Anda di halaman 1dari 24

RESUME

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN MATEMATIKA


(POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN)

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6

Nadia El Khair (15029057)


Silvia Fitriani (15029047)
Syukra Rizal Ahadi (15029050)
Edo Hemat Perdana (15029054)

DOSEN PEMBIMBING :
Drs. H Yarman, M.Pd

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

TAHUN 2018
POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

A. Pengertian Populasi dan Sampel

Populasi berasal dari kata bahasa inggris population, yang berarti jumlah penduduk.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013: 117).
Menurut Nazir (1983: 327) mengatakan bahwa populasi adalah berkenaan dengn data
bukan barang atau bendanya. Pengertian lainnya, diungkapkan oleh Nawawi yang
menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karaktersitik tertentu di dalam suatu penelitian.
Sedangkan Riduwan (2002: 3) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari
karakteristik atau unit hasil pengukuran menjadi objek penelitian.
Prof. Dr. Sugiyono (2010) menegaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam
pengertian antara “populasi dan sampel” dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dalam
penelitian kuantitatif, populasi di artikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi itu misalnya
penduduk di wilayah tertentu, jumlah guru dan murid di sekolah tertentu dan sebagainya.
Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi
juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi
keseluruhan karakteristik/sifat yang dimiliki oleh obyek/subyek itu. Sedangkan sampel adalah
bagian dari populasi itu, apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulan akan diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif
(mewakili).
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi menggunakan
istilah situasi sosial, yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat, pelaku dan aktifitas yang
berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek
penelitian yang ingin diketahui “apa yang terjadi” di dalamnya, misalnya rumah berikut
keluarga dan aktifitasnya. Situasi sosial tidak hanya terdiri dari tiga elemen tersebut, tetapi
bisa juga berupa peristiwa alam, binatang, tumbuh-tumbuhan dan sejenisnya. Sedangkan
sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber,
partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif,
juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif
adalah untuk menghasilkan teori.
Menurut Drs. S. Margono (2004), Populasi adalah seluruh data yang menjadi
perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi, populasi
berhubungan dengan data, bukan manusianya. Jika manusia memberikan suatu data, maka
banyaknya atau ukuran populasi akan sama banyaknya dengan ukuran manusia.
Populasi memiliki parameter yakni besaran terukur yang menunjukkan ciri populasi
tersebut. Besaran-besaran yang kita kenal antara lain: rata-rata, bentengan, rata-rata
simpangan, variansi, simpangan baku sebagai parameter populasi. Parameter suatu populasi
adalah tetap nilainya, jika nilainya berubah, maka populasinyapun berubah.
Pengertian lain, menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian
yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes,
atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam
suatu penelitian (Hadari Nawawi, 1993:141).
Data yang di gunakan dalam penelitian (bahan penelitian), dapat berupa populasi
(universe) atau sampel.
Menurut Drs. S. Margono (2004), populasi dapat di bedakan sebagai berikut:
(berdasarkan penentuan sumber data)
a. Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas
kuantitatif secara jelas karena memiliki karakteristik yang terbatas. Misalnya
5.000.000 orang guru SMA pada awal tahun 1985, dengan karakteristik: masa kerja 2
tahun, lulusan program strata 1, dan lain-lain.
b. Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat
di temukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat di nyatakan dalan bentuk jumlah
secara kuantitatif. Misalnya guru di Indonesia, yang berarti harus dihitung jumlahnya
sejak guru pertama ada sampai sekarang dan yang akan datang. Dalam keadaan
seperti itu jumlahnya tidak dapat di hitung, hanya dapat di gambarkan suatu jumlah
objek secara kualitas dengan karakteristik yang bersifat umum yaitu orang-orang,
dahulu, sekarang, dan yang akan menjadi guru. Populasi ini di sebut juga parameter.
Selain itu, populasi dapat di bedakan ke dalam hal berikut ini:
a. Populasi teoritis (Theoritical Population), yakni sejumlah populasi yang batas-
batasnya di tetapkan secara kualitatif. Kemudian agar hasil penelitian berlaku juga
bagi populasi yang lebih luas, maka di tetapkan terdiri dari guru; berumur 25 tahun
sampai 40 tahun, program S1, jalur tesis, dll.
b. Populasi yang tersedia (Accessible population), yakni sejumlah populasi yang
secara kuantitatif dapat di nyatakan dengan tegas. Misalnya, guru sebanyak 250 di
kota Bandung terdiri dari guru yang memiliki karakteristik yang telah di tetapkan
dalam populasi teoritis.
Di samping itu persoalan populasi bagi suatu penelitian harus di bedakan ke dalam sifat
berikut ini: (berdasarkan kompleksitas objek populasi)
a. Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat
yang sama, sehingga tidak perlu di persoalkan jumlahnya secara kuantitatif. Misalnya,
seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia cukup
mengambil setetes darah saja. Dokter itu tidak perlu mengambil satu botol darah,
karena baik setetes maupun satu botol hasilnya akan sama saja.
b. Populasi yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki
sifat atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu di tetapkan batas-batasnya, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Penelitian di bidang sosial yang objeknya
manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang
heterogen.
Dilihat dari jumlahnya, populasi dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Populasi Target adalah populasi yang direncanakan dalam rencana penelitian.
Populasi target ini dapat berupa jumlah guru atau jumlah objek yang ditetapkan oleh
peneliti atau yang ada secara pasti dikantor wilayah yang ada.
b. Populasi Contoh atau Populasi Sampel ( populasi penelitian) adalah populasi dari
mana suatu contoh atau sampel benar-benar diambil.
Menurut Arikunto (2006:130) jika dilihat dari segi jumlah populasi dapat dibedakan
antara lain:
a. Jumlah terhingga, yang terdiri dari elemen dengan jumlah tertentu.
contohnya:
1) Semua orang yang terdaftar dalam Angkatan Laut pada hari tertentu.
2) Semua televisi dari tipe yang sama yang diproduksi oleh suatu pabrik dalam satu
tahun tertentu.
3) Semua mahasiswa yang terdaftar mengambil matakuliah tertentu.
b. Jumlah tak hingga, terdiri dari elemen yang sulit dicari jumlahnya, seperti jumlah
penonton sebuah stasiun tv, semua jenis senjata yang diperbolehkan oleh undang-
undang, dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan


objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat – syarat
tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi memiliki parameter yakni
besaran terukur yang menunjukkan ciri populasi tersebut. Besaran-besaran yang kita
kenal antara lain: rata-rata, rata-rata simpangan, variansi, simpangan baku sebagai
parameter populasi. Parameter suatu populasi adalah tetap nilainya, jika nilainya
berubah, maka populasinyapun berubah.

Sampel adalah sebagian dari populasi, sebagai contoh (monster) yang diambil dengan
menggunakan cara-cara tertentu. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada pupulasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti
daapat menuggunakan sampel yang diambil dari populasi itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi betul-betul
representatif (mewakili).

Masalah sampel dalam suatu penelitian timbul disebabkan hal berikut ini :

a. Penelitian bermaksud mereduksi objek penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah
populasi sehingga harus meneliti sebagian saja dari populasi.
b. Penelitian bermaksud mengadakan generalisasi dari hasil –hasil kepenelitiannya,
dalam arti menegakkan kesimpulan –kesimpulan kepada objek, gejala atau kejadian
yang lebih luas.
Adapun alasan-alasan penelitian dilakukan dengan mempergunakan sampel beikut ini:
a. Ukuran populasi
Dalam hal populasi tak terbatas (tak terhingga) berupa parameter yang jumlahnya
tidak diketahui dengan pasti, pada dasarnya bersifat konseptual. Karena itu sama
sekali tidak mungkin mengumpulkan data dari populasi seperti itu. Demikian juga
dalam populasi terbatas (terhingga) yang jumlahnya sangat besar, tidak praktis untuk
mengumpulkan data dari populasi 50 juta murid sekolah dasar yang tersebar
diseluruh pelosok Indonesia misalnya.
b. Masalah biaya
Besar-kecilnya biaya tergantung juga dari banyak sedikitnya objek yang diselidiki.
Semakin besar jumlah objek, maka semakin besar biaya yang diperlukan, lebih –lebih
bila objek itu tersebar diwilayah yang cukup luas. Oleh karena itu, sampling ialah satu
cara untuk mengurangi biaya.
c. Masalah waktu
Penelitian sampel selalu memerlukan waktu yang lebih sedikit daripada penelitian
populasi. Sehubungan dengan hal itu, apabila waktu yang tersedia terbatas, dan
kesimpulan diinginkan dengan segera, maka penelitian sampel, dalam hal ini, lebih
cepat.
d. Percobaan yang sifatnya merusak
Banyak penelitian yang tidak dapat dilakukan pada seluruh populasi karena dapat
merusak atau merugikan. Misalnya, tidak mungkin mengeluarkan semua darah dari
tubuh seseorang pasien yang akan dianalisis keadaan darahnya, juga tidak mungkin
mencoba seluruh neon untuk diuji kekuatannya. Karena itu penelitian harus dilakukan
hanya pada sampel.
e. Masalah ketelitian
Adalah salah satu segi yang diperlukan agar kesimpulan cukup dapat dipertanggung
jawabkan. Ketelitian ,dalam hal ini, meliputi pengumpulan, pencatatan, dan analisis
data. Penelitian terhadap populasi belum tentu ketelitian terselengar. Boleh jadi
peneliti akan menjadi bosan dlam melaksanakan tugasnya. Untuk menghindarkan itu
semua,penelitian terhadap sampel memungkinkan ketelitian dalam suatu penelitian.
f. Masalah ekonomis
Pertanyaan yang harus selalu diajukan oleh seseorang penelitian; apakah kegunaan
dari hasil penelitian sepadan dengan biaya,waktu, dan tenaga yang telah dikeluarkan?
Jika tidak, mengapa harus dilakukan penelitian? Dengan kata lain penelitian sampel
pada dasarnya akan lebih ekonomis daripada penelitian populasi (Sudjana, 1975:159-
161); ( Hadari Nawawi,1923: 146-148).

