Disusun Oleh:
Ahmad Sarip
[KHGD.17048]
A. Definisi
Crush injury berasal dari bahasa Inggris Crush “ hancur” dan Injuri “ luka” ,
yang definisikan sebagai Luka yang hancur pada extremitas atau anggota badan lain
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi; kulit dan jaringan lunak
dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi
penghubung anatara tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang.
Menurut U.S Centers for Disease Control and Prevention (CDC) ( 2009) , lokasi
yang sering terjadi crush injury meliputi ; extremitas inferior 74%, extremitas superior
10%, serta organ lain 10%.
Penyebab crush injury biasanya tertimpa object berat/lebar, motor
(kecelakaan lalu lintas) , kecelakaan industrial, atau sarana (angkut) jalan kereta api
yang menggulung di atas kaki, dan crush injury dari peralatan industri.
Crush Injury didefinsikan sebagai luka yang hancur pada extremitas atau
anggota badan lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi;
kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon,
fascia , bone joint ( lokasi penghubung anatara tulang ), kerusakan tulang serta
komponen didalam tulang. Crush injury lebih sering mengenai anggota gerak dibanding
anggota tubuh yang lain.
B. Patofisiologi
Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat mempermudah
masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka sehingga sangat penting pada ada
anamnesis dapat diketahui mengenai mekanisme trauma dan lokasi kejadian, agar dapat
mengetahui risiko terjadinya infeksi.
Kerusakan pembuluhh darah dapat disebabkan oleh kekuatan crush injury yang
mengakibatkan hilangnya suplai darah ke otot. Biasanya otot dapat bertahan selama 4
jam tanpa aliran darah ( warm ischemia time) masuk dalam sel otot, kemudian sel-sel
otot akan mati. Selanjutnya terjadi kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan
pembuluh darah yang akan mengakibatkan cairan intravaskuler akan terakumulasi ke
jaringan yang cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan hipovelemia yang signifikan
sehingga mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta kehilangan ion calcium (Ca+)
sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hipokalsemia.
Kerusakan saraf tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek neurologis yang
signfikan pada sebelah distal regio cruris, sebab cabang n.Tibialis dapat menginervasi
regio pedis.
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada kortek, sum-
sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan. Perdarahan terjadi
dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya.
Hematoma terbentuk pada kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian
bawah periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang
dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih
lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat mengakibatkan
keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang, sumsum kuning yang keluar
akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga
mengakibatkan terjadi emboli lemak ( Fat emboly ). Apabila emboli lemak ini sampai
pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli lebih besar dari pada
diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah yang
mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila
mengenai organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan nyeri yang
hebat karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri
mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan
persyarafan pada daerah yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan penurunan
fungsi syaraf, yang ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu
apabila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih mudah
terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai dengan anatominya.
Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan berkembang
timbul tanda-tanda dari crush syndrome yang mana akibat kerusakan sel-sel otot sebagai
akibat dari crush injury. Crush syndrome ditandai dengan adanya gangguan sistemik.
D. Etiologi
Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain ; tertindih
oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada Industri, kecelakaan kerja
lain yang menyebabkan luka hancur yang serius.
E. Penatalaksanaan.
Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang sergera , karena lebih dari 6-8
jam setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik akan menyebabkan kondisi
pasien semakin memburuk dan terjadi banyak komplikasi lain yang dapat memperberat
kondisi pasien dan penanganan selanjutnya menjadi semakain sulit.
Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian yaitu dengan
prinsip primary surface ( ABC) terutama mempertahankan atau mengurangi perdarahan
dengan cara bebat tekan sementara dilarikan ke rumah sakit.
Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS. Pemberian
oksigen (O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta terutama organ-organ
vital. Kemudian dilanjutkan dengan terapi cairan, terapi cairan awal harus diarahkan
untuk mengoreksi takikardia atau hipotension dengan memperluas volume cairan tubuh
dengan cepat dengan menggunakan cairan NaCl ( isotonic) atau ringer laktat diguyur
dan kemudian dilanjutkan perlahan ± 1-1.5 L/jam ( Barbera& Macintyre, 1996;
Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004; Malinoski et Al., 2004; Stewart, 2005).
Untuk mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, anjuran terapi akhir–
akhir ini berupa pemberian cairan Intravena dan manitol untuk mempertahankan diuresis
minimal 300- 400 mL/jam, dalam hal ini penting dipasang folley cateter guna
menghitung balance cairan masuk dan cairan keluar (Malinoski et Al., 2004). Volume
agresif ini dapat mencegah kematian yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian,
dimana dapat memperbaiki perfusi jaringan yang iskemik sebagai akibat crush injury.
Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan Crush Syndrome. Ini akan
mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering timbul dan juga
sebagai salah satu langkah pertama dalam mengobati hiperkalemia. Hal ini juga akan
meningkatkan pH urin, sehingga menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di
ginjal. Masukkan natrium bikarbonat intravena sampai pH urine mencapai 6,5 untuk
mencegah mioglobin dan endapan sama urat di ginjal. Disarankan bahwa 50-100 mEq
bikarbonat, tergantung pada tingkat keparahan.
Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan untuk
memperbaiki hiperkalemia, tergantung pada cedera yang mengancam, biasanya
diberikan:
1. Insulin dan glukosa.
2. Kalsium - intravena untuk disritmia.
3. Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll
4. Kalium-pengikat resin seperti natrium sulfonat polystyrene (Kayexalate).
5. Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal akut
F. Komplikasi
1. Hypotensi
2. Crush Syndrome
3. Renal failure
4. Compartmen Syndrome
5. Cardiac Arrest
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Alasan yang menyebabkan lansia masuk ke rumah sakit. Biasanya karena adanya
gangguan pada sistem muskoloskletal.
3. Genogram
Mengkaji silsilah keluarga yang berkaitan dengan penyakit osteomyelitis.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, apakan ada riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan
gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbulnya untuk pertama kalinya
atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem
lainnya. Kaji lansia untuk mengungkapkan alasan lansia memeriksakan diri atau
mengunjungi fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan gangguan
muskuloskeletal meliputi :
a) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh
darah, sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang
menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan
sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan
fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi
aktivitas atau gerakan. Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah
persendian. Degenerasi panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu
pada sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah
berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan
kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Inflamasi pada
bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah nyeri
hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan obat tertentu.
b) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya
kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi seperti
spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit
degenarasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi hari setelah
bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas.
Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu
panas biasanya menurunkan spasme otot.
c) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai
dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot.
Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal serangan,
tetapi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan
meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada
panas atau kemerahan karena tanda tersebut menunjukkan adanya inflamasi,
infeksi atau cedera.
d) Deformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau
bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk
dengan aktivits, apakah dengan posisi tetentu makin memburuk. Apakah lansia
menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll)
e) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri.
Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak, tumor atau fraktur
dapat menyebabkan menurunnya sensasi.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan genetik yang
perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes melitus yang merupakan predisposisi
penyakit sendi degeneratif, TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll)
6. Riwayat Lingkungan Hidup
Pengkajian terhadap lingkungan hidup lansia. Seperti lingkungan keluarga, tetangga,
dan lain-lain.
7. Riwayat Rekreasi
Pengkajian terhadap seberapa seringnya lansia melakukan rekreasi.
8. Sumber/Sistem Pendukung
Pengkajian terhadap siapa saja sistem pendukung pada lansia, seperti pasangan,
anak, teman, saudara, atau tetangga.
9. Deskripsi Hari Khusus
Pengkajian terhadap hari khusus yg di miliki oleh lansia.
10. Riwayat Kesehatan dahulu
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek langsung atau
tidak langsung terhadap muskuloskeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan
tulang rawan, riwayat artritis dan osteomielitis.
11. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
Pemeriksaan Fisik secara umum (keadaan umum, integument, kepala, mata, telinga,
hidung dan sinus, mulut dan tenggorokan, leher, payudara, pernafasan,
kardiovaskuler, gastrointestinal, perkemihan, muskuloskletal, sistem saraf pusat,
sistem endokrin, reproduksi) tidak mengalami gangguan sehingga tidak menjadi
pengkajian secara khusus. Namun biasanya pada sistem muskuloskeletal perlu dikaji
lebih mendalam.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu :
1) Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit
sendi
2) Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor
tulang.
3) Pemendekan ekstrimitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara
anatomis
4) Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi, teraba
krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan adanya patah tulang.
Pengkajian Tulang Belakang
Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepas untuk
perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris.
Pengkajian sistem perssendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif
1) Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas
inflamasi. Tempat yang paling sering terjadi efusi adalah pada lutut.
Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi
permukaan sendi yang tidak rata ditemukan pada pasien artritis. Jaringan
Palpasi otot dilakukan ketika ekstrimitas rileks dan digerakkan secara pasif,
perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat diukur dengan
Misalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien meluruskan lengan
perawat.
Tonus otot (kontraksi ritmik otot) dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki
dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat, atau tangan dengan ekstensi
pergelangan tangan.
keadaan istirahat.
Clifton Rd. (2009). Crush Injury and Crush Syndrome. USA: Centers for Disease
Control and Prevention;
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp