BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
perbankan?......................................................................................................16
A. Kesimpulan ...................................................................................................24
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan
pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari system keuangan dan
system pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah
memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari Negara yang bersangkutan,
bank tersebut menjadi "milik" masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya
harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat
Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting,
lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat rantai atau
domino effect, yaitu menular kepada bank-bank yang lain, yang pada gilirannya tidak mustahil
dapat sangat mengganggu fungsi sistem keuangan dan system pembayaran dari negara yang
bersangkutan. Hal ini adalah seperti yang pernah terjadi ditahun 1929-1933 ketika kurang lebih
9000 bank di Amerika Serikat, atau kurang lebih setengah dari jumlah bank yang ada pada
Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada
kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank.
Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah
maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi.
Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan system pembayaran, yang masyarakat
masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka
2
terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat
banyak.
1. Integritas pengurus
Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan
meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan
perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Oleh karena
itu, dalam makalah ini, penulis hendak mendeskripsikan materi terkait rahasia bank, dan apa
Dalam perekonomian di Indonesia bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang
sangat diakui. Keberadaan lembaga keuangan dalam system perekonomian dan sektor
keuangan pada khusunya merupakan hal yang penting. Hal ini terutamaberkaitan dengan
masalah permodalan dan perputaran uang. Kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank
dalam menyalurkan dana adalah pemberian kredit, investasi surat berharga, mendanai transaksi
perdagangan nasional, penempatan dana di bank lain dan penyertaan modal saham. Dalam
praktek lembaga keuangan terdiri dari perbankan dan non perbankan[1]Krisis moneter dan
perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16
perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan
3
simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden
Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan
Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang
terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun
masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah
penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas
pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana
masyarakat. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar pembahasan makalah ini tidak terlalu
melebar, maka penulis membatasinya dengan beberapa rumusan masalah, yakni sebagai
berikut:
4
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai
6. Untuk mengetahui peran atau kedudukan Lembaga Simpan Pinjam dalam perbankan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pengertian mengenai rahasia bank selalu
ditentukan dalam undang-undang yang mengatur lembaga perbankan. Namun demikian, sesuai
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat rumusan tentang rahasia bank itu pun
Mengenai pengertian dan ruang lingkup rahasia bank, sebelum berlakunya UU No. 7
Tahun 1998 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dapat ditemukan dalam UU No. 23
PrP 1960 tentang Rahasia Bank dan dalam UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perbankan.
Adapun rumusan mengenai rahasia bank menurut kedua undang-undang tersebut adalah
Dalam ketentuan Pasal 2 UU No. 23 PrP 1960 tentang Rahasia Bank, dirumuskan bahwa
yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman
dengan langganan bank adalah orang-orang yang mempercayakan uangnya pada bank,
menerima cek, bunga dari bank, dan lain sebagainya, intinya semua orang dari pelaksanaan
6
2. UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan
yang tercatat padanya dan hal lain-lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman
dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan rahasia
bank adalah segala keterangan mengenai keadaan keuangan dari langganan atau nasabah dan
Ketentuan Pasal 36 UU No. 14 Tahun 1967 tersebut tidak secara jelas merumuskan
mengenai rahasia bank. Oleh karena itu, Bank Indonesia membuat suatu penafsiran resmi
mengenai hal tersebut yang dimuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/337 UPPB/PbP
perihal penafsiran tentang Pengertian Rahasia Bank, tanggal 11 September 1969. Menurut
Surat Edaran tersebut hal-hal yang dirahasiakan mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Keadaan keuangan yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang terdapat
pada bank yang meliputi segala simpanan yang tercantum dalam semua pos pasiva, dan segala
pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang
bersangkutan.
b. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,
ialah segala keterangan orang atau badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan dan
usahanya, yaitu:
1) Pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri.
7
3) Pemberian kredit.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 UU No. 7 Tahun 1992, yang dimaksud dengan
rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari
Berkaitan dengan itu, ketentuan Pasal 40 ayat (1) menentukan bahwa bank dilarang
memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari
nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dikemukakan bahwa makna yang terkandung dalam
pengertian rahasia bank adalah larangan-larangan bagi perbankan untuk memberi keterangan
atau informasi kepada siapa pun juga mengenai keadaan keuangan nasabah dan hal-hal lain
yang patut dirahasiakan dari nasabahnya, untuk kepentingan nasabah maupun kepentingan dari
No. 10 Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya. Adapun Pasal 40 ayat (1) di atas diubah menjadi Pasal 40 ayat (1) UU No. 10
Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
mengenai rahasia bank yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 dan UU No. 10 Tahun 1998
memiliki perbedaan. Dalam UU No 7 Tahun 1992 ketentuan rahasia bank tersebut lebih luas,
karena berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan antara nasabah penyimpan dan
8
nasabah peminjam. Adapun ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam UU No. 10 Tahun
1998 lebih sempit, karena hanya berlaku bagi nasabah penyimpan dan simpanannya saja.
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab
apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya
Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan di atas, sesungguhnya bagaimana sifat
dari ketentuan rahasia bank tersebut? Menurut Drs. Muhammad Djumhana, S.H. dalam
bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, terdapat dua teori mengenai rahasia bank, yaitu
sebagai berikut:
Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia nasabah yang
diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan biasa
atau pun keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga
Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan
mengenai nasabahnya, jika untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan
negara atau kepentingan hukum. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak negara di
Pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam UU No. 7 tahun 1992 jo. UU No.
9
10 Tahun 1998 adalah mengacu kepada ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 Tahun
1998 yang menentukan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 41A,
Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (1) tersebut dapatlah diuraikan secara sistematis
Mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ini diatur dalam
Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan
2. Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank yang Telah Diserahkan kepada BUPLN/PUPN
Ketentuan Pasal 41A ayat (1) adalah landasan hukum untuk pembukaan rahasia bank
untuk kepentingan piutang bank yang telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara (BUPLN) atau Panitia Urusan Piutang (PUPN). Secara lengkap ketentuan Pasal
Untuk penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin
kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk
Pembukaan atau penerobosan terhadap ketentuan rahasia bank dapat juga dilakukan
10
dengan alasan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana sebagaimana ditentukan oleh
Pasal 42 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) menentukan bahwa:
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank
Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat
Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau diterobosnya
ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara perdata antara bank dan
nasabahnya di pengadilan. Untuk itu direksi dari bank yang bersangkutan dapat memberikan
Menurut ketentuan Pasal 44 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998, bahwa dalam rangka tukar-
menukar informasi antar bank juga merupakan alasan untuk pembukaan atau penerobosan
Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan
Ketentuan di atas tentu dapat dilakukan jika ada suatu kepentingan dari bank yang
bersangkutan yang berkaitan dengan nasabah tersebut, dan tidak menimbulkan kerugian bagi
nasabah. Oleh sebab itu, pelaksanaan dari ketentuan ini lebih lanjut diatur oleh Bank Indonesia
11
6. Atas Permintaan, Persetujuan atau Kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Ahli Warisnya
dikemukakan di atas, pada dasarnya mengandung suatu kepentingan dari negara, kepentingan
pembukaan atau penerobosan ketentuan rahasia bank atas dasar kepentingan dari nasabah
Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis,
bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasa bah penyimpan pada bank yang
Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari penyimpan yang
tersebut.
Dari ketentuan Pasal 44A ayat (1) dan (2) di atas, menunjukkan bahwa bank
kepada pihak yang diberi kuasa atau ditunjuk oleh nasabah penyimpan dan/atau memberi
keterangan simpanan dari nasabah penyimpan kepada ahli warisnya apabila ia meninggal
dunia.
kewenangan dalam membuka rahasia bank. Kewenangan tersebut didasarkan pada Surat
12
rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 2
Desember 2004. Surat Keputusan Mahkamah Agung RI tersebut diterbitkan sebagai jawaban
atas Surat Gubernur Bank Indonesia No. 6/2/GBI/DHk/Rahasia, tanggal 8 Agustus 2004 yang
meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung untuk menjawab persoalan kewenangan
Dalam Surat Keputusan memuat penegasan hukum, bahwa ketentuan Pasal 12 UU No.
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan ketentuan khusus (lex
prosedur izin membuka rahasia bank sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998, tidak
Ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan
diatur dalam Pasal 40-50 dan dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 mengalami perubahan
dan penambahan. Adapun prinsip atau teori yang mendasari ketentuan rahasia bank di
Indonesia, yaitu prinsip atau teori nisbi. Dengan demikian, pemberian data dan informasi yang
menyangkut kerahasiaan bank kepada pihak lain dimungkinkan, berbeda dengan sistem di
Swiss yang hanya memungkinkan pembukaan rahasia bank apabila ada putusan pengadilan.
