Anda di halaman 1dari 17

Selanjutnya secara operasional WS ini berada dibawah pengelolaan Balai Wilayah

Sungai (BWS) Sulawesi I yang berkedudukan di Manado (Provinsi Sulawesi Utara),


untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Untuk memenuhi kebutuhan air berbagai keperluan, yang semakin meningkat dari
tahun ke tahun sebagai dampak pertumbuhan penduduk dan pengembangan
aktivitasnya, sementara ketersediaan sumber daya air semakin terbatas bahkan
cenderung semakin langka, terutama akibat penurunan kualitas lingkungan dan
penurunan kualitas air akibat pencemaran, maka diperlukan suatu perencanaan
terpadu yang berbasis WS guna menentukan langkah dan tindakan yang harus
dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan mengoptimalkan potensi
pengembangan sumber daya air, melindungi/melestarikan serta meningkatkan nilai
sumber daya air dan lahan. Mengingat pengelolaan sumber daya air merupakan
masalah yang kompleks dan melibatkan semua pihak baik sebagai pengguna,
pemanfaat maupun pengelola, tidak dapat dihindari perlunya upaya bersama untuk
mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated
management.

WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas terdiri atas 89 (delapan puluh sembilan) DAS,


dengan luas total 469.467,70 ha

Secara administratif WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas berada di sebagian


wilayah Provinsi Sulawesi Utara, dengan luas sekitar 16.059 km2. Secara geografis
Wilayah Provinsi Sulawesi Utara terletak antara 00˚15’51’ – 05˚34’06’ LU dan antara
123˚07’00’ – 127˚10’30’ BT. Provinsi Sulawesi Utara yang terdiri atas 11 (sebelas)
kabupaten dan 4 (empat) kota. Dari 15 (lima belas) kabupaten/kota tersebut, yang
masuk kedalam WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas, adalah 6 (enam) kabupaten
dan 3 (tiga) kota yang terbagi dalam 100 (seratus) Kecamatan dan 1.110 (seribu seribu
seratus sepuluh) desa
Karena luas dan sangat beragamnya kondisi topografi dan geografi WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas ini, yang terdiri dari bagian daratan dan gugusan
kepulauan, maka dalam analisis hidrologi/neraca air, yang berhubungan dengan
Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air, dibagi-bagi dalam beberapa zona yang
didasarkan pada karakter hidrologis berbagai bagian tersebut. Pengelompokan zona
ini didasarkan pada kondisi topografi yang memungkinkan interaksi secara hidrologis.
Sedangkan untuk kepulauan masing-masing pulau dianggap berdiri sendiri. Atas dasar
itu, maka secara garis besar seluruh WS dibagi dua zona utama, yaitu Zona Daratan
dan Zona Kepulauan. Selanjutnya Zona Daratan dibagi menjadi dua, yaitu Zona
Daratan Bagian Utara dan Zona Daratan Bagian Selatan, sedangkan untuk Zona
Kepulauan dikelompokkan dalam tiga zona, yaitu Zona Kepulauan Sangihe, Zona
Kepulauan Talaud dan Zona Kepulauan Siau-Tagulangan-Biaro (Sitaro), seperti
diperlihatkan pada Gambar 1.3. Selanjutnya analisis pendayagunaan dilakukan
berdasarkan zonasi tersebut.

Definisi lahan kritis adalah lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan
biologi karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya
membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan
kehidupan sosial ekonomi dan lingkungan. Luasan lahan kritis di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas adalah 469.467,70 Ha (SLHD Sulawesi Utara,
Tahun 2014), rincian per wilayah pada Tabel 2.4.

Banyaknya mata air yang kering terutama pada musim kemarau mengindikasikan
kekeritisan lahan pada DAS bagian hulu, seperti pada Kota Tahuna yang saat ini pada
musim hujan sering kebanjiran, karena daerah resapan air semakin menyempit (oleh
pemukiman) dan pada musim kemarau sering kekeringan.
Permasalahan yang sulit dipecahkan oleh masyarakat tentang air, adalah musim hujan
kebanjiran (padi rusak) dan musim kemarau tidak dapat air. Penyebabnya adalah ulah
penduduk membabat hutan lindung disamping rusaknya jaringan irigasi Di aliran
Sungai Tarun banyak terjadi longsor, terutama pada musim hujan.

Tingkat kekritisan lahan di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas apabila


dipersentasikan terdiri atas lahan sangat kritis (3,96%), lahan kritis (21,69%), agak
kritis (37,32%), potensial kritis (28,35%) dan tidak kritis (8,68%) dari total luas WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas. Dengan tingkat lahan kritis yang mencapai 21,69%
dan agak kritis 37,32%, diperlukan penanganan serius untuk mengatasinya, antara lain
dengan upaya rehabilitasi hutan dan lahan, serta pengolahan lahan yang
memperhatikan kaidah konservasi lahan.

DAS yang paling kritis adalah DAS Siu/Siau, dikuti oleh DAS Talaud/Lobbo, dan
DAS Lalue/Essang. Informasi tentang kondisi lahan kritis pada WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas dapat dilihat pada Gambar 2.3.

2.4 Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan

Identifikasi kondisi lingkungan dan permasalahan ditinjau dalam 5 (lima) aspek


pengelolaan sumber daya air yaitu aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, pengendalian daya rusak air, sistem informasi sumber daya air, serta
pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.

2.4.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

Dalam upaya konservasi sumber daya air lebih diprioritaskan dengan upaya vegetatif
dan kemudian diikuti oleh kegiatan fisik lainnya. Upaya vegetatif yang dikenal
meliputi kegiatan reboisasi (penghutanan kembali) dan penghijauan dengan tanaman
hutan atau non hutan.
Pada WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas ini mengalami permasalahan pada aspek
konservasi sumber daya air yang berakibat pada ancaman kelestarian fungsi sumber
daya air serta keberlangsungan manfaat yang diperoleh dari upaya pengembangan dan
pengelolaan sumber daya air yang telah dilaksanakan. Beberapa isu terkait yang
terjadi di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas antara lain :

1. Pemeliharaan fungsi resapan dan daerah tangkapan air yang kurang baik serta
akibat adanya alih fungsi lahan kawasan hutan;

2. Adanya alih fungsi lahan, terutama lahan pertanian dan hutan beralih fungsi ke
perkebunan. Kegiatan alih fungsi lahan umum terjadi hampir di semua DAS di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas dimana rata-rata penebangan pohon yang ditebang
berjumlah 25 (dua puluh lima) pohon per hari;

3. Adanya lahan kritis dan sangat kritis seluas 120.388,03 Hektar di WS


Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas (Terutama di DAS Siau, DAS Talaud, DAS Lalue,
DAS Tondano, DAS Batuputih dan DAS Kuma);

4. Terancamnya lahan yang berpotensi kritis (133.091,61 Ha) dan agak kritis
(175.216,75 Ha) pada kawasan hutan maupun non hutan pada DAS di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas (terutama DAS Molompar, DAS Talaud, DAS
Tondano, DAS Talawaan, dan DAS Batu putih);

5. Masih banyaknya perambahan hutan dan illegal logging serta perlu adanya
peningkatan kawasan konservasi;

6. Kondisi penataan ruang yang masih perlu ditata;

7. Kurangnya pengendalian dalam area pemanfaatan sumber daya air;

8. Tidak jelasnya batas antara hutan lindung dan bukan, sehingga masyarakat banyak
yang tidak tahu atau tidak sadar kalau kegiatannya sudah masuk ke kawasan hutan
lindung;

9. Belum efektifnya kegiatan reboisasi dikarenakan kegiatan reboisasi masih lambat


dibanding dengan penebangan pohon yang terjadi khususnya di DAS-DAS di
Sulawesi Utara;
10. Adanya penambangan mineral batuan gunung dan sungai di Kabupaten Minahasa,
Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Kepulauan
Sangihe dan Kabupaten Kepulauan SITARO;

11. Masih adanya penambangan mineral ilegal yang masih beroperasi di Kabupaten
Minahasa Utara;

12. Terjadinya pengurangan kapasitas pengaliran sungai akibat sedimentasi di sungai


di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa, Kabupaten
Kepulauan Sangihe, dan Kabupaten Kepulauan Talaud;

13. Masih kurangnya bangunan penyimpan air (embung, waduk atau bendungan);

14. Kurang efisiennya penggunana air tanah pada DAS yang masuk dalam wilayah
potensi CAT;

15. Masih rendahnya efeisiensi pemakaian air oleh berbagai kepentingan;

16. Pada sumber air permukaan (sungai) secara visual terlihat bahwa keruh ditujukan
pula dengan hasil uji kualitas air bahwa beberapa parameter melebihi ambang batas
baku mutu;

