Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan depresi termasuk kedalam gangguan mood. Pembahasan emosi


mencakup afek, mood, emosi yang lain serta gangguan psikologis yang berhubungan
dengan mood. Sehingga dalam pembahasan gangguan depresi maka akan dibahas
emosi dan mood. Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang meliputi psikis,
somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. Emosi memiliki
sinonim berupa afek yang merupakan suasana perasaan hati seorang individu. Mood
merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh
seseorang dan terpantau oleh orang lain, contohnya depresi, elasi dan marah.1
Pasien dalam keadaan mood depresi memperlihatkan kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati
atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (tidur, aktivitas seksual dan ritme
biologik lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal,
sosial dan fungsi.1,2
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan
perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa
hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.3
Berdasarkan usia, depresi sering terjadi pada rata-rata usia sekitar 40 tahun.
Hampir 50% awitan terjadi diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat
timbul pada masa anak atau lanjut usia. 1,2
Perempuan dua kali lipat lebih besar mengalami depresi dibandingkan laki-
laki. Penyebabnya diduga karena adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan,
perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, serta model perilaku
yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.1

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


 Tanggal MRS : 28 November 2017
 Nama : Nn. M
 Umur/Tgl lahir : 15 tahun/ 11-05-2002
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Jl. Sri Rezeki Kel. Beliung RT.17 Kec. Alam Barajo
 Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
 Agama : Islam
 Status : Belum Menikah
 Pekerjaan saat ini : Pelajar SMA

Identitas Dari Alloanamnesis


 Nama : Ny. E
 Pekerjaan : IRT
 Alamat : Jl. Sri Rezeki Kel. Beliung RT.17
 Agama : Islam
 Status : Menikah
 Hubungan dengan pasien : Ibu kandung
 Kesan pemeriksa terhadap keterangan yang diberikan : Dapat dipercaya

2.2 ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke poli jiwa RSJD Provinsi Jambi bersama denganibu
kandungnya dengan keluhan sering menangis dan mudah marah.

2
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu pasien sering menangis dan mudah
marah. Keluhan awal bermula ketika pasien diejek oleh teman-teman sekolahnya.
Setelah pasien diejek lalu orang tua pasien menasehati pasien agar tidak mudah
sedih, pasien malah marah kepada orang tuanya dan tidak mau lagi sekolah.
Semenjak saat itu pasien sering menangis tanpa sebab. Pasien menjadi murung
dan menarik diri dari lingkungan. Pasien merasa takut jika harus ke sekolah.
Pasien selalu merasa cemas dan ketakutan padahal pasien tidak sedang mendapat
masalah. Nafsu makan pasien menjadi menurun dan pasien tidak bisa tidur sejak
kejadian itu terjadi. Pasiensaat ini masih bisa beraktivitas, namun pasien
kehilangan minat untuk ke sekolah dan bersosialisasi atau berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar, pasien lebih banyak diam, tertutup, dan menyendiri. Sebelum
keluhan muncul, pasien memang seorang yang pendiam.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat mengalami gangguan mental emosional, tidak
pernah mengalami gangguan psikosomatis, tidak memiliki riwayat penyakit lain,
tidak mempunyai riwayat penyalahgunaan zat (NAPZA) dan alkohol, tidak
memilikit trauma fisik sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga, bibi pasien pernah mengalami
gangguan cemas, rutin berobat, dan saat ini tampak tenang.

E. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Tekanan Darah : 110/80 mmHg

3
c. Nadi : Teraba kuat, teratur, frekuensi 80 x/menit
d. RR :Teratur, frekuensi 20 x/menit
e. Suhu : 36,5C
f. Tinggi badan : 157 cm
g. Berat badan : 47 kg
h. IMT : 19,10 ( Berat badan normal)

- Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : Turgor baik
b. Kepala : Normocephalik
c. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+)
d. Leher : Pembesaran KGB (-)
e. Toraks : Bentuk dan pergerakan simetris
f. Jantung : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
g. Pulmo : Sonor, vesikuler (+/+)
h. Abdomen : Datar, soepel
i. Hepar : Tidak teraba
j. Lien : Tidak teraba
k. Ekstremitas : Edema (-)

- Pemeriksaan Neurologis : Dalam batas normal


- Pemeriksaan Psikomertik : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan

4
F. Status Psikiatri
a. Keadaan umum
Penampilan : Pasiendatang dalam keadaan tenang,
penampilan sesuai usianya, kondisi fisik
terlihat sehat, pakaian yang cukup rapi, raut
wajah murung.
Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi : Waktu :baik
Tempat :baik
Orang : baik
b. Sikap & tingkah laku : Kooperatif
c. Gangguan berpikir
Bentuk pikir : Realistik
Arus pikir : Koheren
Isi pikir : Preokupasi
d. Alam perasaan
Mood : Irritable
Afek : Depresif
e. Persepsi
Halusinasi : Tidak ada
Ilusi : Tidak ada
f. Fungsi intelektual
Daya konsentrasi : Baik
Orientasi : Waktu :baik
Tempat :baik
Orang : baik
Daya ingat : Segera (immediate) : Baik
Baru saja (recent) : Baik

5
Agak lama (recent past) : Baik
Jauh (remote) : Baik
Pikiran abstrak : Baik
g. Pengendalian impuls : Buruk
h. Daya nilai : Baik
i. Tilikan/insight :3
j. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

G. Interpretasi Pemeriksaan Tambahan


a) Menulis tiga buah impian/keinginan
Pasien diberikan selembar kertas dan diminta untuk menuliskan 3 impiannya.
Tiga impian yang dituliskan pasien antara lain:
1. Terlalu pusing kalau terlalu banyak pelajaran jadi mau saya jangan terlalu
banyak, pusing kalau banyak pelajaran.
2. Ingin berbicara dengan pelan-pelan agar nyambung dengan pembicaraan
seseorang dan tidak terlalu tergesa-gesa.
3. Tidak sesak nafas setelah minum obat

b) Menggambar rumah, orang, dan pohon


Pasien diberikan selembar kertas dan diminta untuk menggambar 3 objek,
yaitu pohon, orang, dan rumah. Pasien menggambar dibagian bawah kertas yang
berarti bahwa pasien adalah orang yang terbuka, cerdas, gaul serta kontrol emosi
yang baik. Bentuk gambar yang kecil menandakan bahwa pasien adalah
seseorang yang kurang percaya diri. Dinilai dari ketegasan garis yang dibuat,
ternyata pasien menggambar dengan garis tipis dan terputus-putus yang berarti
bahwa pasien minder dan sulit bergaul.
Gambar orang dengan proporsi kepala tidak sesuai menandakan pasien orang
yang labil dan sulit ditebak. Mata yang digambarkan yaitu seperti terbelalak yang

6
menandakan pasien penakut, seorang yang panik, dan tidak percaya diri. Tangan
digambar merentang yang berarti pasien mandiri tapi membutuhkan perhatian,
seorang yang pasif, dan bermotivasi rendah.
Gambar pohon yang tidak cukup lebat menandakan pasien merasa ada yang
kurang dari sang ayah. Gambar batang pohon yang tegak lurus menandakan
seorang yang keras kepala, memiliki kepribadian tertutup, kurang gaul tapi
memiliki imajinasi yang kuat. Ini juga menandakan pasien berada diantara
memendam perasaan atau akan mengungkapkannya. Gambar batang pohon yang
halus juga menandakan seorang yang sulit bergaul, mudah tersinggung, sedikit
kaku namun berpendirian kokoh. Bentuk daun yang bulat menandakan seorang
yang tertutup, lemah, kurang kreatif, banyak berkhayal, dan tidak punya tujuan
yang jelas.
Gambar rumah dengan dinding yang samar menunjukkan seseorang dengan
ego yang lemah. Rumah tanpa jendela dan pintu yang tertutup menandakan
seseorang yang kurang terbuka dan kurang suka berinteraksi dengan orang lain.

c) Penilaian skor CDI (Children Depression Inventory)


Pada pasien ini, skor CDI yang didapatkan adalah 24, sehingga pasien ini
dikategorikan ke dalam depresi sedang

H. Diagnosis Banding
F32.1 Episode depresif sedang
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresi
F41.1 Gangguan cemas menyeluruh

I. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F32.1 Episode Depresif Sedang
Aksis II : Ciri kepribadian cemas

7
Aksis III :-
Aksis IV : Masalah dengan lingkungan dan psikososial
Aksis V : GAF Scale 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik)

J. Tatalaksana
- Farmakoterapi : Fluoxetin 10mg 1x1
Alprazolam 0,5mg 1x1
- Psikoterapi
1. Psikoterapi suportif
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan,
empati, pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan
mengekspresikan hal-hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya.
Identifikasi faktor pencetus dan bantu untuk mengoreksinya serta
memecahkan problem eksternal .
2. Terapi kognitif
Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah. Kemudian, ia harus
belajar cara merespon cara pikir yang salah tersebut dengan cara yang lebih
adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikiran – pikiran negatif dan harapan – harapan negatif.
3. Terapi Interpersonal
Berfokus pada konteks sosial depresi dan hubungan pasien dengan orang lain.
Memberikan ventilasi yakni memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan isi hati dan keinginannya supaya pasien merasa lega.
4. Edukasi
Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien,
jangan membatasi aktivitas pasien, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal
yang dapat meningkatkan stresor.Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk

8
teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti
aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan
menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.

K. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Pasien dalam keadaan moodterdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati
atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan
kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual, dan ritme
biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal,
sosial dan fungsi pekerjaan.2
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan
sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi
dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.3
Depresi adalah suatu periodeterganggunya fungsi manusia yang dikaitkan dengan
perasaan yang sedih serta gejala penyertanya, dimana mencakup hal-hal seperti
perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa lelah,
anhedonia, rasa tak berdaya dan putus asa dan bunuh diri.4
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan
bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi atau penurunan
konsentrasi. Sedangkan berdasarkan Maramis, depresif adalah suatu gangguan
perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan
diri sendiri, gangguan tidur dan makan.5

3.2 Epidemiologi
Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan prevalensi sekitar 15% pada
semua umur dan pada perempuan dapat mencapai 25% yang sekitar 10% persen
mendapatkan perawatan primer sedangkan sisanya 15% dirawat rumah sakit. Pada

10
anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%, sedangkan pada usia remaja
didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.1,2
Perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-
laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.1
Berdasarkan usia, depresi sering terjadi pada rata-rata usia sekitar 40 tahun-an.
Hampir 50% awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul
pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat
diusia kurang dari 20 tahun. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat.1,2
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal
yang erat atau pada mereka yang bercerai. Wanita yang tidak menikah memiliki
kecenderungan yang lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang
menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.1
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat.
Depresi lebih sering terjadi di daerah perdesaan dibandingkan perkotaan.2

3.3 Etiologi dan Patofisiologi


1. Faktor organobiologi.
Dilaporkan terdapat kelainan metabolik amin biogenik seperti asam 5-
hydroxyindoloacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA), dan 3 methoxy-4-
hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal (CSF)
pasien dengan gangguan mood.2
a. Amino Biogenik
Norephineprin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terlibat
patofisiologi gangguan mood. 2

11
b. Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respons klinis antidepresi
merupakan peran langsung system noradrenergic pada depresi. Bukti lainyang
juga melibatkan reseptor b2 presinaptik pada depresi,yaitu aktifnya reseptor
yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor
b2-presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah
pelepasan serotonin.2
c. Dopamin
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru
reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik
dan pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan antara dopamin dan
ganguuan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah jalur
dopamin mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor
dopaminmungkin hipoaktif pada depresi.2
d. Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab
untuk mengontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa
penelitian ditemukan jumlah serotonin yang berkurang di celah sinap
dikatakan bertanggungjawab untuk terjadinya depresi.2
Diagram dibawah menunjukkan mekanisme yang diyakini terlibat dalam
patofisiologi depresi. Jalur utama prodepresi yang terlibat adalah axis hipotalamus-
pituitari-adrenal yang diaktivasi oleh stres dan pada gilirannya menguatkan aksi
eksitotoksik glutamat yang dimediasi oleh reseptor NMDA, dan berhubungan dengan
ekspresi gen yang memulai terjadinya apoptosis neural di hipokampus dan korteks
prefrontal. Jalur antidepresif meliputi monoamin norepinefrin dan 5-
hydroxytryptamine (5-HT), yang bekerja pada reseptor G-protein-coupled, dan brain-
derived neurotrophic factors (BDNF), yang bekerja pada kinase-linked

12
receptor(TrkB), berhubungan dengan gen yang melindungi neuron melawan
apoptosis dan mempromosikan terjadinya neurogenesis. 2

Gambar 3.1 Patofisiologi Depresi

2. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood
dengan jalur penurunan yang kompleks. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam
keluarga menunjukkan bahwa generasi pertama lebih sering 2 sampai 10 kali
mengalami depresi berat.1
Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan secara genetik.
Studi menunjukkan, anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan mood
beresiko untuk mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh
keluarga angkat.2

13
3. Faktor psikososial
Kembar monozigot sebesar 50% dan kembar dizigot sebesar 10-25%. Pada anak
kembar dizigot gangguan depresi berat terdapat sebanyak 13-28% sedangkan pada
kembar monozigot 53-69%.2
Peristiwa kehidupan dengan stressfull sering mendahului episode pertama
dibandingkan episode berikutnya. Teori yang ada terkait dengan hal tersebut adalah
adanya perubahan biologi otak yang bertahan lama. Sehingga perubahan ini
menyebabkan perubahan berbagai neurotransmitter dan system sinyal intraneuron,
termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinap dan berdampak
pada sinap dan hal tersebut dapat berdampak pada seorang individu berisiko tinggi
mengalami episode berulang, gangguan mood, sekalipun tanpa stressor.1
Semua orang dengan dengan pola kepribadiannya dapat mengalami depresi sesuai
dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi-kompulsi, histrionik
dan ambang berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingnya dengan gangguan
kepribadian paranoid dan antisocial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik
berisikko menjadi gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupaka predictor
terkuat untuk kejadian episode depresi.1,2
Faktor psikodinamik pada depresi dikenal sebagai pandang klasik dari depresi dan
dituangkan kedalam teori yang ditemukan oleh Sigmund Freud dan dilanjutkan oleh
Karl Abraham. (1) gangguan hubungan ibu dan anak selama fase oral (10-18 bulan)
merupakan faktor predisposisi terhadap episode depresi berulang; (2) depresi dapat
dihubungkan dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek; (3) introjeksi
merupakan bangkitan mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan yang
berkaitan dengan kehilangan objek.; (4) akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan
dalam bentuk campuran antara benci dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada
diri sendiri Menurut Melanie Klein depresi termasuk agresi kearah mencintai.
Sedangkan Edward Bibring menyatakan bahwa depresi adalah suatu fenomena yang

14
terjadi ketika seseorang menyadari terdapat perbedaan antara ideal yang tinggi
dengan ketidakmampuan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.2

4. Formulasi lain dari depresi


Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan
kecenderungan seseorang menjadi depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias
kognitif dari depresi mencakup (1) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi
negatif terhadap dirinya (2) tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap
dunia bermusuhan terhadapnya (3) tentang masa depan yakni bayangan penderitaan
dan kegagalan.2

3.4 Perjalanan Penyakit


Sebelum episode pertama teridentifikasi, sekitar 50% gangguan depresi berat
memperlihatkan gejala depresi yang bermakna. Gejala depresi yang teridentifikasi
dini dan dapat teratasi lebih awal dapat mencegah berkembangnya gejala tersebut
menjadi episode depresi penuh. Pada pasien dengan gangguan depresi berat,
meskipun gejala mungkin telah ada, umumnya belum menunjukkan suatu premorbid
gangguan kepribadian. Sekitar 50% pasien dengan episode depresi pertama terjadi
sebelum usia 40 tahun biasanya dihubungkan dengan tidak adanya riwayat gangguan
mood dalam keluarga, gangguan kepribadian antisocial dan penyalahgunaan
alkohol.1,2
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6 – 13 bulan. Kebanyakan
penanganan episode depresi sekitar 3 bulan. Namun karena merujuk kepada prosedur
baku penatalaksaan gangguan depresi maka penatalksaan setidanya dilakukan selama
6 bulan agar tidak mudah kambuh.1

