Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

A. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas adalah organ pipih yang berada dibelakang lambung dalam abdomen, panjangnya
kira-kira 20-25 cm, tebal ±2,5 cm dan beratnya sekitar 80 gram, terbentang dari atas sampai
ke lengkungan besar dari abdomen dan dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum.
Struktur organ ini lunak dan berlobulus, tersusun atas:
1. Kepala pancreas merupakan bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga
abdomen dan didalam lekukan duodenum yang praktis melingkarinya.
2. Badan pancreas merupakan bagian utama pada organ ini, letaknya dibelakang lambung
dan didepan vertebra lumbalis pertama.
3. Ekor pancreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan berdekatan/menyentuh
limpa.
Kelenjar pancreas tersusun atas dua jaringan utama yaitu Asini yang merupakan penyususn
terbanyak dari volume pancreas, jaringan ini penghasil getah pencernaan dan pulau-pulau
langerhans (sekitar 1 juta pulau) yang menghasilkan hormone. Langerhans merupakan
kumpulan sel berbentuk ovoid dan tersebar diseluruh pancreas tetapi lebih banyak pada
ekor (kauda).
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama yaitu :
1) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 %: memproduksi glukagon.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80% : membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15%, membuat somatostatin
Masing-masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Dibawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini Nampak berwarna pucat dan
banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel betha sering ada
tetapi berbeda dengan sel betha yang normal dimana sel betha tidak menunjukkan reaksi
pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Hormone glucagon merupakan polipeptida lurus yang mengandung residu asam
amino. Sasaran utama glucagon adalah hati, yaitu dengan mempercepat konversi glikogen
dalam hati dari nutrisi lainnya seperti asam amino, glisorol, dan asam laktat menjadi
glukosa. Sekresi glucagon secara langsung dikontrol oleh kadar gula darah melalui system
feed back negative. Ketika gula darah menurun maka akan merangsang sel-sel alfha untuk
mensekresi glucagon, demikian juga sebaliknya jika gula darah meningkat maka produksi
glucagon akan dihambat. Secara umum fungsi glucagon adalah merombak glikogen
menjadi glukosa dari asam laktat dan dari molekul non karbohidrat seperti asam lemak dan
asam amino serta pembebasan glukosa ke darah oleh sel-sel hati.
Insulin merupakan hormon peptide yang tersusun oleh dua rantai asam amino yaitu
rantai A dan rantai B dan dihubungkan melalui jembatan disulfide. Insulin diproduksi
dalam jumlah sedikit dan meningkat ketika makanan dicerna. Pada orang dewasa rata-rata
diproduksi 40-50 unit.
Insulin berfungsi memfasilitasi dan mempromosikan transpon glukosa melalui
membran plasma sel dalam jaringan tertentu/target seperti pada jaringan otot dan adipose.
Tidak adanya insulin maka glukosa tidak dapat menembus sel. Glukosa digunakan untuk
kebutuhan energy dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen. Insulin juga
berfungsi mendorong masuknya glukosa dalam sel lemak jaringan adipose untuk menjadi
gliserol. Gliserol bersama asam lemak membentuk trigliserida, suatu bentuk lemak untuk
disimpan. Insulin juga berperan dalam menghambat perombakan glikogen menjadi glukosa
dan konversi asam amino atau asam lemak menjadi glukosa.
Peningkatan kadar insulin mempunyai efek pada penurunan kadar glukosa darah
(hipoglikemia) normal kadar gula darah 70-110mg/dl. Jika kadar insulin rendah
mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) seperti yang terjadi pada
penyakit DM.
Secara umum fungsi insulin diantaranya:
a. Transfor dan metabolism glukosa untuk energy
b. Menstimulus penyimpanan glukosa dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen
c. Memberi peringatan kepada hati untuk berhenti memecahkan glukosa menjadi glikogen
d. Membantu penyimpanan lemak dalam jaringan adipose
e. Mempercepat transpor asam amino ke dalam sel
f. Insulin juga bekerja menghambat pemecahan cadangan glukosa, protein dan lemak
Sekresi insulin dikontrol oleh mekanisme kimia, hormonal dan persarafan. Produksi
insulin meningkat oleh adanya peningkatan kadar gula darah, asam amino (seperti arginin
dan lysin), serum lemak bebas. Peningkatan hormone-hormon gastrointestinal juga memicu
peningkatan insulin, disamping adanya stimulasi saraf parasimpatik. Sedangkan yang
menghambat produksi insulin adalah rendahnya kadar gula darah, keadaan kadar insulin
yang tinggi yang sudah ada, stimulasi saraf simpatis dan prostaglandin. (Tarwoko, dkk
2012).
B. PENGERTIAN
Diabetus melitus adalah keadaan kelebihan gula dalam darah yang menahun yang
disertai kelainan didalam tubuh penderitanya.
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan gula darah akibat kekurangan insulin.
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik metabolik yang komplek
melibatkan gangguan metabolik karbohidrat, protein dan lemak dan perkembangan
komplikasi secara microvaskuler, macrovaskuler serta neuropati.
Menurut Brunner & Suddart (2002) Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronis
yang dapat menimbulkan gangguan multisistem dengan karakteristik hiperglikemia
karena penurunan atau tidak adanya insulin atau aktivitas insulin yang tidak adekuat.
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolism kronis yang ditandai
peningkatan glukosa darah (hiperglikemi) disebabkan karena ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan insulin (Tarwoko, dkk 2012).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan kematian
jaringan yang luas disertai invasif kuman safrofit.
Uklus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau
keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas kejaringan dibawah kulit,
tendon, otot, tulang, atau persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita
penyakit Diabetes Mellitus, kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya peningkatan
kadar gula darah yang tinggi (Tarwoko, dkk 2012).

