Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. KONSEP DASAR MEDIS.


1.1. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible.Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju fitrasi glomerulus yang dapat
digolongkan ringan,sedang,berat.Asotemia adalah peningkatan BUN dan ditegakkan bila
konsentrasi ureum plasma meningkat.Uremia adalah syndrome akibat gagal ginjal yang
berat.Gagal ginjal terminal adalah ketidak mampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk
keperluan tubuh harus dibantu dialysis atau transplantasi (Kapita selekta jilid 1).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung
perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap , yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit. Toksik uremik adalah bahan
yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia. Toksik uremik yang telah diterima
adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah :
BUN, Kreatinin, asam Urat, Guanidin, midlle molecule dan sebagainya. Pada umumnya CRF
tidak reversibel lagi, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang
normal.
Fisiologi Ginjal Normal
Langkah pertama yang berlangsung dalam ginjal yaitu proses pembentukan urine yang
dikenal sebagai ultrafiltrasi darah atau plasma dalam kapiler glomerulus berupa air dan
kristaloid. Selanjutnya dalam tubuli ginjal pembentukan urine disempurnakan dengan
proses reabsorpsi zat-zat yang esensial dari cairan filtrasi untuk dikembalikan ke dalam
darah dan proses sekresi zat-zat untuk dikeluarkan ke dalam urine. Fisiologi Ginjal dalam
proses Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi selama 24 jam.

3
1.2. ETIOLOGI

Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :

1.2.1.Glomerulonefritis
1.2.2.Nefropati analgesik
1.2.3.Nefropati reluks
1.2.4.Ginjal polikistik
1.2.5.Nefropati diabetik
1.2.6.Hipertensi
1.2.7.Obstruksi aliran urine
1.2.8.Nefropatik toksik
1.2.9.Nefropati obstruksi Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius
1.2.10. Gout

1.3 TANDA DAN GEJALA

1.3.1 Gangguan pada system gastrointestinal

 Anoreksia,nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan


metabolisme protein didalam usus,terbentuknya zat-zat toksik akibat
metabolism bakteri usus seperti amoniak dan metal quanidin serta
sembabnya mukosa usus.
 Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bakteri dimulut menjadi anomia sehingga napas berbau
ammonia.Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
 Cegukan sebabnya yang pasti belum diketahui
 Gastritis erosive,ulkus,peptic,dan colitis uremik

1.3.2 Kulit

 Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat


penimbunan urokrom.Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksik uremi dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
 Ekimosis akibat ganguan hematologis
 Area frost,akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat.

4
 Bekas-bekas garukan karena gatal

1.3.3 Sistem Hematologi

 Anemia dapat disebabkan berbagain faktof antara lain:


1. Berkurangnya produksi eritroprotein,sehingga rangsangan
eritropoesis pada sumsum tulang menurun
2. Hemolisis akibat bberkurangnya masa hidup eritrisit dalam suasana
uremia toksik
3. Defisiensi besi,asam folat,dll,akibat napsu makan menurun
4. Perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit
5. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
 Gangguan fungsi tromboit dan trobositopenia
Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang
berkurang serta menurunnya factor trombosit 111 dan ADP (adenosine
difosfat).
 Gangguan fungsi leukosit
Fagositosis dan kemotaksis berkurang,fungsi limfosit menurun sehingga
imunitas juga menurun.

1.3.4 Sistem saraf dan otot

 Resties leg syndrome


Pasien merasa gatal pada kakinya sehingga selalu digerakkan
 Buming feet syndrome
Rasa semutan dan seperti terbakar terutama ditelapak kaki
 Ensefalopati metabolic
Lemah,tidak bisa tidur,gangguan
konsentrasi,tremor,asteriksis,mioklonus,kejang
 Miopati
Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot terutama otot ekstremitas
proksimal

1.3.5 Sistem kardiovaskuler

 Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas


system renin angiotensi aldosteron

5
 Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis,efusi pericardial,penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini,gangguan elektrolit
dan klasifikasi metastatic

1.4 PATOFISIOLOGI

Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron
ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi
pada traktus urinarius. Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama
menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis
atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal
(nefrosklerosis). Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium
yang berbeda-beda

1.4.1 Stadium I
Penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN
normal dan pasien asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan
ginjal residu 40 % dari normal.
1.4.2 Stadium II
Insufisiensi Ginjal. Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan,
anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40
% dari normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar
BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala yang
timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)
1.4.3 Stadium III
Payah ginjal stadium akhir. Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari
normal). BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih
parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan
dan elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.
1.4.4 Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang dari
5 % dari normal.