17. Potensi erosi yang teridentifikasi di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas masih


sangat tinggi;

18. Masih kurangnya bangunan pengendalian sedimen pada daerah-daerah yang


berpotensi erosi tinggi;

19. Pengelolaan limbah industri masih belum optimal khususnya di Kota Bitung;

20. Pengolahan air limbah dan sampah rumah tanggal, indsutri dan perkotaan serta
sektor lainnya bekum terlaksana secara optimal yaitu pembuangan air limbah serta
sampah masih langsung ke sungai dan saluran drainase;

21. Penyediaan sanitasi di seluruh kabupaten di WS


Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas masih kurang;

22. Belum adanya batas sempadan sungai dan danau sehingga pengelolaan masih
belum optimal; dan

23. Terjadinya penurunan debit mata air pada sumber-sumber air pada musim
kemarau.
2.4.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Potensi yang ada di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas sangat besar untuk


dimanfaatkan. Namus upaya pemanfaatan dari seluruh stakeholder di daerah ini masih
sangat kurang. Adapun permasalahan yang ada adalah sebagai berikut :

1. Belum adanya zona pemanfaatan sumber air yang memperhatikan fungsi


pemanfaatan;

2. Penerapan peraturan menyangkut perijinan pada sumber-sumber air masih kurang;

3. Pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk pertanian masih belum optimal,


dikarenakan masih banyak lahan potensi yang bisa di kembangkan yaitu sekitar 4.751
Ha;

4. Ketersediaan air irigasi belum stabil, selain dikarenakan penurunan debit air juga
diakibatkan oleh pola tanam yang belum teratur.

5. Belum terpenuhinya standar pelayanan dan prasarana penyediaan air sesuai tanget
MDGs;

6. Masih terbatasnya layanan penyediaan air bersih dan air minum;

7. Kekeringan dan kelangkaan air terjadi di beberapa wilayah, seperti di Kabupaten


Minahasa Tenggara dan di pulau-pulau kecil terluar di Kabupaten Kepulauan Talaud,
Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan Kabupaten Kepulauan Sitaro, pada musim
kemarau panjang;

8. Kondiri topografi yang berbukit-bukit mengakibatkan pemenuhan jaringan air baku


tidak bisa optimal;

9. Adanya potensi konflik penggunaan air irigasi dan air baku;

10. Terdapat kerusakan prasarana jaringan irigasi sehingga mengakibatkan tidak


efektif dan efisien distribusi air air irigasi;

11. Terdapat alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan permukiman dan peruntukan
lainnya di Kota Manado, Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa;

12. Kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air belum optimal;
13. Belum tersusunnya pedoman operasional penyusunan Analisas Kebutuhan Nyata
Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP);

14. Potensi pengembangan tambak di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas masih


belum teridentifikasi baik;

15. Koordinansi antara BWS Sulawesi I dengan Cipta Karya dan PDAM dalam
rangka penyediaan air baku/air bersih masih perlu ditingkatkan;

16. Masih perlu adanya identifikasi mendalam menyangkut potensi-potensi energi


tambahan yang bersumber dari air permukaan di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas; dan

17. Terjadi peningkatan keasaman air dari Danau Tondano sehingga sering
mengakibatkan PLTA eksisting yang ada di Sungai Tondano sering mengalami
kerusakan (PLTA Tonsea Lama, PLTA Tanggari I, PLTA Tanggari II).

2.4.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

Untuk pengendalian daya rusak air terdapat beberapa permasalahan yang sering
terjadi, yaitu :

1. Pemahaman masyarakat terhadap daerah rawan bencana masih kurang;

2. Masih kurangnya bangunan pengendalian daya rusak air di Kota Manado,


Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara,
Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan SITARO dan Kabupaten
Kepulauan Talaud;

3. Masih kurangnya bangunan pengendali sedimen akibat luapan material gunung


berapi seperti yang sering terjadi di Kota Tomohon (Gunung Lokon), Kota Bitung
(Gunung Soputan) Kabupaten Minahasa Utara (Gunung Soputan), Kabupaten
Kepulauan SITARO (Gunung Karengetan), dan Kabupaten Kepulauan Sangihe
(Gunung AWU);

