Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor Register : 10261115
Lahir : Normal (Spontan B)
Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 3 Januari 2003
Diagnosa Medis : Meningtis
Tanggal MRS : 13 April 2003 jam 23.30 WIB
Nama Ibu : Ny. “H”
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya
A. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan penyakit sekarang
Tanggal 7-9-2001 jam 14.30 WIB Anak mulai panas lalu diberi obat penurun panas
(Sirup Salmol) 1 kali dan dikompres, disertai batuk dan pilek. Tetapi panas tidak turun.
Muntah sebanyak 2 kali yaitu jam 23.30 WIB dan 01.30 WIB sebanyak ± 2-3 sendok
makan dengan berisi makanan. Lalu kejang terjadi pada jam 02.30 WIB sebanyak 1 kali,
lamanya ± 5-10 menit, tidak mengeluarkan busa dari mulut. Keadaan saat kejang adalah
mata melirik ke atas, kedua tangan fleksi, dan kedua kaki kaku (ekstensi). Setelah kejang
terjadi anak langsung menangis. Batuk tidak mengeluarkan dahak, suara grok-grok,
konsistensi pilek agak kental, jernih, dan keluar kadang-kadang, tetapi tidak sesak.
b. Keluhan utama : Kejang
c. Penyakit Riwayat Dahulu
Sebelumnya anak tidak pernah menderita/mengalami kejang, epilepsi, trauma kepala,
radang selaput otak, ostitis media akut. Penyakit yang pernah diderita anak yaitu panas,
batuk, pilek tetapi jarang terjadi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : tidak ada keluarga yang menderita penyakit epilepsi, kelainan syaraf, penyakit
menular ataupun menurun dari ayah.
Ibu : ibu menderita hipotensi. Orang tua perempuan ibu menderita penyakit diabetes
mellitus sejak tahun 1992, dari keluarga ibu tidak ada yang menderita kelainan
syaraf, epilepsi.
Anak : kakaknya menderita sakit batuk dan pilek selama satu minggu
6. Telinga
Simetris kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak keluar cairan.
7. Mulut
Simetris, tak tampak cyanosis, gigi berjumlah 8 buah, tak ada karies, lidah bersih,
tidak terdapat stomatis, tak ada strismus, bibir tampak kering dan pecah-pecah
8. Tenggorokan
Tonsil tak tampak kemerahan dan tak tampak pembesaran, faring tampak
kemerahan, tak ada eksudat.
9. Leher
Tak ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada pembesaran vena
jugularis, tak ada pembesaran kelenjar getah bening.
10. Dada / Thorax
Lingkar dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada refraksi intercostal, tidak terdapat
ronchi, tak ada wheezing, pernaasan cepat dan iramanya teratur.
11. Jantung
Detak jantung normal dan frekwensinya teratur
12. Abdomen
Turgor kulit cukup, tak ada meteorismus, keadaan lien dan hepar normal, tidak
teraba benjolan / tumor, gerak peristaltik normal.
13. Kulit
Kebersihan kulit cukup, tidak ada hemangioma, tidak ada oedem, kulit teraba
panas.
14. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas: tak ada oedem, pergerakan normal, pada tangan kiri terpasang
infus sejak8 september 2001, tak ada tanda – tanda flebitis, akral hangat, lila = 14
cm.
Ekstrimitas bawah: tak ada oedem, pergerakan normal, akral hangat.
15. Genetalia
Vulva : kebersihan cukup, tidak tampak keluar sekret, tidak ada oedema
maupun iritasi.
Anus : kebersihan cukup, haemorroid tidak tampak.
D. Pemeriksaan Penunjang
Data Laboratorium
Laboratorium 8 – 9 2001 jam 03.30
Pemeriksaan darah
HB : 12,00 gr % (P 11,4 – 15,1)
Leukosyt : 19 x 109/L (P 4,3 – 11,3)
Trombosyt : 173 x 109/L (150 – 350)
PCV : 0,35 (P 0,38 – 0,42)
Glukosa darah acak : 288 mq/dl (< 200)
Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8 - 5)
Natrium : 133 meq/L (135 - 144)
LP (lumbal pungsi) : Keluarga menolak walaupun sudah diberikan penjelasan
tujuan dan prosedurnya.