15
3.5 Gejala Klinis
Tanda dan gejala:2
- Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala
utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak
mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga.
- Pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak
mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari
keluarga, teman dan aktivitas sebelumnya.
- Hampir semua pasien depresi mengeluh tentang penurunan energi.
- Pasien dengan depresi mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami
hendaya disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat
dalam kegiatan baru.
- Pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari
(Terminalinsomnia) dan sering terbangun pada malam hari karena
memikirkan masalah yang dihadapi.
- Kebanyakan pasien juga menunjukan peningkatan atau penurunan nafsu
makan demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta
mengalami tidur lebih lama dari yang biasanya.
- Kecemasan
- Perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya
penyakit lain secara bersamaan, seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru
obstruksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid yang tidak
teratur dan menurunnya minat serta aktivitas seksual.
Berdasarkan PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III)
gejala utama depresi: 6
- afek depresif
- kehilangan minat dan kegembiraan, dan

16
- berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya: 6
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya dua minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

3.6 Diagnosis6
Berdasarkan PPDGJ III, Pedoman Diagnostik Episode Depresif terdiri dari:
F32.0 Episode Depresif Ringan
– Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
– Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
– Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
– Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
– Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
F32.1 Episode Depresif Sedang
– Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresif ringan
– Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
– Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

17
– Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga.
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
– Semua 3 gejala utama depresi harus ada
– Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat.
– Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkibn tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
– Episode depresif biasanya haarus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu
– Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga kecuali paada taraf yang sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
– Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F.32 tersebut
– Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu.
F 32.8 Episode Depresif Lainnya
F 32.9 Episode Depresif YTT

Pemeriksaan status mental


a. Deskripsi umum
Kemunduran psikomotor secara umum merupakan gejala yang paling sering,
meskipun agitasi psikomotor juga terlihat terutama pada pasien usia lanjut. Meremas

18
tangan dan menarik rambut merupakan gejala dari agitasi. Secara sederhana, pasien
depresi memiliki postur tubuh yang dibungkukkan tidak ada gerakan spontan, sedih
dan memalingkan wajah. Pada pemeriksaan klinis, pasien depresi memperlihatkan
keseluruhan gejala dari kemunduran psikomotor yang tampak serupa dengan pasien
skizofrenia katatonik.1
b. Mood, afek, dan perasaan
Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50% pasien menyangkal perasaan
depresi dan tidak tampak depresi.1
c. Suara
Pengurangan jumlah dan volume bicara; mereka merespon pertanyaan dengan
satu-satu kata dan memperlihatkan perlambatan menjawab pertanyaan. Pemeriksa
dapat menunggu 2 atau 3 menit untuk pasien menjawab pertanyaan.1
d. Gangguan persepsi
Gangguan depresi berat dengan ciri psikotik mempunyai waham atau halusinasi.
Bahkan tanpa waham dan halusinasi, beberapa dokter menyebut psychotic depression
untuk kemunduran secara keseluruhan seperti membisu, tidak mandi dan kotor.
Mood congruent adalah suatu kondisi yang pada saat bersamaan pada pasien depresi
ditemukan adanya waham dan halusinasi yang menetap, selain itu juga ditemukan
perasaan bersalah, tidak berharga, kegagalan, penderitaan dan keadaan terminal
penyakit somatik (kanker atau kerusakan otak). Gambarannya adalah
ketidakesesuaian isi waham dan halusinasi dengan mood depresi. Ketidaksesuaian
antara isi waham dengan mood pada pasien meliputi tema grandiose tentang
kemampuan yang berlebihan, pengetahuan, dan sesuatu yang berharga sebagai
contoh, pasien percaya bahwa seseorang tersiksa karena dia adalah Messiah.1
e. Fikiran
Pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi pikir mereka sering
meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah, pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar

19
10% dari semua pasien depresi menunjukkan gejala gangguan pikiran, biasanya
dalam isi pikirnya adalah hambatan dan kemiskinan.1
f. Sensorium dan kognitif
Kebanyakan pasien depresi tidak terganggu orientasinya baik orang, tempat dan
waktu meskipun beberapa dari mereka tidak mempunyai minat untuk menjawab
pertanyaaan tentang subjek tersebut selama wawancara. Sedangkan sekitar 50 – 75%
dari pasien depresi mempunyai hendaya kognitif, kadang-kadang ditunjukkan sebagai
pseudodementia depresi. Umumnya pasien mengeluhkan tidak mampu konsentrasi
dan gampang lupa.1
g. Pengendalian impuls
Sekitar 10 sampai 15% melakukan bunuh diri dan dua pertiganya mempunyai ide
untuk bunuh diri. Pasien dengan cirri psikotik biasanya mempertimbangkan untuk
membunuh orang sebagai manifestasi waham, walaupun banyak pasien depresi
kurang tenaga atau motivasi untuk mengikuti suara hati untuk melakukan kejahatan.
Pasien dengan depresi berisiko tinggi untuk bunuh diri ketika energi mereka mulai
meningkat.1
h. Pertimbangan dan tilikan
Penilaian sikap dan perilaku pasien terkini, selama wawancara. Tilikan pasien
depresi terhadap gangguannya sering berlebihan: mereka selalu menekankan
gejalanya, gangguannya, dan masalah hidup mereka. Ini menyulitkan untuk
meyakinkan pasien bahwa perbaikan dapat terjadi.1
i. Reabilitas
Kekeliruan yang sering adalah mempercayai tanpa ditawar-tawar lagi seorang
pasien terdepresi yang menyatakan bahwa percobaan medikasi antidepresan yang
sebelumnya tidak berhasil. Dokter psikiatrik tidak boleh memandang kekeliruan
informasi pasien sebagai yang disengaja, karena pemberian informasi yang
memberikan harapan tidak dimungkinkan bagi seseorang yang berada dalam keadaan
pikiran terdepresi. 1

20
j. Hal dapat dipercaya
Pada wawancara dan perbincangan, pasien depresi terlalu melebihkan hal buruk
dan meminimalkan hal baik.1

3.7 Tatalaksana
Pada Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan pada beberapa tujuan.
Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik lengkap pada
pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak hanya pada gejala
saat itu tetapi kesejahteraan pasien dimasa mendatang juga harus dimulai. Walaupun
terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan psikoterapi ditujukan pada
pasien secara individual, peristiwa hidup yang penuh tekanan juga dikaitakn dengan
meningkatnya angka kekambuhan pada pasien dengan gangguan mood. Dengan
demikian, terapi harus menurunkan jumlah dan keparahan stressor didalam kehidupan
pasien.1
a. Rawat inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur diagnosis, risiko
bunuh diri atau membunuh dan kemampuan pasien yang menurun drastis untuk
mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang berkembang cepat
serta rusaknya sistem dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat
inap.1
b. Terapi psikososial
Sebagian besar studi menunjukkan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi
adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi
jangka pendek yaitu:1
a) Terapi kognitif
Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi kognitif efektif dalam
penatalaksanaan gangguan depresi berat dan sebagian besar studi

21
menunjukkan bahwa terapi ini setara efektivitasnya dengan farmakoterapi.
Terapi kognitif dikembangkan dengan Aaron Beck dan memfokuskan pada
distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan depresi berat. Distorsi
tersebut mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif keadaan dan
kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai konsekuensi. Contohnya
apati dan kurang tenaga adalah pengharapan pasien mengenai kegagalan
disemua area. Tujuan terapi ini adalah untuk meringankan episode depresif
dan mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan
menguji kognisi begatif; mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel
dan positif serta melatih respons perilaku dan kognitif baru.
b) Terapi interpersonal
Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman yang memfokuskan pada satu
atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua
asumsi. Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada
hubungan yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah
interpersonal saat ini cenderung terlibat didalam mencetuskan atau
melanjutkan gejala depresif saat ini.
Program terapi ini biasanya terdiri dari atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai
dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena intrapsikik seperti
mekanisme defense dan konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku khas
seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu dan pikiran terdistorsi
dapat diselesaikan tetapi hanya dalam konteks pengertiannya terhadap
hubungan interpersonal
c) Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin
sekaligus penolakan dari masyarakat. Pemusatan perhatian pada perilaku