Selanjutnya, mengenai penetapan besar kecilnya sampel tidaklah ada suatu ketetapan
yang mutlak, artinya tidak ada suatu ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil.
suatu hal yang perlu diperhatikan adalaha keadaan homogenitas dan heterogenitas populasi.
Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan,
sebaliknya, jika keadaan populasi heterogen, maka pertimbanagna pengambilan sampel harus
memperhatikan hal :
1. Harus diselidiki kategori-kategori heterogenitas.
2. Besarnya populasi dalam tiap kategori.
Karena itu informasi tentang populasi perlu dikejar seberapa jauh dapat diusahakan.
Penetapan jumlah sampel yang terlalu banyak selalu lebih baik dari pada kurang
(oversampling is always better than undersampling). Namun demikian ada cara untuk
memperoleh sampel minimal yang harus diselidiki dengan menggunakan rumus:
n ≥ pq z 1/ 2 a 2

keterangan :
n = jumlah sampel
≥ = sama dengan atau lebih besar
P = proporsi populasi persentase kelompok pertama
q = proporsi sisa di dalam populasi
z1/2=derajat koefisien konfidensi pada 99% 95 %
b = persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan dalammenentukansampel.
Contoh :
Jika diketahui jumlah populasi guru SMA lulusan D3 di jateng adalah 400.000 orang.
Diantara mereka yang tinggal didaerah pedesaan (luar kota) sebanyak 50.000 orang. Bebrapa
sampel yang perlu diselidki dalam rangka mengunggkapkan hambatan penanaman disiplin
disekolah di wilayah masing-masing.
Perhitungan:
F = 50.000 X 100 % = 12,5 % atau P = 0,125
400.000
q = 1,00 -0,125 = 0,875
Z 1/2= 1,96 (pada derajat konfidensi 99% atau 0,05)
B= 5 % atau 0,05
Dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut :

n ≥ 0,125 X 0,875 1,96 2

0,05

n < 168,05 dibulatkan 169 orang.


Jika penenelitian kurang puas dengan jumlah sampel minimal itu, maka dapat
dilakukan peningkatan jumlah sampel dengan meningkatkan jumlah sampel dengan sebesar
2,58. Demikian juga ukuran sampel dapat diperbesar lagi dengan memperkecil perkiraan
persentase kemungkinaan membuat kesalahan dalam penarikan sampel, misalnya sebesar 2%
atau b = 0,02. Dari contoh itu, maka sampel minimum menjadi :
n ≥ 0,125 X 0,875 2,58 2

0,02
n > 1.740,21 dibulatkan 1.740 orang.
Apabila proporsi di dalam populasi yang tersedia tidak diketahui maka variasi p dan q
dapat mengganti dengan harga maksimum, yakni (0,50 X 0,50 = 0,25)uku
Ran sampel yang harus diselidiki :
2

n ≥ 0,25 1,96
0,05
n ≥ 384.
Sampel yang baik adalah sampel yang memiliki populasi atau yang representatif,
artinya yang menggambarkan keadaan populasi atau mencerminkan populasi secara
maksimal walaupun mewakili sampel bukan merupakan duplikat dari populasi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sampel adalah contoh yang diambil dari sebagain
populasi penelitian yang dapat mewakili populasi. Walaupun yang diteliti adalah
sampel, tetapi hasil penelitian atau kesimpulan penelitian berlaku untuk populasi atau
kesimpulan penelitian digeneralisasikan terhadap populasi. Yang dimaksud
menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian dari sampel sebagai
sesuatu yang berlaku bagi populasi.
B. Kiteria Sampel Representatif
Sampel yang representatif adalah sampel yang benar-benar dapat mewakili dari seluruh
populasi. Jika populasi bersifat homogen, maka sampel bisa diambil dari populasi yang mana
saja, namun jika populasi bersifat heterogen, maka sampel harus mewakili dari setiap bagian
yang heterogen dari populasi tersebut sehingga hasil penelitian dari sampel dapat terpenuhi
terhadap setiap anggota populasi.
Menurut Arikunto (2006:133) kita boleh mengadakan penelitian sampel bila subyek
didalam populasi benar-benar homogen. Apabila subyek populasi tidak homogen, maka
kesimpulannya tidak boleh diberlakukan bagi populasi. Sebagai contoh populasi yang
homogen adalah air teh dalam sebuah gelas. Kita ambil sampelnya sedikit dengan ujung
sendok dan kita cicip. Jika rasanya manis, maka kesimpulan dapat digeneralisasikan untuk air
teh keseluruhan dalam gelas. Berarti kesimpulan bagi sampel berlaku untuk populasi.
Populasi atau sampel dapat berupa makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuhan
dan dapat pula berupa benda mati atau benda tak hidup, seperti gejala alam, air, tanah, udara,
nilai dan sebagainya. Populasi mempunyai berbagai sifat, seperti ada populasi yang homogen,
bertingkat, berkelompok dan sebagainya. Oleh karena itu timbul pula berbagai macam teknik
pengambilan sampel.
Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang
benar-benar dapat menggambarkan keadaan populasi yang sesungguhnya atau dapat juga
dikatakan sampel haruslah representatif (mewakili) populasi. Menurut Nasution (1987:115)
memilih suatu jumlah tertentu untuk diselidiki dari keseluruhan populasi disebut sampling.
Jadi, dapat disimpulkan syarat data sampel yang baik, yaitu:
a. Obyektif (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya),
b. Representatif (mewakili keadaan yang sebenarnya),
c. Memiliki variasi yang kecil, dan
d. Tepat Waktu dan Relevan.

Ibnu, Dasna, dan Mukhadis (2003:64) menyebutkan beberapa pertimbangan yang


menentukan representatifnya suatu sampel adalah sebagai berikut;

1. Suatu sampel yang baik harus memenuhi jumlah yang memadai sehingga dapat
menjaga kestabilan ciri-ciri populasi. Berapa besar sampel yang memadai bergantung
kepada sifat populasi dan tujuan penelitian. Penentuan jumlah sampel bergantung
pada faktor variabilitas populasi. Semakin homogen karakteristik populasi, semakin
sedikit ukuran sampel yang dibutuhkan, dan sebaliknya.
2. Penelitian yang baik adalah penelitian yang hasilnya sangat akurat. Dengan hasil yang
akurat dapat dirumuskan simpulan yang akurat pula. Sehingga terdapat hubungan,
semakin besar sampel, akan semakin kecil kemungkinan kekeliruan dalam penarikan
kesimpulan tentang populasi.
3. Kepadanan tenaga, kecukupan waktu, sarana teknis penunjang, serta kecukupan
logistik penunjang. Keterbatasan keadaan tersebut dapat mempengaruhi besarnya
sampel yang digunakan.
Selain bersifat representatif, sampel dipersyaratkan tidak mengandung bias. Sampel
bersifat bias jika pemilihan sampel tidak didasarkan pada kriteria obyektivitas. Pemilihan
sampel dengan unsur subyektivitas dapat menyebabkan sampel berkeadaan bias. Sebagai
contoh: untuk meneliti tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan penghasilan rata-rata
perbulan yang hanya memberlakukan kalangan menengah ke atas dengan subyektiviatas
peneliti yang ingin menunjukkan bahwa masyarakat di daerah X telah mencapai
kesejahteraan yang baik. Bias juga dapat terjadi karena seleksi yang keliru.
Dengan memenuhi syarat representatif dan jumlah sampel yang memadai akan
meningkatkan validitas sampel terhadap populasi. Artinya, sampel dapat mengukur apa yang
seharusnya hendak diukur, dengan memiliki dua sifat, yaitu tingkat akurasi dan presisi yang
tinggi. Tingkat akurasi yang tinggi diartikan sebagai tingkat ketidakadaan bias dalam sampel.
Sedangkan presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik
populasi. Kedua hal ini akan diuraikan sebagai berikut ;
1. Akurasi atau ketepatan, yaitu tingkat ketidakadaan "bias" (kekeliruan) dalam
sampel. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin
akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya "bias" atau tematic variance yang maksudnya
adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau
tidak diketahui, yang menyobabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai
contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, laiu yang dijadikan sampel
adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias.
Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis.
2. Presisi, yakni terkait dengan persoalan sedekat mana estimasi kita dengan
karakteristik populasi. Contoh : Dari populasi sebanyak 100 sopir taxi yang diinterview diperoleh
rata-rata penghasilan mereka perhari Rp300.000. Kemudian diambil sampel secara acak
sebanyak 30 orang (30% dari populasi) dan diperoleh rata-rata penghasilan mereka perhari
Rp295.000 rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa ada selisih antara rata-rata populasi dengan
rata-rata sampel sebesar Rp5,000. Selisih tersebut dapat dikatakan relatif kecil. Makin kecil
tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat
presisi sampel tersebut. Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Semakin kecil
perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku
dari populasi (Q), makin tinggi pula tingkat presisinya.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sampel dalam
suatu penelitian, yaitu:
1. Derajat keseragaman (degree of homogeneity) populasi.
 Populasi homogen cenderung memudahkan penarikan sampel, sampai pada
menentukan besar kecil sampel yang dibutuhkan.
 Semakin homogen populasi, maka semakin besar kemungkinan penggunaan
sampel dalam jumlah kecil. Pada populasi heterogen, kecenderungan
menggunakan sampel besar kemungkinan sulit dihindari, karena sampel harus
dipenuhi oleh wakilwakil unit populasi. Oleh karena itu, semakin kompleks atau
semakin tinggi derajat keberagamran, maka semakin besar pula sampel
penelitian.
2. Derajat kemampuan peneliti mengenal sifat-sifat khusus populasi.
Peneliti juga harus mampu mengenal ciri-ciri khusus populasi yang sedang atau akan
diteliti.
3. Presisi (ketaksamaan) yang dikehendaki penelitian.
Populasi penelitian amat besar, sehingga derajat kemampuan peneliti dalam mengenal
sifat-sifat populasi amat rendah. Oleh karenanya, apabila suatu penelitian
menghendaki derajat presisi yang tinggi, maka merupakan keharusan dari penelitian
itu menggunakan sampel dalam jumlah yang besar, karena derajat presisi menentukan
besar kecil sampel. Pada permasalahan ini, presisi juga tergantung pada tenaga, biaya,
dan waktu.
4. Penggunaan teknik sampling yang tepat. Penggunaan teknik sampling juga harus
betulbetul diperhatikan kalau mau mendapatkan sampel yang representatif. Salah
penggunaan teknik sampling berarti salah pula dalam memperoleh sampel. Suatu
contoh, pada populasi yang berstrata dengan ciriciri khusus, tidak mungkin sampel
diambil secara random, karena nantinya ada beberapa strata atau unitunit khusus yang
tak terwakili. Seharusnya populasi semacam itu mat bijaksana kalau digunakan teknik
nonrandom seperti strata sampling.
5. Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam
sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel,
makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah
populasi. Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic
variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan
karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor
cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui
rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang
terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias.
Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis.

Petunjuk–petunjuk dalam mengambil sampel agar diperoleh sampel yang representatif,


yaitu:
1. Daerah generalisasi
Yang penting disini adalah menentukan dahulu luas populasinnya sebagai daerah
generalisasi, selanjutnya barulah menentukan sampelnya sebagai daerah
penelitiannya.
2. Pengesahan sifat-sifat populasi dan ketegasan batas-batasnya
Bila luas populasinya telah ditetapkan, harus segera diikuti penegasan tentang
sifat-sifat populasinya dan memberikan batas-batas yang tegas, kemudian menetapkan
sampelnya. Penegasan ini sangat penting bila menginginkan adanya valliditas dan
reabilitas dalam penelitian.
3. Sumber-sumber informasi tentang populasi
Untuk mengetahui ciri-ciri populasinya secara terperinci dapat diperoleh melalui
bermacam-macam sumber informasi tentang populasi tersebut. Misalnya, sensus
penduduk dokumen-dokumen yang disusun oleh instansi-instansi dan organisasi-
organisasi, seperti pengadilan, kepolisian, kantor kelurahan, dan sebagainnya.
Meskipun demikian, haruslah diteliti kembali apakah informasi tersebut telah
menunjukkan validitasnya (kesahihan).
4. Menetapkan besar kecilnya sampel
Mengenai berapa besar kecilnya sampel yang harus diambil untuk sebuah
penelitian, memang tidak ada ketentuan yang pasti namun harus dipahami bahwa
ukuran sampel yang diambil harus dapat mewakili ukuran populasi.
5. Menetapkan teknik sampling
Dalam masalah sampel, ada yang disebut biased sample, yaitu sampel yang tidak
mewakili populasi atau disebut juga dengan sample yang menyeleweng.. Biased
sampling adalah pengambilan sampel yang tidak dari seluruh populasi, tetapi hanya
dari salah satu golongan populasi saja, tetapi generalisasinya dikenakan kepada
seluruh populasi.
Contoh : misalnya mengadakan penelitian tentang penghasilan rata-rata orang
indonesia hanya diambil sample yang kaya raya saja. Dengan sendirinya akan
mengakibatkan adaanya kesimpulan yang menyeleweng atau disebut biased
conclusion.

C. Teknik Pengambilan Sampel


a. Sampel Acak/Sampel Random/Sampel Campur
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah
memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”.
Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen
populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang
orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi
penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar
semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A” tersebut selengkap mungkin. Nama,
NIM, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.Dari
daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N).
Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus
mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah
Sumatera Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Sumatera Barat secara lengkap.
Kabupaten, Kecamatan, Desa/Nagari/Kelurahan, Kampung/Jorong/Korong. Lalu setiap
tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan
penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi
sampel. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau
undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen
populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu
konsep “acak” atau “random” itu sendiri.
1) Simple random sampling atau sampel acak sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif
dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau
elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya.
Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin,
ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya.
Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta
perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat
mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi
harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
a) Susun sampling frame,
b) Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil,
c) Tentukan alat pemilihan sampel, dan
d) Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi.

2) Stratified random sampling atau sampel acak distratifikasikan


Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut
mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti
dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin
mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa
manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi.
Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling
tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah.
Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan
memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer
menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara
acak. Prosedurnya :
a) Siapkan sampling frame,
b) Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki,
c) Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, dan
d) Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan
secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional
adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi
dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15
manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada
100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang
akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160) x100 =
9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau
elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam
stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil
semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II)
ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

3) Cluster sampling atau sampel gugus


Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan
gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di
mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum
A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap
gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.
Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen
terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya,
beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya,
dan perbedaan-perbedaan lainnya.
Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu
strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster
sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen
saja. Prosedur :
a) Susun sampling frame berdasarkan gugus (dalam kasus di atas, elemennya ada 100
departemen),
b) Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel,
c) Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak, dan
d) Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sampel

4) Systematic Sampling atau Sampel Sistematis


Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat
pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan.
Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis,
yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya,
setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya
satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan
ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang
akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu,
kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
a) Susun sampling frame,
b) Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil,
c) Tentukan K (kelas interval),
d) Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau
random (biasanya melalui cara undian saja),
e) Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih, dan
f) Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya.

5) Area Sampling atau Sampel Wilayah


Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi
penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manager
sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas
sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat.
Prosedurnya :
a) Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Sumatera Barat,
Kabupaten, Kota, Kecamatan, Desa),
b) Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten, Kota, Kecamatan,
Desa),
c) Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya,
d) Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random, dan
e) Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya,
bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.
6) Double Sample atau sampel kembar
Sampel kembar adalah dua sampel yang diambil sekaligus oleh peneliti dengan tujuan
untuk melengkapi jumlah apabila data yang tidak masuk dari sampel pertama, atau
untuk mengadakan pengecekan terhadap kebenaan data daroi sapel pertama. Biasanya
sampel pertama jumlahnya sangat besar sedankan sampel kedua yang untuk
mengecek, jumlahnya tidak begitu besar.

b. Sampel Berstrata (Nonprobability/Nonrandom Sampling Atau Sampel Tidak Acak)


Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak
semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih
menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena
kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.

1) Convenience sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.


Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali
berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan
orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling (tidak disengaja) atau juga
captive sampel. Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian
penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil
secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini,
hasilnya ternyata kurang obyektif.

2) Purposive sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu.
Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa
seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi
penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota
sampling.
i. Judgment sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang
paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Misalnya untuk
memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh
suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik
untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih
sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai
information rich.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang
dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa
kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan,
maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik.
ii. Quota sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara
proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan
40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua
jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki
sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi,
teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak,
melainkan secara kebetulan saja.

3) Snowball sampling atau sampel bola salju


Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa
dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta
kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan
sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian
terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan
kemudian melakukan wawancara.
Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa
mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil
diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian
lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau
kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup).

Teknik non probability sampling merupakan cara pengambilan sampel yang pada
prinsipnya menggunakan pertimbangan tertentu yang digunakan oleh peneliti. Teknik ini
dapat dilakukan dengan mudah dalam waktu yang sangat singkat. Tapi kelemahan teknik ini
adalah hasilnya tidak dapat diterima dan berlaku bagi seluruh populasi, karena sebagian besar
dari populasi tidak dilibatkan dalam penelitian (Nasution, 2003). Dalam teknik non
probability sampling ini ada 4 macam teknik memilih sampel yaitu:

a. Teknik memilih sampel secara kebetulan (accidental sampling)

Teknik ini dikatakan secara kebetulan karena peneliti memang sengaja


memilih sampel kepada siapapun yang ditemui peneliti atau by accident pada tempat,
waktu, dan cara yang telah ditentukan. Sampel aksidental adalah sampel yang diambil
dari siapa saja yang kebetulan ada (Nasution, 2003). Misal, menanyakan setiap orang
yang dijumpai ditengah jalan untuk meminta pendapat mereka tentang kenaikan
harga. Teknik ini juga mempunyai kelebihan, metode ini sangat mudah, murah, dan
cepat untuk dilakukan. Sedangkan kekurangan teknik ini adalah sampel ini sama
sekali tidak representatif tentu saja tak mungkin diambil suatu kesimpulan yang
bersifat generalisasi.

Misal, seorang peneliti berdiri didepan pintu gerbang sekolah dan menanyai
setiap siswa yang kebetulan lewat pintu tersebut antara jam 08.00-10.00 pagi dan
dilakukan berulang-ulang beberapa hari sampai akhirnya informasi yang dicari telah
tercapai.

b. Memilih sampel dengan teknik bertujuan (purposive sampling)

Penelitian tertentu dilakukan secara intensif untuk memperoleh gambaran utuh


tentang suatu kasus. Teknik ini biasanya dilakukan dalam penelitian kualitatif,
penelitian ini bertujuan mempelajari kasus-kasus tertentu. Misal, seorang peneliti
memilih menikahi Kepala Suku Asmat memperoleh informasi tentang kebudayaan
dan sistem kehidupan suku tersebut. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan, (Nasution, 2003), yaitu:

 Kelebihan,
i. Sampel ini dipilih sedemikian rupa, sehingga relevan dengan desain
penelitian
ii. Cara ini relatif mudah dan murah untuk dilaksanakan
iii. Sampel yang dipilih adalah individu yang menurut pertimbangan
penelitian dapat didekati
 Kekurangan,
i. Tidak ada jaminan sepenuhnya bahwa sempel itu representatif seperti
halnya dengan sampel acakan atau random
ii. Setiap sampling yang acakan atau random yang tidak memberikan
kesempatan yang sama untuk dipilih kepada semua anggota populasi
iii. Tidak dapat dipakai penggolongan statistik guna mengambil
kesimpulan

c. Memilih sampel dengan kuota atau jatah (Quota sampling)

Sampling kuota ini merupakan metode memilih sampel yang mempunyai ciri-
ciri tertentu dalam jumlah atau kuota yang diinginkan (Nasution, 2003). Misalnya,
peneliti ingin mengetahui kinerja suatu badan yang dibentuk oleh pemerintah,
terdapat batasan berupa . Teknik ini juga mempunyai kekurangan dan kelebihan
(Nasution, 2003), yaitu:

 Kelebihan,
i. Dalam pelaksanaannya mudah, murah, dan cepat
ii. Hasilnya berupa kesan-kesan umum yang masih kasar yang tak dapat
dipandang sebagai generalisai umum
iii. Dalam sampel dapat dengan sengaja kita masukan orang-orang yang
mempunyai ciri-ciri yang kita inginkan
 Kekurangan,
i. kecenderungan memilih orang yang mungkin didekati bahkan yang
dekat pada kita yang mungkin ada biasanya
ii. memiliki ciri yang tidak dimiliki populasi dalam keseluruhannya

d. Memilih sampel dengan cara ”getok tular” (snowball sampling)

Sampling ini digunakan untuk menyelidiki hubungan antar manusia dalam


kelompok yang akrab atau menyelidiki cara-cara informasi tersebar dikalangan
tertentu (Nasution, 2003). Misal, peneliti ingin mengetahui tentang petani cabe dan
tidak ada data pasti di BPS, sehingga peneliti menggunakan Snol Ball sampling
dengan mendata orang per orang petani dan menyelidi informasi lanjutannya.
Sampling ini mempunyai kelebihan dan kekurangan (Nasution, 2003), yaitu:

 Kelebihan,
» Sampling ini digunakan untuk meneliti penyebaran informasi tertentu
dikalangan kelompok terbatas sampling serupa ini sangat bermanfaat

 Kekurangan,
» Dalam penentuan kelompok bermula ada unsur subyektif , jadi tidak dipilih
secara random atau acak

