Anda di halaman 1dari 58

KATA PENGANTAR

Pertama sekali kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha

Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya jugalah akhirnya penulis dapat

menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan selanjutnya ucapan terima

kasih kepada dosen pembimbing, teman-teman, dan seluruh pihak yang telah ikut

membantu mensukseskan pembelajaran dalam mata kuliah K2 & Hukum

Ketenagakerjaan ini.

Dalam makalah K2 & Hukum Ketenagakerjaan ini membahas mengenai

Kesehatan kerja. Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari

kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan

dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak

terdapat kekurangan, maka dari itu penulis dengan sangat terbuka menerima

masukan dan saran demi menuju kesempurnaan makalah ini dan makalah

berikutnya. Sebagai penutup, penulis mengucapkan banyak maaf apabila terdapat

kesalahan dalam pengerjaan maupun penulisan makalah ini.

Padang, Januari 2014

Agung Satria
1101024012

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi tahun 2020 mendatang, kesehatan kerja merupakan

salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan

barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggotanya,

termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan

perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat

2015 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya

hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan

yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajatkesehatan yang

setinggi-tingginya.

Pelaksanaan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk

menciptakan tempat atau lingkungan kerja yang aman, sehat, bebas dari

pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari

kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat

meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja suatu perusahaan atau

tempatkerja.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

yang telah mengamanatkan antara lain bahwa setiap tempat kerja harus

melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada

pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya,yaitu:

1. Apakah yang dimaksud dengan kesehatan kerja?

2. Bagaimana kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban kerja?

3. Bagaimanakah strategi kesehatan kerja?

4 Jenis jenis pelayanan kesehatan kerja?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan kerja.

2. Dapat membedakan antara kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban kerja.

3. Dapat mengetahui apa yang menjadi strategi kesehatan kerja.

4 Mengetahui Jenis jenis pelayanan kesehatan kerja

BAB II

PEMBAHASAN

4
A. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan

masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan

faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen,

Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya

masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau

berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek

terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.

Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat

menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut

dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para

pekerja dan peralatan kerja di lingkungan PSTKG. Melalui usaha kesehatan

pencegahan di lingkungan kerja masing-masing dapat dicegah adanya penyakit

akibat dampak pencemaran lingkungan maupun akibat aktivitas dan produk

PSTKG terhadap masyarakat konsumen baik di lingkungan PSTKG maupun

masyarakat luas.

Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan

pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang

meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang

mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari

5
kesehatan seseorang. Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari

dinamika, akibat dan problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif.

Tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:

1. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.

2. Beban kerja: fisik maupun mental.

3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:bising, panas,

debu, parasit, dan lain-lain.

Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu kesehatan

kerja yang optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan

masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang

pada akhirnya akan menurunkan produktifitas kerja. Keselamatan dan kesehatan

kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan

dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan

manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur

dan sejahtera.

Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan

penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat

dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan

pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi

6
meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko

kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi

dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis

kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang

dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-

pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU

No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja

atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan

kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat

dan martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah

peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja

sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl

No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan

perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang

keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik

di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada

di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

7
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja

dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,

pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,

barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat

menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada

pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya

personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh

karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3

yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra

sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan

baik.

Menurut Interntional Labour Organization (ILO) dan World Health

Organization (WHO), Kesehatan kerja merupakan promosi dan pemeliharaan

kesejahteraan fisik, mental, dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-

baiknya (Harrington & Gill, 2005). Upaya kesehatan kerja ini ditujukan untuk

melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta

pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja

dilakukan pada pekerja baik di sektor formal maupun informal.

Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada suatu perusahaan /

instansi, diperlukan adanya pemeriksaan kesehatan baik secara fisik maupun

8
mental yang nantinya hasil pemeriksaan kesehatan ini digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan kerja ini pengelola tempat

kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,

peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Pengusaha wajib

menjamin kesehatan pekerja serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan

kesehatan pekerja. Tidak pengelola atau pengusaha saja yang berperan dalam

penyelenggaraan kesehatan kerja ini namun juga pekerjanya. Pekerja wajib

menciptakan dan menjagaa kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati

peraturan yang berlaku di tempat kerja. (UU No 36 Tahun 2009).

