PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Halusinasi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa yang menjadi penyebab seseorang
dibawa ke Rumah Sakit Jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh di ruang inap pasien jiwa RSJ
Prof. HB Saanin kota Padang bulan februari 2018, pasien yang dirawat di ruang Merpati di
dapatkan dari 32 pasien yang mengalami gangguan jiwa terdapat 20 pasien mengalami
gangguan persepsi sensori halusinasi yang rata-rata berumur antara antara 20 tahun sampai 65
tahun.
Pasien dengan halusinasi jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak yang
buruk bagi penderita, orang lain, ataupun lingkungan disekitarnya, karena pasien dengan
halusinasi akan kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasinya, pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide),
membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk meminimalkan dampak
yang ditimbulkan dibutuhkan peran perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan
pendekatan dan membantu klien memecahkan masalah yang dihadapinya dengan memberikan
penatalaksanaan untuk mengatasi halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan antara lain
meliputi farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis antara lain
dengan memberikan obat-obatan antipsikotik. Adapun penatalaksanaan non-farmakologis dari
halusinasi dapat meliputi pemberian terapi-terapi modalitas (Direja, 2011).
Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit salah satunya melakukan
penerapan standar asuhan keperawatan yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan
halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang
diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang
ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal
halusinasi, mengajarkan pasien menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain saat
halusinasi muncul, melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi, serta minum
obat dengan teratur (Akemat dan Keliat, 2010).
Berdasarkan data dan fenomena diatas khususnya pada Provinsi Sumatra Barat masalah
gangguan jiwa yang paling banyak di alami oleh masyarakat adalah halusinasi dan lebih
didominasi halusinasi pendengaran. Pasien dengan halusinasi yang menjalani rawat inap di
rumah sakit kemudian dilakukan penatalaksanaan halusinasi baik farmakologis maupun non-
farmakologis banyak yang menunjukan perbaikan pada kondisinya dan dinyatakan sembuh,
akan tetapi banyak juga pasien yang kembali lagi ke rumah sakit. Sehingga timbul pertanyaan
penulis, “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi di Ruang Merpati RSJ Prof. HB Saanin kota Padang? ”
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi
2. Tujuan Khusus
Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori
: halusinasi Pendengaran.
Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi
C. MANFAAT PENULISAN
1. Profesi perawat
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya dengan kasus gangguan persepsi
sensori :halusinasi pendengaran.
2. Klien
Memberikan pengetahuan serta masukan kepada klien tentang cara menangani, merawat, dan
mencegah kekambuhan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
3. Keluarga
4. Penulis
TINJAUAN TEORI
I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011) halusinasi merupakan hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Sedangkan halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah suatu
gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan penghiduan, atau
pendengaran.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara
atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara,
paling sering adalah suara orang, berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin
ada satu atau banyak suara, dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal.
Berbentuk halusinasi perintah yaitu suara yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan,
sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap berbahaya (Videbeck,
2008).
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan
dengan fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukan adanya
halusinasi. Respon yang terjadi dapat berada dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang
dapat digambarkan seperti di bawah ini :
· Ilusi
· Emosional berlebihan/dengan
pengalaman kurang
· Perilaku ganjil
· Menarik diri
1) Respon adaptif
Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi :
a) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
b) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat
dan tepat sesuai perhitungan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa yang timbul
sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan
moral.
e) Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain dalam
pergaulan di tengah masyarakat.
2) Respon transisi
Respon transisi berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
b) b) Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
d) Perilaku ganjil/tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
e) Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam berkomunikasi
ataupun berhubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya.
3) Respon maladaptif
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap
rangsangan.
c) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau menurunya kemampuan
untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
C. FASE-FASE HALUSINASI
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas
keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar.
Menurut Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase
condemming, fase controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam
golongan nonpsikotik.
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak
dan tidak dapat diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku Klien :
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan.
Termasuk dalam psikotik ringan.
Perilaku Klien :
Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Termasuk dalam gangguan psikotik.
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk dalam
psikotik berat.
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku Klien :
Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
D. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan halusinasi, yaitu
faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan poala asuh. Adapun
penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child) akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogik
neurokimia seperti Buffofenondan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan
zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia cenderung
mengalamiSkizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu
faktor biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun penjelasan yang
lebih detail dari masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut ini :
a. Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan data obyektif klien, yaitu :
1. Data Subyektif :
e. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain bahkan suara lain yang
membahayakan.
2. Data Obyektif.
b. Bicara sendiri.
c. Tertawa sendiri.
e. Menutup telinga.
f. Mulut komat-kamit.
F. JENIS-JENIS HALUSINASI
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat berkisar dari suara
yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai klien. Jenis lain termasuk pikiran yang
dapat didengar yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-
kadang berbahaya.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton,
atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan
atau yang menakutkan seperti monster.
3. Halusinasi penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya bau-bau yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang,
dan dimensia.
4. Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti darah, urine, atau
feses.
5. Halusinasi Perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Halusinasi Senestetik
Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinestetik
G. POHON MASALAH
(Akibat )
(Core Problem)
(Penyebab)
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai berikut :
Terapi Farmakologi
a. Haloperidol (HLP)
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah prilaku
berat pada anak-anak.
3) Mekanisme kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP
pada tingkat subkortikal formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak
subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
b. Chlorpromazin
2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar,
gangguan skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik
berlebihan.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsiotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, namun mungkin
berhubungan dengan efek antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine
postsinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbik, batang otak dan medula.
4) Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum tulang, penyakit
Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama
kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik, hipertensi, mulut kering,
mual dan muntah.
c. Trihexypenidil (THP)
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat antiparkinson
3) Mekanisme kerja
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak
dibawah usia 3 tahun.
5) Efek samping
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt,
cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat
memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang
lain.
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Menurut Keliat, (2006) tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian. isi pengkajian meliputi:
a. Identitas klien.
c. Faktor predisposisi.
d. Faktor presipitasi.
g. Status mental.
i. Mekanisme koping.
k. Pengetahuan.
l. Aspek medik.
1. Pengkajian perilaku
2. Faktor predisposisi
a) Dimensi biologis
c) Sosial budaya
3. Faktor presipitasi
a. Stressor biologis
b. Stressor lingkungan
c. Pemicu gejala
4. Penilaian stressor
6. Mekanisme koping
c. Menarik diri
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
TUK 2 : Membantu klien mengenal halusinasi ( jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, respon ).
Intervensi : Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi.
1. Menghardik.
1. Cara menghardik
TUK 5 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)
Intervensi:
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
Intevensi :
3. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa
perawat mengikuti pembicaraan klien.
Intervensi :
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau
mau bergaul.
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang
muncul.
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
5. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
6. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain.
7. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
TUK 4 : Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang, dengan perawat dan klien lain.
Intervensi :
1. Mengajarkan cara berkenalan dengan orang dengan cara mempraktekan dan melakukan.
Intervensi :
1. Mengajarkan cara berkenalan dengan dua orang dengan cara mempraktekan dan
melakukan.
Tujuan Umum : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi:
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel atau kesal.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
Intervensi:
3. Bicarakan dengan klien "apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya bisa selesai
?"
Intervensi:
Intervensi:
1. Tanyakan kepada klien apakah dia ingin mempelajari cara baru yang sehat
a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur
atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal atau tersinggung.
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
Intervensi:
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel atau marah.
TUK 8 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)
Intervensi:
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizing dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawatatau dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
Intervensi:
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga selama ini.