Data Lain
Therapi yang diberikan :
8-9-2001 : Ampicilin 3x300 mg IV
Paracetamol 3x100 mg P.O
Diazepam 2,7 mg IV (bila kejang)
Infus D5 ¼ S 500 cc/24 jam.
E. Analisa Data
Tabel Analisa dan Sintesa Data
No Pengelompokan data Kemungkinan Penyebab Diagnosa/masalah
1 Tanggal 8-9-2001 Hipertermia Potensial kejang
jam 11.00 WIB ¯ ulang
S : Ibu mengatakan bahwa gangguan metabolisme
anaknya masih panas dan otak
rewel minta menetek terus, ¯
sebelumnya anak tidak Perubahan
pernah sakit kejang. keseimbangan dari sel
O : keadaan composmentis neuron
Tanda vital : ¯
S : 38,2oC difusi ion kalium dan
N : 132x/mnt natrium
RR : 30x/mnt ¯
Kulit terasa panas, akral Lepas muatan listrik
hangat, anak tampak rewel ¯
dan sedang menetek. Bibir kejang
tampak kering dan pecah-
pecah , turgor kulit cukup.
Pemeriksaan
laboratorium: Hb : 12 gr %
(N : 11,4-15,1)
Leucocyt : 9x109/L
(N : 4,3-11,3)
Trombocyt : 173x109/L
(N : 150-350)
PCV : 0,35
(N : 0,38-0,42)
Glukosa darah acak :
288 mq/dl
(N kurang dari 200)
Elektrolit :
- Kalium : 3,6 meq/L (N :
3,8-5)
- Natrium : 133 meq/L (N :
135-144)
1 Tanggal 8-9-2001 Hipertermia Potensial kejang
jam 11.00 WIB ¯ ulang
S : Ibu mengatakan bahwa gangguan metabolisme
anaknya masih panas dan otak
rewel minta menetek terus, ¯
sebelumnya anak tidak Perubahan
pernah sakit kejang. keseimbangan dari sel
O : keadaan composmentis neuron
Tanda vital : ¯
S : 38,2oC difusi ion kalium dan
N : 132x/mnt natrium
RR : 30x/mnt ¯
Kulit terasa panas, akral Lepas muatan listrik
hangat, anak tampak rewel ¯
dan sedang menetek. Bibir kejang
tampak kering dan pecah-
pecah , turgor kulit cukup.
Pemeriksaan
laboratorium: Hb : 12 gr %
(N : 11,4-15,1)
Leucocyt : 9x109/L
(N : 4,3-11,3)
Trombocyt : 173x109/L
(N : 150-350)
PCV : 0,35
(N : 0,38-0,42)
Glukosa darah acak :
288 mq/dl
(N kurang dari 200)
Elektrolit :
- Kalium : 3,6 meq/L (N :
3,8-5)
- Natrium : 133 meq/L (N :
135-144)
2 Tanggal 8-9-2001 Proses penyakit Gangguan
jam 11.00 WIB (faringitis) pemenuhan nutrisi
S : Ibu mengatakan porsi dari ¯
rumah sakit dihabiskan kesulitan dalam menelan
separuh, pasi (SGM 2) baru ¯
diberikan 2 sendok, lalu asupan nutrisi berkurang
dimuntahkan, anak sering
menetek, dan minum air
putih + 4 - 6x/100cc
O : turgor kulit cukup, wajah
dan telapak tangan tidak
pucat. Konjungtiva tidak
anemis.
BB : 9 kg (N : 11 kg)
Status gizi kurang
Lila : 14 cm
3 Tanggal 8-9-2001 jam 11.00 Kurangnya atau Kurangnya
WIB keterbatasan informasi pengetahuan
S . Ibu bertanya mengapa bisa ¯
terjadi kejang padahal sering bertanya
sebelumnya anak tidak
pernah kejang dan panasnya
belum turun setelah diberi
obat penurun panas.