Menurut International Labor Organization ( ILO) salah satu upaya dalam

menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah

dengan penerapan peraturan perundangan antara lain melalui :

a. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )


b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan

kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap


c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-

pemeriksaan langsung di tempat kerja.

ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan untuk

peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang

setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap

gangguankesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan

9
bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang

merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu

lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.

Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan

setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan bahwa

fokus utama kesehatan kerja , yaitu:

1) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja

2) Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan

kesehatan

3) Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang mendukung

kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga meningkatkan suasana sosial

yang positif dan operasi yang lancar serta meningkatkan produktivitas perusahaan.

Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan

kerja antara lain:

1. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja

2. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja

3. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi

4. Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja

5. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja ,

pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan

makanan ditempat kerja

10
6. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada

pengurus

7. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait terhadap

permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja.

B. Tujuan Kesehatan Kerja

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di

semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik,

mental maupun kesehatan sosial.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang

diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.


3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari

kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang

membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

C. Kapasitas Kerja, Beban Kerja, Lingkungan Kerja

Kapasitas kerja,beban kerja, dan lingkungan kerja merupakan tiga

komponen utama dalam system kesehatan kerja. Dimana hubungan interaktif dan

serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang

baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi

kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat

melakukan pekerjaannya dengan baik.

11
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja

terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan

seseorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi

lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja pada saat bekerja,

misalnya panas,debu,zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam tambahan

trhadap pekerja. Beban beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau

bersama sama menjadi gangguan atau penyakit akibat kerja.

Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan risiko bahaya

di tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam

Undang-undang No. 36 tahun 2009 dinyatakan bahwa kesehatan kerja

diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa

membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh

produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga

kerja

D. Kebijakan Upaya Kesehatan Kerja (UKK)

Di Indonesia kebanyakan yang dilakukan dalam pelayanan upaya

kesehatan kerja di tempat pelayanan kerja yaitu :

 UKK dilaksanakan secara paripurna, berjenjang dan terpadu.


 Pelayanan kesehatan kerja merupakan kegiatan integral dari pelayanan

kesehatan pada kesehatan tingkat primer maupun rujukan.


 Pelayanan kesehatan kerja diperkuat dengan sistem informasi, surveilans

& standar pelayanan sesuai dengan peraturan undang-undang dan IPTEK.


 Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kerja paripurna
 Promosi K3 dilaksanakan secara optimal

12
 Peningkatan koordinasi pelaksanaan UKK pada Tingkat Nasional,

Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan & Kelurahan/Desa.


 Memberdayakan Puskesmas sebagai jejaring pelayanan yang efektif

dibidang kesehatan kerja pada masyarakat pekerja utamanya di sektor

informal.

 Pengembangan wadah partisipatif kalangan pekerja informal (Pos UKK)

sebagai mitra kerja PKM dalam rangka membudayakan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3)

E. Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja

Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan menurut Permenakertrans No

Per/03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan tenaga kerja adalah usaha

kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan:

1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik

maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja

2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul

dari pekerjaan atau lingkungan kerja

3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan

fisik tenaga kerja

4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja

yang menderita sakit

13
Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja ini dapat: diselenggarakan sendiri

oleh pengurus, diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan

dokter atau pelayanan kesehatan lain, dan atau pengurus dari beberapa perusahaan

secara bersama-sama menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan kerja.

Pelayanan kesehatan kerja ini bertugas dalam:

 Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan

pemeriksaan khusus
 Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga

kerja
 Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
 Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair
 Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja
 Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat

kerja
 Pertolongan pertama pada kecelakaan
 Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas

pertolongan pertama pada kecelakaanMemberikan nasehat mengenai

perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri

yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja


 Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
 Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai

kelainan tertentu dalam kesehatannya


 Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada

pengurus

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja ini dipimpin dan dijalankan

oleh seorang dokter yang disetujui oleh Direktur. Dokter yang menjalankan

14
pelayanan kesehatan ini diberikan kebebasan profesional oleh pengurus. Selain itu

mereka juga bebas memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-

pemeriksaan dan mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan dan jika

diperlukan, keterangan-keterangan tersebut wajib diberikan kepada pegawai

pengawas keselamatan dan kesehatan kerja (Per 03/Men/1982).

F. Pemeriksaan Kesehatan

Pada lingkungan kerja, pekerja dapat melakukan pemeriksaan kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan ini dapat dilakukan sebelum kerja yaitu pemeriksaan

kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima

untuk melakukan pekerjaan. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ini terdiri dari

pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana

mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

Setelah pekerja terpilih, mereka berhak memperoleh pemeriksaan

kesehatan secara berkala maupun secara khusus. Pemeriksaan secara berkala

adalah pemeriksaan kesehatan pada watu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja

yang dilakukan oleh seorang dokter, pemeriksaan ini dimaksudkan untuk

mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerjasesudah berada dalam

pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari

pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha

pencegahan.

15
Jika pada pemeriksaan kesehatan secara berkala ini ditemukan kelainan-

kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja maka pengurus

wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-kelainan tersebut

dan sebab-sebabnya untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan kesehatan

kerja. Untuk menunjang agar pemeriksaan kesehatan berkala ini mencapai sasaran

yang luas, maka pengurus dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan diluar

perusahaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan kesehatan khusus adalah

pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga

kerja tertentu. Pemeriksaan kesehatan ini dimaksudkan untuk menilai adanya

pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-

golongan tenaga kerja tertentu. Akan tetapi, pemeriksaan kesehatan khusus ini

dapat dilakukan pula terhadap:

 Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang

memerlukan perawatan lebih dari 2 (dua minggu)


 Tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja

wanita dan tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan

pekerjaan tertentu.
 Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-

gangguan kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai

dengan kebutuhan.

Pemeriksaan kesehatan khusus dapat juga diadakan bila terdapat keluhan-

keluhan diantara tenaga kerja, atau atas pengamat pegawai pengawas keselamatan

16
dan kesehatan kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes dan keselamatan dan

balai-balainya atau atas pendapat umum di masyarakat. Dokter yang melakukan

pemeriksaan-pemeriksaan kesehatan ini adalah dokter yang ditunjuk oleh

pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Transmigrasi dan Koperasi Nomor Per 10/Men/1976 dan syarat-syarat lain

yang dibenarkan oleh Direktur Jenderal pembinaan Hubungan Perburuhan dan

Perlindungan Tenaga Kerja (Per 02/Men/1980).

G. Penyakit Akibat Kerja

Menurut Per 01/Men/1981 yang dimaksud Penyakit akibat kerja adalah

setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit

akibat kerja dapat ditemukan atau didiagnosis sewaktu dilaksanakan pemeriksaan

kesehatan kerja. Diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan melalui serangkaian

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya untuk

membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya.

Setelah ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja oleh dokter pemeriksa maka

dokter wajib membuat laporan medik yang bersifat rahasia (Kep 333/Men/1989).

Agar penyakit akibat kerja tidak terulang kembali diderita oleh tenaga

kerja yang berada dibawah pimpinannya, maka pengurus wajib dengan segara

melakukan tindakan-tindakan preventif. Dalam hal ini pengurus wajib

menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan

penggunaanya oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya (Per

01/Men/1981)

17
H. Strategi Upaya Kesehatan Kerja
1. Pembinaan Program
2. Pembinaan Institusi
3. Peningkatan Profesionalisme.
1) Pembinaan Program
 Perluasan jangkauan pelayanan ke seluruh lapisan masyarakat pekerja

formal & informal melalui sistem yankes yang sudah berjalan &

potensi pranata sosial yang sudah ada.


 Peningkatan mutu pelayanan dengan standardisasi, akreditasi & SIM

(Sistem Informasi Manajemen)


 Promosi K3 dilaksanakan dengan pendekatan Advokasi, Bina

Suasana, dan Pemberdayaan & Pembudayaan K3 dikalangan dunia

usaha & keluarganya serta masyarakat sekelilingnya.


 Pengembangan program Upaya Kesehatan Kerja melalui

Kabupaten/Kota Sehat
2) Pembinaan Institusi

 Pengembangan jaringan yankesja yg meliputi Pos UKK, Klinik

Perusahaan, Puskesmas, BKKM (Balai Kesehatan Kerja

Masyarakat) & Rumah Sakit

 Pengembangan jaringan kerjasama & penunjang yankesja, baik

lintas program maupun lintas sektor


 Pelembagaan K3 di tempat kerja yang merupakan wahana utama

penerapan program K3
 Memperjelas peran manajemen & serikat pekerja dalam program K3.

3) Peningkatan Profesionalisme

 Penambahan tenaga ahli K3 di tingkat Pusat, Propinsi dan

Kabupaten/Kota.

18
 Peningkatan Kemampuan & Keterampilan K3 petugas kesehatan

melalui Diklat.
 Pengembangan profesionalisme K3 bekerjasama dengan ikatan

profesi terkait.

I. Pelayanan Kesehatan Kerja

Pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan di tempat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap tenaga kerja yang

berdampak positif bagi peningkatan produktifitas kerja.

Syarat pengadaan pelayanan kesehatan kerja, didasarkan pada :

 UU NO.36 tahun 2009 tentang Kesehatan


 Kepmenkes No. 920 tahun 1986 tentang upaya pelayanan swasta di bidang

medik.

 Permenakertrans RI No.03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan kerja

dimana Pelayanan Kesehatan kerjadiadakan tergantung pada jumlah

tenaga kerja & tingkat bahayanya

J. Ruang Lingkup Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja


 Pemeriksaan dan seleksi calon pekerja & pekerja
 Pemeliharaan kesehatan (promotif, preventif, kuratif & rehabilitatif)
 Peningkatan mutu & kondisi tempat kerja
 Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja & lingkungan kerja

 Pembentukan & pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam

pelayanan kesehatan kerja

19
K. Jenis Program Pelayanan Kesehatan Kerja

Program Pelayanan kesehatan kerja lebih ditekankan pada pelayanan:

 Promotif
 Preventif
 Kuratif
 Rehabilitatif dan
 Pelayanan Rujukan

1. Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif, meliputi :

· Pendidikan dan penyuluhan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

· Pemeliharaan berat badan yang ideal

· Perbaikan gizi, menu seimbang & pemilihan makanan yang sehat & aman,

Higiene Kantin.

· Pemeliharaan lingkungan kerja yang sehat (Hygiene & sanitasi)

· Kegiatan fisik : Olah raga, kebugaran

· Konseling berhenti merokok /napza

· Koordinasi Lintas Sektor

· Advokasi

2. Pelayanan Kesehatan Kerja Preventif, meliputi :

· Pemeriksaan kesehatan (awal, berkala, khusus)

· Imunisasi

20
· Identifikasi & pengukuran potensi risiko

· Pengendalian bahaya (Fisik, Kimia, Biologi, Psikologi, Ergonomi)

· Surveilans Penyakit Akibat Kerja (PAK), Penyakit Akibat Hubungan Kerja

(PAHK), Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) & penyakit lainnya.

· Monitoring Lingkungan Kerja .

3. Pelayanan Kesehatan Kerja Kuratif, meliputi :

· Pertolongan pertama pada kasus emergency.

· Pemeriksaan fisik dan penunjang

· Melakukan rujukan

· Pelayanan diberikan pada pekerja yang sudah mengalami gangguan

kesehatan.

· Pelayanan diberikan meliputi pengobatan terhadap penyakit umum maupun

penyakit akibat kerja.

· Terapi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan terapi kasual/utama & terapi

simtomatis

4. Pelayanan Kesehatan Kerja Rehabilitatif, meliputi :

· Rehabilitasi medik

· Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya

yang masih ada secara maksimal.

21
· Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai

kemampuannya.

5. Pelayanan Kesehatan Kerja Rujukan yaitu Rujukan pasien /penderita ke

sarana kesehatan yang lebih tinggi.

· RUJUKAN MEDIK –> pengobatan & rehabilitasi –> Pos UKK –>

Puskesmas –> BKKM –> RSU/RS.Khusus

· RUJUKAN KESEHATAN :

1. Sampel Lingkungan –> Balai Teknik Kesehatan Lingkungan/Balai

Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2. Sampel Laboratorium –> Balai Latihan Kerja

3. Kasus Pencemaran –> Kabupaten/Kota

22
UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 23 TAHUN 1992

TE NTAN G

K E S E HATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

ekonomis.

2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau

masyarakat.

23
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan.

5. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan

organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang

lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan

organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.

6. Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang

ditanamkan ke dalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan

kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan

kesehatan, dan atau kosmetika.

7. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan

cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman dan

keterampilan turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan normayang

berlaku dalam masyarakat.

8. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri

terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik lingkungan

darat, udara, angkasa, maupun air.

24
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan

kosmetika.

10. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau

campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah

digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

11. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak

mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,

menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta

memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk

struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

12. Zat aktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan

ketergantungan psikis.

13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian

mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan

distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep doktcr,

pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan

obat tradisional.

14. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang

diperlukan untuk menyclenggarakan upaya kesehatan.

15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara

penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna

berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang

25
berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan

yang dilaksanakan secara praupaya.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan perikemanusiaan

yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan

kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan,

sertakepercayaan akan kemampuan dan kckuatan sendiri.

Pasal 3

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatka

kesadaran,kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 4

Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat

kesehatan yang optimal.

Pasal 5

26
Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya.

BAB IV

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 6

Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya

keschatan.

Pasal 7

Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan

terjangkau oleh masyarakat.

Pasal 8

Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial

sehingga pelayanan keschatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap

terjamin.

Pasal 9

Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

BAB V

UPAYA KESEHATAN

27
Bagian Pertama

Umum

Pasal 10

Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,

diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rchabilitatif) yang dilaksanakan secara

menycluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Pasal 11

(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

dilaksanakan melalui kegiatan :

a. kesehatan keluarga;

b. perbaikan gizi;

c. pengamanan makanan dan minuman;

d. kesehatan lingkungan;

e. kesehatan kerja;

f. kesehatan jiwa;

g. pemberantasan penyakit;

h. penyembuhan penyakit dan pemulihan kcschatan;

i. penyuluhan kesehatan masyarakat;

j. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;

k. pengamanan zat adiktif;

28
1. kesehatan sekolah;

m. kesceatan olahraga;

n. pengobatan tradisional

o. keschatan matra.

(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(3) didukung oleh sumber daya kesehatan.

Bagian Kedua

Kesehatan Keluarga

Pasal 12

(1) Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil,

bahagia, dan sejahtera.

(2) Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan

suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.

Pasal 13

Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran data

rangka menciptakan ketuarga yang sehat dan harmonis.

Pasal 14

Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan,

pascapersalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan.

29
Pasal 15

(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwa ibu hamil

dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.

(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya

dapat dilakukan :

a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan

tersebut;

b. oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk

itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan

pertimbangan tim ahli;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau

keluarganya;

d. pada sarana kesehatan tertentu.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

(1) Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya

terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan.

(2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan

ketentuan :

30
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan,

ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovumberasal;

b. dilakukan oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan

untuk itu;

c. pada sarana kesehatan tertentu.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di luar

cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

(1) Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan

perkembangan anak.

(2) Kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui

peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia

prasekolah, dan usia sekolah.

Pasal 18

(1) Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan keluarga dalam

keluarganya.

(2) Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan keluarga

melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan kegiatan yang menunjang

peningkatan kesehatan keluarga.

31
Pasal 19

(1) Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif.

(2) Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut

untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal. Bagian Ketiga Perbaikan

Gizi

Pasal 20

(1) Perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan

gizi.

(2) Perbaikan gizi meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi, pencegahan,

penyembuhan, dan atau pemulihan akibat gizi salah. Bagian Keempat

Pengamanan Makanan dan Minuman

Pasal 21

(1) Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi

masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan

mengenai standar dan atau persyaratan keschatan.

(2) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau

label yang berisi :

a. bahan yang dipakai;

b. komposisi setiap bahan;

c. tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa;

32
d. ketentuan lainnya.

(3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau

persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk

dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

(4) Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ayal (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

Bagian Kelima

Kesehatan Lingkungan

Pasal 22

(1) Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas

lingkungan yang sehat.

(2) Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan

pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya.

(3) Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah

padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor

penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya.

(4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan

meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.

33
(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat

(4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Kesehatan Kerja

Pasal 23

(1) Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang

optimal.

(2) Kesehatan kerja meliputi pclayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit

akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.

(3) Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

(4) Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh

Kesehatan Jiwa

Pasal 24

(1) Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang schat secara

optimal baik intelektual maupun emotional.

(2) Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa,

pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa,

penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.

34
(3) Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, didukung sarana

pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya.

Pasal 25

(1) Pemerintah melakukan pengobatan dan perawatan, pemulihan, dan penyaluran

bekas penderita gangguan jiwa yang telah selesai menjalani pengobatan dan atau

perawatan ke dalam masyarakat.

