Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

KARSINOMA MEDULER TIROID

Muhammad Dhanny Irawan*, Sahudi


Divisi Bedah Kepala Leher, Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

*Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran


Universitas Airlangga Surabaya

PENDAHULUAN
Karsinoma tiroid adalah keganasan endokrin yang paling sering ditemukan, terhitung
1,9% dari semua tumor ganas baru (tidak termasuk karsinoma kulit dan karsinoma in situ)
didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat (0,92% dari karsinoma pada pria, 2,9% pada
wanita).1 Karsinoma tiroid memiliki 3 tipe histologis utama: tipe differentiated, yang terdiri
dari papiler, folikuler, dan karsinoma sel Hürthle; tipe diferensiasi intermediate yaitu
meduler; dan tipe undifferentiated yaitu anaplastik. Sebagian besar karsinoma tiroid (94%)
diklasifikasikan sebagai differentiated dan berasal dari sel-sel folikel. Karsinoma tiroid
anaplastik, yang menyumbang 2% dari semua kasus, adalah bentuk paling agresif dan
mematikan dari penyakit karsinoma tiroid, juga berasal dari sel-sel folikel. Sebaliknya,
karsinoma meduler tiroid (4% dari semua kasus) berasal dari sel-sel parafollicular (sel C) dan
ditandai dengan hipersekresi kalsitonin.1-4
Karsinoma meduler tiroid (KMT) terjadi pada kurang dari 1% dari benjolan tiroid dan
menyumbang 5-10% dari keganasan tiroid.. Dibandingkan karsinoma tiroid berdiferensiasi
baik, KMT lebih agresif, dengan tingkat kelangsungan hidup 40-50% pada 10 tahun
pertama3. KMT terdiri atas jenis sporadis dan herediter. Pada sekitar 25% pasien, KMT
terjadi karena mutasi autosomal dominan germline. Bentuk herediter dari KMT terjadi
sebagai bagian dari familialKMT (FKMT) atau Multiple Endokrin Neoplasia(MEN) tipe 2
yang terdiri dari MEN2A dan MEN 2B. Sedangkan 75% dari pasien, penyakit ini berjenis
sporadis. Mutasi pada proto-onkogen RET (REarranged during Transfection) ditemukan di

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


hampir semua pasien yang memiliki KMT herediter, dan hingga 50% dari pasien dengan
KMT sporadis(2,4).

EPIDEMIOLOGI
Karsinoma meduler tiroid merupakan 5-10% dari karsinoma tiroid. Dari jumlah
tersebut, 70-80% adalah tipe sporadis dan 20-30% adalah tipe herediter, yang sebagian besar
berhubungan dengan multipel endokrin neoplasia tipe II (MEN II). Bentuk sporadis sebagian
besar terjadi pada dekade kelima dan keenam kehidupan dan terjadi pada perempuan 1,5 kali
lebih banyak daripada laki-laki. Karsinoma meduler tiroid tipeMEN Iia terjadi pada dekade
pertama dan kedua, dan karsinoma meduler tiroid tipe MEN IIb terjadi pada dekade pertama
kehidupan. Bentuk herediter dari karsinoma meduler tiroid terjadi dengan frekuensi yang
sama antara wanita dan laki-laki1.

PATOFISIOLOGI
KMT tipe herediter terjadi sekitar satu dari 30.000 individu dan hal ini berhubungan
dengan mutasi germline pada protoonkogen RET (REarranged during Transfection).Titik
mutasi RET terjadi terutama pada ekson 10, 11, dan 16. Mutasi jarang terjadi pada ekson 5, 8,
13, 14, dan 158.
Gen RET mengkode reseptor tirosin kinase (RTK), dan diekpresikan pada sel yang
berasal dari neural crest, antara lain: sel parafollikular tiroid (sel C), sel-sel paratiroid, sel-sel
chromaffin dari medula kelenjar adrenal, dan pleksus otonomenterik. Protein RET disusun
oleh tiga domain: ekstraseluler, transmembran, dan intraseluler. Domain ekstraseluler
termasuk bagian homolog dari cadherin dari molekul sel-adhesi dan kaya residu sistein yang
berfungsi melakukan transduksi sinyal ekstraseluler dari proliferasi sel, diferensiasi, migrasi,
kelangsungan hidup, dan apoptosis. Domain intraseluler membungkus dua subdomain tirosin
kinase yaitu TK1 dan TK2 yang mengandung residu tirosin yang terlibat dalam aktivasi
sinyal jalur intraseluler8.
Mayoritas keluarga dengan MEN 2A (90%) titik mutasi terjadi di protoonkogen RET,
yang melibatkan kodon yang terletak di wilayah ekstraseluler: 609, 611, 618, dan 620 (ekson
10) dan 634 (ekson 11). Mutasi yang paling sering terletak di kodon 634, terjadi di lebih dari
60% dari semua genetik KMT yang sudah teridentifikasi. Mutasi kodon 634 dikaitkan dengan
terjadinya Pheochromocytoma dan hiperparatiroid, dan jarang mengakibatkan Lichen Kulit
J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016
Amiloidosis (LKA). Namun demikian, terdapat berbagai ekspresi fenotipik dalam keluarga
dengan mutasi RET yang sama. Pasien dengan genotipe C634R (TGC / Cys → CGC / Arg,
ekson 11) menunjukkan metastasis jauh secara signifikan daripada kelompok genotip C634W
(Cys / TGC → Trp / TGG, exon 11) dan C634Y (Cys / TGC → Tyr / TAC, ekson 11), hal ini
menunjukkan bahwa perubahan asam amino tertentu dapat mengubah perkembangan alami
penyakit8.

MEN 2B terjadi di sekitar 95% dari kasus, melalui mutasi spesifik dari M918T (ekson
16), yang mengakibatkan perubahan struktural dari domain intraseluler dari protein RET.
Genotip A883F (GCT → TTT, ekson 15) menyumbang sekitar 2% -3% dari kasus, dan
mutasi ganda V804M / Y806C pada kodon 804 (Val / GTG → Met / ATG, ekson 14) dan
kodon 806 (Tyr / TAC → Cys / TGC) di alel yang sama ditemukan pada pasien dengan MEN
2B. Mutasi pada kodon 883 dan 918 berhubungan dengan usia yang lebih muda dari onset
KMT dan risiko yang lebih tinggi dari metastasis dan mortalitas penyakit8.

Dalam familial karsinoma meduler tiroid (FKMT), mutasi germline didistribusikan di


seluruh gen RET, sekitar 86% -88% dari keluarga FKMT mutasi terjadi pada ekson 10
(kodon 609, 611, 618, 620) dan ekson 11 (kodon 634) dari RET. Substitusi dalam domain
intraseluler dari RET di ekson 13 (kodon 768 , 790, 791), ekson 14 (kodon 804 dan 844), dan
ekson 15 (kodon 891) jarang terjadi. Menariknya, mutasi yang paling sering diamati di MEN
2A, C634R, belum dapat ditemukan pada keluarga FKMT8.

Di sisi lain, mekanisme molekuler yang terlibat dalam KMT tipe sporadis belum
dapat diklarifikasi. Sekitar 50% -80% dari kasus menyajikan mutasi somatik RET M918T
(Met / ATG → THR / ACG, ekson 16). Mutasi somatik di kodon 618, 603, 634, 768, 804,
dan 883 dan penghapusan parsial dari gen RET telah diidentifikasi dalam beberapa tumor.
Namun, mutasi tidak muncul secara seragam di antara berbagai sub-populasi sel dalam tumor
atau di metastase, hal ini menunjukkan bahwa KMT sporadis mungkin berasal dari
poliklonal, atau menunjukkan bahwa mutasi pada protoonkogen RET bukan penyebab dari
terjadinya KMT.Terjadinya mutasi somatik RET (M918T) berhubungan dengan probabilitas
yang lebih tinggi dari persistensi dari penyakit dan rendahnya angka kelangsungan hidup8.

GAMBARAN PATOLOGIS
Secara mikroskopis, tumor terdiri dari lembaran infiltrasi sel neoplastik yang
dipisahkan oleh kolagen dan amiloid. Terdapatnya amiloid memiliki nilai diagnostik, tetapi
J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016
pemeriksaan imunohistokimia untuk kalsitonin lebih sering digunakan sebagai penanda
tumor(5,6,7).
KMT berbentuk kumpulan sel seragam yang ditandai oleh deposisi stroma amiloid.
Hiperplasia sel-C, yang didefinisikan sebagai lebih dari enam sel C per folikel atau >50 sel C
per lapang pandang kecil, terlihat pada banyak pasien dengan penyakit herediter dan
dirasakan menjadi awal transformasi menjadi suatu keganasan. Sementara hiperplasia sel-C
dikaitkan dengan keganasan penyakit keturunan (herediter), sedangkan signifikansi pada
penyakit nonherediter masih tidak jelas(7).
Tumor ini juga menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan CEA dan kalsitonin
peptida-gen yang terkait(5,6).