Menyangkut mengenai pihak yang harus menyimpan rahasia karena profesi dan pekerjaannya
hampir sama ketentuannya dengan di Swiss, yaitu semua pihak yang berhubungan dengan
bank tidak perlu dipahami sebagai strict law. Jadi, ketentuan tersebut janganlah dipahami apa
adanya sebagaimana tertulis dalam Pasal tersebut yang tercantum dalam peraturan perundang-
13
undangan. Jika terlalu kaku memahami ketentuan yang ada, ketentuan tersebut akan
membelenggu karena disadari bahwa pengertian rahasia bank yang tercantum pasa Pasal 40
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebelum diubah) mempunyai sifat yang
sangat luas ruang lingkupnya dan sifatnya terlalu umum. Karenanya, cukup membingungkan
Namun, ketentuan rahasia bank yang ada telah mengatur mengenai hal-hal pengecualian
tertentu yang memungkinkan untuk dapat diketahuinya suatu rahasia bank dari seseorang.
Adapun mengenai kemungkinan pembukaan kerahasiaan bank dapat dilakukan apabila adanya
1. Perpajakan.
2. Penyelesaian piutang yang ditangani oleh Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia
permintaan pembukaan rahasia bank berdasarkan kuasa dari nasabah penyimpan itu sendiri
Dalam rangka pembukaan rahasia bank karena kepentingan tertentu dan hal tersebut
telah mendapatkan izin dari Pimpinan Bank Indonesia maka bank yang bersangkutan di mana
data tersebut berada wajib memberikan keterangan yang diperlukan tersebut, sebagaimana
Mekanisme dan prosedur permintaan untuk pembukaan rahasia bank, adalah sebagai
berikut:
1. Permohonan ditujukan kepada Pimpinan Bank Indonesia u.p. Urusan Hukum Bank Indonesia.
14
2. Atas permintaan ini Pimpinan Bank Indonesia membahasnya dan kemudian memberikan
keputusannya apakah memberikan atau menolaknya. Penolakan oleh Bank Indonesia selambat-
3. Apabila permintaan tersebut tidak memenuhi persyaratan, dilakukan penolakan. Begitu pula
sebaliknya, apabila telah memenuhi persyaratan, diizinkan pembukaan rahasia bank tersebut.
Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan perbankan. Pertama, tindak pidana yang
dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia
dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafilisi untuk memberikan keterangan yang
harus dirahasiakan oleh bank. Hal ini di tentukan oleh Pasal 47 ayat (1). Kedua, tindak pidana
yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau pihak terafiliasi
lainnya, yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tersebut berbunyi sebagai berikut:
1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pemimpin Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa
bank atau pihak terfiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekuran-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4
2) Anggota dewan komisaris,direksi,pegawai bank atau pihak teafiliasi lainnya yang dengan
sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan
pidana sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda
15
sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
E. Apa Saja Peran atau Kedudukan Lembaga Simpan Pinjam dalam Perrbankan?
Sebelum menjelaskan peran atau tugas LPS dalam menjamin simpanan nasabah dan
koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, LPS, Kementerian
sebagai tim sepakbola ada penyerang, pemain tengah, bek (pemain belakang) dan kiper. Setiap
posisi punya peran masing-masing. Jika dianalogikan dengan sistem perbankan kita memiliki
fungsi masing-masing. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan sebagai ujung tombak (front
office). Dengan perannya mengatur dan mengawasi mikroprudensial dengan kuat dan efektif,
OJK diharapkan mampu mendorong perbankan untuk mencapai goal (tujuan), yaitu sistem
perbankan yang sehat, stabil, bertumbuh, dan bermanfaat bagi rakyat banyak. Selain itu,
dengan mengidentifikasi permasalahan secara dini dan tindakan perbaikan yang segera (prompt
corrective actions) diharapkan permasalahan perbankan dapat diatasi pada stadium awal.
