Anda di halaman 1dari 83

1

TINJAUAN PUSTAKA
FISIOLOGI PERSALINAN

MEKANISME PERSALINAN NORMAL

Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan ± 8% dikiri belakang. Keadaan ini mungkin
disebabkan tersisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan
rektum.
Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan presentasi yang tinggi berada
dalam uterus dengan presentasi kepala? Keadaan ini mungkin disebabkan karena
kepala relatif lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa, sehingga
volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang
lebih luas, sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih sempit. Ini
dikenal sebagai teori akomodasi. Dalam mempelajari mekanisme partus ini,
imaginasi stereometrik kepala janin dan ruang panggul harus benar-benar
difahami.
3 faktor yang memegang pernanan pada persalinan, ialah: 1) kekuatan-
kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengejan; 2)
keadaan jalan lahir; 3) janinnya sendiri.
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada kepala, bila his sudah cukup kuat,
kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul.
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dalam keadaan
sinklitismus, ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu
atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah
sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus
anterior menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip
ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut
Litzman; keadaan adalah sebaliknya dari asinklitismus anterior.
2

Keadaan asinlitismus anterior lebih menguntungkan dari pada mekanisme


turunnya kepala dengana sinklitismus posterior karena ruangan pelvis di daerah
posterior adalah lebih tua dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior.
Hal asinklitismus penting, apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan
sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan di bawahnya
terhadap kepala yang akan menurun, meyebabkan bahwa kepala mengadakan
fleksi di dalam rongga panggul menurut hukum koppel: a kali b = c kali d.
Pergeseran di titik B lebih besar dari di titik A.
3

Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang
paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan
sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm). Sampai di dasar panggul kepala
janin berada di dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun
menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan.
Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan
oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran
paksi dalam. Di salam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil berada di bawah
simfisis. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul ubun-ubun kecil berada di
bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala
mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih
membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi makin lebar dan
tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan
kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka dan akhirnya
dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut
putaran paksi luar.
4

Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga
panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,
sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada
dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu
baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih
dahulu baru kemudian bahu belakang. Demikian dilahirkan trokanter depan
terlebih dahulu, baru kemudian trokanter belakang. Kemudian, bayi lahir
seluruhnya.
5

Pemeriksaan Vagina
Sebelum persalinan. Diagnosis presentasi dan posisi janin dengan
pemeriksaan vagina sering tidak dapat ditentukan. Dengan dimulainya persalinan
dan setelah dilatasi serviks, informasi dapat diperoleh. Pada presentasi verteks,
posisi dan variasi dapat diketahui dengan membedakan berbagai sutura dan ubun-
ubun. Presentasi muka dengan membedakan bagian-bagian wajah. Presentasi
bokong diidetifikasi dengan meraba sacrum dan tuberostias iskhii ibu. Sebaiknya
dilakukan empat perasat rutin sebelum saat dilakukan pemeriksaan vagina untuk
menentukan presentasi dan posisi janin, sebagai berikut:
1. Kedua jari tangan dimasukkan ke dalam vagina dan diarahkan ke bagian
terbawah janin untuk membedakan presentasi janin.
2. Jika presentasi verteks, jari-jari dimasukkan ke posterior vagina kemudian
disapukan ke depan melalui kepala janin ke simfisis ibu. Saat melakukan
6

gerakan ini, jari-jari akan melewati sutura sagitalis, jika sutura ini teraba
maka arahnya dapat ditentukan, dengan ubun-ubun kecil dan besar pada
ujung yang berlawanan.
3. Jari-jari kemudian diarahkan ke ujung anterior sutura sagitalis dan ubun-
ubun kemudian diperiksa dan diidentifikasi.
4. Station atau seberapa jauh bagian terbawah janin telah turun ke dalam
panggul dapat ditentukan.

2.6 Persalinan Dengan Presentasi Oksiput


Janin dengan presentasi oksiput atau verteks ditemukan pada sekitar 95%
dari semua persalinan. Presentasi paling sering ditentukan dengan palpasi
abdomen dan dipastikan dengan pemeriksaan vagina yang dilakukan beberapa
saat sebelum atau pada awitan persalinan. Pada sekitar 40% persalinan, janin
memasuki panggul dengan posisi oksiput kiri lintang (LOT) dibandingkan 20%
dengan posisi oksiput kanan lintang (ROT). Pada posisi oksiput anterior (LOA
atau ROA) kepala dapat memasuki panggul dengan oksiput berotasi 45° ke
anterior dari posisi lintang atau berikutnya baru berputar. Mekanisme persalinan
biasanya sangat mirip dengan pada posisi oksiput lintang. Pada sekitar 20%
persalinan janin masuk panggul dengan posisi oksiput posterior (OP). Bagian-
bagian kepala janin dijelaskan sebagai berikut:
 Ubun-ubun besar (bregma)/ UUB: berbentuk jajaran genjang , terbentuk
dari pertemuan sutura sagitalis, koronalis, dan frontalis. Berukuran kira-kira
3-2 cm
 Ubun-ubun kecil (lambda)/ UUK: berbentuk segitiga, terbentuk dari
pertemuan sutura sagitalis dan lambdoidalis
 Puncak kepala (verteks) adalah puncak tempurung kepala yang terletak
antara UUB dan UUK
 Belakang kepala (oksiput) adalah bagian belakang kepala antara UUK
sampai foramen magnum
 Dahi (sinsiput) adalah bagian depan kepala antara UUB sampai akar hidung
(glabela), dibatasi olet sutura koronalis dan lobang mata.
 Glabela adalah bagian yang meninggi diantara kedua lubang mata.
7

Gambar 11. Kepala janin tampak atas Gambar 12. Kepala janin tampak
samping

Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ±
23 % di kanan depan, ± 11% di kanan belakang, dan ±8% di kiri belakang.
Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh
kolon sigmoid atau rectum.
Dikemukakan 2 teori yang dapat menjelaskan kenapa lebih banyak letak kepala :
1. Teori akomodasi : bentuk rahim memungkinkan bokong dan ekstremitas
yang volumenya besar berada di atas, dan kepala di bawah di ruangan
yang lebih sempit.
2. Teori gravitasi : karena kepala relatif besar dan berat, maka akan turun ke
bawah. Karena his yang kuat, teratur dan sering, maka kepala janin turun
memasuki pintu atas panggul (engagement). Karena menyesuaikan diri
dengan jalan lahir, kepala bertambah menekuk (fleksi maksimal), sehingga
lingkar kepala yang memasuki panggul, dengan ukuran yang terkecil :
 Diameter suboccipito-bregmatika = 9,5 cm
Sirkumferensia suboccipito-bregmatika = 32 cm
8

TEORI PERSALINAN
a. Teori Keregangan

1) Keadaan sirkulasi uterus membesar dan menjadi tegang

mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan

faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteropia senter

sehingga plasenta mengalami degenerasi.

2) Otot rahim mempunyai kemampuan untuk meregang dalam

batas tertentu.

3) Setelah melewati batas tersebut, terjadi kontraksi sehingga

persalinan dapat mulai.

4) Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah

keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.

b. Teori Penurunan Progesteron

1) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28

minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat,pembuluh

darah mengalami penyempitan dan buntu.

2) Produsi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim

lebih sensitif terhadap oksitosin.

3) Akibat otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat

penurunan progesteron tertentu.

4) Antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

yang terjadi kira- kira 1 – 2 minggu sebelum partus. Seperti

diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot

uterus.
9

c. Teori Oksitosin Internal

1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.

2) Perubahan keseimbangan esterogen dan progesteron dapat

mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi

kontraksi Braxton Hicks.

3) Menurunkan konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan

maka oksitosin dapat meningkatkan aktifitas,sehingga

persalinan dapat dimulai.

d. Teori Prostagladin

1) Dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm kadar

prostagklandin meningkat,lebih-lebih sewaktu partus.

2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan

kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.

3) Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya persalinan.

e. Teori Hipotalamus-Pituitari Dan Glandula Suprarenalis

1) teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anencephalus

sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk

hipotalamus.teori ini dikemukakan oleh linggin 1973.

2) Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.

f. Faktor nutrisi

Teori berkurangya nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hipocrates

yang bila nutrisi kurang pada janin maka hasil konsepsi akan segera

dikeluarkan.
10

g. Faktor lainnya

Tekanan pada ganglion ini tertekan,kontraksi uterus dapat

dibangkitkan.

( Ida Bagus Gde Manuaba,Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan

& KB 1998, hal : 160 ).

POSISI-POSISI LETAK KEPALA


a. Occiput Anterior

b. Transverse Occiput Arrest


Letak Belakang Kepala UUK Melintang

Pada pemeriksaan, letak kepala sudah di dasar panggul. Sedangkan UUK


masih di samping, terjadi karena putar paksi lambat.

Etiologi :
11

- Kelemahan his pada kala II

- Panggul picak

- Janin kecil atau mati

- Kepala janin bundar

- Pada pemeriksaan kepala sudah didasar panggul sedangkan UUK


masih disamping, terjadi karena putar paksi terlambat.( Rustam
Mochtar, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi,
1998)

- Jika posisi ini menetap sampai akhir Kala I persalinan, maka posisi
ini sebaiknya ditangani sebagai posisi oksiput posterior.( Sarwono
Prawirohardjo, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2002)

- Etiologi dan pimpinan persalinanposisi oksiput lintang menurut


Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi, 1998:

- Etiologi

- a. Kelemahan his pada Kala II

- b. Panggul picak

- c. Janin kecil atau mati

- d. Kepala janin bundar


12

Pembukaan lengkap, sutura sagitalis melintang kepala turun H III


Deep Transverse Arrest : Pembukaan lengkap, sutura sagitalis melintang, kepala
H III, telah dipimpin mengejan 1 jam tetap melintang.

Posisi Oksiput Directa (Letak Tulang Ubun-Ubun)


Pengertian, diagnosis, mekanisme persalinan posisi oksiput directa menurut
Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, 1998:
Bagian janin yang terdepan adalah tulang ubun-ubun, terdiri dari :
a. Positio occiput pubica (anterior)
b. Positio occiput sacralis (posterior)
Keadaan ini terjadi karena asinklitismus permanen (tetap) yang biasanya
kita jumpai pada panggul picak.
Pada yang pertama didapati oksiput berada dekat simfisis dan pada yang
kedua dekat sakrum.

Diagnosis
Pada pemeriksaan dalam teraba ostemporalis, parietalis, dan telinga.

c. Occiput Posterior
Pada letak belakang kepala biasanya ubun-ubun kecil akan memutar ke
depan dengan sendirinya dan janin lahir secara spontan. Kadang-kadamg UUK
13

tidak berputar kedepan tetapi tetap berada dibelakang, yang disebut POSITIO
OCIPUT POSTERIOR.
Dalam mengahadapi persalinan dimana UUK terdapat dibelakang kita
harus sabar, sebab rotasi kedepan kadang-kadang baru terjadi didasar panggul.

Etiologi
a. Sering dijumpai pada panggul anthropoid, endroid dan kesempitan midpelvis.
b. Letak punggung janin dorsoposterior
c. Putar paksi salah satu tidak berlangsung pada :
1) Perut gantung
2) Janin kecil atau janin mati
3) Arkus pubis sangat luas
4) Dolichocephali
5) Panggul sempit
Diagnosis
a. Pemeriksaan abdomen
Bagian bawah perut mendatar, ekstremitas janin teraba anterior
b. Auskultasi
DJJ terdengar disamping
c. Pemeriksaan vagina
Fontanella posterior dekat sakrum, fontanella anterior dengan mudah teraba jika
kepala dalam keadaan defleksi.

Presentation occiput posterior directa : Pembukaan lengkap, kepala masih di


atas PAP, UUK di posterior
14

Posisio occipitalis anterior directa : Pembukaan lengkap, kepala masih di atas


PAP , UUK di anterior
Posisio occipitalis posterior persisten : kepala di dasar panggul UUK lintang,
dipimpin mengejan 1 jam tidak lahir.

A. DISTOSIA

PENDAHULUAN

Mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi adalah masalah terbesar di
Negara berkembang. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) merupakan ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan
kesehatan dan keluarga berencana suatu Negara. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mencatat tiap tahunnya di dunia mencapai lebih dari 500.000 perempuan
meninggal karena hamil, dan melahirkan. Dan kematian bayi khususnya neonates
sebesar 10 juta jiwa per tahun.

Menurut WHO di negara – negara miskin dan sedang berkembang,


kematian maternal merupakan masalah besar, namun sejumlah kematian yang
cukup besar tidak diketahui. Di negara – negara maju angka kematian maternal
berkisar antara 5 – 10 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara – negara
yang sedang berkembang berkisar antara 750 – 1000 per 100.000 kelahiran hidup.

Gangguan jalannya persalinan secara umum disebut sebagai distosia.