Gambar 5. A. Benjolan soliter lobus tiroid setelah tiroidektomi total. B. Sel yang mengalami
karsinoma medulare disertai adanya infiltrasi amyloid5.

Gambar 6. Histologi dari karsinomameduler tiroid. Dengan pengecatan Congo red, tampak
kemerahan yang merupakan stromal amyloid yang khas pada karsinoma meduler tiroid7.

GAMBARAN KLINIS

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


Perhatian terhadap sejarah keluarga penting karena sekitar 25% dari pasien dengan
KMT adalah tipe herediter, dan tidak mungkin untuk membedakan KMT sporadis dari tipe
herediter pada gejala awal. Pasien dengan KMT sering hadir dengan benjolan pada leher yang
mungkin terkait dengan terabanya pembesaran kelenjar getah bening servikal (15 sampai
20%). Nyeri lebih sering terjadi pada pasien dengan tumor ini, dan invasi lokal dapat
menghasilkan gejala disfagia, dyspnea, atau disfonia(5,6,7).
Kebanyakan pasien yang didiagnosis dengan KMT tipe sporadis hadir dengan
benjolan pada leher. KMT tipe ini cenderung terjadi pada dekade kelima atau keenam hidup
dan ada sedikit kecenderungan perempuan lebih tinggi. KMT tipe sporadik pada umumnya
berupa benjolan unifokal. Tumor ini cenderung terletak di posterior kelenjar tiroid, dan hal
itu dapat menekan atau mendesak struktur lokal sehingga menyebabkan suara serak, kesulitan
menelan, atau kesulitan pernapasan. Tingginya kadar tingkat kalsitonin dalam darah juga
dapat menyebabkan gejala antara lain mudah berkeringat, diare, dan penurunan berat badan.
Keterlibatan kelenjar getah bening terlihat pada 35% -50% dari pasien saat awal didiagnosis.
Metastasis jauh terjadi pada 10% -15% dari pasien pada saat didiagnosis. Lokasi yang paling
sering terjadi metastasis antara lain mediastinum, hati, paru-paru, dan tulang9.
Tidak seperti KMT tipe sporadis, yang mengalamipembesaran kelenjar tiroid soliter
unilateral, KMT tipe herediter terjadi multinodul dan menempati bagian atas dan tengah
masing-masing lobus tiroid. Tumor tetap terbatas pada kelenjar tiroid untuk jangka waktu
tertentu sebelum mengalami penyebaran ke kelenjar getah bening regional dan kemudian ke
hati, paru-paru, tulang, dan otak9.
Pheochromocytoma terjadi pada sekitar 50% pasien yang mengalami MEN2A dan
MEN2B. Usia rata-rata kejadian adalah 36 tahun, dan diagnosis ditegakkan setelah
didiagnosis KMT pada 50% kasus, bersamaan dengan diagnosis KMT pada 40% kasus, dan
sebelum diagnosis KMT pada 10% kasus. Tumor hampir selalu jinak dan terbatas pada
kelenjar adrenal. Dalam 65% kasus, berupa multinodul dan bilateral. Pheochromocytoma
adalah penyebab kematian paling sering pada pasien yang mengalami MEN2A. Kematian itu
umumnya terkait dengan prosedur bedah atau pada saat pasien melahirkan9.
Hiperparatiroid terjadi pada 20% sampai 30% dari pasien yang mengalami MEN2A.
Usia rata-rata onset adalah 36 tahun. Dalam kebanyakan kasus, hiperparatiroid didiagnosis
bersamaan dengan MTC. Hiperkalsemia yang terjadi biasanya ringan, dan 85% dari pasien
tidak menunjukkan gejala. Ukuran dari kelenjar paratiroid dapat sangat bervariasi9.

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


Lichen Kulit Amiloidosis (LKA) terjadi pada sekitar 10% dari pasien yang mengalami
MEN2A. Lesi kulit sangat jelas di wilayah skapula sesuai dengan dermatom T2 sampai T6.
Perubahan sekunder ditandai dengan adanya deposisi amiloid yang menyebabkanrasa gatal.
LKA dapat terjadi di usia muda dan sebelum diagnosis KMT ditegakkan, sehingga dapat
diduga sebagai prekusor untuk sindrom9.
Penyakit Hirschsprung’s (PH) dapat terjadi pada pasien yang mengalami MEN2A dan
FMTC dan ditandai oleh kegagalan sel neural untuk bermigrasi, berkembang biak, dan
berdiferensiasi menjadi submukosa (Meissner), myenterik (Auerbach), dan submukosa dalam
pleksus enterik (Henle). Beberapa gen telah diduga terlibat dalam PH, yang utama adalah
RET dan endotelin reseptor B. PH terjadi pada sekitar 7% dari pasien yang mengalami
MEN2A dan FKMT. Sebaliknya, 2% sampai 5% dari pasien dengan PH memiliki KMT tipe
herediter9.
Pasien dengan MEN2B juga mengalami Pheochromocytoma dan gejala khas yang
ditandai dengan wajah khas marfanoid, kelainan mata (saraf kornea membesar, konjungtivitis
sikka, dan ketidak mampuan untuk mengeluarkan air mata), gejala muskuloskeletal
(melengkungnya ekstremitas dan dislokasi epifisis femoralis) , dan ganglioneuromatosisyang
luas. Lebih dari 90% dari pasien memiliki gejala gastrointestinal yang ditandai dengan nyeri
perut, sembelit disertai periode diare, kembung, dan kolon yang membesar9.
FKMT terjadi pada 15% dari KMT tipe herediter. Pada FKMT ditandai dengan hanya
terjadinya gejala KMT, terjadi pada usia tua dan perjalanan klinis kurang agresif
dibandingkan dengan MEN2A dan MEN2B. Sebagaimana didefinisikan dalam "Pedoman
Diagnosis dan Terapi MEN tipe 1 dan tipe 2", diagnosis FKMT akan berlaku untuk kindreds
dengan lebih dari 10 pembawa, atau anggota keluarga yang terkena di atas usia 50 dan
riwayat medis yang jelas bahwa tidak didapatkan adanya Pheochromocytoma dan
hiperparatiroid, terutama pada pasien yang lebih tua. Kriteria ini lebih ketat daripada yang
ditetapkan oleh International RET Mutation Consortium Analysis, yang mendefinisikan
FKMTdengan minimal 4 anggota keluarga dengan KMT dan tidak ada bukti objektif adanya
Pheochromocytoma atau hiperparatiroid9.
Kebanyakan pasien dengan penyakit keturunan sekarang diidentifikasi melalui tes
genetik dari anggota keluarga yang berisiko. Anggota keluarga pasien dengan mutasi
germlinedari gen RET memiliki kesempatan 50% dari mewarisi mutasi. Jika pasien
diidentifikasi menjadi pembawa genetik, risiko seumur hidup mereka untuk keganasan

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


mendekati 100%. KMT tipe herediter cenderung muncul pada usia lebih awal daripada KMT
sporadis dan biasanya muncul dengan benjolan multifokal dan keterlibatan bilateral (7).
Penyebaran jauh melalui darah ke hati, tulang (sering osteoblastik), dan paru-paru
terjadi kemudian pada penyakit tersebut. Pasien dengan penyakit metastasis luas sering
mengalami diare, yang mungkin hasil dari peningkatan motilitas usus dan gangguan
penyerapan air di usus dan aliran elektrolit. Sekitar 2 sampai 4% dari pasien mengalami
sindrom Cushing sebagai akibat dari produksi ektopik hormon adrenokortikotropik
(ACTH)(5,6,7).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis KMT ditegakkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, peningkatan
kalsitonin serum, atau tingkat antigen karsinoembrionik (CEA), dan biopsi aspirasi jarum
halus (BAJAH) sitologi benjolan tiroid(5,6,7).
Diagnosis KMT paling sering diperoleh dari BAJAH dari nodul tiroid. Pada BAJAH,
KMT ditandai oleh adanya stroma amiloid dan tidak adanya folikel tiroid. BAJAH tidak
selalu dapat membedakan KMT berdasarkan penampilan sel saja, sehingga diagnosis
biasanya dikonfirmasi melalui penggunaan imunohistokimia. Teknik lain yang berguna yang
baru-baru ini digambarkan adalah untuk mengukur tingkat kalsitonin dari cairan washout dari
BAJAH7.
Jika pasien memiliki riwayat klinis atau BAJAH yang mencurigakan untuk KMT,
tingkat kalsitonin serum dapat berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis. Tingkat kalsitonin
mungkin akan sedikit meningkat dalam persentase kecil dari pasien normal, tetapi
kebanyakan pasien dengan kenaikan >100 pg / ml memiliki diagnosis KMT. Tingkat elevasi
kalsitonin berkorelasi baik dengan volume dari tumor 7.
CEA juga telah terbukti menjadi penanda tumor yang berguna pada pasien dengan
KMT. Tingkat CEA meningkat pada> 50% pasien dengan KMT. Tingkat serum CEA pra
operasi> 30 ng / ml sangat prediktif untuk mengetahui kalau pasien tidak dapat disembuhkan
dengan intervensi operatif. CEA tingkat> 100 ng / ml sangat terkait dengan keterlibatan
kelenjar getah bening yang luas dan metastasis jauh. Peningkatan tingkat CEA dengan
adanya tingkat kalsitonin yang stabil dapat menjadi tanda prognosis yang lebih buruk 7.
Ultrasonografi (USG) leher harus dilakukan sebagai bagian dari evaluasi awal dari
setiap pasien dengan diagnosis baru KMT. USG dapat digunakan untuk mencari tumor tiroid
tambahan serta mencurigakan adanya pembesaran kelenjar getah bening leher. Computed

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


tomography kontras (CT) dari dada, mediastinum, dan perut juga dianjurkan sebagai bagian
dari evaluasi metastasis pasien dengan diagnosis awal KMT7.
Semua pasien baru dengan KMT harus diskrining untuk mutasi titik RET,
Pheochromocytoma, dan hiperparatiroid. Sementara mayoritas KMT adalah tipe sporadis,
sekitar 20% kasus adalah tipe penyakit herediter. Sindrom KMT herediter (MEN2 atau
sindrom Sipple) adalah gangguan autosomal ditandai dengan aktivasinya mutasi germline
dari RET protoonkogen, dengan prevalensi 1: 30.000 pasien. Bentuk-bentuk KMT herediter
adalah MEN-2A, MEN-2B, dan FKMT.MEN2 dan sindrom FKMT melibatkan berbagai
germline yang mengaktifkan mutasi di protoonkogen RET(3,5,6,7).
Pasien dengan keturunan sindrom KMTawalnya mengalami hiperplasia sel C, yang
merupakan lesi preneoplastik pada pasien ini, meskipun hiperplasia sel C memiliki sedikit
atau tidak ada potensi ganas pada pasien tanpa mutasi RET. Karena penetrasi yang tinggi
KMT dan perkembangan awal hiperplasia sel C dariKMT, anggota keluarga pasien dengan
MEN2 harus dilacak sejak usia dini untuk adanya protoonkogen RET. Pada MEN2B,
pengujian RET harus dilakukan segera setelah lahir dan sebelum usia 5 tahun pada pasien
dengan FKMT dan MEN2A(5,6,7).
Pemeriksaan pasien terdiri dari wawancara secara rinci dan mendalam tentang sejarah
keluarga untuk menanyakan tentang karakteristik MEN2 pada pasien dan anggota keluarga.
Jika diduga KMT, kehadiran komponen lain dari sindrom MEN2 harus diperhatikan, kalsium
serum dan kadar katekolamin urin harus diukur untuk mengevaluasi hiperparatiroid dan
Pheochromocytoma. Skrining pasien dengan keluarga KMTuntuk mutasi titik RET sebagian
besar telah diganti menggunakan pengujian provokasi dengan pentagastrin atau kadar
kalsium dan kadar kalsitonin untuk menegakkan diagnosis. Sekresi berlebihan kalsitonin
telah digunakan untuk menjadi penanda yang efektif untuk kehadiran KMT dan dengan
didapatkannya benjolan dan peningkatan kadar kalsitonin dapat didiagnosis sebagai KMT7.
Namun, temuan dari peningkatan tingkat kalsitonin basal tetapi tidak didapatkan
adanya benjolan tiroid mungkin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk pengukuran
kalsitonin basal berulang dan tes calsium-stimulated atau gastrin-stimulated. Kelebihan
kalsitonin ini tidak secara klinis terkait dengan hipokalsemia, tetapi mungkin, jarang
mengakibatkan gejala diare dan berkeringat pada pasien dengan penyakit lanjut7.
Antigen karsinoembrionik(CEA) juga dapat meningkat pada beberapa KMT.
Kalsitonin dan CEA digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan KMT persisten atau

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


berulang. Kalsitonin adalah penanda tumor lebih sensitif, tapi CEA adalah prediktor yang
lebih baik untuk prognosis(5,6,7).

Gambar 7. Staging Pada Karsinoma Tiroid 10.