» Penanganannya sukar sekali dikendalikan jika jumlah sampel melebihi 100


orang

Menentukan Ukuran Sampel


Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang
diharapkan 100% yang mewakili populasi adalah sama dengan jumlah populasi itu sendiri.
Jadi bila jumlah populasi 1000 dan hasil penelitan itu akan diberlakukan untuk 1000 orang
tersebut tanpa ada kesalahan, maka jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah
populasi tersebut yaitu 1000 orang. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka
peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel
menjauhi populasi, maka semakin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum).
Berapa jumlah anggota sampel yang paling tepat digunakan dalam penelitian?
Jawabannya tergantung pada tingkat ketelitian atau kesalahan yang dikehendaki. Tingkat
ketelitian/kepercayaan yang dikehendaki sering tergantung pada sumber dana, waktu dan
tenaga yang tersedia. Makin besar tingkat kesalahan maka akan semakin kecil jumlah sampel
yang diperlukan, dan sebaliknya, makin kecil tingkat kesalahan, maka akan semakin besar
jumlah anggota sampel yang diperlukan sebagai sumber dana.
Berikut ini rumus menghitung ukuran sampel dari populasi yang jumlahnya telah
diketahui:

𝜆2. 𝑁. 𝑃. 𝑄
𝑠=
𝑑2(𝑁 − 1) + 𝜆2. 𝑃. 𝑄

λ2 dengan dk 1 = taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10%.


P = Q = 0,5
d = 0,05
s = jumlah sampel
Cara menentukan ukuran sempel bila sempel tidak berdistribusi normal, misalnya
populasi homogen maka cara-cara tersebut tidak perlu dipakai. Misalnya populasinya
berbeda, katakan logam dimana susunan molekulnya homogen, maka jumlah sempel yang
diperlukan 1% saja sudah bisa mewakili.
Sebenarnya terdapat berbagai rumus untuk menghitung ukuran sempel, misalnya dari
Cochen, Cohen dll. Bila keduanya digunakan untuk menghitung ukuran sempel, terdapat
sedikit perbedaan jumplahnya. Lalu yang dipakai yang mana? Sebaiknya yang dipakai adalah
jumlah ukuran sempel yang paling besar.

Contoh Menentukan Ukuran Sempel


Akan dilakukan penelitian untuk mengetahui tanggapan kelompok masyarakat terhadap
pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah tertentu. Kelompok masyarakat itu terdiri
1000 orang, yang dapat dikelompokan berdasarkan jenjang pendidikan, yaitu lulusan S1= 50,
Sarjana Muda = 300, SMK = 500, SMP = 100, SD = 50 (populasi berstrata).
Bila jumlah populasi = 1000, kesalahan 5% , maka jumlah sempelnya = 258, Karena
populasi berstrata, maka sampelnya jga berstrata. Stratanya ditentukan menurut jenjang
pendidikan. Dengan demikian masing-masing sempel untuk tingkat pendidikan harus
proporsional sesuai dengan populasi. Berdasarkan perhitungan dengan cara berikut ini jumlah
sempel untuk kelompok S1 = 14, Sarjana Muda (SM) = 83, SMK = 139, SMP = 14, dan SD =
28.

S1 = 50/1000 X 258 = 13,90 = 12,9


SM = 300/1000 X 258 = 83,40 = 77,4
SMK = 500/1000 X 258 = 139,0 = 129
SMP = 100/1000 X 258 = 27,8 = 25,8
SD = 50/1000 X 258 = 13,91 = 12,9
Jumlah = 258

Jadi jumlah sempelnya = 12,9 + 77,4 +129 + 25,8 + 12,9 + = 258. Jumlah yang pecahan
bisa dibulatkan ke atas, sehingga jumlah sempel menjadi 13 + 78 + 129 + 26 + 13 = 259.
Pada perhitungan yang menghasilkan pecahaan (terdapat koma) sebaiknya dibulatkan
ke atas sehingga jumlah sempelnya lebih 259. Hal ini lebih aman daripada kurang dari 258.
Roscoe dalam buku Research Methonds For Business (1982:253) memberikan saran-
saran tentang ukuran sempel untuk penelitian seperti berikut ini:
a. Ukuran sempel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.
b. Bila sempel dibagi dalam katagori ( misalnya: pria-wanita, pegawai negeri-swasta
dan lain-lain) maka jumlah anggota sempel setiap katagori minimal 30.
c. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan Multivariate (korelasi atau
regresi ganda misalnya). Maka jumlah anggota sempel minimal 10 kali dari jumlah
variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiaanya ada 5 (independen + dependen),
maka jumlah anggota sempel = 10 X 5 = 50.

Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang mengunakan kelompok ekspetrimen


dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sempel masing-masing antara 10 s/d 20.
DAFTAR PUSTAKA

Haryono. 1998. Metode penelitian pendidikan II. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mardalis. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nasution. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka

Cipta.

Sukardi. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sulistyo, Basuki. 2010. Metode Penelitian. Jakarta : Penaku.

Anda mungkin juga menyukai