Adapun tujuan OJK dibentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
2. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
16
Oleh karena itu berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK,
bahwa OJK menginformasikan kepada LPS mengenai bank bermasalah yang sedang dalam
Selanjutnya di belakang OJK berdiri Bank Indonesia (BI) sebagai lini tengah berperan
mengatur kebijakan makroprudensial (moneter dan sistem pembayaran) yang kondusif bagi
Konkretnya, saat sebuah bank menghadapi masalah likuiditas, BI bisa memberikan fasilitas
menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan melaksanakan resolusi
(penyehatan) bank gagal. Bank gagal dan bank yang dicabut izinnya pada umumnya
Tahun 2011, LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi,
tugas dan wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK, karena pada dasarnya
lingkup pemeriksaan LPS terhadap bank meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan, tingkat
bunga, kredit macet dan tercatat, bank bermasalah, kualitas aset, dan kejahatan di sektor
perbankan. Selanjutnya berdasarkan Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, Bank
Indonesia dan LPS wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara
Jika ketiga pertahanan tersebut tidak mampu bertahan juga, Kementerian Keuangan
adalah pemain terakhir yang diharapkan mampu menjaga gawang tetap aman. Kemenkeu
sebagai pemegang otoritas terhadap fiskal dan koordinator FSN mampu memberikan kebijakan
17
untuk menjaga sistem perbankan tetap stabil. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan
Operasionalisasi dari Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dengan anggota terdiri atas:
dipimpin salah seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan. Dalam kondisi normal,
FKSSK:
3. membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat
Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner
LPS yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah tejadi krisis pada sistem keuangan,
masing-masing dapat mengajukan ke FKSSK untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan
langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. .(zullfi diane zaini 2006 : 66)
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan
Ketua Dewan Komisioner LPS berwenang mengambil dan melaksanakan keputusan untuk dan
atas nama institusi yang diwakilinya dalam rangka pengambilan keputusan FKSSK dalam
Kebijakan FKSSK yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat
18
persetujuan DPR. Keputusan DPR wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 24 jam sejak
pengajuan persetujuan.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah bagian dari sistem Jaring Pengaman
Sektor Keuangan (JPSK)/anggota FKSSK bersama dengan BI, Menteri Keuangan, dan OJK.
FKSSK menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pencegahan
dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Keputusan FKSSK yang terkait dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal (bank
LPS melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah FKSSK
menyerahkan penanganannya kepada LPS. LPS melakukan peyelesaian atau penanganan bank
pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama. Penanganan Bank
Gagal yang berdampak sistemik dengan mengikutsertakan pemegang saham lama (open bank
1. pemegang saham Bank Gagal telah menyetor modal sekurang-kurangnya 20 persen dari
2. ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat kesediaan untuk:
5. dan tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS dalam hal proses penanganan tidak
berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
19
7. penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
9. struktur permodalan dan susunan pemegang saham tiga tahun terakhir daninformasi lainnya
yang terkait dengan aset, kewajiban dan permodalan bank yang dibutuhkan LPS. ( zulkarnain
Terhitung sejak LPS menetapkan untuk melakukan penanganan Bank Gagal yang
berdampak sistemik dengan penyertaan modal dengan pemegang saham, berdasarkan UU No.
24 Tahun 2004:
1. pemegang saham dan pengurus bank melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala hak,
2. pemegang saham dan pengurus bank tidak dapat menuntut LPS dalam hal proses penanganan
tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
LPS bertanggung jawab atas kekurangan biaya penanganan Bank Gagal setelah
perkiraan biaya penanganan. Biaya penanganan Bank Gagal yang dikeluarkan oleh LPS
menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank. LPS wajib menjual seluruh saham bank
dalam penanganan paling lama tiga tahun sejak penyerahan segala hak, kepemilikan,
kepengurusan dan/atau kepentingan lain pada bank dimaksud. Penjualan saham dilakukan
secara terbuka dan transparan dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang
optimal bagi LPS, paling sedikit sebesar seluruh penempatan modal sementara yang
dikeluarkan oleh LPS. Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal tidak dapat diwujudkan
dalam jangka waktu paling lama tiga tahun maka dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya dua
20
Selanjutnya dalam hal tingkat pengembalian yang optimal yaitu 3 tahun dan paling
sedikit tingkat pengembalian sebesar seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan
oleh LPS tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan 2 kali dengan masing-
masing perpanjangan selama 1 tahun, LPS menjual saham bank tanpa memperhatikan
ketentuan tingkat pengembalian yang optimal, tanpa memperhatikan modal sementara yang
dikeluarkan oleh LPS dalam jangka waktu satu tahun berikutnya. ( Thomas Suyatno 2005 :
102)
Penjelasan di atas adalah peran LPS dalam melakukan penanganan Bank Gagal yang
berdampak sistemik dengan penyertaan modal oleh pemegang saham. Sedangkan penanganan
bank gagal berdampak sistemik tanpa penyertaan modal oleh pemegang saham serta
penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik yang merupakan tugas dan tanggung
mempunyai kewenangan diantaranya menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank
Gagal yang diselamatkan. Kemudian LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk
giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu. Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak
Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). Nilai yang dijamin diharapkan dapat melindungi
seluruh simpanan yang dimiliki oleh nasabah kecil yang merupakan sebagian besar nasabah
bank di Indonesia.
Namun demikian, berdasarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU
No. 24 Tahun 2004 Tentang LPS bahwa Nilai Simpanan yang dijamin dapat diubah apabila
21
3. jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kuran dari 90% dari jumlah
5. Selanjutnya, kemungkinan bisa saja terjadi bahwa klaim penjaminan dinyatakan tidak layak
7. nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; misalnya nasabah
8. nasabah Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat,
misalnya penerima kredit yang kreditnya macet. ( Thomas Suyatno 2005 : 102)
Sehubungan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (1) di atas, yang perlu dipermasalahkan
apakah pihak yang memaksa dapat di tuntut telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal
47 ayat (1), sekalipun pihak yang memaksa tidak sampai berhasil membuat pihak bank atau
pihak terafiliasi memberikan keterangan yang diminta secara paksa. Ataukah pihak yang
memaksa dapat dikenai pidana karena melakukan percobaan tindak pidana berdasarkan Pasal
47 ayat (1). Menurut Remy Sjehdeini, karena tindak pidana yang ditentukan dalam Pasal 47
ayat (1) itu merupakan tindak pidana formal, maka pihak yang memaksa tersebut dapat saja di
tuntut dan dikenai pidana sekalipun tidak sampai berhasil membuat pihak terafiliasi
Mengenai mereka yang termasuk angka 1 di atas tidak di atur oleh Undang-undang
sebagai hal yang di larang, tetapijuga tidak menentukan sebagai hal yang di perbolehkan.
Penggunaan keterangan yang di peroleh dalam rangka pengecualian itu hanya terbatas kepada
22
Kemudian kepada mereka yang termasuk angka 2 di atas, dalam hal nasabah
berpendapat telah di rugikan sebagai akibat penggunaan keterangan tentang nasabah itu oleh
mereka yang memperoleh keterangan itu dari pihak bank yang membocorkannya secara
bertentangan dengan rahasia bank, maka nasabah tersebut dapat mengajukan ganti kerugian
kepada mereka berdasarkan “pebuatan melawan hukum” sebagaimana diatur oleh Pasal 1365
KUH Perdata.
23
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian materi di atas, penulis menarik beberapa poin penting dalam
1. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 UU No. 7 Tahun 1992, yang dimaksud dengan rahasia
bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah
Selanjutnya ketentuan Pasal 1 angka 16 tersebut diubah menjadi Pasal 1 angka 28 UU No. 10
Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
2. Tinjauan teori tentang rahasia bank menunjukkan ada dua pendapat. Pertama, teori mutlak,
yaitu bahwa bank berkewajiban menyimpan rahasia nasabah yang diketahui oleh bank karena
kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun. Kedua, teori nisbi, yaitu bank diperbolehkan
membuka rahasia nasabahnya jika untuk suatu kepentingan yang mendesak, misalnya
kepentingan negara.
3. Berdasarkan ketentuan dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ada beberapa
b. Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank yang Telah Diserahkan kepada BUPLN/PUPN
f. Atas Permintaan, Persetujuan atau Kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Ahli Warisnya.
24
g. Pengecualian terhadap KPK atas ketentuan rahasia bank yang didasarkan pada Surat Edaran
rahasia bank.
4. Ketentuan rahasia bank di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan diatur dalam Pasal 40-50 dan dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Adapun prinsip atau teori yang mendasari ketentuan rahasia bank di Indonesia,
5. Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan perbankan. Pertama, tindak pidana yang
dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia
dengan sengaja memaksa bank. Kedua, tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Dewan
Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau pihak terafiliasi lainnya, yang dengan sengaja
masyarakat terhadap dunia perbankan setelah terjadinya krisis moneter yang mengakibatkan
simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai
kewenangannya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsinya, LPS mempunyai tugas
Sistem Keuangan (FKSSK), yang salah satu anggotanya adalah LPS. LPS melakukan
25
penanganannya kepada LPS. dan LPS menjamin simpanan nasabah sesuai peraturan
perundang-undangan.
Simpanan sebenarnya hampir sam dengan bank konvensionsesuai akad awal yang dipakai oleh
nasabah pada saat awal melakual. Namun yang ada dalam perbankan syariah adalah sesuai
26
DAFTAR PUSTAKA
Bakti.
Media Group.
Sutedi, Adrian. (2008). Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2004
Tentang LPS.
Diane Zaini, Zulfi. 2006. Aspek Hukum dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan.:UBL
Indonesia.Jakarta:Grafika
http://www.lps.go.id/web/guest/penjaminan-
simpanan;jsessionid=9BB6D6C1EC1B02FB9E978B8A87379B26
27