O : Ibu tampak khawatir dengan
keadaan anaknya. Ibu sering
bertanya tentang keadan
anaknya dan setiap tindakan
yang akan dilakukan.
E. Diagnosa Keperawatan
1. Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi
2. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan yang ditandai
dengan porsi makan tidak dihabiskan, BB kurang dari normal, anak tidak mau PASI.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai dengan
keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
F. Intervensi
3.5
Pelaksanaan
Tabel 3.3
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pada Kasus
Kejang
Demam
Tanggal / Jam
Tanggal 8-9- Diagnosa : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan
2001 hiperthermi
1. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah
Jam 11.30 menyerap keringat
WIB 2. Memberikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3. Memberikan ekstra cairan :
infus : D5 ¼S . 500 cc/24 jam,ASI
Jam 11.31 minum pasi : anak menolak (dimuntahkan)
WIB 4. Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
N : 132x/mnt RR : 30x/mnt
Jam 11.32 Taxila : 38,2oC
WIB 5. Membatasi aktivitas selama anak panas. Terapi : bed rest
6. Memberikan antipiretika dan pengobatan sesuai advise :
Terapi :
- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)
Jam 11.35
- Ampicillin 3x300 mgIV
WIB - Paracetamol 3x100 mg (per oral)
7. Memberikan health education kepada keluarga tentang personal
hygiene : membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2 x/hari, dan
mengolesi bibir dengan madu
Jam 11.40 Diagnosa/masalah : ganggguan pemenuhan nutrisi berhubungan
WIB dengan nyeri saat menelan
1. Memberikan penjelasan pada keluarga tentang penyebab
Jam 07.00 gangguan pemenuhan nutrisi, pentingnya nutrisi bagi tubuh dan cara
WIB mengatasinya
Jam 15.00
2. Memberikan health education kepada keluarga tentang :
WIB - Berikan makanan kepada anak dengan porsi kecil dan
Jam 23.00 frekuensinya sering
WIB - Berikan pasi ditambah dengan madu secara bertahap
3. Melakukan kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit.
TKTP : 900 kalori, 20 gr protein
PASI : 6 x 100 cc/24 jam
4. Mengobservasi intake dan output.
Jam 11.50 PASI : diberi 2-3 sendok lalu dimuntahkan
WIB 5. Melakukan penimbangan BB tiap hari
BB : 9 kg
Tanggal 8-9-
2001
Jam 11.45
WIB
Jam 11.50
WIB
Jam 11.52
WIB
Jam 12.00
WIB
Jam 11.55
WIB
Jam 12.10
WIB
Jam 12.15
WIB
Jam 12.20
WIB
Evaluasi dan Catatatan Perkembangan
1. Diagnosa / masalah : potensial terjadi kejang berulang berhubungan dengan hiperthermi
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 09.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang dan badannya masih
panas, anak masih rewel, ibu sudah membersihkan bibir anaknya dan mengolesi dengan
madu.
O : Kejang ulang tidak terjadi, badan teraba panas akral hangat, turgor kulit baik, anak
tampak rewel, kelembaban bibir cukup, bibir tampak bersih.
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 38oC N : 128 x/mnt RR : 28 x/mnt
A : Tujuan belum berhasil
P : Rencana dipertahankan
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3. Berikan ekstra cairan
Infus : D5 ¼ S 500cc / 24 jam, ASI, PASI : 6 x 100cc
4. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
5. Batasi aktivitas selama anak panas
6. Berikan pengobatan sesuai dengan advis dokter.
Terapi : Valium 2,7 mgIV (bila kejang)
Ampicilin 3 x 300 mgIV
Paracetamol 3 x 100 mg per oral
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang, badannya tidak panas lagi,
anak tidak rewel dan bisa tidur nyenyak, anak kembali ceria lagi.