DIAGNOSIS BANDING
Pada sekitar 15% kasus dengan kadar kalsitonin tinggi berhubungan dengan produksi
ektopik oleh tumor. Tumor neuroendokrin yang timbul dari saluran pencernaan (gastrinoma,
insulinoma, dll), saluran pernafasan (paru-paru, bronkus), payudara, medula kelenjar adrenal
dan kelenjar paraganglia mungkin berhubungan dengan tingkat serum kalsitonin yang tinggi,
bahkan dalam kasus di mana ada reaksi imunohistokimia negatif untuk kalsitonin3.
Mengingat penyebab positif palsu peningkatan kadar serum kalsitonin yang terkait
dengan sekresi ektopik, tidak mengherankan bahwa hiperkalsitoninemia dapat
mengakibatkan pengambilan keputusan yang salah dalam melakukan tiroidektomi total. Oleh
karena itu, untuk menghindari kesalahan diagnosis dan operasi tiroid yang tidak perlu, wajib
melakukan investigasi yang benar dalam kasus dengan kadar serum basal kalsitonin yang
tinggi dalam rangka untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis yang berbeda dari KMT3.

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


Gambar 8. Perbandingan kadar kalsitonin setelah tes pentagastrin pada karsinoma meduler
tiroid (KMT) dan hiperplasi sel C (CCH) 3.

PENANGANAN
Operasi adalah satu-satunya pengobatan yang efektif untuk KMT karena tumor tidak
respon terhadap kemoterapi atau radiasi eksternal. Yodium radioaktif tidak efektif karena sel
C tidak mampu menyerap kontras yodium 11.
Tiroidektomi total adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan KMT karena
tingginya insiden kekambuhan, semakin agresifnya penyakit, dan fakta bahwa terapi I131
biasanya tidak efektif. Kelenjar getah bening kompartemen sentral sering terlibat pada awal
proses penyakit, sehingga diseksi kelenjar getah bening leher sentral bilateral harus rutin
dilakukan(5,6,7).
Pada pasien dengan kelenjar getah bening teraba di leher ipsilateral atau bilateral,
operasi diseksi leher radikal modifikasi sangat dianjurkan. Peran profilaksis diseksi leher
lateralis masih kontroversial. Namun, pada pasien dengan tumor > 1 cm, diseksi leher radikal
modifikasi profilaksis sebelah ipsilateral dianjurkan karena> 60% dari pasien ini memiliki
metastasis kelenjar getah bening. Jika kelenjar getah bening ipsilateral positif, diseksi
kelenjar getah bening kontralateral harus dilakukan(5,6,7).

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


Dalam kasus penyakit residif secara lokal, debulking tumor disarankan tidak hanya
untuk memperbaiki gejala berkeringat dan diare, tetapi juga untuk mengurangi risiko
kematian akibat penekanan tumor di leher sentral atau mediastinum(5,6,7).
Radioterapi eksternal masih kontroversial, tetapi dianjurkan untuk pasien dengan
kasus unresectable atau tumor residif. Tidak ada regimen kemoterapi yang efektif, berbagai
terapi target sedang diselidiki untuk pengobatan KMT. Sebuah STI571 penghambat tirosine
kinase (imatinib) telah menjanjikan dalam studi in vitro, tetapi fase II uji klinis kurang
menggembirakan. Penghambat tirosin kinase lainnya dengan aktivitas terhadap faktor
pertumbuhan endotel vaskular reseptor 2, ZD6474 (Zactima) lebih efektif dalam penelitian
fase II yang telah menunjukkan respon parsial padai 27% dari pasien, dengan penurunan
kalsitonin dan CEA. Antibodi monoklonal anti-CEA (labetuzumab) juga telah menunjukkan
respon antitumor dalam kelompok kecil pasien. Ablasi gelombang radiasi yang dilakukan
secara laparoskopi memberikan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan paliatif metastasis
hati dengan ukuran > 1,5 cm(5,6,7).
Pada KMT sporadis, lesi umumnya mengenai satu lobus, sedangkan pada MEN2
keganasan melibatkan kedua lobus. Tiroidektomi total menjadi indikasi pada individu yang
mengalami mutasi RET. Prosedur tersebut harus dilakukan sebelum usia 6 tahun pada pasien
dengan MEN2A dan sebelum usia tua 1 tahun pada pasien dengan MEN2B(5,6,7).
Pasien lain dengan mutasi germline RET harus menjalani tiroidektomi total
profilaksis sebelum usia 5 tahun, meskipun mungkin masih diperbolehkan menunggu lebih 5
tahun pada mutasi RET tertentu. Diseksi kelenjar getah bening leher sentral dapat dilakukan
pada pasien MEN2B dengan usia kurang dari 1 tahun, sedangkan pada pasien MEN2A dan
FKMT dengan usia kurang dari 5 tahun, pada saat dilakukan tiroidektomi profilaksis. Bahkan
tanpa adanya mutasi germline RET, pasien yang dicurigai dengan KMT harus menjalani
tiroidektomi total dengan profilaksis diseksi kelenjar getah bening leher sentral. Semua
tiroidektomi profilaksis untuk pasien dengan mutasi RET harus dilakukan di pusat-pusat
berpengalaman dan perhatian harus diberikan untuk mennyelamatkan saraf laringeus rekuren
dan kelenjar paratiroid. Hasil pemeriksaan histopatologi dari diseksi kompartemen kelenjar
getah bening sentral dapat menentukan stadium yang tepat dari KMT(5,6,7).
Adanya metastasis kelenjar getah bening di leher sentral baik secara klinis maupun
berdaar temuan USG, mengharuskan untuk dilakukan diseksi kelenjar getah bening leher
sentral bilateral. Jika evaluasi preoperasi mengungkapkan penyakit metastasis jauh, operasi
kurang agresif di leher dapat dibenarkan untuk mengurangi risiko morbiditas yang

