Masala H
Masala H
Untuk memenuhi kebutuhan air berbagai keperluan, yang semakin meningkat dari
tahun ke tahun sebagai dampak pertumbuhan penduduk dan pengembangan
aktivitasnya, sementara ketersediaan sumber daya air semakin terbatas bahkan
cenderung semakin langka, terutama akibat penurunan kualitas lingkungan dan
penurunan kualitas air akibat pencemaran, maka diperlukan suatu perencanaan
terpadu yang berbasis WS guna menentukan langkah dan tindakan yang harus
dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan mengoptimalkan potensi
pengembangan sumber daya air, melindungi/melestarikan serta meningkatkan nilai
sumber daya air dan lahan. Mengingat pengelolaan sumber daya air merupakan
masalah yang kompleks dan melibatkan semua pihak baik sebagai pengguna,
pemanfaat maupun pengelola, tidak dapat dihindari perlunya upaya bersama untuk
mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated
management.
Definisi lahan kritis adalah lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan
biologi karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya
membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan
kehidupan sosial ekonomi dan lingkungan. Luasan lahan kritis di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas adalah 469.467,70 Ha (SLHD Sulawesi Utara,
Tahun 2014), rincian per wilayah pada Tabel 2.4.
Banyaknya mata air yang kering terutama pada musim kemarau mengindikasikan
kekeritisan lahan pada DAS bagian hulu, seperti pada Kota Tahuna yang saat ini pada
musim hujan sering kebanjiran, karena daerah resapan air semakin menyempit (oleh
pemukiman) dan pada musim kemarau sering kekeringan.
Permasalahan yang sulit dipecahkan oleh masyarakat tentang air, adalah musim hujan
kebanjiran (padi rusak) dan musim kemarau tidak dapat air. Penyebabnya adalah ulah
penduduk membabat hutan lindung disamping rusaknya jaringan irigasi Di aliran
Sungai Tarun banyak terjadi longsor, terutama pada musim hujan.
DAS yang paling kritis adalah DAS Siu/Siau, dikuti oleh DAS Talaud/Lobbo, dan
DAS Lalue/Essang. Informasi tentang kondisi lahan kritis pada WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Dalam upaya konservasi sumber daya air lebih diprioritaskan dengan upaya vegetatif
dan kemudian diikuti oleh kegiatan fisik lainnya. Upaya vegetatif yang dikenal
meliputi kegiatan reboisasi (penghutanan kembali) dan penghijauan dengan tanaman
hutan atau non hutan.
Pada WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas ini mengalami permasalahan pada aspek
konservasi sumber daya air yang berakibat pada ancaman kelestarian fungsi sumber
daya air serta keberlangsungan manfaat yang diperoleh dari upaya pengembangan dan
pengelolaan sumber daya air yang telah dilaksanakan. Beberapa isu terkait yang
terjadi di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas antara lain :
1. Pemeliharaan fungsi resapan dan daerah tangkapan air yang kurang baik serta
akibat adanya alih fungsi lahan kawasan hutan;
2. Adanya alih fungsi lahan, terutama lahan pertanian dan hutan beralih fungsi ke
perkebunan. Kegiatan alih fungsi lahan umum terjadi hampir di semua DAS di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas dimana rata-rata penebangan pohon yang ditebang
berjumlah 25 (dua puluh lima) pohon per hari;
4. Terancamnya lahan yang berpotensi kritis (133.091,61 Ha) dan agak kritis
(175.216,75 Ha) pada kawasan hutan maupun non hutan pada DAS di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas (terutama DAS Molompar, DAS Talaud, DAS
Tondano, DAS Talawaan, dan DAS Batu putih);
5. Masih banyaknya perambahan hutan dan illegal logging serta perlu adanya
peningkatan kawasan konservasi;
8. Tidak jelasnya batas antara hutan lindung dan bukan, sehingga masyarakat banyak
yang tidak tahu atau tidak sadar kalau kegiatannya sudah masuk ke kawasan hutan
lindung;
11. Masih adanya penambangan mineral ilegal yang masih beroperasi di Kabupaten
Minahasa Utara;
13. Masih kurangnya bangunan penyimpan air (embung, waduk atau bendungan);
14. Kurang efisiennya penggunana air tanah pada DAS yang masuk dalam wilayah
potensi CAT;
16. Pada sumber air permukaan (sungai) secara visual terlihat bahwa keruh ditujukan
pula dengan hasil uji kualitas air bahwa beberapa parameter melebihi ambang batas
baku mutu;
19. Pengelolaan limbah industri masih belum optimal khususnya di Kota Bitung;
20. Pengolahan air limbah dan sampah rumah tanggal, indsutri dan perkotaan serta
sektor lainnya bekum terlaksana secara optimal yaitu pembuangan air limbah serta
sampah masih langsung ke sungai dan saluran drainase;
22. Belum adanya batas sempadan sungai dan danau sehingga pengelolaan masih
belum optimal; dan
23. Terjadinya penurunan debit mata air pada sumber-sumber air pada musim
kemarau.
2.4.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air
4. Ketersediaan air irigasi belum stabil, selain dikarenakan penurunan debit air juga
diakibatkan oleh pola tanam yang belum teratur.
5. Belum terpenuhinya standar pelayanan dan prasarana penyediaan air sesuai tanget
MDGs;
11. Terdapat alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan permukiman dan peruntukan
lainnya di Kota Manado, Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa;
12. Kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air belum optimal;
13. Belum tersusunnya pedoman operasional penyusunan Analisas Kebutuhan Nyata
Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP);
15. Koordinansi antara BWS Sulawesi I dengan Cipta Karya dan PDAM dalam
rangka penyediaan air baku/air bersih masih perlu ditingkatkan;
17. Terjadi peningkatan keasaman air dari Danau Tondano sehingga sering
mengakibatkan PLTA eksisting yang ada di Sungai Tondano sering mengalami
kerusakan (PLTA Tonsea Lama, PLTA Tanggari I, PLTA Tanggari II).
Untuk pengendalian daya rusak air terdapat beberapa permasalahan yang sering
terjadi, yaitu :
4. Meningkatnya potensi banjir dan pengikisan tebing sungai akibat perubahan cuaca
ekstrem di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa,
Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan
SITARO dan Kabupaten Kepulauan Talaud;
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam aspek sistem informasi sumber daya air,
yaitu :
1. Akurasi data, kelengkapan data dan penyebarluasan sistem informasi sumber daya
air belum memadai di seluruh kabupaten di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;
3. Informasi mengenai data sumber daya air masih sulit diakses. Publikasi data masih
dalam bentuk buku publikasi, sehingga tidak secara mudah dapat diakses oleh
user/pengguna;
7. Pengelolaan masih bersifat internal, belum memiliki jaringan yang terpadu antar
instansi terkait; dan
8. Sumber daya manusia yang menangani sistem informasi sumber daya air masih
minim baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
1. Pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja yang berkaitan dengan pengelolaan sumber
daya air masih belum efektifnya karena belum memadainya sumber daya manusia;
4. Masyarakat belum terlibat secara aktif dalam pengelolaan sumber daya air;
7. Belum maksimalnya masyarakat dalam melaksanakan hemar air dan belum adanya
penegakan hukun atas tindakan pencurian air;
Pada bagian ini diuraikan beberapa potensi yang mungkin bisa dikembangkan atau
diterapkan pada WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas, ditinjau dari 5 (lima) aspek
pengelolaan sumber daya air.
Identifikasi kegiatan konservasi sumber daya air ditinjau dari potensi pengembangan
yang bisa dilaksanakan adalah sebagai berikut:
3. Budidaya pertanian yang sesudai dengan kaidah konservasi yang berpedoman pada
Peraturan Menteri Nomor 48/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya
Buah dan Sayur yang baik;
7. Pengendalian erosi dengan bangunan teknik sipil berbasis lahan dan alur sungai;
9. Pengukuhan Batas Kawasan Hutan yang termasuk ke dalam kawasan hutan lindung
di Kabupaten Kepulauan Sanguhe, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten
Minahasa dan Minahasa Tenggara, Pengendalian pemanfaatan ruang sesuai ketetapan
dalam RTRW masing-masingkabupaten dan Menetapkan zona perlindungan
sumber-sumber air (RTRW Kab/Kota, RTBL, RDTR);
10. Melalui rehabilitasi hutan lindung margasatwa di hulu DAS sehingga dapat
mengembalikan fungsi daerah resapan pada DAS bagian hulu;
12. Dengan Pengembalian alih fungsi lahan yang sesuai dengan peruntukannya
(RTRWP/K) dengan melibatkan instansi terkait dan stakeholders terutama di dalam
pemanfaatan lahan yang berdampak pada pelestarian kawasan hutan;
13. Rehabilitasi dan reboisasi lahan kritis dengan metode konservasi vegetatif, teknik
dan lain-lain. Untuk mengembalikan fungsi daerah tangkapan pada daerah aliran
sungai;
15. Penetapan ketentuan jalur hijau di kawasan tidak padat penduduk di sempadan
sungai, danau, dan waduk diWS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas yaitu >20 meter
dari bibir sungai, Penetapan ketentuan sempadan sungai di daerah padat penduduk
minimal >5 meter dari bibir sungai, dan Penetapan ketentuan jalur sempadan
pantai >100 meter dari garis pantai;
16. Menerapkan teknologi tepat guna untuk kegiatan pertanian yang sesuai dengan
kaidah konservasi dan hemat air serta menyiapkan perda pengaturan SIPA bagi
pengguna air tanah di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung;
18. Penetapan alokasi ruang untuk kawasan lindung >30% di seluruh kabupaten/kota
yang ada di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas, Adanya insentif dan disintensif
dalam pengelolaan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan di lokasi: Kabupaten
Minahasa, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten
Kepulauan Sangihe, Kabupaten Talaud dan Kabupaten Sitaro;
21. Penerbitan peraturan daerah baku mutu air sungai dan limbah cair dalam WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas, Pengendalian dan pengawasan air secara berkal
serta mengoperasikan sistem pembuangan limbah secara komunal di daerah
permukiman;
22. Penetapan sejumlah titik koordinat pemantauan kualitas air sungai dan
pengambilan sampel harus homogen dan representatif yang mendekati kondisi
sesungguhnya;
23. Penerbitan perda tentang pemulihan kualitas air akibat dari pencemaran limbah
cair, pengendalian dan pengawasan kualitas air berkala, dan dengan mengoperasikan
sistem pembuangan limbah secara komunal di daerah industri;
24. Koordinasi program supaya kegiatan konservasi antar instansi agar dapat sinergi
dengan mengacu pada peta RTkRHL-DAS yang telah disusun oleh Badan
Pengelolaan DAS (BPDAS). Selanjutnya arahan RTkRHL-DAS (program 15 tahun)
ini digunakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota untuk penyusunan RPRHL 5
tahunan dan RTn RHL untuk setiap tahun; dan
4. Potensi pengembangan areal D.I Eksisting yang sudah ada sebesar 4.751 Hektar
yang terletak di Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten
Minahasa Tenggara dan Kabupaten Kepulauan Talaud;
5. Pemanfaatan Danau Tondano dan Sungai Tondano sebagai jalur transportasi air;
7. Pembangunan SITU, Infiltrasi Gallery, sistem SPAH regional, dan pemanfaatan air
tanah untuk pulau-pulau daerah perbatasan;
11. Kegiatan revitalisasi Danau Tondano, Danau Makalehi, Danau Mahena, dan
Danau Kapeta; dan
12. Pembentukan wadah koordinasi antara Balai Wilayah Sungai Sulawesi I, Cipta
Karya, dan PDAM di Kabupaten Kota di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas.
4. Pembangunan Sabo Dam di alur-alur yang terdampak akibat luapan aliran debris
gunung berapi (Gunung Lokon, Gunung Awu, Gunung Soputan, dan Gunung
Karangetan);
5. Pemetaan daerah rawan banjir dan rawan abrasi setiap 5 (lima) tahun;
6. Penyusunan nota kesepahaman dalam Pengelolaan sumber daya air WS dan forum
koordinasi di WS; dan
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan kualitas dan kuantitas yang
optimal dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya air
5. Optimalisasi koordinasi antar instansi terkait dengan Pengelolaan sumber daya air;