Anda di halaman 1dari 18

A.

Latar Belakang

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan
dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan
logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam
matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu
berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan.
Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak
tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Semenjak Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat; maka seme
Jnjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi menarik perhatian. Dan lahirlah
pada abad 18 cabang filsafat yang disebut sebagai filsafat pengetahuan (theory of knowledge atau
epistemology). Melalui cabang filsafat ini diterangkan sumber serta tatacara untuk menggunakan sarana
dan metode yang sesuai guna mencapai pengetahuan ilmiah. Diselidiki pula evidensi dan syarat-syarat
yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, serta batas batas validitasnya.

Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat mulai menyempit
yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan intelektual (intelectual
curiosity), juga filsafat pada masa ini ialah menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu pertanyaan yang tidak
dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat banyak diartikan oleh para ahli secara berbeda,
perbedaan konotasi filsafat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda
serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James melihat konotasi filsafat sebagai kumpulan
pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada
sifatnya ialah usaha menjawab, objeknya ultimate question. Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai
perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna (1974: 11) menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai
pandai, cinta, pada kebijakan, dan sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971: 11)
mengatakan filsafat menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta,
dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang
dapat dicapai akal manusia dan bagiamana sikap manusia itu harus setelah mencapai pengetahuan itu,
dan masih banyak pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.

B. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Agar mahasiswa tahu tentang perkembangan filsafat.

2. Agar para mahasiswa mengetahui tentang macam-macam aliran dalam filsafat.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang perkembangan aliran filsafat serta memamahami aliran-
aliran filsafat dalam kehidupan.

A. Pengertian Filsafat

Filsafat secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu atau hikmah, jadi filsafat
secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab
falsafah dari bahasa Yunani, philosophia: philos berarti cinta (loving), Sophia berarti pengetahuan atau
hikmah (wisdom), jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Pelaku
filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan sebagai pelaku
aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles
(filosof Yunani kuno) mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang
disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat mengalami
perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu
pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di
dalamnya etika).

Filsafat menempatkan pengetahuan sebagai sasaran, maka dengan demikian pengetahuan tidak
terlepas dari pendidikan. Jadi, filsafat sangat berpengaruh dalam aktifitas pendidikan seperti
manajemen pendidikan, perencanaan pendidikan, evaluasi pendidikan, dan lain-lain. Karena ada
pengaruh tersebut, maka dalam makalah ini mencoba untuk membahas tentang keterkaitan paradigma
aliran-aliran filsafat tersebut dengan kajian pendidikan khususnya manajemen pendidikan.

B. Perkembangan Filsafat

Masyarakat primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan
fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi logo-sentris membuat manusia bisa
membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu ke-luar dari mitologi dan memperoleh dasar
pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal ma-nusia menggunakan rasio untuk meneliti serta
mempertanyakan dirinya dan alam raya. Pertama, Filsafat kuno dan abad pertengahan Di masa ini,
pertanyaan tentang asal usul alam mulai dijawab dengan pendekat-an rasional, tidak dengan mitos.
Subjek (manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika (akal pikiran) mulai
dominan. Sebelum era Socrates, kaji-an difokuskan pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik.
Menurut Heraklitos (535-475 SM), realita di alam selalu berubah, tidak ada yang tetap (api sebagai
simbol perubahan di alam) sementara Parmenides (515-440 SM) mengatakan bahwa realita di alam
merupakan satu kesatuan yang tidak bergerak sehingga perubahan tidak mungkin terjadi.

Pada era Socrates, kajian filosofis mulai menjurus pada manusia dan mulai ada pemikiran bahwa tidak
ada kebenaran yang absolut. Beberapa filosof populernya adalah Socrates (479-399 SM), Plato (427-437
SM) dan Aristotles (384-322 SM). Socrates mendefinisikan, menganalisis dan mensintesa kebenaran
objektif yang universal melalui metode dialog (dialektika). Satu pertanyaan dijawab dengan satu
jawaban.

Plato mengembangkan konsep dualisme (adanya bentuk dan persepsi). Ide yang ditangkap oleh pikiran
(persepsi) lebih nyata dari objek material (bentuk) yang dilihat indra. Sifat persepsi tidak tetap dan bisa
berubah, sementara bentuk adalah sesuatu yang tetap. Aristotles menyatakan bahwa materi tidak
mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Filsuf ini juga memperkenalkan silogisme, yaitu penggunaan
logika berdasarkan analisis bahasa guna menarik kesimpulan. Silogisme memiliki dua premis mayor dan
satu ke-simpulan sehingga, suatu pernyataan benar harus sesuai dengan minimal dua pernyataan
pendukung. Logika ini disebut juga dengan logika deduktif yang mengukur valid tidak-nya sebuah
pemikiran.

