Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Congestive Heart Failure FC III


Hipertensi Esensial

DISUSUN OLEH :
dr. MUHAMMAD RHEZA

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RS AU DR MOHAMMAD SUTOMO
KABUPATEN KUBU RAYA
2018
1

BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung atau Heart failure adalah Sindrom klinis yang terjadi pada
pasien karena didapatkan suatu kelainan struktur atau fungsi jantung, sehingga
menimbulkan gejala klinis (dispnea, kelelahan, edema & lainnya) yang
mengakibatkan pasien sering rawat inap, kualitas hidup yang buruk, dan harapan
hidup pendek.1 Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung.
Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik,
gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload..2
Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat
penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan
penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan
diabetes. 3,4
Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan
500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang
prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada
sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.
3 Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka
kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal
jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.3
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari
50% akan meninggal dalam tahun pertama.3
2

BAB II
PENYAJIAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 80 tahun
Alamat : Sungai Bulan, Rasau Jaya
Pekerjaan : Tidak Bekerja
No. RM : 177340
Tanggal masuk RS : 12 Maret 2018

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada keluarga
pasien pada tanggal 12 Maret 2018
1. Keluhan Utama
Sesak Napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dating dengan keluhan sesak napas dalam 1 bulan terakhir yang
dirasakan semakin memberat sejak 4 hari SMRS, sesak dirasakan memberat
setelah melakukan aktivitas seperti berjalan ke kamar mandi, mengganti
pakaian dan dirasakan berkurang dengan istirahat. Pasien merasa dirinya
mudah lelah, dan sering terbangun pada malam hari karena sesak. Awal sesak,
pasien masih bisa tertidur namun semakin lama sesak semakin berat hingga
membuat pasien tidak bisa tidur, pasien lebih nyaman dengan tidur dengan 3
buah bantal. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya bengkak dan sejak 1
minggu ini bengkak terasa semakin bertambah. Bengkak tersebut tidak nyeri
dan tidak kembali pada penekanan.
3

Keluhan sesak napas tidak disertai dengan adanya nyeri dada, dada berdebar-
debar, nyeri ulu hati, mual dan muntah, demam, maupun batuk. Nafsu makan
pasien berkurang semenjak sering mengalami sesak. Buang Air Besar (BAB)
dan Buang Air Kecil (BAK) tidak ada keluhan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang sudah lama dan tidak terkontrol.
Pasien menyangkal adanya riwayat DM, asma, sakit kuning dan pengobatan
paru-paru selama 6 bulan.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM, hipertensi, asma, dan penyakit jantung dalam keluarga
disangkal.
Riwayat penyakit kuning dalam keluarga disangkal.

5. Riwayat Operasi
Riwayat operasi sebelumnya disangkal.

6. Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan minum alkohol, jamu-jamuan, dan merokok disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
a. Keadaan Umum : Tampak sesak
b. Kesadaran : Kompos mentis (E4V5M6)
c. Tanda vital :
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 90 x/m iregular, pulsus defisit (-)
Respirasi : 28 x/m
Suhu : 36,7 oC
4

SpO2 : 97% dengan O2 nasal kanul


d. Mata : OD/OS: konjungtiva anemis ( - / - ), sklera ikterik ( - / - ),
discharge ( - / - ) pupil isokor
e. Telinga : sekret ( - ), bekuan darah di meatus auricularis ( - )
f. Hidung : deviasi septum ( - ), massa (-/-), sekret ( - )
g. Rongga mulut : lidah kotor ( - ), tonsil T1/T1
h. Leher : distensi vena leher (-), deviasi trakea ( - ), pembesaran
kelenjar tiroid ( - ), pembesaran kelenjar getah bening ( - )
i. Wajah : vulnus ( - )
j. Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea
midklavikularis sinistra
Perkusi :
Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V Linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)
Interpretasi : Kesan kardiomegali
k. Paru : Inspeksi : statis normochest, dinamis gerakan simetris
Palpasi : fremitus taktil simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : vesikular (+/+), Rh (+/+) basal, Wh (-/-)
Interpretasi : Terdapat suara ronkhi di kedua paru.
l. Abdomen : Inspeksi : bentuk datar, jaringan parut (-)
Auskultasi : Bu (+) normal
Palpasi : Supel, massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan
limpa tidak teraba membesar
Perkusi : timpani di semua kuadran
Interpretasi : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal.
m. Ekstremitas: ektremitas atas : akral hangat, edema (-/-)
ekstremitas bawah : akral hangat, pitting edema (+/+)
5