(2) Pemerintah membangkitkan, membantu, dan membina kegiatan masyarakat

dalam pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa,

pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa, pemulihan serta penyaluran

bekas penderita ke dalam masyarakat.

Pasal 26

(1) Penderita gangguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan terhadap

keamanan dan ketertiban umum wajib diobati dan dirawat di sarana pelayanan

keschatan jiwa atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.

(2) Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat dilakukan atas

permintaan suami atau istri atau wali atau anggota keluarga penderita atau atas

prakarsa pejabat yang bertanggung jawab atas kcamanan dan ketertiban di

wilayah setcmpat atau hakim pengadilan bilamana dalam suatu perkara timbul

persangkaan bahwa yang bersangkutan adalah penderita gangguan jiwa.

35
Pasal 27

Ketentuan mengenai kesehatan jiwa dan upaya penanggulangannya ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedelapan Pemberantasan Penyakit

Pasal 28

(1) Pemberantasan penyakit diselenggarakan untuk menurunkan angka kesakitan

dan atau angka kematian.

(2) Pemberantasan penyakit dilaksanakan terhadap penyakit menular dan penyakit

tidak menular.

(3) Pemberantasan penyakit menular atau penyakit yang dapat menimbulkan

angka kesakitan dan atau angka kematian yang tinggi dilaksanakan sedini

mungkin.

Pasal 29

Pemberantasan penyakit tidak menular dilaksanakan untuk mencegah dan

mengurangi penyakit dengan perbaikan dan perubahan perilaku masyarakat dan

dengan cara lain.

Pasal 30

Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan,

penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit,

tindakan karantina, dan upaya lain yang diperlukan.

Pasal 31

36
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan

penyakit karantina dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang

berlaku.

Bagian Kesembilan

Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan

Pasal 32

(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan keschatan diselenggarakan untuk

mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan

akibat cacat atau menghilangkan cacat.

(2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan

pengobatan dan atau perawatan.

(3) Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran

dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

(4) Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau

ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan untuk itu.

(5) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

pengobatan dan atau perawatan berdasarkan cara lain yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Pasal 33

(1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan

transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfuse darah, implan obat dan atau

alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.

37
(2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang

untuk tujuan komersial.

Pasal 34

(1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di

sarana kesehatan tertentu.

(2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus

memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor

dan ahli waris atau keluarganya.

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 35

(1) Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan untuk itu.

(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara transfusi darah sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 36

(1) Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan

untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.

38
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan implan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37

(1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga keschatan

yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana

keschatan tertentu.

(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang

berlaku dalam masyarakat.

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

Bagian Kesepuluh

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Pasal 38

(1) Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna meningkatkan

pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup

sehat, dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan.

(2) Ketentuan mengenai penyuluhan kesehatan masyarakat sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian

Kesebelas Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

Pasal 39

39
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk

melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan

farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau

keamanan dan atau kemanfaatan.

Pasal 40

(1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat

farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya.

(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat

kesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.

Pasal 41

(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan sctelah mendapat

izin edar.

(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi

persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.

(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari

peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar,

yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau kcamanan dan

atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 42

40
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu

sediaan farmasi yang beredar.

Pasal 43

Ketentuan tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat keschatan

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua Belas

Pengamanan Zat Adiktif

Pasal 44

(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar

tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga,

masyarakat, dan lingkungannya.

(2) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif

harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.

(3) Ketentuan mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

Bagian Ketiga Belas

Kesehatan Sekolah

Pasal 45

41
(1) Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup

sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat

belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber

daya manusia yang lebih bcrkualitas.

(2) Keschatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan

melalui sekolah atau melalui lembaga pendidikan lain.

(3) Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Belas

Kesehatan Olahraga

Pasal 46

(1) Kesehatan olahraga diselenggarakan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan melalui kegiatan olahraga.

(2) Kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan

melalui sarana olahraga atau sarana lain.

(3) Ketentuan mengenai kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima Belas

Pengobatan Tradisional

Pasal 47

(1) Pengobatan traditional merupakan salah satu upaya pengobatan dan atau

perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan.

42
(2) Pengobatan traditional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perlu dibina dan

diawasi untuk diarahkan agar dapat menjadi pengobatan dan atau perawatan cara

lain yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan kcamanannya.

(3) Pengobatan tradisional yang sudah dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan

kcamanannya perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk digunakan dalam

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

(4) Ketentuan mengenai pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam Belas

Kesehatan Matra

Pasal 48

(1) Kesehatan matra sebagai bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan

untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang

serba berubah.

(2) Kesehatan matra meliputi kesehatan lapangan, kesehatan kelautan dan bawah

air, serta kesehatan kedirgantaraan.

(3) Ketentuan mengenai kesehatan Matra sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

SUMBER DAYA KESEHATAN

Bagian Pertama

43
Umum

Pasal 49

Sumber daya kesehatan merupakan semua perangkat keras dan perangkat lunak

yang diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, meliputi :

a. tenaga kesehatan;

b. sarana kesehatan;

c. perbekalan kesehatan;

d. pembiayaan kesehatan;

e. pengelolaan kesehatan;

f. penelitian dan pengembangan keschatan,

Bagian Kedua

Tenaga Kesehatan

Pasal 50

(1) Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan

kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan

yang bcrsangkutan.

(2) Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga keschatan

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 51

44
(1) Pengadaan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan diselenggarakan

antara lain melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan olch pemerintah

dan atau masyarakat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyclenggaraan pendidikan dan pelatihan

tenaga keschatan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pasal 52

(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dalam rangka pemeralaan

pelayanan kesehatan.

(2) Ketentuan mengenai penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 53

(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi

standar profesi dan menghormati hak pasien.

(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan

medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan

yang bersangkutan.

(4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dcngan Peraturan Pemerintah.

45
Pasal 54

(1) Terhadap tenaga keschatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data

melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

(3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis

Disiplin Tenaga Keschatan ditetapkan dcngan Keputusan Presiden.

Pasal 55

(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang

dilakukan tenaga kesehatan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Sarana Kesehatan

Pasal 56

(1) Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat,

rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktik dokter, praktik dokter gigi,

praktik dokter spcsialis, praktik dokter gigi spesialis, praktik bidan, toko obat,

apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium,

sekolah dan akademi kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan

lainnya.

46
(2) Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan

oleh pemerintah dan atau masyarakat.

Pasal 57

(1) Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau

upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.

(2) Sarana kesehatan dalam penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) tetap memperhatikan fungsi sosial.

(3) Sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan

pelatihan serta penclitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

bidang kesehatan.

Pasal 58

(1) Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk

badan hukum.

(2) Sarana kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan

oleh pemerintah.

Pasal 59

(1) Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin.

(2) Izin penyelenggaraan sarana kesehatan diberikan dengan memperhatikan

pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

47
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara memperolch izin penyelenggaraan

sarana kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Perbekalan Kesehatan

Pasal 60

Perbekalan keschatan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya

kesehatan meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan lainnya.

Pasal 61

(1) Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar dapat terpenuhinya

kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta perbekalan lainnya yang

terjangkau oleh masyarakat.

(2) Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa sediaan farmasi dan alat

keschatan dilaksanakan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan,

kemanfaatan, harga, dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan penyediaan

perbekalan kesehatan.

(3) Pemerintah membantu penyediaan perbekalan kesehatan yang menurut

pertimbangan diperlukan olch sarana kesehatan.

Pasal 62

(1) Pengadaan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dibina dan

diarahkan agar menggunakan potensi nasional yang tersedia dengan

48
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup termasuk sumber daya alam dan

sosial budaya.

(2) Produksi sediaan farmasi dan alat keschatan harus dilakukan dengan cara

produksi yang baik yang berlaku dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan

dalam farmakope Indonesia atau buku standar lainnya dan atau syarat lain yang

ditetapkan.

(3) Pemerintah mendorong, membina, dan mengarahkan pemanfaatan obat

tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal.

Pasal 63

(1) Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan

sediaan farmasi harus dilakukan olch tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian

dan kewenangan untuk itu.

(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 64

Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

49
Bagian Kelima

Pembiayaan Kesehatan

Pasal 65

(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dibiayai olch pemerintah dan atau

masyarakat.

(2) Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama upaya

kesehatan bagi masyarakat rentan.

Pasal 66

(1) Pemerintah mengembangkan, membina, dan mendorong jaminanpemeliharaan

kesehatan masyarakat sebagai cara, yang dijadikanlandasan setiap

penyerlenggaraan pemeliharaan kesehatan yangpembiayaannya dilaksanakan

secara praupaya, berasaskan usaha bersama dan kekeluargaan.