Pada abad pertengahan (abad 12–13 SM) mulai dilakukan analisis rasional terha-dap sifat-sifat alam dan
Allah, analisis suatu kejadian/materi, bentuk, ketidaknampakan, logika dan bahasa. Salah satu filsufnya
adalah Thomas Aquinas (1225-1274). Kedua, Filsafat modern (abad 15 sampai dengan sekarang)
Berkembang beberapa paham yang menguatkan kedudukan humanisme sebagai dasar dalam
perkembangan hidup manusia dan pengetahuan. Paham rasionalisme menyatakan bahwa akal
merupakan alat terpenting untuk memperoleh dan menguji pengetahuan.

C. Faham dan Aliran Filsafat

1. Utilitarianisme

Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau
menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest
happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy
Bentham dan muridnya, John Stuart Mill.
Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna,
berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak
berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi
berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan
perbuatan.

2. Idealisme

Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih
menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri
dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.
Kata idealisme pun merupakan istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz
pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan
materialisme Epikuros.

Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke
hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam
pengklarifikasian filsafat. Tokoh-tokoh lain cukup banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison,
Edmund Husserl, Messer dan sebagainya.

3. Rasionalisme

Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran
haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui
iman, dogma, atau ajaran agama.

Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara
besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit
kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas
terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan
pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali

4. Pragmatisme

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang
bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting
melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu. Dasar dari
pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata
merupakan fakta-fakta individual dan konkret. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima
begitu saja.

Representasi atau penjelmaan realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan
merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan.
Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar
kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat
di dalam sejarah.

5. Empirisme

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari
pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah
pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah
David Hume, George Berkeley dan John Locke.
A. Latar Belakang

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan
dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan
logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam
matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu
berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan.
Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak
tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Semenjak Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat; maka semenjak itu
pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi menarik perhatian. Dan lahirlah pada abad
18 cabang filsafat yang disebut sebagai filsafat pengetahuan (theory of knowledge atau epistemology).
Melalui cabang filsafat ini diterangkan sumber serta tatacara untuk menggunakan sarana dan metode
yang sesuai guna mencapai pengetahuan ilmiah. Diselidiki pula evidensi dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, serta batas batas validitasnya.

Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat mulai menyempit
yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan intelektual (intelectual
curiosity), juga filsafat pada masa ini ialah menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu pertanyaan yang tidak
dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat banyak diartikan oleh para ahli secara berbeda,
perbedaan konotasi filsafat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda
serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James melihat konotasi filsafat sebagai kumpulan
pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada
sifatnya ialah usaha menjawab, objeknya ultimate question. Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai
perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna (1974: 11) menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai
pandai, cinta, pada kebijakan, dan sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971: 11)
mengatakan filsafat menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta,
dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang
dapat dicapai akal manusia dan bagiamana sikap manusia itu harus setelah mencapai pengetahuan itu,
dan masih banyak pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.

B. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Agar mahasiswa tahu tentang perkembangan filsafat.

2. Agar para mahasiswa mengetahui tentang macam-macam aliran dalam filsafat.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang perkembangan aliran filsafat serta memamahami aliran-
aliran filsafat dalam kehidupan.

A. Pengertian Filsafat

Filsafat secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu atau hikmah, jadi filsafat
secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab
falsafah dari bahasa Yunani, philosophia: philos berarti cinta (loving), Sophia berarti pengetahuan atau
hikmah (wisdom), jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Pelaku
filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan sebagai pelaku
aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles
(filosof Yunani kuno) mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang
disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat mengalami
perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu
pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di
dalamnya etika).

Filsafat menempatkan pengetahuan sebagai sasaran, maka dengan demikian pengetahuan tidak
terlepas dari pendidikan. Jadi, filsafat sangat berpengaruh dalam aktifitas pendidikan seperti
manajemen pendidikan, perencanaan pendidikan, evaluasi pendidikan, dan lain-lain. Karena ada
pengaruh tersebut, maka dalam makalah ini mencoba untuk membahas tentang keterkaitan paradigma
aliran-aliran filsafat tersebut dengan kajian pendidikan khususnya manajemen pendidikan.