C. KLASIFIKASI / TIPE DM
1. Tipe I : Diabetes Militus tergantung insulin (Insulin Dependen Diabetes Militus/
IDDM). Disebabkan oleh dekstruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimun.
2. Tipe II : Diabetes Militus tidak tergantung insulin (Non-insulin Dependent Diabetes
Militus/NIDDM). Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati
3. Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Militus, GDM). (Brunnert &
Suddart, 2001)
Klasifikasi ulkus kaki diabetic dyang sering digunakan adalah skala dari Wagner dan
klasifikasi dari University of Texas at San Antonio (Terwoko,dkk 2012)
a. System klasifikasi ulkus Wagner
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti claw callus.
2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : ulserasi dalam dengan pembentukan abses, osteomielitis, infeksi
pada persendian
5. Derajat IV : nekrotik terbatas pada kaki depan dan tumit
6. Derajat V : nekrotik pada seluruh bagian kaki
b. System klasifikasi ulkus University of Texas at San Antonio
Derajat
Stadium
0 1 2 3
A Lesi dengan Ulkus superficial Ulkus Ulkus
epitelisasi tidak mencapai penetrasi penetrasi
komplit tendon, kapsul ketendon ketulang atau
atau tulang atau kapsul sendi
B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
C Iskemik Iskemik Iskemik Iskemik
D Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan
iskemik iskemik iskemik iskemik

D. ETIOLOGI
1. DM tipe I
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetic arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada indvidu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu, HLA merupakan komoulen gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Terdapat bukti bahwa adanya suatu respon auto imun ini merupakan respon
abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi dengan jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin
endogen.
c. Faktor lingkungan
Hasil pendidikan yang mengatakan bahwa virus/toksin tertentu dapat
menimbulkan proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. DM tipe II
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resisten
insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor ini adalah :
a. Usia (cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3. Ulkus dibetikum
Factor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi :
a. Factor endogen :
1. Genetic, metabolic
2. Angiopati diabetic
3. Neuropati diabetik
b. Factor eksogen:
1. Trauma
2. Infeksi
3. Obat

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Poliuria (peningkatan dalam pengeluaran urin)
2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat banyak dan
keluar air yang menyebabkan dehidrasi ekstra sel.
3. Rasa lelah dan kelemahan akibat metabolisme protein di otot dan ketidakmampuan
sebagian besar untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
4. Polipagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca obsorbtif yang kronik
metabolisme protein dan lemak dan kelaparan relatif sel-sel.
5. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan glukosa, sekresi insulin dan gangguan
fungsi imun.
6. Pada ulkus diabetikum akibat mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah memberikan gejala klinis : pain (nyeri) pada malam hari, paleness (kepucatan)
bila kaki dinaikkan, paresthesia (kesemutan), pulselessness (denyut nadi hilang),
paralysis (lumpuh).
7. Adanya angiopati memyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat
asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Tarwoko, dkk
2012)
F. PATOFISIOLOGI
Hormon insulin merupakan hormon anabolik yang diproduksi sel beta kelenjar
pankreas rata 0,6 U / kg berat badan, berfungsi menurunkan glukosa darah (Lewis,
2000). Mekanisme kerja hormon insulin yaitu meningkatkan transport glukosa ke dalam
sel, meningkatkan sintesis protein (mencegah katabolisme protein otot), meningkatkan
sintesis lemak (mencegah lipolisis) dan menyimpan glukosa menjadi glikogen di dalam
hepar. Penurunan produksi, malfungsi reseptor hormon insulin atau adanya antibodi
insulin yang terjadi pada penderita diabitus militus, dapat mengakibatkan gangguan
metabolisme yaitu terjadi penurunan transport glukosa ke dalam sel, peningkatan
katabolisme protein otot dan lipolisis.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa
darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus
renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,
klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi.
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
ielah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh
dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi (Price A, Slivia ,dkk .
2006)
Terjadinya kaki diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor yang berperan pada
KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri dikaki, sehingga mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki. Gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya
aliran darah kekaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih
besar maka penderita akan merasa sakit ditungkainya sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu
Saat trauma terjadi pada daerah yang terpengaruh tersebut, pasien sering tidak
dapat mendeteksi kerusakan yang terjadi pada ekstremitas bawahnya. Akibat banyak
luka tidak diketahui dan berkembang menjadi lebih parah karena mengalami penekanan
dan pergesekan berulang dari proses ambulasi dan pembebanan tubuh. (Tarwoko, dkk
2012).
G. PATHWAY

Ketidak seimbangan Kerusakan sel beta Factor genetic, infeksi


produk insulin virus, pengrusakan
imunologik

Gula darah tidak dapat


dibawa masuk kedalam
Syok Anabolisme
Vikositas darah hiperglikemik protein menurun
Hiperglikemia
meningkat
Koma Kerusakan pada
Aliran darah lambat
diabetik antibodi
Batas melebihi ambang
Iskemik jaringan
ginjal
Kekebalan tubuh
Ketidakefektifan menurun
Glukosuria
perfusi jaringan
perifer
Dieresis osmotik

Poliuria : retensi urin Kehilangan Resiko infeksi Neuropati sensori


kalori perifer
Kehilangan elektrolit
dalam sel Sel kekurangan Nekrosis luka Klien tidak
Dehidrasi bahan untuk merasa sakit
metabolisme
Gangren Kerusakan
Merangsang hipotalamus
Protein dan lemak integritas jaringan
dibakar
Pusat lapar dan haus
BB menurun
Polidipsia,polipagia
Kelemahan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Ketabolisme lemak Pemecahan protein

Asam lemak
Keton Ureum

Ketoasidosis

Nanda NIC-NOC,2013
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Glukosa darah : meningkat 300-800 mg/dl, atau lebih
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Asomolalitas serum : meningkat tetapi biasanya dari 330 mosm/l
5. Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
 Kalium :normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun
6. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mecerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir dan karenanya sangat bermanfaat dalam
membedakan diabetik ketoasidosis dengan kontrol tidak
adekuat versus diabetik ketoasidosis yang berhubungan
dengan insiden, misal infeksi saluran kemih baru.
7. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
8. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stress atau
infeksi.
9. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan
fungsi ginjal).
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari diabetes
ketoasidosis.
11. Insulin darah : mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)
atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin atau gangguan dalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang
sekunder terhadap pembentukan antibodi (autoantibodi).
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meninkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
(Doenges E. Marilyn, 2001)

Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan:

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

I. KOMPLIKASI
Komplikasi akut DM
a. Hipoglikemia, disebabkan karena terapi insulin yang berlebihan atau tidak
terkontrol.
b. Hiperglikemia, disebabkan karena kadar gula sangat tinggi biasanya terjadi pada
NIDDM
c. Ketoasidosis diabetic, keadaan gangguan metabolic yang ditandai oleh trias yaitu
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisisensi insulin
absolute dan relative.
d. Mata : retinopati diabetik, katarak
e. Ginjal : glomerulo intra kapiler
f. Saraf : neuropati perifer, neuropati cranial, neuropati otonom.
g. Kulit : dermopati diabetik, mikrobiosis lipoidika diabetikum kandidiasis,
ganggren
h. Sistem kardiovaskuler : penyakit jantung dan ganggren pada luka
i. Infeksi tidak lazim : menginitis, kolitiasis emfisematosa, otitis
eksterna maligna.
(Smeltzer & Barre, 2002)
J. PENATALAKSANAAN
1. Diet
Diet mengendalikan BB merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes,
penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diabetes diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial, misalnya : vitamin, mineral.
b. Mencapai dan mempertahankan BB yang sesuai.
c. Memenuhi kebutuhan energi.
d. Mencegah komplikasi kadar glukosa darah setiap hari dengan mengupayakan
kadar glukosa darah normal melalui cara-cara yang umum dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah, jika kadar ini meningkat.
2. Latihan
Latihan sangat penting karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa dalam
darah dan mengurangi faktor-faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan
menurunkan kadar glukosa dalam darah dan meningkatkan kadar glukosa oleh otot
dan memperbaiki kadar insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki
karena olahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan dapat meningkatkan lean
body masa dan dengan demikian menambah metabolisme istirahat (resting
metabolisme rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat
menurunkan BB, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh.
Latihan juga akan menghasilkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar
kolesterol total serta trigliserida.
3. Pemantauan Glukosa dan Keton
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa secara mandiri penderita DM dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara
ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hipoglikemia dan
berperan dalam menentukan kadar glukosa normal yang memungkinkan akan
menyebabkan komplikasi diabetes jangka panjang.
4. Obat-obatan
a. Obat antidiabetik oral atau oral hipoglikemik agent (OH) efektif pada DM tipe
II, jika managemen nutrisi dan latihan gagal.
Jenis obat-obatan antidiabetik oral diantaranya :
1) Sulfonylurea : bekerja dengan merangsang beta sel pancreas untuk
melepaskan cadangan insulinnya. Yang termasuk obat jenis ini adalah
Glibenklamid, Tolbutamid, Klorpropamid.
2) Biguanida : bekerja dengan menghambat penyerapan glukosa di usus ,
misalnya mitformin, glukophage.
b. Pemberian hormone insulin
Pasien dengan DM tipe I tidak mampu memproduksi insulin dalam tubuhnya,
sehingga sangat tergantung pada pemberian insulin. Tujuan pemberian insulin
adalah meningkatkan transport glukosa ke dalam sel dan menghambat konversi
glikogen dan asam amino menjadi glukosa. Berdasarkan daya kerjanya insulin
dibedakan menjadi :
 Insulin dengan masa kerja pendek (2-4 jam) seperti regular insulin, actrapid.
 Insulin dengan masa kerja sedang (6-12 jam) seperti NPH (neutral protamine
hagedorn) insulin, lente insulin
 Insulin dengan masa kerja panjang (18-24 jam) seperti protamine zinc
insulin dan ultralente insulin.
 Insulin campuran yaitu kerja cepat menengah, misalnya 70% NPH, 30%
regular.
Dosis insulin ditentukan berdasarkan pada :
 Kebutuhan pasien. Kebutuhan insulin meningkat pada keadaan sakit yang
serius/parah, infeksi, menjalani operasi, dan masa pubertas
 Respon pasien terhadap injeksi insulin. Pemberian insulin biasanya dimulai
antara 0,5 dan 1 unit/Kg BB/hari.
5. Pendidikan Kesehatan
Bagi sebagian pasien satu-satunya untuk memperolah pendidikan tentang diabetes
hanya terdapat selama perawatan di RS. Hal ini merupakan satu-satunya peluang
bagi pasien untuk mempelajari keterampilan untuk melakukan penatalaksanaan
diabetes yang mandiri dan menghindari komplikasi.
K. ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon
manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan
untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat
berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses
keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi
masalah-masalah kesehatan

PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.

Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.

2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.

3. Riwayat Keperawatan
c. Pola persepsi – managemen kesehatan
 Riwayat keluarga DM
 BB rendah/ obesitas
 Umur kurang 30 tahun/ lebih 40 tahun
 Kejadian secara bertahap/ akut
d. Pola nutrisi – metabolisme
 Haus dan banyak minum( poli dipsi)
 Lapar terus dan banyak makan
 Ketosis
 mual
 Riwayat diet tinggi karbohidrat
e. Pola eliminasi
 Poli uria
 Constipasi, diare
 Nocturia
f. Aktifitas – olah raga
 Lemah mendadak/ perlahan
 Lelah dan mengantuk.
 Riwayat kurang olah raga
g. Pola istirahat- tidur
tidur terganggu karena nocturia
h. Pola percepsi-kognitif
 Kepala pusing, hipotensi postural
 Nyeri abdomen
 Infeksi urinari/vaginitis
 Luka sulit sembuh
 Penglihatan kabur/ganda
 Kram otot
 Hilang rasa ektremitas
4. Pemeriksaan laboratorium
i. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
j. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
k. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
l. Gas darah  asidosis metabolik
m. Elektrolit  hiperkalemia, hipokalemia
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori,
maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus yaitu :
1. Resiko Infeksi berhubungan dengan hiperglikemia
2. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan adanya luka pada ekstremitas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah keperifer,
proses penyakit (DM)
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma Hardi, dkk. 2013. Aplikasi Ashan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Nanda NIC-NOC Jilid 1. Mediaction Publishing.Yogyajakarta

(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC

Marlyn E. Doenges, Nursing care Plans, F. A. Davis Company, Philadelphia; 2001.

Price A, Slivia ,dkk . 2006. Patofisiologi . Edisi 6. Jakatra : EGC

Suddarth and Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tarwoko, dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : CV.
Trans Info Media.

Sudoyo Aru,dkk 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi keempat.
Internal Publising, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai