menentukan
penyebaran lapisan, cara terjadinya, serta kualitas batubara. Namun sering kali
masih belum dapat menghasilkan yang prediksi yang akurat (Thomas, 2002).
Satuan ini diperkirakan terbentuk pada cekungan busur belakang (back arc
basin) tumbukan pada akhir kapur awal hingga paleogen yang memalihkan kembali
batuan metamorf daerah penelitian. Maka, satuan ini diperkirakan terbentuk pasca
tumbukan pada awal Miosen (zaman Paleogen).
d. Syngas
Gasifier adalah alat atau reaktor yang menggunakan teknik gasifikasi
atau proses penggunaan panas untuk merubah (konversi) selulosa (biomassa)
padat atau padatan berkarbon lainnya menjadi gas pada tekanan dan suhu
tinggi. Akibatnya, campuran gas yang disebut syngas diperoleh. Syngas
terutama terdiri dari karbon monoksida, hidrogen, karbon dioksida, dan uap air.
Dengan proses gasifikasi bisa merubah hampir semua bahan organik
padat menjadi gas bakar yang bersih.Berbeda dengan pembakaran batubara,
gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk unsur atau
senyawa kimia lain. Secara sederhana, batubara dimasukkan ke dalamreaktor
dan sedikit dibakar hingga menghasilkan panas. Sejumlah udara atauoksigen
dipompakan dan pembakaran dikontrol dengan uap agar sebagian besar batubara
terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada batubara terpecah dan
dirubah menjadi ”coal gas”. Coal Gas merupakan campuran gas-gas hidrogen,
karbon monoksida, nitrogen serta unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara
merupakan teknologi terbaik serta paling bersih dalam mengkonversi batubara
menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik
e. Briket Batubara
Briket batubara merupakan bahan bakar yang sudah melalui proses
pemampatan dan memiliki daya tekatan tertentu, berbentuk dan memiliki ukuran
yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga mudah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Adapun manfaat menggunakan batubara dalam bentuk
briket adalah sebagi berikut : Mengurangi penggunaan karna ketergantungan
pada minyak bumi semakin lama semakin menipis. Kemudahan penggunaan
B. JENIS-JENIS BATUBARA
1. Jenis Batubara Berdasarkan tingkat proses pembentukannya
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bitwninus,
sub-bituminus, lignit dan gambut.
a) Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan wama hitam
berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur
karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
b) Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air
8- 10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang
di Australia.
c) Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.
d) Lignit atau batubara cok:lat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
e) Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalori
yang paling rendah.
Dari gambar klasifikasi batubara oleh ASTM diatas, dapat dilihat beberapa
rank dan grup batubara, yaitu :
a) Rank Anthracitic
Merupakan Rank batubara paling tinggi, merupakan batubara berkualitas
b) Rank Bituminous
Merupakan Rank batubara yang memiliki persentase fixed carbon sebesar <
69% - <86% serta persentase kandungan volatile matter >32% - <22%.
Terdiri atas beberapa grup :
c) Rank Subbituminous
Merupakan Rank batubara yang mengandung nilai kalori >8300 BTU/lb -
<11500 BTU/lb. Terdiri atas beberapa grup :
d) Rank Lignitic
Merupakan Rank batubara yang paling rendah dan memiliki kualitas rendah
dengan nilai kalori <6300 BTU/lb - <8300 BTU/lb. Terdiri atas beberapa
grup :