PENDAHULUAN
pterygium cukup sering didapati. Mereka yang sering bekerja di bawah cahaya
matahari atau penghuni di negara tropika. Apalagi karena faktor risikonya adalah
paparan sinar matahari (UVA & UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh papaparan
alergen, iritasi berulang (misal karena debu atau kekeringan), karena sering
terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada pada di lingkungan
bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging berbentuk segitiga, dan umumnya
kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik. Jika pterigium membesar dan
meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian
TINJAUAN PUSTAKA
bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.
dibawahnya.
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
1. Epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
barrier.
2. Membran Bowman
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
4. Membrane descement
tebal 40µm.2
5. Endotel
Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri
2.4 Epidemiologi
untuk daerah diatas 40olintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-
36o. Terdapat hubungan antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena
2.5 Mortalitas/Morbiditas
visual atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi
1. Jenis Kelamin
2.6 Etiologi
matahari, dan udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga
pengeringan dan lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan
pertumbuhan pterygium antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain
2.6 Patofisiologi
yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal
temporal.6
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat
dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.3
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
antara lain:
4. pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata
(sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan
kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea
yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi
2.9 Diagnosa
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu
atau kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini
mungkin telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-
peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin
tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah
Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus
2.10Diagnosa Banding
1. Pinguekula
berwarna kekuningan.6
Gambar 2.6 Pinguekula
2. Pseudopterigium
merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada
kornea.
yang cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari
2.11Terapi
1. Konservatif
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes
mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.
pada kornea.10
2. Bedah
A. Indikasi Operasi
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi
pupil
B. Teknik Pembedahan
C. Terapi Tambahan
iradiasi beta. Namun, dosis minimal yang aman dan efektif belum
meskipun tidak ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang
3. Sinar Beta.
2.12Komplikasi
Iritasi
Infeksi
Ulkus kornea
Diplopia
Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini
bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau
2.13Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan,
petani yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai
2.14Follow up
strabismus dari gerakan bola mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka
terpotong.14
2.15Prognosis
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata
yang baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi
pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi
pasien bisa memulai aktivitasnya. . Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi
KESIMPULAN
Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan
merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di
banyak terpapar oleh sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab
dari pterigium.
lebih banyak di luar ruangan, serta dialami oleh pasien di atas 40 tahun karena
stadiumnnya.
tenang, dan periode pertumbuhan yang cepat. Secara umum progresifitas sangat
lambat. Pterigium yang progresif tumbuh dan menjalar sampai ke tengah kornea
sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada fase awal yang berjalan lambat
dengan alasan kosmetik. Pada tipe yang progresif pasien akan mengeluh tentang
dilakukan.
Daftar Pustaka
1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD.
Management of Pterygium
http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm?
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007.
hal:2-6, 116 – 117
3. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6.
Philadelphia:Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 :242-244.
5. Miller SJH. Parson’s Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill
Livingstone ;1996. p.142
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III
penerbitAirlangga Surabaya. 2006. hal: 102 – 104
7. Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P.
Whitcher edisi 17Jakarta : EGC, 2009 Hal 119
8. www.en.wikipedia.org/wiki/Pterygium_(conjunctiva)
9. www.eyewiki.aao.org/Pterygium
10. www.inascrs.org/pterygium/
11. www.mdguidelines.com/pterygium18
12. Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorland’s Illistrated Medical
Dictionary. 29th. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
13. American Academy of Ofthalmology. 2012. www.AAO.org
14. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. 2012.
Management of Pterygium.
http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm