Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan.

Makhluk hidup di muka bumi ini tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air

merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada

kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi

malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas

maupun kuantitasnya. Air yang relatifbersih sangat didambakan oleh manusia,

baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk

kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain

sebagainya.

Dewasa ini, air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang

serius. Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini

menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-

macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia. Sehingga secara kualitas,

sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara kuantitas,

yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Dan Lingkungan Hidup No.

02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran adalah Masuk atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam

1
air/udara berubahnya tatanan (Komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau

prose alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat

berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran tersebut pada zaman

sekarang semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri yang ada.

Diantaranya industri dan transportasi, baik industri minyak dan gas bumi,

pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas

manusia lainnya yang dapat menghasilkan limbah dan akan meningkatkan

pencemaran pada perairan, udara dan tanah.

Pencemaran akibat kegiatan industri dapat menyebabkan kerugian besar,

karena umumnya buangan/limbah mengandung zat beracun antara lain raksa

(Hg), kadmium (Cd), krom (Cr), timbal (Pb), tembaga (Cu), yang sering digunakan

dalam proses produksi suatu industri baik sebagai bahan baku, katalisator

ataupun bahan utama. Logam–logam ini akan membentuk senyawa organik dan

anorganik yang berperan dalam merusak kehidupan makhluk hidup yang ada di

dalam perairan (Darmono, 2001).

Logam berat masuk ke dalam tubuh organisme laut sebagian besar

melalui rantai makanan fitoplankton merupakan awal dari rantai makanan yang

akan dimangsa oleh zooplankton, zooplankton dimangsa oleh ikan-ikan kecil,

ikan kecil dimangsa oleh ikanikan besar dan akhirnya ikan dikonsumsi oleh

manusia. Proses ini berlangsung secara terus-menerus maka jumlah dari logam

yang terkonsumsi juga semakin banyak dan termasuk terakumulasi dalam tubuh

manusia (Darmono, 2001).

2
Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat

dihancurkan, bersifat toksik dan mengganggu kehidupan mikroorganisme. Pada

manusia logam berat dapat menimbulkan efek kesehatan tergantung pada

bagian mana logam berat tersebut terikat di dalam tubuh. Daya racun yang

dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses

metabolisme tubuh terputus. Logam berat dapat juga sebagai penyebab alergi,

karsinogen bagi manusia dan dalam konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan

kematian (Putra, 2005).

Adanya pencemaran logam berat dalam suatau perairan perlu mendapat

perhatian yang serius dari berbagai pihak. Karena adanya logam beratdalam

perairan yang relatif kecilpun akan sangat mudah diserap dan terakumulasi

secara biologis oleh tanaman atau hewan air dan akan terlibat dalam sistem

jaring makanan. Kandungan logam berat dalam biota air biasanya akan

bertambah dari waktu ke waktu karena bersifat bioakumulatif, sehingga biota air

dapat digunakan sebagai indikator pencemaran logam dalam perairan (Darmono,

1995).

Dari hasil penelitian Setiadi (2008) di perairan pantai Semarang,

menunjukkan hasil kualitas air di 19 setasiun sampling penelitian menunjukkan

adanya empat unsur logam berat yaitu Cadmium (Cd), Timbal (Pb), Sang (Zn),

dan Perak (Ag). Sedangkan Dari hasil analisis kandungan logam-logam berat yang

dilakukan Yulianto et al. (2006) di 12 kabupaten/kota pantai utara Jawa Tengah,

menunjukkan secara umum untuk air telah tercemar hampir semua jenis logam

3
berat (Hg seperti, Cd, Cu, Cr, Pb, Ni, Zn, kecuali As). Sedimen telah tercemar oleh

logam Hg, Cd, Cu, Cr, dan Zn. Sedangkan Kerang telah tercemar logam berat Pb

oleh, Cu, dan Zn.

Hasil penelitian Siaka menjelaskan tingginya kandungan Pb di perairan

PPN Prigi dapat berasal dari limbah industry di kawasan pelabuhan serta limbah

padat dan cair domestik yang terbawa aliran sungai yang bermuara di sekitar

pelabuhan. Sedangkan kegiatan di laut (marina) salah satunya adalah buangan

sisa bahan bakar kapal motor, cat kapal dan wisata bahari. Kapal motor

penangkap ikan juga menggunakan cat anti korosi yang pada umumnya

mengandung Pb (Siaka, 2008).

Pada penelitian yatim dkk, di teluk Jakarta Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kadar logam berat dalam air di Teluk Jakarta sudah

tergolong tinggi, bahkan di beberapa lokasi seperti muara Angke kadar logam

beratnya cenderung meningkat. Hasil penelitian di perairan muara Angke

menunjukkan bahwa air laut , udang, kerang-kerangan dan beberapa jenis ikan

yang hidup di muara Angke telah tercemar oleh merkuri (Hg), Timbal (Pb) dan

Kadmium (Cd). Selanjutnya disebutkan bahwa sumber bahan cemaran tersebut

berasal dari kegiatan di darat, khususnya industri yang membuang limbahnya ke

Kali Angke. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam

berat di Barat Teluk Jakarta lebih tinggi dibandingkan di bagian Timur Teluk. Hasil

ini menunjukkan bahwa sungai–sungai yang bermuara di bagian Barat Teluk lebih

4
banyak mengandung logam berat dibandingkan dengan sungai-sungai yang

bermuara di bagian Timur.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas masalah yang ada, yaitu :

1. bagaimana pengertian logam berat kaitanya dengan limbah B3 ?

2. Apakah jenis logam berat yang biasa terdapat pada limbah industri

yang mencemari pesisir ?

3. bagaimanakah efek logam berat sebagai limbah B3 yang terdapat di

pesisir ?

4. bagaimana penanggulangan dampak pencemaran logam berat yang

terjadi di pesisir ?

5. bagaimana peran pemerintah dalam mempercepat penanggulangan

dampak pencemaran logam berat yang berada di pesisir ?

C. Tujuan

Tujuan setelah melihat masalah yang ada ,yakni :

1. Untuk mengetahui pengertian limbah B3 Industri.

2. Untuk mengetahui jenis logam berat yang biasa terdapat pada limbah

industry yang mencemari pesisir.

3. Untuk mengetahui efek limbah B3 yang terdapat di pesisir.

4. Untuk mengetahui penanggulangan dampak pencemaran limbah B3

industri yang terjadi di pesisir.

5
5. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam mempercepat

penanggulangan dampak pencemaran limbah B3 industri yang berada di

pesisir

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Logam Berat Dan Limbah B3 Industri

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa

(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan

beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta

konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung

dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan

manusia .Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3

adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya

dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,

baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau

merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Menurut OSHA

(OCCUPATIONAL SAFETY AND EALTH ADMINISTRATION); HAZARDOUS WASTE as

the waste form of a “hazardous substance” – that is, a substance that will, or

may, result in adverse effect on the health or safety employees. Sedangkan

menurut RCRA (RESOURCE CONSERVATION and RECOVERY ACT ) Limbah (Solid)

atau gabungan berbagai limbah yang karena jumlah dan konsentasinya, atau

karena karakteristik fisik-kimia-dan ndaya infeksiusnya bersifat : Dapat

7
mengakibatkan timbulnya atau menyebabkan semakin parahnya penyakit

yangtidak dapat disembuhkan atau penyakit yang melumpuhkan.

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar

g 3
dari 5 /cm , antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb

dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam

beracun bagi makhluk hidup (Subowo dkk, 1999).

Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar

rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan,

termasuk manusia. Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat ialah

Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Am.geol. Inst., 1976).

Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat

didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh

manusia melalui makanan, air minum, atau udara. Logam berat seperti tembaga,

selenium, atau seng dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja

metabolisme tubuh. Akan tetapi, dapat berpotensi menjadi racun jika

konsentrasi dalam tubuh berlebih. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan

sistem bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia didalam tubuh

mahluk hidup (Anonimous, 2008).

Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat

termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam

berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi.

Organisme pertama yang terpengaruh akibat penambahan polutan logam berat

8
ke tanah atau habitat lainnya adalah organisme dan tanaman yang tumbuh

ditanah atau habitat tersebut. Dalam ekosistem alam terdapat interaksi antar

organisme baik interaksi positif maupun negatif yang menggambarkan bentuk

transfer energi antar populasi dalam komunitas tersebut. Dengan demikian

pengaruh logam berat tersebut pada akhirnya akan sampai pada hierarki rantai

makanan tertinggi yaitu manusia. Logam-logam berat diketahui dapat

mengumpul didalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh

untuk jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Saeni, 1997).

B. Jenis Logam Berat Yang Terdapat Pada Limbah Industry Yang

Mencemari Pesisir

1. Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam kebiruan yang lunak, termasuk golongan II B table

berkala dengan konigurasi elekron [Kr] 4d105s2. unsur ini bernomor atom 48,

mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik didih dan

titik lelehnya berturutturut 765oC dan 320,9oC. Kadmiun merupakan racun bagi

tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal,

sehingga ginjal mengalami disfungsi kadmium yang terdapat dalam tubuh

manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya

sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara. Pemasukan Cd melalui

makanan adalah 10 – 40 μg/hari, sedikitnya 50% diserap oleh tubuh.

Rekomendasi pemasukan Cd menurut gabungan FAO/WHO dengan batas

9
toleransi tiap minggunya adalah 420 μg untuk orang dewasa dengan berat badan

60 kg. Pemasukan Cd rata-rata pada tubuh manusia ialah 10 – 20 % dari batas

yang telah direkomendasikan. Unsur Cd dapat mengurangi jerapan ion-ion hara

karena daya afinitas yang tinggi dari logam berat tersebut pada kompleks

pertukaran kation. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai

greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS).

Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah

teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3). Di perairan Cd akan

mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut.

Dalam lingkungan,menurut Clark (1986) sumber kadmium yang masuk ke

perairan berasal dari:

1) Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.

2) Air bilasan dari elektroplating.

3) Besi, tembaga dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan

uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.

4) Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 %

Cd sebagai bahan ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan

melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.

5) Pupuk phosfat dan endapan sampah

Sumber kadmium terutama dari biji seng, timbal-seng, dan timbal-tembaga-

seng. Kandungan logam Cd bersumber dari makanan dan lingkungan perairan

yang sudah terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi makanan dan

10
lingkungan perairan tidak terlepas dari aktivitas manusia didarat maupun

pada perairan. Sifat logam Cd yang akumulatif pada suatu jaringan organisme

serta sulit terurai. Kadmium dalam air juga berasal dari pembuangan industri

dan limbah pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada

keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai alkali.

Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai 0,5 ppm, batubara

mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd

bahkan ada yang sampai 170 ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan

minyak pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut

serta sisa-sisa pembakaran bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan

selanjutnya jatuh masuk ke laut.

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cd pada jaringan lunak

dan cangkang kerang A. pleuronectes serta air dan sedimen pada bulan Oktober

sampai November didapatkan kandungan logam Cd pada jaringan lunak sampling

ke- I yaitu sebesar 5,9212 ppm. Pada sampling ke- II logam berat Cd meningkat

yaitu sebesar 6,9749 ppm. Kemudian pada sampling ke- III logam berat Cd

kembali meningkat menjadi 8,0136 ppm. Hasil yang serupa juga terjadi pada

kandungan logam berat Cd pada cangkang dimana pada sampling ke- I diperoleh

nilai yaitu sebesar 2,6195 ppm. kemudian pada sampling ke- II kandungan logam

Cd meningkat yaitu sebesar 3,6689 ppm. Pada sampling III kandungan logam Cd

kembali meningkat menjadi 5,0125 ppm. Hasil yang berbeda diperoleh pada

kandungan logam berat Cd pada air. Pada sampling ke-I diperoleh kandungan

11
logam berat Cd yang tidak terdeteksi atau dibawah ambang batas AAS. Kemudian

pada sampling ke- II dan sampling ke- III hasil kandungan logam berat Cd yang

diperoleh sama yaitu sebesar 0,0100 ppm. Cadmium (Cd) tidak boleh melebihi

0,03 ppm dan 0,01 ppm pada suatu perairan. Untuk kandungan logam Pb pada

sedimen di Pantai Takisung dan Batakan rata-rata konsentrasi adalah 204,5 ppm

dan 198,4 ppm sedangkan rata-rata kandungan logam Cd pada sediment di

kedua pantai adalah 0,669 ppm dan 0,780 ppm. Menurut Afrizal (2000),

Konsentrasi logam berat dalam sedimen secara alami berkisar antara 0,1 – 2 ppm

untuk Cd dan 10 – 70 ppm untuk Pb, berdasarkan perbandingan dengan

konsentrasi alami yang seharusnya maka konsentrasi logam Pb dan Cd berada di

atas konsentrasi yang alaminya.

Dari penelitian rahman menujukan hasil analisa kandungan logam berat Pb

dan Cd Pada krustasea (udang dan rajugan) di kedua pantai (Takisung dan

Batakan) telah melebihi ambang batas normal yang ditetapkan FAO. Seharusnya

kandungan logam Pb pada tubuh organisme krustasea tidak melebihi dari 2 ppm

dan 1 ppm untuk logam cadmium (FAO, 1972).

Kadmium memiliki banyak efek toksik diantaranya kerusakan ginjal dan

karsinogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi

logam kadmium dalam ginjal membentuk komplek dengan protein. Waktu paruh

dari kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus ginjal terutama setelah

terjadi kerusakan. Kadmium bisa juga menyebabkan kekacauan pada

metabolisme kalsium yang pada akhirnya mengalami kekurangan kalsium pada

12
tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada persendian

tulang belakang, tulang kaki) dan bittlebones (kerusakan tulang).

Kasus keracunan Cd tercatat sebagai epidemi yang pernah menimpa sebagian

penduduk Toyama, Jepang. Penduduknya mengalami sakit pinggang bertahun –

tahun, sakit pada tulang punggung karena terjadi pelunakan dan kerapuhan,

gagal ginjal yang berakhir pada kematian. Kerapuhan pada tulang-tulang

penderita ini biasa disebut dengan “Itai-itai diseases”.

Keracunan akut yang disebabkan oleh kadmium sering terjadi pada pekerja di

industri-industri yang berkaitan dengan logam ini. Peristiwa keracunan akut ini

dapat terjadi karena para pekerja terkena paparan uap logam kadmium atau

CdO. Gejala-gejala keracunan akut yang disebabkan oleh logam kadmium adalah

timbulnya rasa sakit dan panas pada dada.

Penelitian menyebutkan bahwa logam beracun kadmium dapat dibawa ke

dalam tubuh oleh seng yang terikat dalam protein (dalam hal ini adalah struktur

protein yang mengandung rantai seng). Seng dan kadmium berada dalam satu

grup dalam susunan unsur berkala, mempunyai bilangan oksidasi yang sama (+2),

jika terionisasi akan membentuk partikel ion yang berukuran hampir sama. Dari

banyak kesamaan tersebut, maka kadmium dapat menggantikan rantai seng

dalam banyak sistem biologi (organik). Ikatan kadmium dalam zat organik

mempunyai kekuatan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan seng jika terikat

dalam zat organik. Sebagai tambahan, kadmium juga dapat menggantikan

13
magnesium dan kalsium dalam ikatannya dengan struktur zat organik (Tarigan,

2008).

Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu yang

panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khusunya hati dan ginjal. Secara

prinsip, pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru,

emphysemia dan renal turbular disease yang kronis. Kadmium lebih mudah

terakumulasi oleh tanaman jika dibandingkan dengan timbal (Pb). Logam berat

ini tergabung bersama timbal dan merkuri sebagai “the big three heavy metals”

yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia (Admin, 2008).

Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan

pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang kronis. Jumlah

normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700

ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang diambil di dekat

pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman

dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Menurut badan

dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah

400-500 μg per orang atau 7 μg per kg berat badan

Kadmium juga merupakan logam berat yang bersifat toksik bagi sebagian

besar organisme. Pada tumbuhan, kadmium dapat menghambat pertumbuhan

dengan menginduksi terjadinya oksidasi sitokinin oleh sitokinin oksidase

sehingga aktivitas sitokinin terhenti serta mempengaruhi aktivitas enzim

peroksidase yang berperan dalam berbagai fungsi seluler.

14
2. Merkuri (Hg)

Pada dasarnya, merkuri/raksa (Hg) adalah unsur logam yang sangat

penting dalam teknologi di abad modern saat ini. Merkuri adalah unsur yang

mempunyai nomor atom (NA=80 ) serta mempunyai massa molekul relatif

(MR=200,59). Merkuri diberikan simbol kimia Hg yang merupakan singkatan yang

berasal bahasa Yunani Hydrargyricum, yang berarti cairan perak. Bentuk fisik

dan ki mianya sangat menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam

yang berbentuk cair dalam temperatur kamar (25 C), titik bekunya paling rendah

(-39 C), mempunyai kecenderungan menguap lebih besar, mudah bercampur

dengan logam- logam lain menjadi logam campuran (Amalgam/Alloi), juga dapat

mmengalirkan arus listrik sebagai kond uktor baik tegangan arus listrik tinggi

maupun tegangan arus listrik rendah.

Dalam tubuh manusia mempunyai ketahanan homeostatis untuk

mengontrol logam berat. Walaupun begitu, dalam konsentrasi yang berlebihan

ia akan memberikan efek keracunan secara kronik atau akut (Forstner &

Wittman, 1979). Beberapa logam toksik, dalam hal ini logam merkuri,

mempunyai separuh hayat biologi yang panjang dan menyebabkan akumulasi di

dalam tubuh. Merkuri oleh Clarkson (1976) dapat digolongkan sebagai merkuri

organik dan anorganik

Merkuri anorganik terdiri dari raksa unsur dan garam merkurous dan

merkurik yang dapat terurai. Merkuri yang bersifat molekul dan terikat dengan

15
atom karbon disebut merkuri organik. Rantai pendek merkuri alkil, aril, dan

alkoksialkil termasuk dalam kumpulan ini (Clarkson, 1976). Ikatan merkuri

karbon adalah stabil karena aktivitas merkuri yang rendah terhadap oksigen

(Friberg et al., 1979).

Senyawa merkuri organik dianggap lebih berbahaya dan ia dapat larut

dalam lapisan lemak pada kulit yang menyelimuti korda saraf (Volkovic, 1977).

Metil merkuri merupakan merkuri organik yang selalu menjadi perhatian serius

dalam toksikologi. Ini karena metil merkuri dapat diserap secara langsung

melalui pernapasan dengan kadar penyerapan 80%. Uapnya dapat menembus

membran paru-paru dan apabila terserap ke tubuh, ia akan terikat dengan

protein sulfurhidril seperti sistein dan glutamine. Di dalam darah, 90% dari metil

merkuri diserap ke dalam sel darah merah dan metil merkuri juga dijumpai

dalam rambut. Menurut Irving et al. (1975), jumlah merkuri yang dimasukkan

ke dalam akar rambut adalah berbanding dengan kepekatan metil merkuri di

dalam darah.

Dalam bidang industri, terbanyak adalah pabrik alat-alat listrik yang

menggunakan lampu-lampu merkuri untuk penerangan jalan raya. Mungkin ini

disebabkan biaya pemasangan dan operasi yang murah dan arus listriknya dapat

dialiri dengan voltase yang tinggi. Merkuri juga digunakan pada pembuatan

baterai, karena baterai dengan bahan yang (Zul Alfian, 2006)

16
Selain itu, merkuri juga digunakan dalam industri pembuatan klor alkali

yang menghasilkan klorin (Cl 2), di mana perusahaan air minum memanfaatkan

klorin untuk penjernihan air dan pembasmi kuman (proses klorinasi). Juga di

dalam pembuatan kaustik soda yang diproduksi dengan jalan elektrolisis dari

larutan garam NaCl, menggunakan merkuri dalam bentuk amalgam dicampur

dengan logam natrium dan digunakan sebagai katoda yang banyak digunakan

dalam pembuatan baterai basah maupun keri ng. Penggunaan merkuri di sini

pada dasarnya berbentuk larutan konduksi dan kemampuannya mengikat

logam natrium sebagai amalgam dan membebaskan klor. Merkuri juga

digunakan dalam campuran cat yang digunakan untuk mengecat pada daerah

yang mempunyai kelembapan tinggi sehingga dapat mencegah tumbuhnya

jamur. Sebagian besar merkuri yang terdapat di alam ini dihasilkan oleh sisa

industri dalam jumlah 10.000 ton setiap tahunnya. Penggunaan merkuri sangat

luas di mana 3.000 jenis kegunaan dalam industri pengolahan bahan-bahan

kimia, proses pembuatan obat-obatan yang digunakan oleh manusia serta

sebagai bahan dasar pembuatan insektisida untuk pertanian (Christian et al.,

1970).

Semua komponen merkuri baik dalam bentuk metil dan bentuk alkil yang

masuk ke dalam tubuh manusia secara terus menerus akan menyebabkan

kerusakan permanen pada otak, hati, dan ginjal (Roger et al., 1984). Ion

merkuri menyebabkan pengaruh to ksik, karena terjadinya proses presipitasi

protein menghambat aktivitas enzim dan bertindak sebagai bahan yang korosif.

17
Merkuri juga terikat oleh gugus sulfhidril, fosforil, karboksil, amida, dan amina, di

mana dalam gugus tersebut merkuri dapat menghambat fungsi enzim.

Tragedi yang dikenal dengan “Minamata Disease” (penyakit Minamata),

berdasarkan penelitian ditemukan penduduk di sekitar kawasan tersebut

memakan ikan yang berasal dari laut sekitar Teluk Minamata yang mengandung

merkuri yang berasal dari buangan sisa industri plastik (Pervaneh, 1979). Gejala

keanehan mental dan cacat saraf mulai tampak terutama pada anak-anak.

Namun ba ru sekitar 25 tahun kemudian sejak gejala penyakit tersebut tampak

(ditemukan), pemerintah Jepang menghentikan pembuangan Hg. Untuk

menghilangkan sisa-sisa bahan pencemar dan melakukan rehabilitasi penduduk

yang terkena dampak menahun (kronis), negara ini telah membayar sangat

mahal jauh melebihi keuntungan yang diperoleh dari hasil pengoperasian

perusahaan Chisso Corporation (Lasut, 2002).

Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, beberapa kasus wabah

toksisitas metil merkuri banyak dilapo rkan. Kasus terbesar terjadi di Irak pada

musim gugur dan musim dingin tahun 1971-1972. Hampir seluruh wilayah negeri

Irak, lebih dari 6.500 orang, dibawa ke rumah sakit karena keracunan metil

merkuri dan lebih dari 450 orang penderita meninggal dunia. Wabah tersebut

terjadi karena penduduk mengkonsumsi roti produksi rumah tangga, padahal

bahan baku roti tersebut berasal dari gandum yang diawetkan dengan fungisida

yang mengandung metil merkuri. Gandum tersebut diimpor Irak dari Meksiko

18
yang seharusnya digunakan untuk bibit. Walaupun karung gandum sudah diberi

label peringatan, tetapi label tersebut tertulis dalam bahasa Spanyol sehingga

tidak dimengerti oleh penduduk Irak. Apalagi biji gandum tersebut telah

dibubuhi zat warna merah yang merupakan indikator bahwa biji gandum

tersebut sudah diberi fungisida yang mengandung Hg. Sayangnya, pewarnaan biji

tersebut mudah sekali hilang bila tercuci air, sedangkan metil merkuri tidak

dapat hilang. Untuk menguji toksisitas biji tersebut petani memberikan pakan

ternaknya dan kemudian terlihat gejala keracunan pada ternak tersebut. Tetapi

gejala timbul setelah beberapa minggu atau bulan, sehingga wabah tersebut

terlambat untuk dicegah.

Edward (2008) melaporkan hasil penelitian bahwa Teluk Kao telah

tercemar kandungan Hg yang berasal dari proses penambangan emas di

sekitarnya. Kondisi ini tentu saja akan mempersulit sumber penghidupan nelayan

di sekitar Teluk Kao akibat terancamnya kualitas daerah penangkapan ikan dan

kegiatan budidaya ikan oleh limbah Hg

3. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian utama dalam segi kesehatan,

karena dampaknya pada sejumlah besar orang akibat keracunan makanan atau

udara yang terkontaminasi Pb memiliki sifat toksik berbahaya (Yusuf dkk, 2005).

Timbal (Pb) juga salah satu logam berat yang mempunyai daya toksitas

yang tinggi terhadap manusia karena dapat merusak perkembangan otak pada

anak-anak, menyebabkan penyumbatan sel-sel darah merah, anemia dan

19
mempengaruhi anggota tubuh lainnya. Timbal dapat diakumulasi langsung dari

air dan dari sedimen oleh organisme laut (Purnomo, 2009). Logam berat timbal

sangat beracun, mempunyai sifat bioakumulatif dalam tubuh organisme air, dan

akan terus diakumulasi hingga organisme tersebut tidak mampu lagi mentolerir

kandungan logam berat timbal dalam tubuhnya. Karena sifat bioakumulatif

logam berat timbal, maka bisa terjadi konsentrasi logam tersebut dalam bentuk

terlarut dalam air adalah rendah, dalam sedimen semakin meningkat akibat

proses-proses fisika, kimia dan biologi perairan, dan dalam tubuh hewan air

meningkat sampai beberapa kali lipat (Sitorus, 2004).

Logam berat secara langsung maupun tidak langsung dapat

membahayakan manusia seperti Timbal (Pb) dapat mengakibatkan

penghambataan sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan

anemia, terganggunya sistem syaraf pusat dan tepi, sistem ginjal, sistem

reproduksi, idiot pada anak - anak, sawan (epilepsi), cacat rangka dan merusak

sel - sel somatik. Walaupun jumlah Timbal (Pb) yang diserap oleh tubuh hanya

sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan

senyawa – senyawa Timbal (Pb) dapat memberikan efek racun terhadap banyak

organ yang terdapat dalam tubuh (Palar, 2004).

Kendaraaan berpotensi menyumbang timbal dari emisi bahan bakar yang

digunakannya ke perairan laut Pantai Kuta. Selain kendaraan daratan,

kapal/perahu-perahu yang mengunakan mesin dan asap yang dihasilkan juga

dapat menyumbang timbal di perairan laut Pantai Kuta. Terdapat hubungan yang

20
erat antara jumlah kendaraan dan kemacetan kandungan timbal di udara. Hasil

penelitian Wulandari (2004), menunjukkan kadar Pb di beberapa lokasi

penelitian di Denpasar masih berada dibawah ambang batas baku mutu karena

disebabkan arus lalu lintas lancar sehingga pola berhenti dan berjalan dapat

dihindari.

Kesimpulan pada penelitian oleh Agustina tahun 2012 di sungai Siak Kota

Riau menyimpulkan Kondisi Perairan Sungai Siak dalam wilayah administrasi

Kota Pekanbaru pada saat ini telah berada dalam taraf yang mengkhawatirkan.

Estimasi total beban pencemar logam Pb, Cu dan Zn menunjukkan bahwa

perairan Sungai Siak dalam wilyah administrasi Kota Pekanbaru telah menerima

beban pencemar logam yang sangat tinggi. Beban pencemar logam Pb

merupakan logam yang memiliki beban pencemar tertinggi yaitu sebesar 889,55

Ton/Bulan. Sedangakan kesimpulan yang di dapatkan oleh Irwan Said

Konsentrasi logam timbal pada air laut di wilayah pesisir Pelabuhan ferry Taipa

yaitu berkisar antara 0,703 mg/L – 0,919 mg/L, konsentrasi tersebut lebih tinggi

jika dibandingkan dengan NAB logam Timbal yaitu 0,025 mg/L. Konsentrasi

logam besi pada air laut di wilayah pesisir Pelabuhan ferry Taipa yaitu berkisar

antara 0,324 mg/L – 0,546 mg/L, konsentrasi tersebut lebih tinggi jika

dibandingkan dengan NAB logam besi yaitu 0,01 mg/L.

Hasil penelitin yang di lakukan Dahuri dkk menjelaskan bahwa Logam

berat yang terdapat di perairan Teluk Kendari dapat berasal dari limbah

21
domestik, industri perikanan, pertanian dan kegiatan transportasi laut serta

berasal dari aktifitas perkotaan lainnya yang semakin meningkat di sekitar

perairan tersebut. Logam berat yang ada dalam badan perairan akan mengalami

proses pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi

dalam tubuh biota laut yang ada dalam perairan (termasuk kerang yang bersifat

sessil dan sebagai bioindikator) baik melalui insang maupun melalui rantai

makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia. Fenomena ini dikenal sebagai

bioakumulasi atau biomagnifikasi (Dahuri dkk., 1996).

C. Efek Logam Berat Terdapat Di Pesisir

Hasil pengamatan yang dilakukan di Barombong, Mariso, dan Ujung

Tanah didapatkan bahwa keadaan lingkungan sekitar pesisir sangat

mempengaruhi kandungan logam berat timbal tersebut. Logam berat yang

masuk ke perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran, dan dispersi

yang akan terakumulasi ke dalam sedimen. Konsentrasi logam berat dalam

sedimen cenderung lebih tinggi dibanding konsentrasi logam berat dalam air.

Sedimen dalam jumlah tinggi dalam air akan menyebabkan kerugian karena

dapat menyebabkan pendangkalan muara sungai, erosi pantai, perubahan garis

pantai juga mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang selanjutnya

menghambat penetrasi cahaya yang dapat menghambat daya lihat (visibilitas)

organisme air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme lainnya

untuk memperoleh makanan. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan

terganggunya kerja organ pernapasan seperti insang pada organisme air dan

22
akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam berat

(Apriadi, 2005).

Logam-logam berat dalam perairan dapat bersumber berasal dari sumber

alamiah dan dari aktifitas manusia.Sumber alamiah masuk ke dalam perairan bisa

dari pengikisan batuan mineral yang kemudian terbawa oleh air sungai menuju

laut.Di samping itu partikel logam yang ada di udara, karena adanya hujan dapat

menjadi sumber logam dalam perairan. Adapun logam yang berasal dari aktifitas

manusia dapat berupa buangan industri ataupun buangan dari rumah tangga dan

juga disebabkan oleh lumpur saluran air kotor, limbah pertambangan, limbah

peleburan logam, pemurnian, daur ulang, timbal yang mengandung produk

manufaktur (bensin, cat, tinta cetak, pipa air utama, tembikar timbal-mengkilap,

kaleng timah solder, casing baterai, dll) juga berkontribusi terhadap beban

Timbal.Kelarutan logam-logam berat dalam badan air dikontrol oleh derajat

keasaman air, jenis dan juga konsentrasi logam serta keadaan komponen mineral

(Casas, 2006).

Konsentrasi rata-rata logam Pb pada sedimen yang lebih tinggi terdapat

pada lokasi Mariso yang diambil di sekitar Tanjung Bunga dengan masing-masing

titik yang terletak antara lain: Titik I (Belakang Trans Studio Makassar), Titik II

(Belakang Gedung CCC) dan Titik III (Depan Pantai Losari) (9,776 mg/kg berat

kering)khususnya pada titik Mr3 (12,112 mg/kg berat kering) yang berada di

depan Pantai Losari dan merupakan lokasi yang lebih dekat dengan daratan dan

jalan raya, dari hasil ini menunjukkan bahwa nilai tersebut belum melampaui

23
standar baku mutu yang diperbolehkan. Sedimen pada lokasi penelitian

bersubstrat berlumpur akibat reklamasi pantai akibat pembangunan yang cukup

pesat di daerah tersebut.

Nelayan Mariso melakukan aktifitasnya di sepanjang Tanjung Bunga dan

perairan Losari, sampel yang diambil dari perairan Tanjung Bunga didapati

tumpukan sampah organik dan anorganik yang berasal dari pemukiman

penduduk yang berada di sungai Tallo dan sungai Jeneberang terbawa oleh air

sungai menuju ke pantai, buangan industri, RS dan aktivitas penduduk di sekitar

lokasi penelitian. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas air di daerah tersebut.

Tumpukan sampah tersebut semakin jelas terlihat pada waktu air laut sedang

surut. Perairan Tanjung Bunga terletak antara dua buah aliran sungai yaitu

sungai Jeneberang dan Sungai Tallo, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan

sedimentasi pada pesisir Tanjung Bunga dan juga terjadi peningkatan

pencemaran yang dapat mengancam ekosistem dan biota yang hidup pada lokasi

ini. Selain itu, penyebab penurunan kualitas perairan Tanjung Bunga diduga

berasal dari tiga sumber yang dominan yaitu adanya pemusatan penduduk di

kota, terdapat RS dan Hotel yang membuang limbahnya ke laut tanpa melalui

pengolahan terlebih dahulu serta kegiatan industri di sekitar kota Makassar dan

kegiatan pertanian di hulu Sungai Jeneberang serta Sungai Tallo. Proses

pencemaran perairan pantai pada umumnya disebabkan oleh berbagai kegiatan

yang merupakan sumber bahan pencemar perairan laut antara lain pemukiman,

industri, transportasi dan pertanian. Kegiatan-kegiatan tersebut potensial

24
menghasilkan bahan pencemar yang merusak sistem kehidupan di dalam

ekosistem pantai.Berdasarkan defenisi Fardiaz (1992) bahwa polusi air adalah

penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, dengan demikian perairan

yang sudah tidak lagi berfungsi secara normal dapat dikategorikan sebagai

perairan tercemar. Sebagai daerah wisata, Tanjung Bunga hampir setiap hari

ramai oleh para pengunjung yang ingin menikmati wisata pantai, memancing,

ataupun yang hanya sekedar duduk dan bersantai di Tanjung Bunga. Kegiatan

tersebut dapat meningkatkan pencemaran terhadap perairan Losari, dengan

pengunjung membuang sampah organik maupun anorganik dengan

sembarangan dan akan turun dan mengendap pada sedimen, juga timbal dapat

berasal dari kendaraan yang setiap harinya tak pernah sepi melalui jalan metro

tanjung. Penyumbang terbesar logam Pb pada lingkungan adalah bahan bakar

kendaraan yang mengandung Pb.

Hasil pemeriksaan kandungan rata-rata logam timbal terendah terdapat

pada lokasi Ujung tanah yang diambil di sekitar pelabuhan Paotere yaitu 7,655

mg/kg berat kering, kandungan masing-masing titik UT1 (±50 Meter dari titik 2)

(6,005 mg/kg) UT2 (Pemukiman) (9,086 mg/kg) dan UT3 (Pelabuhan paotere)

sebesar 7,876 mg/kg.Perbedaan kandungan Timbal (Pb)tersebut disebabkan

karena terdapatnya aktivitas yang berbeda pada masing-masing lokasi, sehingga

penambahan kandungan Timbal (Pb) nya berbeda pula. Pada Ujung tanah secara

umum terdapat substrat sedimen yakni pasir berlumpur, yang secara alami

25
sedimen yang mempunyai tekstur yang kasar mengandung kadar yang lebih

rendah dibanding sedimen yang lebih halus.

Kandungan logam timbal pada sedimen di lokasi Ujung Tanah masih rendah

disebabkan karena adanya bendungan yang membatasi antara pinggir pantai

dengan laut lepas, bendungan tersebut dapat menahan air pada saat pasang

surut, walaupun demikian namun sedimen dan perairan tersebut dikategorikan

telah tercemar, logam yang ada di lokasi tersebut berasal dari pemukiman

dimana masyarakatnya langsung membuang limbahnya ke laut, Pelabuhan

Poatere seperti buangan minyak kapal, tumpahan cat atau pengelupasan cat

pada kapal yang telah tua.

Secara umum kandungan Pb pada sedimen di masing-masing lokasi masih

memenuhi standar baku mutu yang diperbolehkan. Hal ini dikarenakan sedimen

mudah tersuspensi karena pergerakan massa air yang akan melarutkan kembali

logam yang dikandungnya dalam air. Penelitian ini dilakukan pada musim hujan,

sehingga debit air yang masuk ke perairan menjadi meningkat, terutama perairan

yang terdapat pada Mariso dan Barombong yang mendapat aliran air dari sungai

Jeneberang dan Sungai Tallo, hal ini mengakibatkan sedimen yang mengendap

selama musim kemarau akhirnya terlarut, oleh karena itu kadar Pb sedimen

masih memenuhi standar.

Penelitian yang dilakukan oleh Marasabessy (2010) di perairan Pulau

Bacan, Maluku Utara menunjukkan kandungan Pb pada sedimen rata-rata masih

memenuhi syarat sesuai petunjuk Sediment Quality Guideline (2003) dengan

26
kandungan Pb pada sedimen sebesar 0,987-27,168 mg/kg dengan rata-rata 7,741

mg/kg. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Wahab (2005) di

Pelabuhan Pare-Pare dengan kandungan Pb sebesar 54,33-93,87 mg/kg berat

kering sampel, kemudian penelitian yang dilakukan (Aziz, 2003) di muara sungai

Tallo berdasarkan parameter logam berat timbal (Pb) pada sedimentasi

menunjukkan kadar logam berat Pb dengan konsentrasi rata-rata 110,44 mg/kg

dari standar yang ditentukan yaitu 36 mg/kg sesuai petunjuk kualitas Sediment

Quality Guideline (2003).

Kerang (Anadara, sp) merupakan salah satu jenis kerang-kerangan yang

sering dikomsusi oleh masyarakat.Selain itu juga merupakan sumber pendapatan

ekonomi dan pangan penduduk di kawasan pantai. Disamping itu manfaat lain

dari kerang (Anadara sp) merupakan indikator yang baik bagi lingkungan, apakah

lingkungan tersebut tercemar atau tidak oleh bahan-bahan yang dapat

merugikan bagi mahkluk hidup di sekitar lingkungan tersebut.

Kerang yang diambil dari perairan pesisir Makassar telah terkontaminasi

oleh logam Pb dengan kadar yang masih di bawah standar maksimum yang telah

di tetapkan. Unsur logam Pb tersebut dapat masuk ke dalam tubuh biota laut

melalui rantai makanan, insang dan difusi permukaan kulit. Akumulasi logam Pb

dalam kerang dapat terjadi melalui absorbsi air, partikel dan plankton dengan

cara menyaring (Filter feeder). Terdeteksinya logam Pb dalam tubuh kerang

tersebut diduga karena jenis organisme ini tidak dapat mengekskresikan dengan

baik logam Pb sehingga terakumulasi secara terus menerus dalam jaringan sesuai

27
dengan kenaikan logam Pb dalam air.Jenis hewan lunak yang tidak bergerak atau

mobiltasnya lamban tidak dapat mengeluarkan logam tersebut. Bahan pencemar

logam berat biasanya masuk dari darat. Pencemaran logam berat yang masuk ke

lingkungan laut kebanyakan terjadi akibat adanya buangan limbah industri yang

masuk melalui tiga cara yaitu: pembuangan limbah industri yang tidak dikontrol,

lumpur minyak yang juga mengandung logam berat dengan konsentrasi tinggi,

serta adanya pembakaran minyak hidrokarbon dan batubara di daratan. Hasil

analisis rata-rata kandungan logam timbal terendah pada kerang (Anadara sp)

yakni pada lokasi Barombong (0,159 mg/kg), dengan kandungan masing-masing

titik yaitu: Br1 (0,149 mg/kg), Br2 (0,514 mg/kg), Br3 (0,174 mg/kg). Pantai

Barombong dikelola oleh masyarakat sebagai daerah wisata renang dan

penginapan, namun belum ramai dikunjungi oleh wisatawan. Kandungan logam

timbal pada kerang tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar lokasi

tersebut, kadar timbal dalam kerang masih tergolong rendah karena pada lokasi

ini masih dapat ditemukan hutan mangrove yang dapat menyerap masuknya

logam berat ke dalam perairan tersebut sehingga logam tersebut belum

sepenuhnya di absorpsi dalam tubuh kerang. Adanya logam timbal pada kerang

di Kecamatan Tamalate Kelurahan Barombong dapat dilihat pada peta sebaran

yang menunjukkan kadar tertinggi logam berat timbal terdapat di Br3 sebesar

0.174 mg/kg selain disebabkan oleh aktifitas laut juga disebabkan karena adanya

pemukiman padat yang berada tepat diatas titik Br3 dan juga jalan raya yang

28
setiap harinya ramai oleh kendaraan yang menjadi penyumbang terbesar bagi

keberadaan logam berat Timbal di wilayah tersebut.

Kerang yang ada di wilayah pesisir Kota Makassar telah mengandung

logam timbal walaupun masih rendah, namun harus tetap diwaspadai karena Pb

dalam biota laut bersifat non-esential (tidak diperlukan) untuk metabolisme

tubuh biota sehingga keberadaan logam Timbal (Pb) pada kerang akan

menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia jika dikonsumsi secara

terus-menerus karena akan menumpuk dalam jaringan tubuh manusia dalam

jangka waktu yang cukup lama.

Akumulasi Pb oleh organisme air dari air dan sedimen dipengaruhi oleh

berbagai faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan pH, serta kandungan asam

alginat. Dalam sistem air yang terkontaminasi, hampir semua Timbal terikat erat

ke sedimen.Hanya sebagian kecil yang dilarutkan dalam air.

Merujuk penjelasan sebagian besar literatur dan pembahasan

sebelumnya, akumulasi yang berlebihan dari logam berat di perairan akan

berdampak buruk terhadap berbagai kehidupan disana. Kementerian Lingkungan

Hidup menetapkan baku mutu yang menjadi acuan kadar logam berat yang

dibolehkan (Tabel 1).

29
Tabel 1. Kriteria baku mutu kadar logam berat dalam air laut (MenKLH. 2004)

Sebagai contoh Palar (2004), menjelaskan konsentrasi Pb yang mencapai

188 mg/liter dalam air laut dapat membunuh ikan. BPOM sendiri membatasi,

bahwa kandungan logam berat Pb maksimum dapat sumber daya perikanan dan

olahannya adalah sebesar 2,0 ppm saja. Seperti diketahui bahwa kawasan

estuaria terdapat ekosistem mangrove merupakan area tempat dimana ikan-ikan

berkumpul disana untuk melakukan proses pemijahan dan tempat bagi ikan-ikan

muda berkembang biak. Tentu kandungan logam berat yang berlebihan akan

berdampak buruk bagi kondisi perikanan disana. Selain perairan yang tercemar,

sumberdaya perikananpun juga akan ikut terkontaminasi logam berat. Dampak

berikutnya yang disebabkan oleh peningkatan logam berat ini adalah

tercemarnya sedimen yang tersebar dihampir seluruh kawasan estuaria. Seperti

diketahui bersama bahwa sedimen merupakan tempat dimana tumbuhan dan

hewan tinggal di sana. Sebagian besar daerah pesisir, termasuk estuaria,

didominasi oleh substrat lunak. Substrat tersebut berasal dari sedimen yang

terbawa oleh sungai menuju perairan pesisir dan terendapkan di dasarnya. Pada

saat industri yang berlokasi di pinggiran sungai membuang limbah maka akan

terbawa oleh aliran sungai menuju perairan dan akan mengalamipengendapan di

kawasan muara sungai. Hal tersebut mengakibatkan konsentrasi bahan

pencemar dalam sedimen meningkat. Dan hasilnya, logam berat yang

30
terendapkan akan terdispersi dan akan diserap oleh organisme yang hidup di

perairan tersebut. Jika terus dibiarkan maka akan berdampak pada penurunan

kualitas perairan, tercemarnya sedimen , dan terkontaminasinya berbagai

tumbuhan dan biota di sana.

D. Penanggulangan Dampak Pencemaran Logam Berat Yang Terjadi Di

Pesisir

1. Fisiotoksikologi Logam Berat Di Perairan

Logam berat yang terlarut di perairan ada yang bersifat mikronutrien /

essensial bagi hewan dan tumbuhan tetapi, ada juga yang tidak dibutuhkan

sebagai mikronutrien atau non-essensial. Logam berat yang berfungsi sebagai

mikronutrien tetapi dalam jumlah yang banyak akan bersifat toksik bagi hewan

dan tumbuhan adalah Zn, Cu, Fe, Mn, dan logam berat yang belum diketahui

manfaatnya dan dianggap bersifat toksik adalah Hg, Pb, Cd, Cr (Rompas, 2010).

Logam berat terakumulasi ke dalam tubuh biota laut dapat melalui permukaan

tubuh, terserap insang dan rantai makanan (Susiati, 2008). Secara biologis logam

berat akan mengalami penimbunan dalam tubuh biota laut seperti ikan, udang

dan kerang. Setiap biota memiliki cara makan yang berbeda. Kerang memperoleh

makanan dengan menyaring air, sehingga dengan mudah logam berat masuk ke

dalam tubuh kerang. Logam berat juga mudah terakumulasi ke dalam tubuh ikan.

Logam berat akan menumpuk pada organ tubuh ikan. Selanjutnya ikan

mengalami gangguan pada organ-organ pernapasan hingga mengalami

kematian. Logam berat Pb dan Cd terakumulasi ke dalam tubuh udang

31
(Crustaceae) lewat permukaan tubuh dengan cara difusi dari lingkungan perairan

(Conell dan Miller, 1995; Rahman, 2005). Hewan-hewan jenis Crustaceae banyak

menyimpan logam berat pada daging kemudian kulit (Rudiyanti, 2009). Dalam

rantai makanan di perairan yang tercemar logam berat akan terakumulasi ke

dalam tubuh fitoplanton. Fitoplanton yang mengandung logam berat dimakan

oleh ikan-ikan kecil, kemudian ikan-ikan besar memakan ikan-ikan kecil, dan

ikan-ikan besar maupun kecil dimakan oleh manusia. Terjadilah biomagnifikasi

(transfer logam berat) melalui rantai makanan.

Hewan-hewan yang masih mudah lebih peka terhadap logam berat dibandingkan

dengan hewan-hewan yang sudah dewasa. Misalnya udang yang masih mudah

dapat langsung mati ketika hidup pada perairan yang mengandung logam berat

Hg pada konsentrasi 0,01 ppm, sedangkan yang dewasa dapat mati pada

konsentrasi Hg 5, 7 ppm. Logam berat Hg sangat mudah berikatan dengan gugus

Sulfuhidril (-SH) yang dikenal dengan methalprotein, pengikatan tersebut dapat

menyebabkab aglutinasi, menghambat aktifitas enzim, mengganggu

permeabilitas membrane sel, bersifat antimetabolit terhadap unsur Zn, dan

merusak fungsi hati (Rompas, 2010). Pb dapat merusak sistem saraf biota laut,

mengganggu keseimbangan berenang dan dapat menyebabkan hasil budidaya

laut berkurang. Cd dapat merusak ginjal, liver dan sistem imun, saraf, dan darah

dari biota laut, Cu menyebabkan gangguan usus, kerusakan hati , ginjal, dan

dapat menyebabkan kematian, Ni dapat menyebabkan kanker (Rompas, 2010).

Bahaya logam berat perlu menjadi perhatian serius, terutaman pencemaran

32
logam berat di perairan pesisir dan laut Indonesia. Sehingga untuk mengurangi

kandungan logam berat pada lingkungan perairan yang tercemar perlu dilalukan

tindakan remediasi lahan basah mangrove pada daerah perairan tercemar logam

berat.

2. Remediasi Lokasi Perairan Tercemar Logam Berat

Pencemaran logam berat pada perairan sungai, pesisir pantai dan laut

nampaknya sulit di cegah, karena aktifitas manusia selalu meningkat dan

menghasilkan limbah ke lingkungan terus-menerus. Nampaknya niat kita untuk

mendapat keuntungan yang lebih banyak terlalu besar sehingga kita tidak peduli

dengan kesehatan lingkungan. sebagai contoh aktifitas pertambangan, industrial,

perhotelan, perkotaan banyak menyumbang limbah ke lingkungan. limbah cair

yang mengandung logam berat merupakan limbah yang berpotensi merusak

sistem perairan, seperti sungai, dan perairan pesisir pantai. Pencemar logam

berat yang terlarut pada perairan pesisir pantai dan laut sangat sulit untuk

terbebas kembali dari badan air. Sehingga zat tersebut akan terakumulasi ke

dalam tubuh biota laut dan tumbuhan laut. Jika zat tersebut terakumulasi ke

dalam organisme laut maka volume konsentarsi zat pencemar di dalam badan air

akan berkurang. Hewan laut seperti bivalvia memiliki kemampuan menyerap

logam berat dari badan air tetapi ada kekuatiran karena bivalvia merupakan

makanan sumber protein yang sangat digemari oleh masyarakat. Sehingga

penggunaan bivalvia sebagai biofilter zat pencemar di perairan masih sangat

rendah. Salah satu solusi yang baik adalah dengan menggunakan teknik

33
fitoremediasi. Teknik fitoremediasi adalah teknologi pembersihan zat polutan

dari badan air yang telah tercemar dengan menggunakan tanaman. Teknologi ini

mudah, dan murah, serta memberikan efek negative yang kecil bagi kesehatan

(Khiatuddin. 2003 dalam Kusumastuti. 2009).

3. Fitoremediasi Lahan Mangrove

Untuk mengurangi masalah pencemaran lingkungan oleh pencemar

logam berat menggunakan teknik fisika, kimia juga dapat menggunakan teknik

fitoremediasi. Teknik fitoremediasi sangat cocok untuk daerah perairan yang

tercemar dengan menggunakan hutan mangrove. Ekosistem mangrove memiliki

kemampuan alami untuk membersihkan lingkungan dari berbagai bentuk zat

pencemar sehingga penggunaan tanaman mangrove sebagai tumbuhan

penyerap logam berat dari perairan sangat tepat. Sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Amin (2001), di perairan pesisir Dumai, Propinsi Riau, menunjukan

bahwa organ akar dan daun tumbuhan A. marina memiliki kemampuan

menyerap logam berat timbal Pb dan tembaga Cu .Perairan Dumai kota

merupakan daerah yang mendapat sumbangan bahan pencemar perairan pesisir

dan laut dari berbagai aktifitas industri dan rumah tangga.

Menurut Amin (2001), unsur Cu merupakan unsur esensial sehingga

memang dibutuhkan oleh organ tumbuhan tersebut. Selanjutnya tingginya

kandungan logam Cu karena terdapat aktifitas sebuah perusahaan yang

menggunakan Cu sebagai bahan pengawet dan cat pada kapal yang sedang

diperbaiki. Dengan adanya hutan mangrove di perairan Dumai, kandungan logam

34
berat Pb dan Cu yang terlarut dalam air laut dan sedimen dapat terserap oleh

akar dan daun tumbuhan mangrove jenis A. marina. Sebuah penelitian oleh

Anggoro (2006), meneliti daya akumulasi tumbuhan A. marina dan Rhizophora

mucronata terhadap logam berat Pb Di kali Sapuragel dan kali Donan, Cilacap,

menunjukan bahwa tumbuhan A. marina mampu mengakumulasi logam berat

Pb sebesar 1. 974 ppm pada organ daunnya, sedangkan tumbuhan R. mucronata

1. 466 ppm. Terdapat juga tumbuhan R. stylosa yang berpotensi dalam

menyerap pencemar di perairan. Menurut Hadi (2007), tumbuhan mangrove R.

stylosa mampu mengakumulasi logam berat Cu. Selanjutnya dalam

percobaannya, konsentrasi Cu yang tinggi ternyata kandungan logam berat Cu

akan meningkat pada tumbuhan R. stylosa yang sedang diamati dan logam berat

Cu ternyata tidak mempengaruhi pertumbuhan dari tumbuhan mangrove.