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


disebabkan oleh potensi cedera saraf laring dan hipoparatiroid(5,6,7). Operasi paliatif dapat
dilakukan untuk pasien dengan nyeri leher atau gangguan napas.
Jika KMT didiagnosis pasca operasi pada pasien yang menjalani kurang dari
tiroidektomi total, tindakan operasi lanjutan dilakukan untuk menyelesaikan terapi seakan
diagnosis diketahui sebelum operasi, yaitu completion tiroidektomi total dan diseksi kelenjar
getah bening, esuai indikasi. Pengecualian untuk hal ini adalah pasien dengan temuan
insidental dari KMT pada sediaan lobektomi tiroid yaitu KMT tipe sporadis dan unifokal,
tidak ada hiperplasia sel C, dan USG dari leher dinyatakan normal, batas operasi beba tumor,
dan tingkat serum kalsitonin yang normal (5,6,7).

Gambar 9. Algoritma penanganan karsinoma meduler tiroid7.

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


Gambar 10. Algoritma diagnosis dan penanganan karsinoma meduler tiroid 12.

Gambar 11. Algoritma penanganan karsinoma meduler tiroid tipe herediter MEN2B12.

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


Gambar 12. Algoritma diagnosis dan penanganan karsinoma meduler tiroid tipe herediter
MEN2A/FKMT12.

Gambar 13.Algoritma penanganan karsinoma meduler tiroidrekuren/residif12.

PROGNOSIS

Pasien diikuti dengan mengukur dari kadar kalsitonin dan CEA tiap tahun, selain
wawancara dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lain yang digunakan untuk mendeteksi
kekambuhan meliputi USG, CT, MRI, dan yang terbaru adalah FDG PET scan yang
dilaporkan lebih unggul daripada radionuklida lainnya berdasarkan morfologi dan pencitraan
rutin oleh beberapa peneliti. Prognosis berhubungan dengan stadium penyakit. Tingkat
J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016
kelangsungan hidup 10 tahun adalah sekitar 80%, tetapi menurun menjadi 45% pada pasien
dengan keterlibatan kelenjar getah bening. Kelangsungan hidup juga sangat dipengaruhi oleh
jenis penyakit. Prognosis terbaik adalah pada pasien dengan tipe KMT non-MEN, diikuti oleh
orang-orang yang mengalami MEN2A, dan kemudian orang-orang dengan penyakit sporadis.
Prognosis yang terburuk (angka harapan hidup 35% pada 10 tahun) adalah pada pasien
dengan MEN2B. Melakukan operasi profilaksis pada pasien dengan RET mutasi onkogen
tidak hanya meningkatkan tingkat kelangsungan hidup tetapi juga membuat sebagian besar
pasien bebas kalsitonin (5,6,7).
Tindak lanjut harus dimulai sejak 2-3 bulan pasca operasi dengan mengukur kadar
kalsitonin dan CEA. Pasien yang memiliki kadar kalsitonin tidak terdeteksi pasca operasi
dapat diikuti dengan pengukuran tahunan kalsitonin serum dan CEA. USG leher rutin dapat
ditambahkan, tetapi tidak terbukti bermanfaat. Jika ada kenaikan tumor marker dalam serum,
maka ditindak lanjuti dengan pemeriksaan pencitraan . Penggantian hormon tiroid diperlukan
setelah tiroidektomi total. Namun, supresi thyroid-stimulating hormone tidak dianjurkan pada
pasien dengan KMT. Pasien dengan penyakit tipe herediter (turunan) perlu pemeriksaan
setiap tahun untuk mengetahui adanya Pheochromocytoma dan hiperparatiroid7.