B. Perkembangan Filsafat

Masyarakat primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan
fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi logo-sentris membuat manusia bisa
membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu ke-luar dari mitologi dan memperoleh dasar
pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal ma-nusia menggunakan rasio untuk meneliti serta
mempertanyakan dirinya dan alam raya. Pertama, Filsafat kuno dan abad pertengahan Di masa ini,
pertanyaan tentang asal usul alam mulai dijawab dengan pendekat-an rasional, tidak dengan mitos.
Subjek (manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika (akal pikiran) mulai
dominan. Sebelum era Socrates, kaji-an difokuskan pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik.
Menurut Heraklitos (535-475 SM), realita di alam selalu berubah, tidak ada yang tetap (api sebagai
simbol perubahan di alam) sementara Parmenides (515-440 SM) mengatakan bahwa realita di alam
merupakan satu kesatuan yang tidak bergerak sehingga perubahan tidak mungkin terjadi.

Pada era Socrates, kajian filosofis mulai menjurus pada manusia dan mulai ada pemikiran bahwa tidak
ada kebenaran yang absolut. Beberapa filosof populernya adalah Socrates (479-399 SM), Plato (427-437
SM) dan Aristotles (384-322 SM). Socrates mendefinisikan, menganalisis dan mensintesa kebenaran
objektif yang universal melalui metode dialog (dialektika). Satu pertanyaan dijawab dengan satu
jawaban.

Plato mengembangkan konsep dualisme (adanya bentuk dan persepsi). Ide yang ditangkap oleh pikiran
(persepsi) lebih nyata dari objek material (bentuk) yang dilihat indra. Sifat persepsi tidak tetap dan bisa
berubah, sementara bentuk adalah sesuatu yang tetap. Aristotles menyatakan bahwa materi tidak
mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Filsuf ini juga memperkenalkan silogisme, yaitu penggunaan
logika berdasarkan analisis bahasa guna menarik kesimpulan. Silogisme memiliki dua premis mayor dan
satu ke-simpulan sehingga, suatu pernyataan benar harus sesuai dengan minimal dua pernyataan
pendukung. Logika ini disebut juga dengan logika deduktif yang mengukur valid tidak-nya sebuah
pemikiran.

Pada abad pertengahan (abad 12–13 SM) mulai dilakukan analisis rasional terha-dap sifat-sifat alam dan
Allah, analisis suatu kejadian/materi, bentuk, ketidaknampakan, logika dan bahasa. Salah satu filsufnya
adalah Thomas Aquinas (1225-1274). Kedua, Filsafat modern (abad 15 sampai dengan sekarang)
Berkembang beberapa paham yang menguatkan kedudukan humanisme sebagai dasar dalam
perkembangan hidup manusia dan pengetahuan. Paham rasionalisme menyatakan bahwa akal
merupakan alat terpenting untuk memperoleh dan menguji pengetahuan.

C. Faham dan Aliran Filsafat

1. Utilitarianisme

Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau
menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest
happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy
Bentham dan muridnya, John Stuart Mill.
Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna,
berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak
berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi
berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan
perbuatan.

2. Idealisme

Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih
menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri
dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.
Kata idealisme pun merupakan istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz
pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan
materialisme Epikuros.

Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke
hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam
pengklarifikasian filsafat. Tokoh-tokoh lain cukup banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison,
Edmund Husserl, Messer dan sebagainya.

3. Rasionalisme

Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran
haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui
iman, dogma, atau ajaran agama.

Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara
besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit
kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas
terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan
pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali

4. Pragmatisme

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang
bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting
melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu. Dasar dari
pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata
merupakan fakta-fakta individual dan konkret. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima
begitu saja.

Representasi atau penjelmaan realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan
merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan.
Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar
kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat
di dalam sejarah.

5. Empirisme

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari
pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah
pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah
David Hume, George Berkeley dan John Lock.

6. Positivisme
Istilah positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunut asalnya ke
pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat, positivisme adalah cara
pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Penganut paham positivisme
meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena
masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.