Sejak 1980, tindakan sectio caesarea meningkat secara drastis dengan indikasi
utama distosia. Angka kejadian distosia sulit ditentukan oleh karena definisi yang
15

digunakan samar-samar dan tidak jelas. Untuk menunjukkan adanya distosia


seringkali digunakan terminology umum seperti “cephalo pelvic disproporsi“ atau
“partus tak maju“.

Distosia meningkatkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan bayi. Pada
beberapa kasus, distosia bahu dapat menimbulkan “Neonatal Brachial Plexus
Palsy/NBPP“, tapi hanya 10% yang permanen. NBPP juga dilaporkan terjadi
karena section caesarea.

Distosia dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu yang disebabkan oleh:

1. Kelainan ukuran dan bentuk panggul serta jalan lahir (passage)


2. Kelainan presentasi, posisi, dan perkembangan janin (passenger)
3. Gangguan tenaga persalinan (power)

DEFINISI

Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan
kelainan jalan lahir (passage).

ETIOLOGI

Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang


disebabkan oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu powers, passenger dan passage.
Powers mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang
kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak
mampu menyebabkan pelebaran bukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga
16

termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II. Passengger mewakili
kondisi adanya kelainan dalam presentasi, posisi atau perkembangan janin.
Passage memaksudkan kelainan pada panggul ibu atau penyempitan pelvis.

PEMBAGIAN DISTOSIA

Distosia dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu yang disebabkan oleh:

1. Kelainan pada jalan lahir (passage)

2. Kelainan presentasi, posisi, dan perkembangan janin (passenger)

3. Gangguan tenaga persalinan (power)

DISTOSIA KARENA KELAINAN PADA JALAN LAHIR


(PASSAGE)

A. DISTOSIA KARENA KELAINAN PANGGUL

Jenis kelainan panggul

Menurut Caldwell dan Moloy berdasarkan penyelidikan roentgenologik


dan anatomic, morfologi panggul dibedakan atas:

1. Panggul ginekoid dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan
diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter
anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas.
2. Panggul antropoid dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3. Panggul android dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina
iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis menyempit.
17

4. Panggul platipelloid dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih


pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan
arkus pubis yang luas.

Gambar 1. Bentuk Panggul Wanita

Berhubung dengan pengaruh ras, sosial ekonomi, maka frekuensi


dan ukuran jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa.

Pengaruh gizi, lingkungan, dan hal-hal lain, membuat ukuan


panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standart normal, sehingga bisa
terjadi kesulitan dalam persalinan per vaginam, terutama kelainan pada
panggul android.

Klasifikasi panggul menurut Munro Kerr:

1.Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterine: panggul


Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi
18

2. Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan/atau


sendi panggul: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi (karies,
nekrosis), penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea

3. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang: kifosis, scoliosis,


spondilolistesis

4. Perubahan bentuk karena penyakit kaki: koksitis, luksasio koksa,


atrofi/kelumpuhan satu kaki

Penyebab rakitis adalah kekurangan vitamin D serta kalsium dalam


makanan, dan kurang mendapat sinar matahari.

Ciri pokok panggul rakitis adalah mengecilnya diameter


anteroposterior pada pintu atas panggul. Pada kifosis, terdapat panggul
corong/tunnel pelvis. Pada skoliosis, panggul menjadi miring. Pada
kelainan atau penyakit pada 1 kaki sejak lahir atau kanak-kanak, maka
berat badan harus dipikul oleh kaki yang sehat, akibatnya panggul
bertumbuh miring (pada postpoliomyelitis masa kanak-kanak).

Diagnosis panggul sempit dan disproporsi sefalopelvik

Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah membawa pikiran ke


arah kemungkinan kesempitan panggul.

Pada wanita yang lebih pendek daripada ukuran normal bangsanya,


kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula.

Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi


petunjuk tentang keadaan panggul.

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan


yang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan
panggul. Pelvimetri luar tidak banyak artinya, kecuali untuk pengukuran
19

pintu bawah panggul, dan dalam beberapa hal yang khusus seperti
panggul miring. Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti yang
penting untuk menilai secara agak kasar pintu atas panggul serta panggul
tengah, dan untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah
panggul. Pelvimetri roentgenologik untuk melihat bentuk panggul dan
menemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran ketiga bdang panggul,
tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan mengandung bahaya.