22
maladaptif didalam terapi diharapkan pasien dapat belajar berfungsi di dalam
dunia sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.
c. Farmakoterapi
Antidepresan merupakan terapi gangguan depresif berat yang efektif dan spesifik.
Penggunaan farmakoterapi spesifik diperkirakan dapat melipat-gandakan
kemungkinan bahwa pasien dengan gangguan depresi berat akan pulih. Meskipun
demikian masalah tetap ada dalam terapi gangguan depresi berat seperti: sejumlah
pasien tidak memberikan respon terhadap terapi pertama; semua antidepresan yang
saat ini tersedia membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberikan pengaruh
terapeutik yang bermakna, walaupun obat tersebut dapat mulai menunjukkan
pengaruhnya lebih dini dan relatif sampai saat ini semua antidepresan yang tersedia
bersifat toksik bila overdosis serta memiliki efek samping.1,2
SSRI seperti fluoxetine, paroksetin (Paxil), dan sertralin (Zoloft), juga bupropion,
venlafaksin (Efexxor), nefazodon, dan mirtazapin (Remeron). Efek samping dari
antidepresan adalah dapat mengakibatkan kematian jika dikonsumsu overdosis.
Trisiklik dan tetrasiklik adalah antidepresan yang paling mematikan. Efek samping
lainnya adalah dapat menyebabkan hipotensi.5
Kesalahan klinis yang sering terjadi adalah penggunaan dosis yang terlalu rendah
dalam jangka waktu singkat. Kecuali terjadi efek samping, dosis antidepresan harus
dinaikkan sampai kadar maksimum yang direkomendasi atau dipertahankan kadar
tersebut setidaknya selama 4 atau 5 minggu sebelum percobaan obat dapat dinggap
tidak berhasil. Terapi antidepresan harus dipertahankan setidaknya 6 bulan atau
selama episode sebelumnya, bergantung mana yang lebih lama. Terapi profilaksis
perlu dipertimbangkan jika melibatkan gagasan bunuh diri yang bermakna atau
gangguan fungsi psikosial.1,6 Alternatif terapi obat lainnya adalah elektrokonvulsif
dan fototerapi. Terapi elektokonvulsif biasa digunakan ketika pasien tidak
memberikan respons terhadap farmakoterapi atau tidak dapat mentoleransi
farmakoterapi.1

23
3.8 Prognosis
Hasil episode depresif berbeda-beda tetapi pada umumnya semakin lama follow-
up semakin baik. Resiko kekambuhan berkurang jika obat antidepresan diteruskan
selama 6 bulan setelah akhir episode depresif, secara keseluruhan.8
Indikator prognosis baik dan buruk pada depresi yaitu :5
Prognosa baik apabila:
- Episodenya ringan,
- tidak ada gejala psikotik
- Waktu rawat inap singkat
- Indikator psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama masa remaja,
- Fungsi keluarga stabil
- Lima tahun sebelumnya sakit secara umum fungsi sosial baik.
- Tidak ada kemorbiditasdan gangguan psikiatri lain.
- Tidak lebih dari sekali rawat inap dengan depresi berat,
- Onset awal pada usia lanjut.
Prognosa buruk apabila:
- Depresi berat bersamaan dengan distimik
- Penyalahgunaan Alkohol dan zat lain
- Ditemukan gejala gangguan cemas
- Ada riwayat lebih dari satu episode depresi sebelumnya

24
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini episode depresif sedang ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
status psikiatri.Pada kasus ini dilaporkan Nn. M (15tahun) datang ke poli jiwa RSJD
Provinsi Jambi bersama denganibu kandungnya dengan keluhan sering menangis dan
mudah marah.Sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu pasien sering menangis dan
mudah marah. Keluhan awal bermula ketika pasien diejek oleh teman-teman
sekolahnya. Setelah pasien diejek lalu orang tua pasien menasehati pasien agar tidak
mudah sedih, pasien malah marah kepada orang tuanya dan tidak mau lagi sekolah.
Semenjak saat itu pasien sering menangis tanpa sebab. Pasien menjadi murung dan
menarik diri dari lingkungan. Pasien merasa takut jika harus ke sekolah. Pasien selalu
merasa cemas dan ketakutan padahal pasien tidak sedang mendapat masalah. Nafsu
makan pasien menjadi menurun dan pasien tidak bisa tidur sejak kejadian itu terjadi.
Pasiensaat ini masih bisa beraktivitas, namun pasien kehilangan minat untuk ke
sekolah dan bersosialisasi atau berkomunikasi dengan lingkungan sekitar, pasien
lebih banyak diam, tertutup, dan menyendiri. Sebelum keluhan muncul, pasien
memang seorang yang pendiam.
Dari hasil observasi didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, pasien
datang dengan pakaian rapi dan sesuai usianya, sikap terhadap pemeriksa kooperatif.
Raut wajahpasien murung.Mood pasien irritable dengan afek depresif. Tidak terdapat
gangguan dalam bentuk pikir dan arus pikir. Terdapat gangguan dalam isi pikir,
yaitupreokupasi. Pasien tidak mengalami gangguan persepsibaik berupa halusinasi
ataupun ilusi. Orientasi waktu, tempat dan orang baik, konsentrasi baik, daya ingat
baik. Pasienmenyadari bahwa ia sakit tetapi menyalahkan faktor eksternal sebagai
penyebab penyakitnya.
Diagnosis banding episode depresif sedang pada kasus ini yaitu gangguan
cemas menyeluruh serta gangguan campuran ansietas dan depresi. Pada gangguan
cemas diagnosis dibuat apabila penderita menunjukkan ansietas sebagai gejala primer