O : Kejang ulang tidak terjadi kulit tidak teraba panas, turgor kulit baik anak tampak ceria,
infus dilepas sejak jam 09.00 WIB
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 37,2oC N : 100 x/mnt RR : 25 x/mnt
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan
2. Diagnosa / masalah : gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat
menelan
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 10.00 WIB
S : Ibu mengatakan porsi makan yang disediakan dimakan separuh, anak mau minum PASI 2
- 3 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor kulit baik, akral tidak pucat, konjungtiva tidak anemi, PASI yang
diberikan diminum 2 – 3 x 100cc
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.10 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan habis,, PASI
yang diberikan diminum 5 – 6 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor lebih baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih
menetek, anak tampak ceria kembali
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari
Catatan Perkembangan
Tanggal 11-9-2001 jam 08.00 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan habis PASI
yang diberikan diminum 5 – 6 x 100 cc.
O : BB : 9 kg, turgor kurang baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih
menetek, anak tampak ceria dan bisa diajak bercanda
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana hari ini pulang.
3. Diagnosa / masalah : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan
keterbatasan informasi
Evaluasi
Tanggal 8-9-2001 jam 12.30 WIB
S : Ibu mengatakan sudah mengerti tentang penyakit anaknya dan cara pencegahannya.
O : Ibu / keluarga dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan
Keluarga mau dan mampu diikutsertakan dalam proses perawatan,
Keluarga tidak sering bertanya lagi tentang penyakit anaknya,
Keluarga mentaati setiap proses perawatan
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan
BAB IV
ANALISIS JURNAL
Jurnal I
Pembahasan
Subyek dari penelitian ini dipilih anak usia 6–18 bulan karena memiliki insidens meningitis
bacterial yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lain. Disamping memiliki kesesuaian
dengan fokus usia pada rekomendasi AAP untuk melakukan evaluasi prosedur neurodiagnostik
pada anak dengan kejang demam.24 Penelitian kami memperlihatkan kejadian meningitis
bakterialis yang cukup tinggi pada anak dengan kejang. demam pertama usia 6–18 bulan yaitu
39,3%. Penelitian di negara berkembang lain seperti di Pakistan, Iran, dan Nigeria, menunjukkan
bahwa kejadian meningitis ditemukan pada sekitar 25%–30% dari anak yang mengalami kejang
demam.3,20,23 Namun berbeda apabila dibandingkan dengan di negara maju, dengan semakin
baik keadaan sosioekonomi, pelayanan kesehatan, dan cakupan imunisasi Hib dan IPD, telah
menurunkan kejadian meningitis bakterialis pada anak dengan kejang demam menjadi 0,4%
1,2%.25 Ditinjau dari segi usia, meningitis bakterial lebih sering ditemukan pada anak usia 6-
<12 bulan yang mengalami kejang demam pertama (p<0,05). Temuan tersebut harus mendapat
perhatian khusus karena pada anak berusia muda tanda dan gejala meningitis seringkali tidak
khas sehingga sulit membedakan apakah kejang demam yang terjadi merupakan tanda dan gejala
meningitis atau bukan meningitis.24 Lama kejang ≥15 menit pada kelompok meningitis
bakterial ditemukan pada 59,7% subyek, lama kejang ini termasuk dalam kriteria kejang demam
kompleks.25 Penelitian kami menunjukkan bahwa lama kejang ≥15 menit merupakan faktor
risiko utama untuk terjadi meningitis bakterial pada anak usia 6–18 bulan yang mengalami
kejang pertama. Subyek yang mengalami kejang sama atau lebih dari 15 menit memiliki risiko
lebih dari 15 kali lipat untuk mengalami meningitis bacterial dibanding dengan subyek dengan
lama kejang kurang dari 15 menit. Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa meningitis