7. Materialisme
Kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Materi dapat dipahami sebagai bahan; benda;
segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala
sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Sementara itu, orang-orang yang
hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai materialis. Orang-orang ini adalah para
pengusung paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata
(harta,uang,dsb). Maka materilisme adalah paham yang menyatakan bahwa hal yang dapat
dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua
fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Kemudian, istilah
inipun sering digunakan dalam filsafat.

Filsuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros. Ia merupakan salah satu
filsuf terkemuka pada masa filsafat kuno. Selain Epikuros, filsuf lain yang juga turut
mengembangakan aliran filsafat ini adalah Demokritos dan Lucretius Carus. Pendapat mereka
tentang materialisme, dapat kita samakan dengan materialisme yang berkembang di Prancis pada
masa pencerahan. Dua karangan karya La Mettrie yang cukup terkenal mewakili paham ini
adalah L'homme machine (manusia mesin) dan L'homme plante (manusia tumbuhan).

Dalam waktu yang sama, di tempat lain muncul seorang Baron von Holbach yang
mengemukakan suatu materialisme ateisme. Materialisme ateisme serupa dalam bentuk dan
substansinya, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Jiwa sebetulnya sama dengan
fungsi-fungsi otak. Pada Abad 19, muncul filsuf-filsuf materialisme asal Jerman seperti
Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel. Merekalah yang kemudian meneruskan
keberadaan materialisme.

8. Humanisme
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan
dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan
manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga
mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang
hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu. Humanisme modern dibagi kepada dua
aliran. Humanisme keagamaan/religi dan Humanisme Sekular.

Diantara tokoh-tokoh Humanisme: Abraham Maslow, Albert Einstein, Bertrand Russell, Carl
Rogers, Cicero, Edward Said, Erasmus, Gene Roddenberry, Hans-Georg Gadamer, Dr. Henry
Morgentaler, Isaac Asimov, Israel Shahak, Jacob Bronowski.

9. Feminisme
Tokoh feminisme disebut Feminis adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi
atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Mengenai latar belakang lahirnya gerakan
feminisme adalah ketika pada waktu itu setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis
pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki
dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun
bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas
milik dan pekerjaan. Oleh karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki
dihadapan hukum.

Pada 1785 perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di
Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda. Gerakan feminisme berkaitan dengan Era
Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de
Condorcet. Sedangkan mengenai tokoh-tokoh yang terkenal dalam faham feminisme diantaranya
adalah Foucault, Naffine, Derrida (Derridean)

10. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan
mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan
karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.
Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat
kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal
kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan
doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi
terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.

Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang
terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas,
maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering
muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas?
atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung
jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka
batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.

Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi “seorang yang lain daripada yang
lain”, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia,
tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari
eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung
jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita
akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi
yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang
tua, atau keinginan sendiri.

KESIMPULAN

Filsafat adalah hasil pemikiran ahli-ahli filsafat atau filosof-filosof sepanjang zaman diseluruh
dunia. Sejarah pemikiran filsafat yang amat panjang dibandingkan dengan sejarah ilmu
pengetahuan, telah memperkaya khazanah (perbendaharaan) ilmu filsafat. Sebagai ilmu
tersendiri filsafat tidak saja telah menarik minat dan perhatian para pemikir, tetapi bahkan filsafat
telah amat banyak mempengaruhi perkembangan keseluruh budaya umat manusia. Filsafat telah
mempengaruhi sistem politik, sistem sosial, sistem ideologi semua bangsa-bangsa-bangsa. Juga
filsafat mempengaruhi sistem ilmu pengetahuan itu sendiri, yang tersimpul di dalam filsafat ilmu
pengetahuan tertentu seperti filsafat huku, filsafat ekonomi, filsafat ilmu kedoteran, filsafat
pendidikan dan sebagainya. Akhirnya yang pokok dari semua iatu, filsfat telah mempengaruhi
sikap hidup, cara berpikir, kepercayaan atau ideologinya. Filsafat telah mewarisi subyek atau
pribadi sedemikian kuat, sehingga tiap orang menjadi penganut suatu faham filsafat baik sadar
maupun tidak, langsung ataupun tidak langsung.

Ajaran filsafat pada dasarnya adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat
tentang sesuatu secara fundamental. Perbedaan-perbedaan cara dalam meng-approach suatu
masalah akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda tentang masalah yang
sama. Perbedaan-perbedaan itu dapat juga disebabkan latar belakang pribadi para ahli tersebut, di
samping pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Kenyataan-
kenyataan itu melatar belakangi perbedaan-perbedaan tiap-tiap pokok suatu ajaran filsafat. Dan
oleh penelitian para ahli kemudian, ajaran filsafat tersebut disusun dalam satu sistematika dengan
kategori tertentu. Klasifikasi inilah yang melahirkan apa yang kita kenal sebagai suatu aliran
(sistem) suatu ajaran filsafat. Suatu ajaran filsafat dapat pula sebagai produk suatu zaman,
produk suatu cultural and social matrix. Dengan demikian suatu ajaran filsafat dapat merupakan
reaksi dan aksi atas sesuatu realita di dalam kehidupan manusia. Filsafat dapat berbentuk cita-
cita, idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan suatu pola kehidupan tertentu.

Terkhusus pada bidang filsafat awal mula timbulnya berasal dari rasa ingin tahu kemudian
terbentuklah mitos yang mempercayai keberadaan sifat gaib yaitu roh-roh di balik alam jagat
raya ini, dan ini dipercayai oleh orang dahulu sebagai suatu kebenaran. Selanjutnya rasa kritis
pun mulai menderai orang-orang atas kebenaran mitos itu rasa sangsi pun muncul, lalu ingin
kepastian, timbulnya pertanyaan dan rasa-rasa tersebut adalah dasar timbulnya filsafat.
Berdasarkan kenyataan sejarah, filsafat bukanlah semata-mata hasil perenungan, hasil pemikiran
kreatif yang terlepas daripada pra kondisi yang menantang. Paling sedikit, ide-ide filosofis
adalah jawaban terhadap problem yang menentang pikiran manusia, jawaban atas ketidak tahuan,
atau verifikasi tentang sesuatu. Filsafat juga merupakan usaha meneuhi dorongan-dorongan
rasional manusiawi demi kepuasan rohaniah, untuk kemantangan pribadi, untuk integritas.

Sekularisme adalah sistem etika plus filsafat yang bertujuan memberi interpretasi atau pengertian terhadap
kehidupan manusia tanpa percaya kepada Tuhan, kitab suci, dan hari akhir. Sekularisme sebagai suatu
sistem etika yang di dasarkan atas prinsip-prinsip moralitas alamiah san bebas dari agama wahyu
A. Rasionalisme

Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan
yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek. Bagi aliran ini, kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan
kelemahan alat indera dapat dikoreksi, seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak
mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan
untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja,
tetapi sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata akal.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan
bukannya didalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang
sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya ada dalam pikiran kita
dan hanya diperoleh dengan akal budi saja. Akal, selain bekerja karena ada bahan dari indera,
juga akal dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali,
jadi akal dapat juga menghasilkan pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstraks.
Dari penjabaran diatas, yaitu aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan
yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan yang
diperoleh melalui akal lah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu
mutlak. Teladan yang dikemukakan adalah ilmu pasti. Tokoh-tokoh filsafat rasionalisme
diantaranya:
1. Rene Descartes (1596-1650)
Arti Descrates terletak disini, bahwa ia telah memberi suatu arah yang pasti kepada pemikiran
modern, yang menjadikan orang dapat mengerti aliran-aliran filsafat yang timbul kemudian
daripada dia, yaitu idealisme dan positivisme.
2. Gootfried Eihelm Von Leibniz
Metafisikannya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad.
Substabsi pada Leibniz ialah prinsip akal yang mencukupi, yang sederhana dapat dirumuskan
“sesuatu harus mempunyai alasan”.
3. Blaise Pascal
Filsafat Pascal mewujudkan suatu dialog diantara manusia yang konkrit dengan Allah. Di dalam
realitas hidup manusia terdapat tiga macam tertib, yaitu: tertib bendawi, tertib rohani, dan tertib
kasih.
4. Spinoza
Ajaran Spinoza di bidang metafisika menunjukkan kepada suatu ajaran monistis yang logis, yang
mengajarkan bahwa dunia sebagai keseluruhan, mewujudkan suatu substansi tunggal.