4. Meningkatnya potensi banjir dan pengikisan tebing sungai akibat perubahan cuaca
ekstrem di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa,
Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan
SITARO dan Kabupaten Kepulauan Talaud;

5. Masih tingginya pemanfaatan bantaran sungai dan pantai untuk permukiman


sehingga menyebabkan potensi bahaya meningkat;

6. Masih kurangnya koordinasi menyangkut kegiatan penanggulangan benana dengan


instansi terkait dalam hal ini BPBD Provinsi Sulawesi Utara;

7. Masih tingginya potensi abrasi pantai di Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten


Minahasa Utara, Kabupaten Kepl SITARO, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan
Kabupaten Kepulauan Talaud. Abrasi pantai tertinggi terjadi di pulau-pulau kecil
perbatasan yang tersebar antara lain Pulau Miangas, Pulau Marore, Pulau Nanusa,
Pulau Kawio, Pulau Makalehi, Pulau Beeng, Pulau Salibabu, Pulau Batubawaikang,
Pulau Para, Pulau Kalama, Pulau Intata, Pulau Kakorotan, Pulau Marampit, dan Pulau
Kawaluso;

8. Tingginya biaya pembangunan untuk bangunan pengaman pantai terlebih di daerah


pulau-pulau perbatasan;

2.4.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam aspek sistem informasi sumber daya air,
yaitu :

1. Akurasi data, kelengkapan data dan penyebarluasan sistem informasi sumber daya
air belum memadai di seluruh kabupaten di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;

2. Belum tersedianya informasi menyangkut hasil pemantauan kualitas air yang


berkelanjutan;

3. Informasi mengenai data sumber daya air masih sulit diakses. Publikasi data masih
dalam bentuk buku publikasi, sehingga tidak secara mudah dapat diakses oleh
user/pengguna;

4. Data sumber daya air yang masih berbeda-beda tiap instansi;

5. Belum tersedianya Flood Early Warning System (FEWS) di lokasi-lokasi rawan


banjir;
6. Sistem yang terbangun masih banyak yang sifatnya manual;

7. Pengelolaan masih bersifat internal, belum memiliki jaringan yang terpadu antar
instansi terkait; dan

8. Sumber daya manusia yang menangani sistem informasi sumber daya air masih
minim baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

2.4.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia


Usaha

Berbagai permasalahan dalam aspek pemberdayaan dan peningkatan peran


masyarakat dan dunia usaha yang teridentifikasi, antara lain:

1. Pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja yang berkaitan dengan pengelolaan sumber
daya air masih belum efektifnya karena belum memadainya sumber daya manusia;

2. Partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan sarana dan prasarana lingkungan di WS


Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas masih kurang;

3. Sebagian besar masyarakat masih belum mengenal program-prgram yang


dicanangkan untuk pengelolaan sumber daya air seperti Gerakan Nasional Kemitraan
Penyelamatan Air (GNKPA), Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;

4. Masyarakat belum terlibat secara aktif dalam pengelolaan sumber daya air;

5. Pelaksanaan penegakan hukum dan pemberlakuan sanksi sesuai ketentuan


perundang-undangan yang berlaku masih belum optimal;

6. Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sumber daya air di WS


Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas masih terbatas;

7. Belum maksimalnya masyarakat dalam melaksanakan hemar air dan belum adanya
penegakan hukun atas tindakan pencurian air;

8. Masih kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintahan dan non pemerintahan


dalamm pengelolaan sumber daya air; dan

9. Perlu adanya peningkatan efektifitas dari tugas TKPSDA WS


Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas dalam pengelolaan.
2.5 Identifikasi Potensi yang Bisa Dikembangkan

Pada bagian ini diuraikan beberapa potensi yang mungkin bisa dikembangkan atau
diterapkan pada WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas, ditinjau dari 5 (lima) aspek
pengelolaan sumber daya air.