4. Pelestarian Hutan Mangrove

Hutan mangrove terletak di pesisir pantai tepatnya pada daerah transisi

antara daratan dan laut. Menurut Nybakken (1988) dan Rahmawati (2006),

mengartikan kata mangrove merupakan penjelasan terhadap suatu komunitas

pantai tropik yang didominasi oleh beberapa pohon atau semak yang khas dan

memiliki kemampuan untuk hidup di lingkungan yang asin. Tumbuhan penyusun

vegetasi pada hutan mangrove biasanya tumbuh membentuk zonasi. Setiap

zonasi ditumbuhi oleh jenis tumbuhan yang berbeda, dan ada juga yang

berasosiasi. Biasanya daerah paling dekat dengan laut ditumbuhi oleh Avicennia

spp, Sonneratia spp., Bruguiera spp, kemudian diikuti oleh jenis Rizhophora spp,

35
dan ke arah darat biasanya Nypa Fruticans. Ekosisten hutan mangrove memiliki

fungsi ekonomis dan ekologis. Secara ekologis manfaat hutan mangrove yang

dapat dirasakan adalah melindungi pantai dari ancaman gelombang besar, angin

ribut, pengendali intrusi air laut, habitat berbagai fauna, tempat mencari makan

dan memijah berbagai jenis udang dan ikan, pembangunan lahan melalui proses

sedimentasi, pengontrolan malaria, mereduksi polutan, pencemar air, penyerap

CO2 dan penghasil O2. Hubungan khusus dalam mereduksi polutan dan

pencemar di lingkungan hutan mangrove atau lingkungan perairan dinyatakan

oleh Anggoro (2006), bahwa tumbuhan mangrove mampu menyerap pencemar

logam berat dari perairan yang sudah tercemar. Dengan demikian tumbuhan

mangrove dapat dijadikan tanaman fitorediasi terhadap pencemaran logam

berat di perairan Indonesia.

Hutan mangrove adalah salah satu kekayaan sumberdaya alam hutan

pesisir di Indonesia yang harus dilestarikan dengan baik (Halidah, 2008).

Kurangnya perhatian untuk melestarikan hutan mangrove menyebabkan luas

hutan mangrove di Indonesia selalu mengalami penyusutan. Pada tahun 1982

Indonesia memiliki luasan hutan mangrove sekitar 4, 25 juta hektar, kemudian

pada tahun 1987 berkurang menjadi 3, 24 juta hektar, dan data terakhir pada

tahun 1995 menyatakan bahwa luas hutan mangrove di Indonesia hanya tersisa

2, 06 juta hektar (Susilo, 1995 dalam Arief, 2003). Biasanya hutan mangrove

dijadikan lahan pembangunan perumahan dan lokasi pertambakan budidaya

perikanan laut sehingga jumlah penebangan hutan mangrove meningkat dan

36
menyebabkan berkurangnya luas hutan tersebut. Kita perlu menyadari bahwa

hutan mangrove sangat berperan penting dalam melindungi kehidupan manusia.

sehingga upaya pelestarian perlu dijalankan. Untuk melestarikan hutan

mangrove dibutuhkan perhatian dari kaum akademisi, peneliti-peneliti pada

berbagai perguruan tinggi, pemerintah dan masyarakat Indonesia seluruhnya.

E. Peran Pemerintah Dalam Mempercepat Penanggulangan Dampak

Pencemaran Limbah B3 Industri Yang Berada Di Pesisir

1. Kebijakan Nasional Tata Ruang

Kebijakan nasional penataan ruang yang terintegrasi secara multidimensi,

lintas sektor dan lintas wilayah baru memperoleh landasan hukum sejak 1992,

dengan diundangkannya Undang-Undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan

Ruang. Undang-undang tersebut baru memuat kebijakan umum, berupa kaidah,

norma dan mekanisme termasuk proses penataan,

kelembagaan, dan peran masyarakat. Untuk operasionalisasinya, masih

dibutuhkan serangkaian kebijakan pelengkap baik untuk sektoral maupun

daerah. Sejumlah kebijakan operasional telah ditetapkan, antara lain kebijakan

yang mengatur peran serta masyarakat dalam penataan ruang [Peraturan

PemerintahNo. 69Tahun 1996], kebijakan tentang rencana struktur dan pola

pemanfaatan ruang nasional/Rencana Tata Ruang Nasional [Peraturan

Pemerintah N. 47 Tahun 1997], kebijakan tentang tingkat ketelitian peta untuk

penataan ruang [Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2000], dan kebijakan

37
koordinasi penataan ruang yang berimplikasi pada pembentukan Badan

Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) [Keputusan PresidenNo62Tahun 2000].

Namun demikian, serangkaian kebijakan operasional yang telah ditetapkan

tersebut masih belum memadai dalam menghadapi dinamika perubahan sosial

ekonomi dan sosial budaya masyarakat akibat pesatnya pembangunan di paruh

pertama dekade 1990-an dan krisis multidimensi dan demokratisasi selepas

1997. Berbagai kasus penyimpangan dan konflik pemanfaatan ruang serta

meningkatnya laju kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi dalam

kurun dua decade belakangan memberi petunjuk bahwa operasionalisasi

kebijakan penataan ruang masih belum efektif mewujudkan tujuan penataan

ruang yang digariskan. Menghadapi situasi tersebut, BKTRN berinisiatif meninjau

kembali dan menyempurnakan kebijakan penataan ruang.

2. Kebijakan Pengendalian Pencemaran

Masalah lingkungan hidup yang disebabkan oleh berbagai macam

pencemaran dari tahun ke tahun semakin kompleks dan cenderung meningkat.

Kondisi tersebut tidak hanya menyebabkan menurunnya fungsi dan kualitas

lingkungan tetapi juga memberikan dampak yang serius pada kesehatan manusia

dan makhluk hidup lainnya. Pencemaran lingkungan yang menonjol beberapa

tahun terakhir ini diantaranya: (1) pencemaran air yang disebabkan oleh

pembuangan limbah domestik, limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun),

limbah industri dan pertambangan, (2) pencemaran pesisir dan laut, (3)

pencemaran udara seperti: penurunan kualitas udara ambien di lokasi-lokasi

38
tertentu di kota besar yang disebabkan oleh sektor transportasi, industri,

kebakaran hutan

3. Peraturan Perundang undangan

Dalam upaya menaggulangi menurunnya kualitas lingkungan, kesehatan

manusia dan makhluk hidup lainnya akibat pencemaran lingkungan yang semakin

kompleks dan cenderung meningkat, selama tahun 2005, KLH telah menyiapkan

beberapa kebijakan teknis, antara lain berupa:

a. Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati

Produk Rekayasa Genetik.

b. Peraturan Presiden RI No 33 Tahun 2005 tentang Pengesahan Beijing

Amendment To The Montreal Protocol On Substances That Deplete The

Ozone Layer (Amendemen Beijing Atas Protokol Montreal tentang Bahan-

Bahan yang Merusak Lapisan Ozon).

c. Peraturan Presiden RI No 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal

Amendment To The Montreal Protocol On Substances ThatDeplete The

Ozone Layer (Amendemen Montreal Atas Protokol Montreal tentang

Bahan-Bahan yang Merusak Lapisan Ozon).

d. Peraturan Presiden RI No 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan

Amendment To The Basel Convention On The Control Of Transboundary

Movements Of Hazardous Wastes and Their Disposal (Amendemen Atas

Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah

39
Berbahaya dan Pembuangannya). Peraturan Presiden RI No 60 Tahun

2005 tentang Pengesahan Framework Agreeement

e. Peraturan Presiden RI No 60 Tahun 2005 tentang Pengesahan Framework

Agreeement Between The Government Of The Republic Of Indonesia and

The Secretariat Of The Basel Convention On The Control Of

Transboundary Movements Of Hazardous Wastes and Their Disposal On

The Establishment Of A Basel Convention Regional Centre For Training

and Technology Transfer For Southeast Asia (Persetujuan Kerangka Kerja

Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Sekretariat Konvensi Basel

Mengenai Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun Serta Pembuangannya tentang Pembentukan

Pusat Regional Konvensi Basel Untuk Pelatihan dan Alih Teknologi Bagi

Asia Tenggara).

f. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 45 Tahun 2005 tentang

Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan

Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup

(RPL).

g. RUU tentang Konvensi Stockholm tentang Bahan-bahan Pencemar

Organik yang Persisten (POPs).

h. Rancangan Perpres tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan

Minyak di Laut (NCP).

i. Rancangan Perpres tentang Pengelolaan Kawasan Karst.

40
j. Rancangan Perpres tentang Penetapan Kelas Air Sungai Ciliwung.

k. Rancangan Perpres tentang Komisi Keamanan Hayati (KKH).

l. Baku Mutu Usaha dan atau Kegiatan Penambangan Bijih Nikel.

m. Baku Mutu Usaha dan atau Kegiatan Penambangan Bijih Timah.

n. Rancangan Pedoman tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembuangan Air

Terproduksi dengan Teknik Sumur Injeksi pada Kegiatan Usaha Hulu

Minyak, Gas dan Panas Bumi.

o. Rancangan Baku Mutu Air Limbah Rumah Potong Hewan. Rancangan

Baku Mutu Air Limbah RPH ini selain mengatur parameter yang harus

dipenuhi oleh RPH juga mengatur kewajiban-kewajiban dari penanggung

jawab RPH.

p. Review Keputusan Menteri Negara No Kep.51/MenLH/10/1995 tentang

Baku Mutu Air Limbah Industri.

q. Rancangan Keputusan Menteri tentang Baku Mutu Air Limbah Industri

bagi Kegiatan Industri Petrokimia.

r. Rancangan Revisi Keputusan Menteri Negara No 35 Tahun 1993 tentang

Ambang Batas Emisi Gas BuangKendaraan Bermotor.

s. Rancangan Pedoman Teknis Rekomendasi Perizinan Limbah Non-B3.

t. Pengajuan Inpres tentang Pemanfaatan BBG ke Presiden RI untuk

Mendukung Penggunaan Bahan Bakar yang Lebih Bersih.

u. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Industri Petrokimia.

41
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. kesimpulan

1. Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar

g 3
dari 5 /cm , antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb

dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi

logam beracun bagi makhluk hidup (Subowo dkk, 1999). Menurut

Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam

kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat

yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi.

Organisme pertama yang terpengaruh akibat penambahan polutan logam

berat ke tanah atau habitat lainnya adalah organisme dan tanaman yang

tumbuh ditanah atau habitat tersebut. Dalam ekosistem alam terdapat

interaksi antar organisme baik interaksi positif maupun negatif yang

menggambarkan bentuk transfer energi antar populasi dalam komunitas

tersebut. Dengan demikian pengaruh logam berat tersebut pada akhirnya

akan sampai pada hierarki rantai makanan tertinggi yaitu manusia.

2. Sumber kadmium terutama dari biji seng, timbal-seng, dan timbal-

tembaga-seng. Kandungan logam Cd bersumber dari makanan dan

lingkungan perairan yang sudah terkontaminasi oleh logam berat.

Kontaminasi makanan dan lingkungan perairan tidak terlepas dari

aktivitas manusia didarat maupun pada perairan. Sifat logam Cd yang

42
akumulatif pada suatu jaringan organisme serta sulit terurai. Kadmium

dalam air juga berasal dari pembuangan industri dan limbah

pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik,

dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai alkali. Hasil

penelitian Siaka menjelaskan tingginya kandungan Pb di perairan PPN

Prigi dapat berasal dari limbah industry di kawasan pelabuhan serta

limbah padat dan cair domestik yang terbawa aliran sungai yang

bermuara di sekitar pelabuhan. Sedangkan kegiatan di laut (marina) salah

satunya adalah buangan sisa bahan bakar kapal motor, cat kapal dan

wisata bahari. Kapal motor penangkap ikan juga menggunakan cat anti

korosi yang pada umumnya mengandung Pb (Siaka, 2008).

3. kandungan logam berat yang berlebihan akan berdampak buruk bagi

kondisi perikanan disana. Selain perairan yang tercemar, sumberdaya

perikananpun juga akan ikut terkontaminasi logam berat. Dampak

berikutnya yang disebabkan oleh peningkatan logam berat ini adalah

tercemarnya sedimen yang tersebar dihampir seluruh kawasan estuaria.

Seperti diketahui bersama bahwa sedimen merupakan tempat dimana

tumbuhan dan hewan tinggal di sana. Sebagian besar daerah pesisir,

termasuk estuaria, didominasi oleh substrat lunak. Substrat tersebut

berasal dari sedimen yang terbawa oleh sungai menuju perairan pesisir

dan terendapkan di dasarnya. Pada saat industri yang berlokasi di

pinggiran sungai membuang limbah maka akan terbawa oleh aliran sungai

43
menuju perairan dan akan mengalamipengendapan di kawasan muara

sungai. Hal tersebut mengakibatkan konsentrasi bahan pencemar dalam

sedimen meningkat. Dan hasilnya, logam berat yang terendapkan akan

terdispersi dan akan diserap oleh organisme yang hidup di perairan

tersebut. Jika terus dibiarkan maka akan berdampak pada penurunan

kualitas perairan, tercemarnya sedimen , dan terkontaminasinya berbagai

tumbuhan dan biota di sana.

4. Pencemaran logam berat pada perairan sungai, pesisir pantai dan laut

nampaknya sulit di cegah, karena aktifitas manusia selalu meningkat dan

menghasilkan limbah ke lingkungan terus-menerus. Nampaknya niat kita

untuk mendapat keuntungan yang lebih banyak terlalu besar sehingga

kita tidak peduli dengan kesehatan lingkungan. sebagai contoh aktifitas

pertambangan, industrial, perhotelan, perkotaan banyak menyumbang

limbah ke lingkungan. limbah cair yang mengandung logam berat

merupakan limbah yang berpotensi merusak sistem perairan, seperti

sungai, dan perairan pesisir pantai. Pencemar logam berat yang terlarut

pada perairan pesisir pantai dan laut sangat sulit untuk terbebas kembali

dari badan air. Sehingga zat tersebut akan terakumulasi ke dalam tubuh

biota laut dan tumbuhan laut. Jika zat tersebut terakumulasi ke dalam

organisme laut maka volume konsentarsi zat pencemar di dalam badan

air akan berkurang. Hewan laut seperti bivalvia memiliki kemampuan

menyerap logam berat dari badan air tetapi ada kekuatiran karena

44
bivalvia merupakan makanan sumber protein yang sangat digemari oleh

masyarakat. Sehingga penggunaan bivalvia sebagai biofilter zat pencemar

di perairan masih sangat rendah. Salah satu solusi yang baik adalah

dengan menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik fitoremediasi adalah

teknologi pembersihan zat polutan dari badan air yang telah tercemar

dengan menggunakan tanaman. Teknologi ini mudah, dan murah, serta

memberikan efek negative yang kecil bagi kesehatan (Khiatuddin. 2003

dalam Kusumastuti. 2009). Untuk mengurangi masalah pencemaran

lingkungan oleh pencemar logam berat menggunakan teknik fisika, kimia

juga dapat menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik fitoremediasi

sangat cocok untuk daerah perairan yang tercemar dengan menggunakan

hutan mangrove. Ekosistem mangrove memiliki kemampuan alami untuk

membersihkan lingkungan dari berbagai bentuk zat pencemar sehingga

penggunaan tanaman mangrove sebagai tumbuhan penyerap logam

berat dari perairan sangat tepat. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh

Amin (2001), di perairan pesisir Dumai, Propinsi Riau, menunjukan bahwa

organ akar dan daun tumbuhan A. marina memiliki kemampuan

menyerap logam berat timbal Pb dan tembaga Cu .

5. Dalam upaya menaggulangi menurunnya kualitas lingkungan, kesehatan

manusia dan makhluk hidup lainnya akibat pencemaran lingkungan yang

semakin kompleks dan cenderung meningkat, selama tahun 2005, KLH

45
telah menyiapkan beberapa kebijakan teknis, yang salah satu poin yang di

ambil antara lain berupa:

a) Peraturan Presiden RI No 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan

Amendment To The Basel Convention On The Control Of

Transboundary Movements Of Hazardous Wastes and Their

Disposal (Amendemen Atas Konvensi Basel tentang Pengawasan

Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan

Pembuangannya). Peraturan Presiden RI No 60 Tahun 2005

tentang Pengesahan Framework Agreeement.

b) Peraturan Presiden RI No 60 Tahun 2005 tentang Pengesahan

Framework Agreeement Between The Government Of The

Republic Of Indonesia and The Secretariat Of The Basel

Convention On The Control Of Transboundary Movements Of

Hazardous Wastes and Their Disposal On The Establishment Of A

Basel Convention Regional Centre For Training and Technology

Transfer For Southeast Asia (Persetujuan Kerangka Kerja Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Sekretariat Konvensi Basel

Mengenai Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun Serta Pembuangannya tentang

Pembentukan Pusat Regional Konvensi Basel Untuk Pelatihan dan

Alih Teknologi Bagi Asia Tenggara).

46
c) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 45 Tahun 2005

tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana

Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan

Lingkungan Hidup (RPL).

d) RUU tentang Konvensi Stockholm tentang Bahan-bahan Pencemar

Organik yang Persisten (POPs).

e) Rancangan Perpres tentang Penanggulangan Keadaan Darurat

Tumpahan Minyak di Laut (NCP).

B. saran

1. Dengan mengetahui bahayanya logam berat maka perlu memperhatikan

sampah -sampah domestic yang terbuang di sungai atau laut

2. Di harapkan pihak pengelola pelabuhan lebih memperhatikan lagi sampah

ataupun bunangan yang terbuang di laut agar tidak sembarang membuang

limbahnya.

3.masyarakat perlu lebih waspada dalam megonsumsi hasil daut karena bisa jadi

ikan yang kita konsumsi telah tercemar logam berat ,maka perhatikan tempat

pembelianya .

4.untuk para birokrasi dan segala aparatur negara di harapkan lebih

memperhatikan kasus pencemaran logam berat karena selain merusak

lingkungan dapat mengancam masyarakat luas .

47
48

Anda mungkin juga menyukai