Algoritma
rekuren/residif

Algoritma
rekuren/residif

Gambar 14.Algoritma rurveilans pada karsinoma meduler tiroid 12.

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


RINGKASAN
Karsinoma meduler tiroid (KMT) terjadi pada kurang dari 1% dari nodul tiroid dan
merupakan 5-10% dari keganasan tiroid.

Diagnosis KMT ditegakkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, peningkatan


kalsitonin serum atau tingkat CEA, dan BAJAH sitologi dari benjolan tiroid. Wawancara
secara mendalam mengenai sejarah keluarga untuk menanyakan tentang adanya karakteristik
MEN2 pada pasien dan anggota keluarga. Jika diduga KMT, kehadiran komponen lain dari
sindrom MEN2 harus diperhatikan, kalsium serum dan kadar katekolamin urin harus diukur
untuk mengevaluasi hiperparatiroid dan Pheochromocytoma.
Kebanyakan pasien dengan KMT atau kecenderungan KMT harus menjalani
setidaknya tiroidektomi total. Tiroidektomi total adalah pengobatan pilihan untuk pasien
dengan KMT karena tingginya insiden kekambuhan, semakin agresifnya penyakit, dan fakta
bahwa terapi I131 tidak efektif. Prognosis berhubungan dengan stadium penyakit. Tingkat
kelangsungan hidup 10 tahun adalah sekitar 80%, tetapi menurun menjadi 45% pada pasien
dengan keterlibatan kelenjar getah bening.

DAFTAR PUSTAKA

1. Figge JJ. Thyroid Cancer A Comprehensive Guide to Clinical Management. Totowa:


Humana Press Inc; 2006. (accessed ).
2. Haddad RI, Costello R. medullary thyroid cancer: advances in treatment and
management of common adverse events associated with therapy. Commun Oncol
2012; 9:188-197
3. Faggiano A, Ramundo V, Lombardi G, et al. Contempory Aspects of Endocrinology:
Diagnosis and Differential Diagnosis of medullary Thyroid Cancer. Croatia: InTech;
2011. (accessed http://www.intechopen.com/books/contemporary-aspects-of-
endocrinology/diagnosis-and-differentialdiagnosis-of-medullary-thyroid-cancer).
4. Groot JW, Plukker JT, Wolffenbuttel BH, et al. Determinants of life expectancy in
medullary thyroid cancer:Age Does not Matter. Clinical Endocrinology 2006; 65:729-
36
5. Brunicardi FC, anderson DK, billiar TR, dunn DL. Schwartz's principles of surgery,
ninth edition, 9 ed. United states of america: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2010.

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016


6. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston textbook of
surgery: the biological of modern surgical practice, 19 ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2012.
7. Sippel RS, Kunnimalaiyaan M, Chen H. current management of medullary thyroid
cancer. Oncologist 2008; 13: 539-47
8. Ferreira CV, Siqueira DR, et al. Advanced medullary thyroid cancer: pathophysiology
and management. Cancer Management and Research 2013; 5:57-66
9. Wells SA, Pacini F, Robinson BG, et al. Multiple endocrine neoplasia type 22 and
familial medullary thyroid carcinoma: An update. J Clin Endocrinol Metab.
2013;98:3149-64
10. Iraeta RA, Mendez P, Mayor RVG. An epidemiological analysis of thyroid cancer in
a Spanish population: Presentation, incidence and survival. Updates in the
Understanding and Management of Thyroid Cancer 2012; (1):
11. Al-Rawi M, Wheeler MH. Medullary thyroid carcinoma – update and present
management controversies. Ann R Coll Surg Engl 2006; 88: 433–8.
12. Tuttle RM, Ball DW, Dickson P, et al. NCCN Clinical Practice Guidelines in
Oncology (NCCN Guidelines): Thyroid Carcinoma , 2 ed. Philadelphia: National
Comprehensive Cancer Network; 2013.

J Bedah Kepala Leher Indones Vol.6, No.3, Juli-September 2016

Anda mungkin juga menyukai