2.5.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

Identifikasi kegiatan konservasi sumber daya air ditinjau dari potensi pengembangan
yang bisa dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Konsistensi penerapan RTRW yang telah ditetapkan di Kabupaten Minahasa,


Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Manado, Kota
Bitung, Kota Tomohon, Kabupaten Kepulauan SITARO, Kabupaten Kepulauan
Sangihe, dan Kabupaten Kepulauan Talaud;

2. Membuat bangunan penyimpanan air (bendungan/embung/situ) untuk mengatasi


kekeringan pada musim kemarau di Kabupaten Minahasa Tenggara, Kota Manado,
Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan Kabupaten
Kepulauan SITARO;

3. Budidaya pertanian yang sesudai dengan kaidah konservasi yang berpedoman pada
Peraturan Menteri Nomor 48/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya
Buah dan Sayur yang baik;

4. Reboisasi dan penghijauan di lahan kritis (hutan dan non-hutan);

5. Pengembangan wanatani (agro forestry);

6. Pengelolaan teknik konservasi tanah dan air terpadu berwawasan lingkungan


dengan pemberdayaan masyarakat serta pendampingan pada DAS Hulu dan lahan
miring/pegunungan; dan

7. Pengendalian erosi dengan bangunan teknik sipil berbasis lahan dan alur sungai;

8. Pengaturan zonasi penggunaan danau, khususnya di Danau Tondano;

9. Pengukuhan Batas Kawasan Hutan yang termasuk ke dalam kawasan hutan lindung
di Kabupaten Kepulauan Sanguhe, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten
Minahasa dan Minahasa Tenggara, Pengendalian pemanfaatan ruang sesuai ketetapan
dalam RTRW masing-masingkabupaten dan Menetapkan zona perlindungan
sumber-sumber air (RTRW Kab/Kota, RTBL, RDTR);

10. Melalui rehabilitasi hutan lindung margasatwa di hulu DAS sehingga dapat
mengembalikan fungsi daerah resapan pada DAS bagian hulu;

11. Melakukan pendekatan persuasif agar masyarakat sadar lingkungan dan


mengendalikan dan mengawasi kegiatn penambangan batuan non-mineral

12. Dengan Pengembalian alih fungsi lahan yang sesuai dengan peruntukannya
(RTRWP/K) dengan melibatkan instansi terkait dan stakeholders terutama di dalam
pemanfaatan lahan yang berdampak pada pelestarian kawasan hutan;

13. Rehabilitasi dan reboisasi lahan kritis dengan metode konservasi vegetatif, teknik
dan lain-lain. Untuk mengembalikan fungsi daerah tangkapan pada daerah aliran
sungai;

14. Mengembalikan fungsi daerah imbuhan (recharge) berbagai daerah tangkapan


mata air untuk memenuhi kebutuhan air baik di musim hujan maupun kemarau
khususnya di DAS di Pulau Sangihe, DAS di Pulau Karakelang, DAS di Pulau
Salibabu, DAS di Pulau Kabaruan, DAS di Pulau Siau, DAS di Pulau Tagulandang
dan DAS di Pulau Biaro;

15. Penetapan ketentuan jalur hijau di kawasan tidak padat penduduk di sempadan
sungai, danau, dan waduk diWS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas yaitu >20 meter
dari bibir sungai, Penetapan ketentuan sempadan sungai di daerah padat penduduk
minimal >5 meter dari bibir sungai, dan Penetapan ketentuan jalur sempadan
pantai >100 meter dari garis pantai;

16. Menerapkan teknologi tepat guna untuk kegiatan pertanian yang sesuai dengan
kaidah konservasi dan hemat air serta menyiapkan perda pengaturan SIPA bagi
pengguna air tanah di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung;

17. Peningkatan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi untuk daerah-daerah


yang merupakan pusat kegiatan wilayah antara lain Kota Manado, Kota Bitung, Kota
Tomohon;

18. Penetapan alokasi ruang untuk kawasan lindung >30% di seluruh kabupaten/kota
yang ada di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas, Adanya insentif dan disintensif
dalam pengelolaan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan di lokasi: Kabupaten
Minahasa, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten
Kepulauan Sangihe, Kabupaten Talaud dan Kabupaten Sitaro;

19. Melakukan kegiatan konservasi di Pulau Bangka Kabupaten Minahasa Utara


dikarenakan adanya potensi pasir besi;

20. Peningkatan Operasional dan Pemeliharaan IPAL, Program danau bersih,


Pengelolaan sampah domestik secara terpadu, Pemanfaatan gulma eceng gondok
menjadi komoditas ekonomi, seperti bahan kerajinan, puku organic dan lain-lain, serta
dengan melakukan Koordinasi pengelolaan danau antara BWS Sulawesi I dan
Pemkab Minahasa;

