Bab Ii@ggk
Bab Ii@ggk
TINJAUAN TEORITIS
3
1.2. ETIOLOGI
1.2.1.Glomerulonefritis
1.2.2.Nefropati analgesik
1.2.3.Nefropati reluks
1.2.4.Ginjal polikistik
1.2.5.Nefropati diabetik
1.2.6.Hipertensi
1.2.7.Obstruksi aliran urine
1.2.8.Nefropatik toksik
1.2.9.Nefropati obstruksi Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius
1.2.10. Gout
1.3.2 Kulit
4
Bekas-bekas garukan karena gatal
5
Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis,efusi pericardial,penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini,gangguan elektrolit
dan klasifikasi metastatic
1.4 PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron
ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi
pada traktus urinarius. Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama
menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis
atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal
(nefrosklerosis). Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium
yang berbeda-beda
1.4.1 Stadium I
Penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN
normal dan pasien asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan
ginjal residu 40 % dari normal.
1.4.2 Stadium II
Insufisiensi Ginjal. Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan,
anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40
% dari normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar
BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala yang
timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)
1.4.3 Stadium III
Payah ginjal stadium akhir. Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari
normal). BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih
parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan
dan elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.
1.4.4 Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang dari
5 % dari normal.
6
1.5 PERMASALAHAN FISIOLOGIS
Yang Disebabkan Oleh Gagal Ginjal
1.5.1 Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine
(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak
disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh
peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang
membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat
berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring
urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat
difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan
retensi air dan natrium.
1.5.2 Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai
200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron
theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran
natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun
dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal,
terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi
kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500
mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang
lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium
dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
1.5.3 Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang
terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi
aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara.
Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik
dari tahapan uremia. Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada
penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium
7
meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3
meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
1.5.4 Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen
untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan
ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H +
sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh
metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun
dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat
ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang.
Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
1.5.5 Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif
dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan
intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
1.5.6 Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang
menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi
resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal,
hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme
sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme
berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.
1.5.7 Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
1.5.7.1 Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
1.5.7.2 Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis,
dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
1.5.7.3 Defisiensi folat
1.5.7.4 Defisiensi iron/zat besi
1.5.7.5 Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis
fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
1.5.8 Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN
bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi
8
pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah
indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan
jumlah yang diproduksi tubuh.
9
1.6.6 Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan
kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula,
serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
1.6.7 Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang
disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post
transplantasi ginjal.
1.6.8 Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan
ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis,
neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
1.7 PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi.
Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal
ginjal yang terdiri :
1.7.1 Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga
dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan
perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam
rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
1.7.2 Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan
tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu
tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta
bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus
hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
1.7.3 Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan
kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan
hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain.
Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG,
dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
10
1.7.4 Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus
ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
1.7.5 Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi
pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan
dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
1.7.6 Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat
ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu
memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria
dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal
atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti
kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak
langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal
ginjal.
1.7.7 Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan
dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong
bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah
dialisis.
1.7.8 Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi
dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun
neuropati masih dapat timbul.
1.7.9 Dialisis
11
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel
dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi
elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat
yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau
perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu
hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal
ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak
ditanggulangi.
1.7.10 Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh
faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa
persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari
orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari
segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA.
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara holistic.
Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada kasus ini akan
dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :
2.1.1 Ginjal (Renal)
Kemungkinan Data yang diperoleh :
2.1.1.1 Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam)
2.1.1.2 Anuria (100 cc / 24 Jam
2.1.1.3 Infeksi (WBCs , Bacterimia)
2.1.1.4 Sediment urine mengandung : RBCs ,
2.1.2 Riwayat sakitnya dahulu.
2.1.3 Sejak kapan muncul keluhan
2.1.4 Berapa lama terjadinya hipertensi
2.1.5 Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
2.1.6 Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
2.1.7 Penanganan selama ada gejala
2.1.7.1 Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
12
2.1.7.2 Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens Creatinin Test (CCT) adalah:
2.2.1.1 Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
2.2.1.2 Menampung urine 24 jam
2.2.1.3 Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk mengetahui kreatinin darah)
2.2.1.4 Mengambil urine 50 cc.
2.2.1.5 Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus : Vol. Urine [cc/menit x Konsentrasi
kreatinin urine (mg %)} Kreatinin Plasma (mg %)
2.2.1.6 Persiapan Intra Venous Pyelography
2.2.1.7 Puasakan pasien selama 8 jam
2.2.1.8 Bila perlu lakukan lavemen/klisma.
13
2.3.3 Ketidaknyamanan waktu tidur berhubungan dengan distensi perut pruritus dan nyeri
muskuloskeletal/bedrest.