25
yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai bulan, yang
tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaaan situasi tertentu, gejala-gejala yang
timbul berupa kecemasan, ketegangan motorik (sakit kepala, gemetaran), dan
overaktivitas otonomik (jantung berdebar-debar, keluhan lambung).Pada kasus ini
Nn.Mtidak memenuhi kriteria gangguan cemas karena gejala depresif lebih dominan
daripada cemas, dan onsetnya belum mencapai 6 bulan. Kriteria diagnostik gangguan
campuran ansietas dan depresi, yaitu terdapat gejala-gejala ansietas maupun depresi,
dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis tersendiri, sedangkan pada kasus Nn.M gejala depresi
(perasaan sedih dan kehilangan minat untuk sekolah) lebih menonjol daripada
gangguan cemas yang dialami.
Gambaran klinis pasien memenuhi kriteria diagnosis episode depresif sedang
menurut PPDGJ III yaitu adanya 2 gejala utama depresi yaitu afek depresif dan
kehilangan minat dan kegembiraan, serta 3 dari gejala lainnya yaitu kepercayaan diri
berkurang, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. Pasien menghadapi kesulitan
nyata untuk meneruskan kegiatan sosial dan sekolah.
Terapi yang diberikan pada pasien yaitu:
- Fluoxetin 20mg 1x1
Obat ini merupakan golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
yang bekerja menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan
dalam sinap (gap antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak
meningkat. Peningkatan kadar serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat
sebagai antidepresan.
- Alprazolam 0,5mg 1x1
Obat ini merupakan golongan benzodiazepine short acting (waktu paruh 10-
15 jam) yang bekerja dengan menginhibisi reseptor GABA sehingga memiliki
efek antiansietas dan mengatasi gangguan tidur yang dialami pasien.

26
- Psikoterapi suportif
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan,
empati, pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan meng
ekspresikan hal-hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya.
Identifikasi faktor pencetus dan bantu untuk mengoreksinya serta
memecahkan problem eksternal .
- Terapi kognitif
Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah. Kemudian, ia harus
belajar cara merespon cara pikir yang salah tersebut dengan cara yang lebih
adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikiran – pikiran negatif dan harapan – harapan negatif.
- Terapi Interpersonal
Berfokus pada konteks sosial depresi dan hubungan pasien dengan orang lain.
Memberikan ventilasi yakni memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan isi hati dan keinginannya supaya pasien merasa lega.
- Edukasi
Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien,
jangan membatasi aktivitas pasien, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal
yang dapat meningkatkan stresor.Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk
teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti
aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan
menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical
Psychiatry. 3rd Edition. 2008. USA Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, Wolters Kluwer Business. P 200-18.
2. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku
Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. p 209-22.
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. 2009.
Surabaya: Airlangga University Press.
4. Kaplan Harold I, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri.
Jakarta: Binarupa Aksara.
5. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi
Ketiga. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atmajaya.
6. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
7. Setiabudy, Rianto. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. 2007. Jakarta: Gaya
Baru.
8. Puri B.K, laking P.J dkk, Buku Ajar Psikiatri edisi keII, Jakarta .EGC 2012.hal:
33, 164-187

28

Anda mungkin juga menyukai