21. Penerbitan peraturan daerah baku mutu air sungai dan limbah cair dalam WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas, Pengendalian dan pengawasan air secara berkal
serta mengoperasikan sistem pembuangan limbah secara komunal di daerah
permukiman;

22. Penetapan sejumlah titik koordinat pemantauan kualitas air sungai dan
pengambilan sampel harus homogen dan representatif yang mendekati kondisi
sesungguhnya;

23. Penerbitan perda tentang pemulihan kualitas air akibat dari pencemaran limbah
cair, pengendalian dan pengawasan kualitas air berkala, dan dengan mengoperasikan
sistem pembuangan limbah secara komunal di daerah industri;

24. Koordinasi program supaya kegiatan konservasi antar instansi agar dapat sinergi
dengan mengacu pada peta RTkRHL-DAS yang telah disusun oleh Badan
Pengelolaan DAS (BPDAS). Selanjutnya arahan RTkRHL-DAS (program 15 tahun)
ini digunakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota untuk penyusunan RPRHL 5
tahunan dan RTn RHL untuk setiap tahun; dan

25. Penanganan sedimentasi dengan pembangunan bangunan pengendali sedimen di


Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa tenggara, Kabupaten
Minahasa, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Sitaro dan
Kabupaten Kepulauan Talaud.
2.5.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Identifikasi pengembangan potensi dalam aspek pendayagunaan sumber daya air


adalah sebagai berikut :

1. Pembangunan Bendungan Kuwil-Kawangkoan di Sungai Tondano dengan manfaat


yaitu penyediaan air baku 4,5 m3/detik, penyediaan PLTA sekitar 1,3 MW,
pengendalian banjir Kota Manado, dan dapat menunjang kegiatan pariwisata di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;

2. Potensi PLTMH terdapat di Desa Sawangan Kabupaten Minahasa Utara sebesar 16


MW, Kecamatan Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe Sebesar 1,2 MW,
Kecamatan Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe Sebesar 0,3 MW;

3. Potensi Pembangunan Bendungan/Embung di DAS Girian (Bendungan/Embung


Girian), DAS Abuang (Bendungan/Embung Abuang) dan di DAS Tondano yaitu
Bendungan Sawangan dengan potensi tampungan sekitar 8,5 Juta m3 ;

4. Potensi pengembangan areal D.I Eksisting yang sudah ada sebesar 4.751 Hektar
yang terletak di Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten
Minahasa Tenggara dan Kabupaten Kepulauan Talaud;

5. Pemanfaatan Danau Tondano dan Sungai Tondano sebagai jalur transportasi air;

6. Pengembangan daerah irigasi sederhana untuk ditingkatkan menjadi daerah irigasi


teknis seluas 5.380 ha di Kabupaten Minahasa (1.411 Ha), Kabupaten Minahasa Utara
(2.028 Ha), Kabupaten Minahasa Tenggara (190 Ha), KabupatenKepulauan Sangihe
(955 Ha) dan Kabupaten Kepulauan Talaud (796 Ha);

7. Pembangunan SITU, Infiltrasi Gallery, sistem SPAH regional, dan pemanfaatan air
tanah untuk pulau-pulau daerah perbatasan;

8. Peningkatan layanan jaringan SPAM sampai tingkat kecamatan di seluruh


Kabupaten di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;

9. Pembangunan infrastruktur air baku/air bersih untuk daerah-daerah yang topografi


berbukit-bukit sehingga tidak masuk dalam sistem SPAM/PDAM;
10. Penambahan kapasitas pengambilan air baku yang bersumber dari danau/air
permukaan untuk pemenuhan air baku untuk target layanan 100% di seluruh
kabupaten/kota di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;

11. Kegiatan revitalisasi Danau Tondano, Danau Makalehi, Danau Mahena, dan
Danau Kapeta; dan

12. Pembentukan wadah koordinasi antara Balai Wilayah Sungai Sulawesi I, Cipta
Karya, dan PDAM di Kabupaten Kota di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas.