2.3.4 Ketidakmampuan aktifitas berhubungan dengan kelemahan dan penurunan
kesadaran.
2.3.5 Kurang mampu merawat diri berhubungan dengan menurunnya kesadaran (uremia).
2.3.6 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kekurangan informasi tentang
penyakitnya, prosedur perawatan.
2.3.7 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bedrest, luka insisi, dan infus.
2.3.8 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang dibatasi.
2.5 INTERVENSI
2.5.1 Batasi pemberian cairan, garam, kalium peroral (makan dan minum)
2.5.2 Atur posisi yang nyaman bagi pasien, berikan bedak.
2.5.3 Latihan ROM setiap hari
2.5.4 Bantu kebutuhan kebersihan perawatan diri sampai mampu mandiri.
2.5.5 Beri informasi yang sesuai tentang prosedur perawatan dari tindakan yang diberikan
selama dan sesudah sembuh.
2.5.6 Rawat kebersihan kulit dan lakukan prosedur perawatan luka, infus, kateterisasi
secara steril.
2.5.7 Jauhkan dari alat-alat yang membahayakan/bedrest.
2.5.8 Menjelaskan tentang pembatasan makan yang diberikan.
14
3.KONSEP DASAR HEMODIALISIS
Pada gagal ginjal terminal (GGT) hemodialisa dilakukan dengan memgalirkan darah kedalam
suatu tabung ginjal buatan (dialiser)yang terdiri dari dua kompartmen yang terpisah.Darah pasien
dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semi permeable buatan
(artificial)dengan kompartemen dialisat.Kompartemen dialisat dialiri cairan dialysis yang bebas
pirogen,berisi larutan dengan komposisi eletrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa
metabolism nitrogen.Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan
konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kea rah konsentrasi yang
rendah sampai konsentrasi zat-zat terlarut sama dikedua kompartemen (difusi).Pada proses dialysis
air juga dapat berpindahn dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat .Perpindahan air
ini disebut ultra filktrasi.Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang
berpindah.Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat disbanding molekul
dengan berat molekul lebih rendah.kecepatan perpindahan zat terlarut tersebut makin tinggi bila:
Cairan dialysis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi
Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai
konsentrasinya sama dikedua kompartemen.
Selama proses dialysis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter
setiap dialysis.Zat dengan berat molekul ringan yang terdapat dalam airan dialysat akan dapat
dengan mudah berdifusi kedalam darah pasien selama dialysis.karena itu kandungan solute cairan
dialisat harus dalam batas-batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh.cairan dialisat perlu dimurnikan
agar tidak terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh.dengan teknik reserve
osmosis air akan melewati membrane semi permeable yang memiliki pori-pori kecil sehingga dapat
15
menahan molekul dengan berat molekul kecil seperti urea, natrium,dan klorida.Cairan dialisat tidak
perlu steril karena membrane dialsis dapat berperan sebagai penyaring kuman dan
endotoksin.Tetapi kuman harus dijaga agar kurang dari 200 koloni/ml.Dengan melakukan
desinfektan cairan dialisat Kadar natrium dalam cairan dialisat berkisar 135-145 meq/l.bila kadar
natrium lebih rendah maka resiko untuk terjadi gangguan hemodinamik selama hemodialisis akan
bertambah .Sedangkan bila kadar natrium lebih
16
4.PENYIMPANGAN KDM
angiotensinogen
Kulit kering bersisik
Peningkatan ureum darah
Retensi Na+air
Intake nutrisi kurang
Udema
Ketidakseimbangan nutrisi
Intoleransi aktivitas kurang dari kebutuhan
lemah
Penurunan nutrisi jaringan
Kurang pengetahuan
Cemas
17