Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TBM

SELF COMPACT CONCRETE

Disusun oleh :

MUHAMMAD FAUZI IHSAN (03011181520105)

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
SELF COMPACT CONCRETE

Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas


beton repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia
akibat manual compaction. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses
pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. Sebaliknya dengan
beton SCC, struktur beton repair menjadi lebih padat terutama pada daerah
pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan pengecoran juga lebih cepat.

Self Compacting Concrete adalah campuran beton segar yang sangat plastis
yang mampu mengalir karena berat sendirinya, mengisi ke seluruh cetakan walaupun
pada tulangan yang sangat rapat, memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri tanpa
adanya bantuan alat penggetar untuk pemadatan. Beton SCC yang baik harus tetap
homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar campuran beton bisa dikatagorikan
sebagai Self Compacting Concrete (SCC) antara lain :
1. Pemilihan material yang sesuai Table 1. Selected materials for reference concretes
2. Mix Design yang mampu memenuhi kriteria filling ability, passing ability dan
ketahanan terhadap segregasi.

KELEBIHAN SELF COMPACTING CONCRETE (SCC)


Kelebihan dari SCC diantaranya :
- Sangat encer, bahkan dengan bahan aditif tertentu bisa menahan slump tinggi dalam
jangka waktu lama
- Tidak memerlukan pemadatan manual.
- Lebih homogen dan stabil.
- Kuat tekan beton bisa dibuat untuk mutu tinggi atau sangat tinggi.
- Lebih kedap, porositas lebih kecil.
- Susut lebih rendah.
- Dalam jangka panjang struktur lebih awet (durable).
- Tampilan permukaan beton lebih baik dan halus karena agregatnya kecil sehingga
nilai estetis lebih tinggi.
- Karena tidak menggunakan penggetaran manual, lebih rendah polusi suara saat
pelaksanaan pengecoran.
-Tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih sedikit karena beton dapat mengalir dengan
sendirinya sehingga dapat menghemat biaya sekitar 50 % dari upah buruh.

SCC cocok untuk struktur-struktur yang sangat sulit untuk dilakukan


pemadatan manual misalnya karena tulangan yang sangat rapat ataupun karena
bentuk bekisting tidak memungkinkan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi keropos
apabila dipadatkan secara manual. Selain itu bisa juga diaplikasikan untuk lantai,
dinding, tunel, beton precast dan lain-lain.

Di Indonesia sendiri, saat ini relatif tidak menemukan kesulitan untuk


membuat SCC, namun untuk beton dengan tujuan pencapaian kekuatan awal tinggi,
SCC masih memerlukan bahan tambahan lain sehingga menghasilkan SCC dengan
kekuatan awal tinggi yang biasa disebut High Early Strength Self Compacting
Concrete (HESSCC). Penggunaan Silica Fume sebesar 2 % dan Glenium Ace-80
sebesar 2.5 % sudah mampu mencapai kriteria self compactible sekaligus kuat tekan
awal (High Early Strength) yang baik pula, karena nilai water-binder ratio tetap
dijaga pada nilai yang rendah.

Untuk mendapatkan campuran beton SCC dengan tingkat workability yang


tinggi perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Aggregat kasar dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih 50% dari volume padatnya.
- Pembatasan jumlah aggregat halus kurang lebih 40% dari volume mortar.
- Water Binder Ratio dijaga pada level kurang lebih 0.3
Saat ini terdapat beberapa produsen yang menyediakan aditif super plasticizer
dan aditif lain untuk keperluan SCC. Aditif mineral tertentu juga relatif mudah
didapat dengan harga yang ekonomis..

KARAKTERISTIK DAN METODE TEST SELF COMPACTING CONCRETE


1. WORKABILITY
Berdasarkan spesifikasi SCC dari EFNARC, workabilitas atau kelecakan
campuran beton segar dapat dikatakan sebagai beton SCC apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut yaitu:
a. Filling ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi
keseluruh bagian cetakan melalui berat sendirinya
b. Passing ability adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celah-
celah antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa
terjadi adanya segregasi atau blocking
c. Segregation resistance adalah kemampuan beton SCC untuk menjaga tetap
dalam keadaan komposisi yang homogen selama waktu transportasi sampai
pada saat pengecoran.

2. METODE TEST
Metoda test pengukuran workability telah dikembangkan untuk menentukan
karakteristik beton SCC dan sampai saat ini belum ada satu jenis metoda test yang
bisa mewakili ketiga syarat karakteristik beton SCC seperti tersebut di atas. Dari
beberapa metoda test yang telah dikembangkan akan dibahas hanya tiga macam
metoda yang dianggap dapat mewakili ketiga kriteria workability tersebut di atas.

a. SLUMP-FLOW
Slump-flow test dapat dipakai untuk menentukan ‘filling ability’ baik di
laboratorium maupun di lapangan. Dan dengan memakai alat ini dapat diperoleh
kondisi workabilitas beton berdasarkan kemampuan penyebaran beton segar yang
dinyatakan dengan besaran diameter yaitu antara 60 cm – 75 cm.
Kebutuhan nilai slump flow untuk pengecoran konstruksi bidang vertikal
berbeda dengan bidang horisontal. Kriteria yang umum dipakai untuk penentuan awal
workabilitas beton SCC berdasarkan tipe konstruksi adalah sebagai berikut :
- Untuk konstruksi vertikal, disarankan menggunakan slump-flow antara 65 cm
sampai 70 cm.
- Untuk konstruksi horisontal disarankan menggunakan slump-flow antara 60 cm
sampai 65 cm.

b. L-SHAPE-BOX
L-Shape-Box dipakai untuk mengetahui kriteria ‘passing ability’ dari beton
SCC. Dengan menggunakan L-Shape Box, dapat diketahui kemungkinan adanya
blocking beton segar saat mengalir, dan juga dapat dilihat viskositas beton segar yang
bersangkutan. Selanjutnya dengan L-Shape-Box test akan didapat nilai blocking ratio
yaitu nilai yang didapat dari perbandingan antara H2 / H1. Semakin besar nilai
blocking ratio, semakin baik beton segar mengalir dengan viskositas tertentu.
Untuk test ini kriteria yang umum dipakai baik untuk tipe konstruksi vertikal
maupun untuk konstruksi horisontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara
0.8 sampai 1.0

c. V - FUNNEL
Dipakai untuk mengukur viskositas beton SCC dan sekaligus mengetahui
“segregation resistance”. Kemampuan beton segar untuk segera mengalir melalui
mulut di ujung bawah alat ukur V-funnel diukur dengan besaran waktu antara 6 detik
sampai maksimal 12 detik.
d. U-Box
test digunakan untuk mengukur filling ability.
3. POURING DAN FORMWORK
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengecoran dengan beton SCC
adalah sebagai berikut:
- Durasi waktu pengecoran disesuaikan dengan waktu ikat awal beton untuk
menghindari terjadinya cold joint.
- Cara terbaik untuk pengecoran beton SCC adalah dari bawah cetakan/formwork
untuk menghindari udara terjebak (dengan eksternal hose adalah sangat efektif).
- Beton SCC dapat mengalir sampai jarak 10 meter tanpa hambatan.
- Elemen tipis 5 – 7 cm dapat diisi oleh beton SCC tanpa hambatan.
- Tidak memerlukan keahlian yang spesifik saat pelaksanaan pengecoran.

4. PERBEDAAN ANTARA BETON SCC DENGAN BETON NORMAL

Tabel per bedaan beton normal dengan beton SCC

NO KARAKTERISTIK BETON NORMAL BETON SCC


1 Gradasi agregat Bisa bermacam-macam Dalam rentan 1-2 cm
2 Admixture(Bahan Tidak harus menggunakan Tipe F
tambahan) bahan kimia
3 W/C 0,4 -0,6 kurang dari 0,4
4 Slump test Mengukur penurunan Slump Flow
slumpnya
L-Shape-Box
V-Funnel
5 Kuat tekan 20-40 Mpa Lebih Tinggi 50 Mpa
6 Pemadatan Memerlukan pemadatan Tidak memerlukan
7 Porositas sedang Lebih kedap air
8 Workability sedang Lebih Tnggi
9 Susut tergantung Curring Lebih rendah
JENIS-JENIS DMIXTURE
Menurut ASTM C.494, admixture dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu :
1. Tipe A : Water Reducing Admixture (WRA)
Bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air pengaduk
untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Dengan menggunakan jenis
bahan tambah ini akan dapat dicapai tiga hal, yaitu :
- Hanya menambah/meningkatkan workability. Dengan menambahkan WRA ke
dalam beton maka dengan fas (kadar air dan semen) yang sama akan didapatkan
beton dengan nilai slump yang lebih tinggi. Dengan slump yang lebih tinggi,
maka beton segar akan lebih mudah dituang, diaduk dan dipadatkan. Karena
jumlah semen dan air tidak dikurangi dan workability meningkat maka akan
diperoleh kekuatan tekan beton keras yang lebih besar dibandingkan beton
tanpa WRA.
- Menambah kekuatan tekan beton. Dengan mengurangi/memperkecil fas
(jumlah air dikurangi, jumlah semen tetap) dan menambahkan WRA pada beton
segar akan diperoleh beton dengan kekuatan yang lebih tinggi. Dari beberapa
hasil penelitian ternyata dengan fas yang lebih rendah tetapi workability tinggi
maka kuat tekan beton meningkat.
- Mengurangi biaya (ekonomis). Dengan menambahkan WRA dan mengurangi
jumlah semen serta air, maka akan diperoleh beton yang memiliki workability
sama dengan beton tanpa WRA dan kekuatan tekannya juga sama dengan beton
tanpa WRA. Dengan demikian beton lebih ekonomis karena dengan kekuatan
yang sama dibutuhkan jumlah semen yang lebih sedikit.

2. Tipe B : Retarding Admixture


Bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat proses waktu pengikatan
beton. Biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca panas, memperpanjang waktu
untuk pemadatan, pengangkutan dan pengecoran.
3. Tipe C : Accelerating Admixtures
Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat proses pengikatan dan
pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk memperpendek
waktu pengikatan semen sehingga mempecepat pencapaian kekuatan beton. Yang
termasuk jenis accelerator adalah : kalsium klorida, bromide, karbonat dan silikat.
Pda daerah-daerah yang menyebabkan korosi tinggi tidak dianjurkan menggunakan
accelerator jenis kalsium klorida. Dosis maksimum yang dapat ditambahkan pada
beton adalah sebesar 2 % dari berat semen.

4. Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixture


Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air
pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan
konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses pengikatan awal dan pengerasan
beton. Dengan menambahkan bahan ini ke dalam beton, maka jumlah semen dapat
dikurangi sebanding dengan jumlah air yang dikurangi. Bahan ini berbentuk cair
sehingga dalam perencanaan jumlah air pengaduk beton, maka berat admixture ini
harus ditambahkan sebagai berat air total pada beton.

5. Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixture


Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air
pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan
konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses pengikatan awal dan pengerasan
beton. Beton yang ditambah dengan bahan tambah jenis ini akan dihasilkan beton
dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air yang rendah tetapi tetap
workable. Dengan menggunakan bahan ini diinginkan beton yang mempunyai kuat
tekan tinggi dengan waktu pengikatan yang lebih cepat (beton mempunyai kekuatan
awal yang tinggi).
6. Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture
Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur
yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak
12 % atau lebih. Dengan menmbahkan bahan ini ke dalam beton, diinginkan untuk
mengurangi jumlah air pengaduk dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga
diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi dengan jumlah air sedikit, tetapi
tingkat kemudahan pekerjaan (workability beton) juga lebih tinggi. Bahan tambah
jenis ini berupa superplasticizer. Yang termasuk jenis superplasticizer adalah :
kondensi sulfonat melamine formaldehyde dengan kandungan klorida sebesar
0,005 %, sulfonat nafthalin formaldehyde, modifikasi lignosulphonat tanpa
kandungan klorida. Jenis bahan ini dapat mengurangi jumlah air pada campuran
beton dan meningkatkan slump beton sampai 208 mm. Dosis yang dianjurkan adalah
1 % - 2 % dari berat semen.

7. Tipe G : Water Reducing, High Range Retarding admixtures


Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur
yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak
12 % atau lebih sekaligus menghambat pengikatan dan pengerasan beton. Bahan ini
merupakan gabungan superplasticizer dengan memperlambat waktu ikat beton.
Digunakan apabila pekerjaan sempit karena keterbatasan sumberdaya dan ruang kerja.

Jenis-jenis bahan tambah mineral (Additive)


Jenis bahan tambah mineral (additive) yang ditambahkan pada beton
dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja kuat tekan beton dan lebih bersifat
penyemenan. Beton yang kekuarangan butiran halus dalam agregat menjadi tidak
kohesif dan mudah bleeding. Untuk mengatasi kondisi ini biasanya ditambahkan
bahan tambah additive yang berbentuk butiran padat yang halus. Penambahan
additive biasanya dilakukan pada beton kurus, dimana betonnya kekurangan agregat
halus dan beton dengan kadar semen yang biasa tetapi perlu dipompa pada jarak yang
jauh. Yang termasuk jenis additive adalah : puzzollan, fly ash, slag dan silica fume.

Anda mungkin juga menyukai