(2) Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan carapenyelenggaraan

pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya,edikelola secara terpadu untuk tujuan

meningkatkan derajatkesehatan, wajib dilaksanakan olch setiap penyclenggara.

(3) Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk

badan hukum dan memiliki izin operasional serta kepesertaannya bersifat aktif.

(4) Ketentuan mengenai penyclenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan

masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

50
Pengelolaan Kesehatan

Pasal 67

(1) Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan olch pcmerintah dan atau

masyarakat diarahkan pada pengembangan dan peningkatan kcmampuan agar

upaya kesehatan dapat dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasilguna.

(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian program serta

sumber daya yang dapat menunjang peningkatan upaya kesehatan.

Pasal 68

Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah

dilaksanakan olch perangkat kesehatan dan badan pemerintah lainnya, baik di

tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Bagian Ketujuh

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Pasal 69

(1) Penelitian dan pengembangan kcsehatan dilaksanakan untuk memilih dan

menetapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang diperlukan dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan.

(2) Penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil penclitian pada manusia

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan

norma yang berlaku dalam masyarakat.

51
(3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kesehatan pada manusia harus dilakukan dengan memperhatikan

kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.

(4) Ketentuan mengenai penclitian, pengembangan, dan penerapan hasil penelitian

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat

(3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 70

(1) Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah

mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta

pendidikan tenaga keschatan.

(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan koleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang

berlaku dalam masyarakat.

(3) Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 71

(1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan

upaya kesehatan beserta sumber dayanya.

52
(2) Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakat

yang bergerak di bidang keschatan agar dapat lebih berdayaguna dan

berhasilguna.

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peran serla masyarakat di bidang

keschatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 72

(1) Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut

menentukan kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan keschatan dapat

dilakukan mclalui Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang beranggotakan

tokoh masyarakat dan pakar lainnya.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Badan

Pertimbangan Kesehatan Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama

Pembinaan

Pasal 73

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang

berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.

Pasal 74

53
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diarahkan untuk

1. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal;

2. terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan perbekalan

kesehatan yang cukup, aman, seluruh lapisan masyarakat;

3. melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang

dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan;

4. memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya

kesehatan;

5. meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan.

Pasal 75

Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73

dan Pasal 74 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 76

Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang

berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan, baik yang dilakukan oleh

pemerintah maupun masyarakat.

Pasal 77

54
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga

kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 78

Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

55
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Kesehatan kerja adalah ilmu yang mendalami masalah hubungan

dua arah antara pekerjaan dan kesehatan.


2. Kapasitas kerja merupakan status kesehatan kerja dan gizi kerja

yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar

pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.


3. Beban kerja merupakan beban kerja fisik maupun mental. Akibat

beban kerja terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah

dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau

penyakit akibat kerja.


4. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja,

Strategi dalam Kesehatan kerja meliputi :

i. Pembinaan program

ii. Pembinaan institusi

iii. Peningkatan profesionalisme.

5. Program Pelayanan kesehatan kerja lebih ditekankan pada

pelayanan:

a. Promotif

b. Preventif

c. Kuratif

d. Rehabilitatif dan

56
e. Pelayanan Rujukan
6. Sasaran kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi Tenaga Kerja

& orang lain yg berada di tempat kerja , terjadinya kecelakaan

kerja , peledakan, penyakit akibat kerja kebakaran, & polusi yang

memberi dampak negatif terhadap korban, keluarga korban,

perusahaan, teman sekerja korban, pemerintah, & masyarakat.

B. SARAN

Agar tercipta tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran

lingkungan, perlu dilakukan pelaksanaan upaya Kesehatan sehingga dapat

mengurangi atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada

akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja . Lebih

memperdalam lagi pengetahuan tentang Kesehatan melalui Pendidikan dan

Pelatihan terkait Kesehatan kerja

DAFTAR PUSTAKA

Harington. 2005. Buku saku Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC

57
Suma’mur. 1990 Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: CV Haji

Masagung

Buqhari. 2007 Manajement Kesehatan Kerja & Alat Pelindung Diri. USU

REPOSITORI.

Blog Dorin Mutoif, Jurusan Kesling Poltekkes Yogyakarta.Perundang-undangan

keselamatan dan kesehatan kerja.

58

Anda mungkin juga menyukai