B. Empirisme
kata ini berasal dari kata Yunani empeirisko artinya pengalaman. Menurut aliran ini
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Pengetahuan inderawi
bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang
lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang ditangkap sesuai
dengannya. Masing-masing indera menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau
makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera
dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
John Locke, bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula rasa (sejenis buku
catatan kosong). Maksudnya ialah bahwa manusia pada mulanya kosong dari pengetahuan,
lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula
tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama menjadi kompleks, lalu tersusunlah
pengetahuan berarti. Jadi pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakan bahwa manusia tidak membawa
pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan
memberikan dua hal, yaitu:
1. Kesan-kesan (impression)
2. Ide-ide (ideas)
Diantara tokoh dan pengikut aliran empirisme adalah:
1. Francis Bacon (1210-1292 M)
2. Thomas Hobbes (1588-1679 M)
3. John Locke (1632-1704 M)
4. David Hume (1711-1776 M)
5. Herbert Spencer (1820-1903 M)
Jadi, dalam empirisme sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data
empiris yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu sebatas
ide yang kabur. Namun aliran ini mempunyai banyak kelemahan, antara lain:
1. Indera terbatas
2. Indera menipu
3. Objek yang menipu
4. Berasal dari indera dan objek sekaligus.

C. Kritisisme
Aliran ini dimulai di inggris, kemudian prancis dan selanjutnya menyebar keseluruh
eropa, terutama di Jerman. Dijerman pertentangan antara aliran rasionalisme dan empirisme terus
berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Aliran filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah
filsafat yang di introdusir oleh Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan
menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.
Pertentangan antara rasionalisme dan empirisme dicoba untuk diselesaikan oleh Kant
dengan kritisismenya. Adapun ciri-ciri kritisisme diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek bukan pada objek.
b. Menegaskan keterbatasn kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikiat
sesuatu.
Pendirian aliran rasionalisme dan empirisme dangat bertolak belakang. Immanuel Kant
mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan kritisisme.
Untuk itulah ia menulis 3 buku yang berjudul:
1. Kritik der Rainen Vernuft (kritik atas rasio murni)
2. Kritik der Urteilskraft (kritik atas dasar pertimbangan)
3. Kritik rasio praktis
Menurut Kant, dalam pengenalan inderawi selalu sudah ada 2 bentuk apriori, yaitu ruang
dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subyek sendiri. Memang ada suatu realitas
terlepas dari subyek yang mengindera, tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya
mengenali gejala-gejala yang merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luas dengan
bentuk ruang dan waktu. Melalui filsafatnya, Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia
ilmu pengetahuan.
Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak
rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi
pembukaan realitas pada diri subjeknya, lepas dari pengalaman. Dan berikut kami paparkan
kritik terhadap rasionalisme, empirisme dan kombinasi antara keduanya:
1. Kritik Terhadap Rasionalisme
dalam hal ini ada tiga macam kritik yang dilontarkan Kant yaitu:
a. Critique of Pure Reason (kritik atas rasio murni)
Menurut Kant, baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha
menjelaskan bahwa pengalaman manusia merupakan perpaduan antara sintesa unsur-unsur
apriori dengan unsur-unsur aposteriori.
b. Critique of Practical Reason (kritik atas rasio praktis)
Disamping rasio murni terdapat apa yang disebut rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan apa
yang harus kita lakukan, atau dengan kata lain, rasio yang memberi perintah kepada kehendak
kita.
c. Critique of judgment atau kritik atas daya pertimbangan
Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio murni dan” kritik atas rasio praktis adalah munculnya
dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan mutlak dibidang alam dan lapangan kebebasan
dibidang tingkah laku manusia. Maksud dari kritik of judgement ialah mengerti ke dua
persesuaian ke dua lapangan ini.

Bentuk lain dari dari kritik terhadap rasionalisme adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba.
2. Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh, merasa bahwa mereka menemukan kesukaran
yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis.
3. Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia
selama ini.

2. Kritik terhadap Empirisme


Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman?
a. Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan panca indera.
b. Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indera kiranya melupakan
kenyataan bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna.
c. Empirisme tidak memberikan kita kepastian.

3. Kombinasi antara Rasionalisme dan Empirisme


Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-
empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung
penilaian ini, karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan
dan mempergunakan data inderawi.
dan spiritual.
Prinsip esensial dari sekularisme adalah mencari kemajuan manusia dengan alat materi semata-mata.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sekularisme termasuk dalam kategori materialisme.
Tokoh pendiri sekularisme adalah Jacob Holyoake yang merupakan bentuk peniadaan peran warna
kristiani pada seluruh kehidupan barat, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya pada umumnya

Anda mungkin juga menyukai