6
1.5 PERMASALAHAN FISIOLOGIS
Yang Disebabkan Oleh Gagal Ginjal
1.5.1 Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine
(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak
disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh
peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang
membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat
berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring
urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat
difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan
retensi air dan natrium.
1.5.2 Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai
200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron
theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran
natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun
dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal,
terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi
kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500
mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang
lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium
dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
1.5.3 Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang
terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi
aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara.
Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik
dari tahapan uremia. Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada
penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium

7
meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3
meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
1.5.4 Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen
untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan
ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H +
sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh
metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun
dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat
ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang.
Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
1.5.5 Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif
dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan
intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
1.5.6 Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang
menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi
resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal,
hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme
sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme
berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.
1.5.7 Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
1.5.7.1 Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
1.5.7.2 Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis,
dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
1.5.7.3 Defisiensi folat
1.5.7.4 Defisiensi iron/zat besi
1.5.7.5 Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis
fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
1.5.8 Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN
bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi

8
pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah
indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan
jumlah yang diproduksi tubuh.

1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan
laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar
serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum
dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis. Pada stadium yang cepat pada insufisiesi
ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan
fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa
urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi
urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein,
glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada
gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin
menurun. Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan
gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea
yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila
ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake
protein.
1.6.2 Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
1.6.3 Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk
mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini
akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses
infeksi.
1.6.4 Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur
anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
1.6.5 Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal
dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang
disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi
ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.

9
1.6.6 Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan
kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula,
serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
1.6.7 Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang
disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post
transplantasi ginjal.
1.6.8 Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan
ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis,
neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.

1.7 PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi.
Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal
ginjal yang terdiri :
1.7.1 Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga
dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan
perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam
rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
1.7.2 Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan
tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu
tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta
bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus
hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
1.7.3 Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan
kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan
hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain.
Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG,
dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

10
1.7.4 Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus
ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
1.7.5 Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi
pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan
dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
1.7.6 Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat
ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu
memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria
dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal
atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti
kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak
langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal
ginjal.
1.7.7 Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan
dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong
bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah
dialisis.
1.7.8 Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi
dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun
neuropati masih dapat timbul.
1.7.9 Dialisis

11
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel
dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi
elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat
yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau
perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu
hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal
ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak
ditanggulangi.
1.7.10 Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh
faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa
persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari
orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari
segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA.

2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN.

2.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara holistic.
Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada kasus ini akan
dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :
2.1.1 Ginjal (Renal)
Kemungkinan Data yang diperoleh :
2.1.1.1 Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam)
2.1.1.2 Anuria (100 cc / 24 Jam
2.1.1.3 Infeksi (WBCs , Bacterimia)
2.1.1.4 Sediment urine mengandung : RBCs ,
2.1.2 Riwayat sakitnya dahulu.
2.1.3 Sejak kapan muncul keluhan
2.1.4 Berapa lama terjadinya hipertensi
2.1.5 Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
2.1.6 Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
2.1.7 Penanganan selama ada gejala
2.1.7.1 Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan

12
2.1.7.2 Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan

2.1.7.3 Penggunaan koping mekanisme bila sakit

2.1.8 Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.


2.1.9 Pemeriksaan fisik
2.1.9.1 Peningkatan vena jugularis
2.1.9.2 Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
2.1.9.3 Anemia dan kelainan jantung
2.1.9.4 Hiperpigmentasi pada kulit
2.1.9.5 Pernapasan
2.1.9.6 Mulut dan bibir kering
2.1.9.7 Adanya kejang-kejang
2.1.9.8 Gangguan kesadaran
2.1.9.9 Pembesaran ginjal
2.1.9.10 Adanya neuropati perife
2.2 Test Diagnostik

2.2.1 Pemeriksaan fungsi ginjal, kreatinin dan ureum darah

Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens Creatinin Test (CCT) adalah:
2.2.1.1 Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
2.2.1.2 Menampung urine 24 jam
2.2.1.3 Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk mengetahui kreatinin darah)
2.2.1.4 Mengambil urine 50 cc.
2.2.1.5 Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus : Vol. Urine [cc/menit x Konsentrasi
kreatinin urine (mg %)} Kreatinin Plasma (mg %)
2.2.1.6 Persiapan Intra Venous Pyelography
2.2.1.7 Puasakan pasien selama 8 jam
2.2.1.8 Bila perlu lakukan lavemen/klisma.

2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


2.3.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Berhubungan dengan retensi cairan,
natrium, dan kalium.
2.3.2 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan insisi pada pemasangan peritoneal
dialisis, pruritus, ketegangan perut karena adanya distensi perut/asites/mual.

13
2.3.3 Ketidaknyamanan waktu tidur berhubungan dengan distensi perut pruritus dan nyeri
muskuloskeletal/bedrest.
2.3.4 Ketidakmampuan aktifitas berhubungan dengan kelemahan dan penurunan
kesadaran.
2.3.5 Kurang mampu merawat diri berhubungan dengan menurunnya kesadaran (uremia).
2.3.6 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kekurangan informasi tentang
penyakitnya, prosedur perawatan.
2.3.7 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bedrest, luka insisi, dan infus.
2.3.8 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang dibatasi.

2.4 TUJUAN KEPERAWATAN


2.4.1 Kebutuhan keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.
2.4.2 Rasa nyaman terpenuhi
2.4.3 Tidur cukup
2.4.4 Aktifitas tidak terganggu
2.4.5 Mampu merawat diri
2.4.6 Meningkatnya pengetahuan pasien/keluarga tentang pencegahan dan perawatan
selama dan setelah sakit.
2.4.7 Tidak terjadi infeksi/gangguan integritas kulit.
2.4.8 Tidak terjadi bahaya/kecelakaan.

2.5 INTERVENSI
2.5.1 Batasi pemberian cairan, garam, kalium peroral (makan dan minum)
2.5.2 Atur posisi yang nyaman bagi pasien, berikan bedak.
2.5.3 Latihan ROM setiap hari
2.5.4 Bantu kebutuhan kebersihan perawatan diri sampai mampu mandiri.
2.5.5 Beri informasi yang sesuai tentang prosedur perawatan dari tindakan yang diberikan
selama dan sesudah sembuh.
2.5.6 Rawat kebersihan kulit dan lakukan prosedur perawatan luka, infus, kateterisasi
secara steril.
2.5.7 Jauhkan dari alat-alat yang membahayakan/bedrest.
2.5.8 Menjelaskan tentang pembatasan makan yang diberikan.

14
3.KONSEP DASAR HEMODIALISIS

Pada gagal ginjal terminal (GGT) hemodialisa dilakukan dengan memgalirkan darah kedalam
suatu tabung ginjal buatan (dialiser)yang terdiri dari dua kompartmen yang terpisah.Darah pasien
dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semi permeable buatan
(artificial)dengan kompartemen dialisat.Kompartemen dialisat dialiri cairan dialysis yang bebas
pirogen,berisi larutan dengan komposisi eletrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa
metabolism nitrogen.Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan
konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kea rah konsentrasi yang
rendah sampai konsentrasi zat-zat terlarut sama dikedua kompartemen (difusi).Pada proses dialysis
air juga dapat berpindahn dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat .Perpindahan air
ini disebut ultra filktrasi.Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang
berpindah.Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat disbanding molekul
dengan berat molekul lebih rendah.kecepatan perpindahan zat terlarut tersebut makin tinggi bila:

 Perbedaan konsentrasi dikedua kompartemen makin besar


 Diberi tekanan hidrolik dikompartemen darah
 Bila tekanan osmotic dikompartemen cairan dialysis lebih tinggi

Cairan dialysis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi
Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai
konsentrasinya sama dikedua kompartemen.

Terdapat empat jenis membrane dialiser yaitu selulosa,selulosa yang diperkaya,selulosa


sintetik,dan membrane sintetik.Pada membrane selulosa terjadi aktivitas komplemen oleh gugus
hidroksil bebas,karena itu pengunaan membrane ini cenderung berkurang digantikan membrane
lain.Aktivasi system complement oleh membrane lain tidak sehebat aktivasi oleh membrane
selulosa.luas permukaan membrane juga penting untuk proses pembersihanluas permukaan yang
tersedia adalah 0,8m2 sampai 2,1m2.Demakin tinggi luas permukaan membrane semakinefisien
proses dialysis yang terjadi.

Selama proses dialysis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter
setiap dialysis.Zat dengan berat molekul ringan yang terdapat dalam airan dialysat akan dapat
dengan mudah berdifusi kedalam darah pasien selama dialysis.karena itu kandungan solute cairan
dialisat harus dalam batas-batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh.cairan dialisat perlu dimurnikan
agar tidak terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh.dengan teknik reserve
osmosis air akan melewati membrane semi permeable yang memiliki pori-pori kecil sehingga dapat

15
menahan molekul dengan berat molekul kecil seperti urea, natrium,dan klorida.Cairan dialisat tidak
perlu steril karena membrane dialsis dapat berperan sebagai penyaring kuman dan
endotoksin.Tetapi kuman harus dijaga agar kurang dari 200 koloni/ml.Dengan melakukan
desinfektan cairan dialisat Kadar natrium dalam cairan dialisat berkisar 135-145 meq/l.bila kadar
natrium lebih rendah maka resiko untuk terjadi gangguan hemodinamik selama hemodialisis akan
bertambah .Sedangkan bila kadar natrium lebih

16
4.PENYIMPANGAN KDM

FUNGSI GINJAL MENURUN

Penimbunan pigmen ureum Produk akhir metabolism


(urocrom) Stimulasi renin protein tertimbun dalam
darah

angiotensinogen
Kulit kering bersisik
Peningkatan ureum darah

Gangguan integritas kulit


Angiotensin I Merangsang saluran cerna

Angiotensin II Distumulasi hipotalamus


sebagai rangsangan

Gangguan rasa nyaman


Stimulasi aldosteron
Mual/muntah

Retensi Na+air
Intake nutrisi kurang

Udema
Ketidakseimbangan nutrisi
Intoleransi aktivitas kurang dari kebutuhan

lemah
Penurunan nutrisi jaringan

Kurang pengetahuan

Kelebihan volume cairan

Cemas

17

Anda mungkin juga menyukai