2.5.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

Potensi upaya pengelolaan banjir di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas


mencakup:

1. Penerapan Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 tentang penetapan


garis sempadan sungai dan garis sempadan danau di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;

2. Penanganan mencakup kegiatan normalisasi, pembuatan waduk, dam pengendali,


dam penahan, sumur resapan, dan biopori pada daerah-daerah berpotensi erosi tinggi;

3. Pembangunan bangunan perkuatan tebing dan pengendalian banjir pada


daerah-daerah banjir;

4. Pembangunan Sabo Dam di alur-alur yang terdampak akibat luapan aliran debris
gunung berapi (Gunung Lokon, Gunung Awu, Gunung Soputan, dan Gunung
Karangetan);

5. Pemetaan daerah rawan banjir dan rawan abrasi setiap 5 (lima) tahun;

6. Penanganan kerusakan pantai akibat abrasi perlu dilakukan perlindungan baik


secara vegetatif dilakukan dengan mempertahankan hutan bakau dan penanaman
kembali tanaman bakau untuk perlindungan pantai maupun secara struktural dimana
dapat dibangun konstruksi perlindungan dan perkuatan pantai antara lain (1)
bangunan pemecah gelombang, (2) turap, (3) bronjong, dan lain-lain. Jenis yang
dipilih sangat dipengaruhi oleh kondisi setempat, yaitu arah dan besarnya gelombang,
karakteristik arus, jenis tanah setempat, kelandaian pantai, serta peruntukan dari
pantai tersebut;

7. Penyediaan instrumen peringatan dini bahaya banjir dan meningkatkan perann


lembaga adat dan masyarakat dalam sistem peringatan dini;

8. Pembangunan bangunan perlindungan pulau untuk pulau-pulau perbatasan yang


tersebar di Kab. Kepulauan Sitaro, Kab. Kepl Sangihe dan Kab. Kepulauan Talaud;
dan

9. Peningkatan koordinasi antara stakeholder terkait dalam rangka pencegahan,


penanganan, dan rehabilitasi bencana di Wilayah Sungai
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas.

2.5.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

1. Otomatisasi peralatan hidrologi dan klimatologi;

2. Pembangunan dan rehabilitasi pos-pos hidrologi sesuai hasi rasionalisasi pos


hidrologi Tahun 2015;

3. Koordinasi antar instansi untuk mendukung pengembangan SISDA secara terpadu;

4. Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung penyebaran


informasi data secara meluas dan terpadu, dapat sharing data secara online dengan
instansi yang terkait, baik melalui website maupun media lain, dan

5. Pelatihan teknis pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan kompetensi


sumber daya pengelola WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;

6. Penyusunan nota kesepahaman dalam Pengelolaan sumber daya air WS dan forum
koordinasi di WS; dan

7. Pembagian tanggung jawab masing-masing instansi sesuai peraturan


perundang-undangan.

2.5.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia


Usaha
Identifikasi pengembangan potensi dalam aspek pemberdayaan dan peningkatan peran
masyarakat dan dunia usaha adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat Provinsi


Sulawesi Utara;

2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan kualitas dan kuantitas yang
optimal dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya air

3. Diterbitkannya peraturan di tingkat daerah provinsi/kabupaten/kota tentang


Pedoman Penyelamatan Air sebagai acuan dalam sosialisasi GNKPA dan GERHAN
terhadap masyarakat;

4. Sosialisasi dan Pelaksanaan program-program GNKPA dan GERHAN;

5. Optimalisasi koordinasi antar instansi terkait dengan Pengelolaan sumber daya air;

6. Dukungan dana untuk sosialisasi terhadap ketentuan/peraturan terkait sumber daya


air;

7. Meningkatkan peran masyarakat dan swasta untuk berpartisipasi dalam


Pengelolaan sumber daya air;

8. Sosialisasi dan Pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang


terkait dengan Pengelolaan sumber daya air;

9. Penegakan hukum dan pemberlakuan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan


yang berlaku;

10. Pengaturan dalam penataan permukiman di Kawasan Penyangga Hutan;

11. Sosialisasi komoditas pertanian dan perkebunan dengan memperhatikan


kesesuaian dan daya dukung lahan yang cocok untuk dikembangkan di
masing-masing DAS di WS Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas;

12. Sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang


terkait dengan Pengelolaan sumber daya air;

13. Penegakan hukum dan pemberlakuan sanksi sesuai ketentuan


perundang-undangan yang berlaku; dan
14. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap Pengelolaan sumber daya air
dengan pelatihan tentang pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana sumber daya air yang bisa dikelola oleh masyarakat di WS
Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas.

Anda mungkin juga menyukai