Skor Farmingham untuk pasien ini :

Kriteria mayor Kriteria minor


Paroxysmal nocturnal dyspneu (+) Edema ekstremitas (+)
Distensi vena leher (+) Batuk malam hari (-)
Ronkhi paru (+) Dispneu on effort (+)
Kardiomegali (+) Hepatomegali (-)
Edema paru akut (-) Efusi pleura (-)
Gallop S3 (-) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
Peninggian tekanan vena jugularis (-) normal (-)
Refluks hepatojugular (-) Takikardi (>120 x/menit) (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM tanggal 12 Maret 2018
• Hb : 13,9 gr%
• Ht : 39 vol%
• Leukosit : 5.400 /mm3
• Trombosit : 162.000 /mm3
• Eritrosit : 4,23 jt/mm3
• GDS : 174 mg/dl
• SGOT : 39 U/L (P: ≤50 U/L W: 35 U/L)
• SGPT : 28 U/L (P: ≤50 U/L W: 35 U/L)
• Kreatinin : 1,21 U/L (N: 0,5-1,5 mg/dl)
• Ureum : 26 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)
6

HASIL ELEKTROKARDIOGRAM tanggal 12 Maret 2018

- Irama : Sinus
- Frekuensi : 90 x/menit ireguler
- Axis : Normal
- Kelainan Gelombang : - S di V1 + R di V5 (16 mm + 30 mm = 46 mm)
- LV Strain di lead II, III, aVF, V5 dan V6
Kesimpulan : Left ventricular hypertrophy

E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : CHF NYHA FC III
Diagnosis anatomis : Kardiomegali + Left ventricular hypertrophy
Diagnosis etiologi : Hipertensi

F. TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
1. Tirah baring.
2. Diet rendah garam.
3. Minum air maksimal 4-5 gelas kecil / hari.
Medikamentosa :

1. O2 3 lpm nasal kanul


2. Pasang venflon
7

3. Injeksi furosemide 2 x 1 ampul iv


4. Spironolacton 100mg – 0 – 0
5. Valsartan 1 x 80 mg po
6. Bisoprolol 1 x 2,5 mg po
7. Digoxin 1 x 0,25 mg po

G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

H. FOLLOW UP
13 Maret 2018
S : Sesak (+), nyeri dada, dada berdebar-debar (-), mual (-), muntah (-), demam
(-), kedua kaki masih dirasakan bengkak.
O : CM (E4V5M6)
TD : 140/70mmHg, HR: 82 x/menit ireguler, pulsis defisit (-), RR: 26
x/menit, S: SpO2: 97% dengan O2 nasal kanul, S: 36 C
Mata : CA -/- , SI -/-
Leher : distensi vena leher (+)
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V Linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)
Interpretasi : Kesan kardiomegali
Paru :
Inspeksi : statis normochest, dinamis gerakan simetris
Palpasi : fremitus taktil simetris kiri dan kanan
8

Perkusi : sonor diseluruh lapang paru


Auskultasi : vesikular (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Abdomen : supel, BU (+) N, NT (-), soepel, timpani di semua kuadran
Ekstremitas : ektremitas atas : akral hangat, edema (-/-)
ekstremitas bawah : akral hangat, pitting edema (+/+)

A :
Diagnosis klinis : CHF NYHA FC III
Diagnosis anatomis : Kardiomegali + Left ventricular hypertrophy
Diagnosis etiologi : Hipertensi

P:
Non Medikamentosa :
1. Tirah baring.
2. Diet rendah garam.
3. Minum air maksimal 4-5 gelas kecil / hari.
Medikamentosa :

1. O2 3 lpm nasal kanul


2. Pasang venflon
3. Injeksi furosemide 2 x 1 ampul iv  3 x 1 ampul iv
4. Spironolacton 100mg – 0 – 0
5. Valsartan 1 x 80 mg po
6. Bisoprolol 1 x 2,5 mg po
7. Digoxin 1 x 0,25 mg po

14 Maret 2018
S : Sesak dirasakan berkurang, nyeri dada, dada berdebar-debar (-), mual (-),
muntah (-), demam (-), bengkak dikedua kaki dirasakan berkurang.
O : CM (E4V5M6)
TD : 130/70mmHg, HR: 84 x/menit ireguler, pulsis defisit (-), RR: 22
x/menit, SpO2: 97% dengan O2 nasal kanul, S: 36,5 C
9

Mata : CA -/- , SI -/-


Leher : distensi vena leher (+)
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V Linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)
Interpretasi : Kesan kardiomegali
Paru :
Inspeksi : statis normochest, dinamis gerakan simetris
Palpasi : fremitus taktil simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : vesikular (+/+), Rh (+/+) minimal, Wh (-/-)
Abdomen : supel, BU (+) N, NT (-), soepel, timpani di semua kuadran
Ekstremitas : ektremitas atas : akral hangat, edema (-/-)
ekstremitas bawah : akral hangat, pitting edema (+/+) ↓↓

A :
Diagnosis klinis : CHF NYHA FC III
Diagnosis anatomis : Kardiomegali + Left ventricular hypertrophy
Diagnosis etiologi : Hipertensi

P:
Non Medikamentosa :
1. Tirah baring.
2. Diet rendah garam.
3. Minum air maksimal 4-5 gelas kecil / hari.
Medikamentosa :

1. O2 3 lpm nasal kanul


10

2. Pasang venflon
3. Injeksi furosemide 3 x 1 ampul iv
4. Spironolacton 100mg – 0 – 0
5. Valsartan 1 x 80 mg po
6. Bisoprolol 1 x 2,5 mg po
7. Digoxin 1 x 0,25 mg po

15 Maret 2018
S : Sesak (-), nyeri dada, dada berdebar-debar (-), mual (-), muntah (-), demam
(-), bengkak dikedua kaki sudah tidak dirasakan.
O : CM (E4V5M6)
TD : 130/70mmHg, HR: 84 x/menit ireguler, pulsis defisit (-), RR: 20
x/menit, SpO2: 98% tanpa O2 nasal kanul S: 36,5 C
Mata : CA -/- , SI -/-
Leher : distensi vena leher (-)
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V Linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)
Interpretasi : Kesan kardiomegali
Paru :
Inspeksi : statis normochest, dinamis gerakan simetris
Palpasi : fremitus taktil simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : vesikular (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : supel, BU (+) N, NT (-), soepel, timpani di semua kuadran
Ekstremitas : ektremitas atas : akral hangat, edema (-/-)
ekstremitas bawah : akral hangat, pitting edema (-/-)
11

A :
Diagnosis klinis : CHF NYHA FC III
Diagnosis anatomis : Kardiomegali + Left ventricular hypertrophy
Diagnosis etiologi : Hipertensi

P:
Non Medikamentosa :
1. Diet rendah garam.
2. Edukasi penggunaan obat, diet dan kontrol teratur
Medikamentosa :
1. Rawat jalan
2. Furosemide 3 x 40 mg po
3. Spironolacton 100mg – 0 – 0
4. Valsartan 1 x 80 mg po
5. Bisoprolol 1 x 2,5 mg po
6. Digoxin 1 x 0,25 mg po
12

BAB II
PEMBAHASAN KASUS

Pasien atas nama Ny. K, 80 tahun mengeluh sesak napas dalam 1 bulan
terakhir dan dirasakan semakin memberat sejak 4 hari SMRS, sesak dirasakan
memberat setelah melakukan aktivitas seperti berjalan ke kamar mandi, mengganti
pakaian dan dirasakan berkurang dengan istirahat. Pasien merasa dirinya mudah
lelah, dan sering terbangun pada malam hari karena sesak. Awal sesak, pasien
masih bisa tertidur namun semakin lama sesak semakin berat hingga membuat
pasien tidak bisa tidur, pasien lebih nyaman dengan tidur dengan 3 buah bantal.
Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya bengkak dan sejak 1 minggu ini bengkak
terasa semakin bertambah. Bengkak tersebut tidak nyeri dan tidak kembali pada
penekanan.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital TD 180/100 mmHg,
nadi 90 x/menit irreguler, napas 30 x/menit. Pada pemeriksaan kepala dalam batas
normal, pada leher didapatkan adanya distensi vena leher, pada mata tidak
ditemukan anemis maupun sklera ikterus. Pemeriksaan thorax didapatkan ronkhi
pada basal kedua paru, dan batas jantung kiri kesan membesar. Pemeriksaan
abdomen dalam batas normal, dan didapatkan edem piting pada kedua tungkai.
Penyebab dari sesak nafas dapat dibagi menjadi 4 tipe. Tipe kardiak yaitu
gagal jantung, penyakit arteri koroner, infark miokard, kardiomiopati, disfungsi
katup, hipertrofi ventrikel kiri, hipertrofi asimetrik septum, pertikarditis, aritmia.
Tipe pulmoner yaitu penyakit paru obstruktif kronis, asma, penyakit paru restriksi,
gangguan penyakit paru, herediter, pneumotoraks. Tipe Campuran kardiak dan
pulmoner yaitu PPOK dengan hipertensi pulmoner, emboli paru kronik, trauma
Tipe Non kardiak dan non pulmoner yaitu kondisi metabolik, nyeri, gangguan
neuromuskular, gangguan panik, hiperventilasi, psikogenik, gangguan asam basa,
gangguan di saluran pencernaan (reflux, spasme oesophagus, tukak peptik). 5,6,7
Keluhan dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan
merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Sesak yang timbul saat
beraktivitas diakibatkan adanya hipoksia jaringan sebagai akibat dari payahnya
13

pompa jantung untuk menyuplai kebutuhan oksigen jaringan. Oleh karena status
tersebut, tubuh melakukan kompensasi dengan mempercepat laju pernapasan dan
kemudian menyebabkan sesak pada pasien. Adanya sesak yang sering muncul pada
malam hari, yang dirasakan memberat saat tidur dengan posisi datar dan ringan
pada posisi tidur dengan tiga bantal, distensi vena leher, kedua kaki yang bengkak,
dan sesak yang memberat/dipengaruhi saat beraktivitas merupakan ciri khas dari
gagal jantung kongestif (congestive heart failure; CHF) yang merupakan salah satu
dari kriteria-kriteria mayor dan minor Framingham criteria untuk CHF.
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi dan
anatomi jantung sehingga jantung tidak bisa memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal jantung terbagi menjadi gagal jantung kiri,
gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif, yakni gabungan gagal jantung kiri
dan kanan.8
Gagal jantung kiri ditandai oleh dispneu d’effort, kelelahan, orthopnea,
paroksismal nokturnal dispnea, batuk, pembesaran jantung, irama derap, bunyi
derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, ronki dan kongesti vena
pulmonalis. Gagal jantung kanan ditandai oleh adanya kelelahan, pitting edema,
ascites, peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, pembesaran jantung
kanan, irama derap atrium kanan, murmur dan bunyi P2 mengeras, sedangkan
gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gejala gabungan keduanya.8
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat 2 kriteria mayor
atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham, ditambah dengan
pemeriksaan penunjang. Yang termasuk kriteria mayor yakni: dispneu nokturnal
paroksismal atau orthopneu, peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah tidak
nyaring, kardiomegali, edema paru akut, irama derap S3, peningkatan vena > 16 cm
H2O dan refluks hepatojugular. Kriteria minor yakni: edema pergelangan kaki,
batuk pada malam hari, dispneu d’effort, hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital
berkurang menjadi 1/3 maksimum dan takikardi (>120x/menit). Foto rontgen
toraks dapat mengarah ke kardiomegali dengan corakan bronkovaskuler yang
meningkat.8
14

Pada pasien ini, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
adanya dispneu on effort, dispneu nokturnal paroksismal, distensi vena leher,
orthopneu, takikardi, takipneu, dan pitting edema pada kedua ekstremitas. Dari
berbagai temuan klinis ini, dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif
karena kriteria Framingham yang biasa digunakan sudah memenuhi syarat.
Distensi vena leher terjadi sebagai akibat adanya gagal jantung kanan karena
gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga terjadi
penurunan isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri.
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir
diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam
kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya
kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi
akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan
inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan
pada vena-vena sistemik (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam
hepar). Edem pada tungkai dapat terjadi karena ekstravasasi cairan ke jaringan
tubuh diakibatkan adanya peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah
yang mengakibatkan cairan “bocor” dan masuk ke dalam jaringan interstisial.
Ortopnea (sesak yang timbul apabila pasien berada dalam posisi datar/berbaring)
disebabkan adanya gaya fisika cairan yang terjadi di paru. Pada posisi berbaring,
cairan akan bergerak ke bawah oleh karena gaya gravitasi, sehingga akan semakin
banyak luas permukaan paru yang terhalang oleh cairan dan membuat pasien
semakin sesak dibandingkan saat pasien dalam posisi tegak/duduk.6
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan
tingkat aktivitas fisik, antara lain:1
 NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
 NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang
15

biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan,


jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.
 NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
 NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan
fisik meskipun sangat ringan.
Pada kasus ini pasien mengeluhkan timbulnya sesak napas ketika melakukan
aktivitas sehari-hari seperti berjalan ke kamar mandi, mengganti pakaian dan
keluhan dirasakan berkurang dengan istirahat. Dari keluhan tersebut dapat
diklasifikasikan dalam NYHA fungsional kelas III.
Pada kasus ini, pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.
Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya gagal jantung pada pasien.
Hipertensi menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi perifer sehingga beban
kerja jantung menjadi bertambah dan apabila terjadi secara terus menerus, maka
akan berujung pada hipertrofi miokard.
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung secara umum ditujukan pada
lima aspek yaitu mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard,
mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab,
faktor pencetus dan penyakit yang mendasari.9 Dasar terapi gagal jantung terdiri
dari terapi non medikamentosa dan medikamentosa. Pada kasus ini terapi non
medikamentosa yang dilakukan pertama adalah tirah baring, umumnya semua
penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya
keluhan, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar
– benar dengan tirah baring mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejala – gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja.
Pasien juga diposisikan pada posisi semi fowler, pada posisi berbaring, cairan akan
bergerak ke bawah oleh karena gaya gravitasi, sehingga akan semakin banyak luas
permukaan paru yang terhalang oleh cairan dan membuat pasien semakin sesak
16

dibandingkan saat pasien dalam posisi tegak/semi fowler. Pada kasus ini pasien
juga diberikan diet berupa makanan lunak dengan rendah garam untuk mencegah
terjadinya retensi cairan. Jumlah kalori yang diberikan pada pasien yaitu sesuai
dengan kebutuhan. Pasien juga dibatasi asupan cairannya dimana hanya diberikan
sebanyak 80 – 100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari. 9,10
Algoritma penatalaksanaan gagal jantung menurut American Heart
Asossiation (AHA) practice guidelines secara medikamentosa dibagi berdasarkan
stage yaitu :9
1. Pasien stage A belum mengalami gagal jantung dan tidak memiliki penyakit
jantung struktural, namun beresiko tinggi mengalami gagal jantung (pasien
hipertensi, diabetes). Pengobatan dengan ACE Inhibitor
2. Pasien stage B memiliki kelainan struktural jantung, namun belum
mengalami tanda dan gejala gagal jantung. Pengobatan dengan ACEI + Beta
bloker. Jika kontraindikasi terhadap ACEI bisa diganti ARB.
3. Pasien stage C sudah mengalami gagal jantung dilihat dari adanya kelainan
struktural jantung struktural serta pasien mengalami tanda dan gejala gagal
jantung. Pengobatan dengan ACEI + Beta bloker + Diuretik + Digoksin.
4. Pasien stage D merupakan perkembangan dari stage C yang bertambah
parah karena pasien mengalami refraktori gagal jantung pada saat istirahat.
Harus dengan implantasi jantung.
Pada kasus ini, pasien masuk dalam stage C dimana sudah ada kelainan
struktural jantung yang dapat dilihat dari pemeriksaan EKG serta pasien mengalami
tanda dan gejala gagal jantung. terapi yang diberikan pada pasien ini adalah ACE
Inhibitor + Beta bloker + Diuretik + Digoksin. Pasien pertama kali diberikan
oksigen yang bertujuan untuk membantu memenuhi suplai oksigen jaringan. Terapi
yang diberikan adalah furosemide 3x20 mg (1 ampul) yang bertujuan untuk
mengurangi preload sehingga beban jantung juga ikut berkurang. Furosemide
merupakan golongan loop diuretic yang menghambat reabsorpsi dari ion sodium
(Na+) dan klorida (Cl-) pada tubulus renalis proksimal dan distal serta loop of Henle
sehingga cairan yang ada di dalam tubuh akan ikut terbuang melalui ginjal yang
menyebabkan diuresis pada pasien hingga tercapai euvolemik. Pasien juga
17

diberikan valsartan 1x80 mg yang merupakan golongan Angiotensin Receptor


Blocker (ARB). pemberia obat-obatan golongan Angiotensin Receptor Blocker
(ARB) atau ACE-inhibitor bertujuan untuk mencegah konstriksi pembuluh darah,
sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa angiotensin II merupakan
vasokonstriktor poten, sehingga dengan dicegahnya konstriksi pembuluh darah,
resistensi perifer menurun yang juga akan menurunkan beban pemompaan jantung
(menurunkan besar tegangan ventrikel). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik dan dititrasi selama
beberapa minggu sampai dosis yang efektif. Pasien diberikan bisoprolol 1x2,5 mg
yang merupakan golongan beta bloker. Meskipun belum jelas, golongan beta bloker
diduga memiliki mekanisme efek antiaritmia, memperlambat remodeling ventrikel
dengan stimulasi, penurunan kematian miosit dari katekolamin yang menginduksi
nekrosis atau apoptosis, merubah fungsi sistol ventrikel kiri, menurunkan denyut
jantung dan tekanan dinding ventrikel, dan menghambat pengeluaran
renin. Mekanisme lain yang mungkin terjadi yaitu beta-bloker kemungkinan
memblok efek perusakan pada jantung dari aktivitas simpatis yang berlebihan.
pasien juga diberikan digoksin 1x0,25 mg yang merupakan golongan digitalis,
digitalis diberikan bila ada aritmia. Digoksin meningkatkan fraksi ejeksi, kualitas
hidup, dan menurunkan gejala gagal jantung. Digoksin direkomendasikan untuk
digunakan pada pasien gagal jantung stage C bersama dengan ACE Inhibitor, beta
bloker, dan diuretik, untuk memperbaiki gejala dan status klinis. 9,10
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui.
Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: 1
 Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
 Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
 Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
 Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu :
 Waktu timbulnya gagal jantung
 Timbul serangan akut atau menahun
 Derajat beratnya gagal jantung
18

 Penyebab primer
 Kelainan atau besarnya jantung yang menetap
 Keadaan paru
 Cepatnya pertolongan pertama
 Respons dan lamanya pemberian digitalisasi
 Seringnya gagal jantung kambuh.
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal


medicine.2005; ed XVI
2. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV
3. Kalim H, Idham I, Irmalita, Karo S.K, Soerinata S, Tobing D.P. Pedoman
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2004. Jakarta.
PERKI.
4. Widiyanti, R. Sindrom Koroner Akut. 2010. Jakarta. Exomed Indonesia.
5. Guyton AC. Hall JE. Textbook of medical physiology, 13th Ed.
Philadelphia. 2010.
6. Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta; EGC. 2006.
7. Rahmatullah, Pasian. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th Ed Jilid III.
Jakarta: Interna Publishing. 2010.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tata
Laksana Gagal Jantung. 2015.
9. Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L., 2008,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh
Edition, McGraw-Hill Medical Publishing, New York, 174-213.
10. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with
heart failure. A statement for healthcare professionals from The
Cardiovascular Councils of The American Heart Assiciation Circulation
2000.

Anda mungkin juga menyukai