bakterial dengan gejala pertama kejang demam, pada umumnya kejang demam yang terjadi
berbentuk kejang demam kompleks.3,20,23 Hal lain yang menarik dari hasil penelitian kami
adalah pemberian antibiotik sebelum anak mengalami kejang demam pertama memiliki
hubungan dengan gejala meningitis. Pemberian antibiotik sebelum terjadinya kejang demam
pertama baik sistemik
maupun oral tampaknya berhubungan dengan kejadian meningitis. Rosenberg dkk,26 melakukan
review terhadap pasien meningitis yang mendapat antibiotic oral sebelumnya, ternyata tanda dan
gejala meningitis menjadi tidak khas yaitu hanya berupa kejang demam. Penelitian lain bahkan
menunjukkan bahwa profil LCS mendekati normal dan sulit mendapatkan hasil apus Gram dan
kultur apabila pasien telah mendapat antibiotik >12 jam.27 Hasil penelitian kami diharapkan
dapat menjadi pertimbangan para klinisi dalam mengelola pasien yang
mengalami kejang demam pertama. Tindakan pungsi lumbal perlu dilakukan pada anak kejang
demam pertama usia 6–18 bulan terutama yang mengalami kejang ≥15 menit, dengan
mempertimbangkan pula kondisi lain seperti pemberian antibiotik sebelumnya serta status
imunisasi Hib dan IPD. The American Academy of Pediatrics pada tahun 2011 menyatakan
bahwa status imunisasi Hib dan IPD pasien merupakan salah satu kondisi yang harus
diperhitungkan dalam menentukan apakah pemeriksaan neurodiagnostik seperti pungsi lumbal
perlu dilakukan atau tidak.24 Keterbatasan penelitian ini adalah subyek yang diambil adalah
pasien yang datang ke RSUP Dr. Hasan Sadikin, rumah sakit tipe A yang merupakan rujukan
untuk Propinsi Jawa Barat. Penelitian lanjutan diperlukan dengan mengikutsertakan sejawat di
fasilitas kesehatan primer dan di rumah sakit kota/kabupaten untuk menggambarkan lebih baik
kejadian meningitis bakterial di masyarakat.
Kesimpulan
Prinsip kewaspadaan pada tiap anak usia 6–18 bulan yang mengalami kejang demam pertama
harus diterapkan terutama bila mengalami kejang ≥15 menit karena memiliki risiko tinggi
mengalami meningitis bakterial. Tindakan pungsi lumbal perlu dilaksanakan untuk memastikan
ada/tidaknya meningitis bakterial atau infeksi SSP lain. Keterlambatan penegakkan diagnosis
dan tata laksana akan berbahaya bagi keselamatan pasien di samping meningkatkan
kemungkinan kecacatan di kemudian hari. Penundaan tindakan lumbal pungsi tidak
direkomendasikan pada anak usia 6–18 bulan yang mengalami kejang demam pertama ≥ 15
menit.
Daftar pustaka
1. Hampers LC, Trainer JL, Listernick R. Setting based practice variation in the management of
simple fbrile seizure. Acad Emerg Med 2000; 7:21-7.
2. Verity CM. Do seizures damage the brain? The epidemiological evidence. Arch Dis Child.
1998;78:70-8.
3. Green SM, Rothrock SG, Clem KJ, Zurcher RF, Mellick L. Can seizures be the sole
manifestation of meningitis in febrile children? Pediatrics 1993; 92:527-34.
4. American Academy of Pediatrics, provisional Committee on Quality Improvement,
Subcommittee on Febrile
Seizures. Practice parameter: the neurodiagnostic evaluation of the child with a frst simple
febrile seizure. Pediatrics 1996; 97:769-72.
5. Trainor JL, Hampers LC, Krug SE, Listernick R. Children with frst-time simple febrile
seizures are at low risk of serious bacterial illness. Academic Emerg Med 2001; 8:781-7.
6. Rosman NP. Evaluation of the child who convulses with fever. Pediatr Drugs 2003; 5:457-61.
7. Sadleir LG, Scheffer IE. Febrile seizures. BMJ 2007; 334: 307-11.
8. Novariani M, Herini ES, SY Patria. Faktor risiko sekuele meningitis bakterial pada anak. Sari
Pediatri 2008; 9:342-7.
9. Feigin RD, Cutrer WB. Bacterial meningitis beyond the neonatal period. Feigin RD, Cherry
JD, DemmlerHarrison GJ, Kaplan SL, penyunting. Textbook of pediatric infectious diseases.
Edisi ke-6. Philadelphia. Sauders elsevier; 2009. h. 439 71.
10. Golnik A. Pneumococcal meningitis presenting with a simple febrile seizure and negative
blood-culture result.
Pediatrics 2007; 120:c428-33