Gambar 2. Diagnosis CPD

Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan


persalinan, tetapi yang tidak kurang penting adalah hubungan antara
kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam
perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada
disproporsi sefalopelvik atau tidak. Pengukuran diameter biparietalis
dengan cara ultrasonic yang sudah mulai banyak dilakukan memberikan
hasil yang memuaskan dan cara ini tidak berbahaya dibandingkan
rontgenologik.

Pada hamil tua dengan janin dalam presentasi kepala dapat dinilai
agak kasar adanya disproporsi sefalopelvik, dengan :

1. Metode Osborn, pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala


janin dari atas ke arah rongga panggul, sedang tangan lain yang diletakkan
pada kepala, menentukan apakah bagian ini menonjol di atas simfisis atau
tidak.
20

2. Metode Muller Munro Kerr, tangan yang satu memegang kepala janin
dan menekannya ke arah rongga panggul, sedang 2 jari tangan yang lain
dimasukkan ke dalam rongga vagina untuk menentukan sampai berapa
jauh kepala mengikuti tekanan tersebut. Sementara itu ibu jari tangan yang
masuk dalam vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan
simfisis.

Mekanisme persalinan

Kesempitan pada panggul tengah umumnya juga disertai


kesempitan pintu bawah panggul.

1. Kesempitan pada pintu atas panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang


dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul
sempit, kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, sehingga serviks uteri kurang mendapat tekanan kepala dan
terjadi inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaan serviks.

Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup


sempurna oleh kepala janin, maka ketuban bisa pecah dan ada bahaya
terjadinya prolapsus funikuli.

Moulage kepala janin dipengaruhi oleh jenis asinklitismus,


asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus
posterior karena asinklitismus anterior dapat bergerak lebih leluasa ke
belakang sedang asinklitismus posterior tertahan oleh simfisis.

2. Kesempitan panggul tengah

Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul


tidak berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina
iskiadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul
21

tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin.


Ukuran terpenting adalah distantia interspinarum. Sempit bila <9,5 cm.

Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi


oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang
tetap (transverse arrest).

3. Kesempitan pintu bawah panggul

Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi


terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar
yang sama, yaitu distantia tuberum. Apabila distansia tuberum mengecil,
maka sudut arkus pubis juga mengecil ( <90° ) . Dengan distantia tuberum
bersama dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm, timbul
kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.

Gambar 3. Pintu Bawah Panggul

Prognosis

Persalinan dengan disproporsi sefalopelvik menimbulkan bahaya


bagi ibu dan janin.

1. Bahaya pada ibu

a. Dehidrasi, asidosis, infeksi intrapartum.


b. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan,
dapat timbul regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran
22

retraksi patologik (Bandl), yang sering dikenal dengan rupture uteri


mengancam.
c. Gangguan sirkulasi karena iskemia dan nekrosis. Beberapa hari post
partum akan terjadi fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis,
atau fistula rektovaginalis.

2. Bahaya pada janin

a. Kematian perinatal apalagi jika ada infeksi intrapartum.


b. Polapsus funikuli.
c. Moulage. Dapat ditolerir sampai batas tertentu, bila terlalu berlebihan
dapat terjadi robekan tentorium serebelli dan perdarahan intrakranial.
d. Perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin, fraktur pada os
parietalis, karena tekanan oleh promontorim atau simfisis.

Penanganan

Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps, sangat


berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio sesarea yang jauh
lebih aman.

Induksi partus prematurus umumnya juga tidak dilakukan lagi.


Dua cara tindakan utama untuk menangani disproporsi sefalopelvik, yakni
seksio sesarea dan partus percobaan.

Terkadang ada indikasi untuk melakukan simfisiotomi dan


kraniotomi (dilakukan pada janin mati).

1. Seksio sesarea

Bisa secara elektif atau primer yakni sebelum persalinan mulai


atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan
berlangsung selama beberapa waktu.

Secara elektif dilakukan pada disproporsi sefalopelvik yang nyata,


primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki,
23

kehamilan pada wanita dengan masa infertilitas yang lama, penyakit


jantung, dll.

Secara sekunder dilakukan karena persalinan pecobaan dianggap


gagal, indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin.

2. Persalinan percobaan

Dilakukan bila ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung


per vaginam dengan selamat. Merupakan suatu tes terhadap kekuatan his
dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin.

Indikasi untuk seksio sesarea elektif adalah kontraindikasi untuk


persalinan percobaan.

Janin harus dalam presentasi kepala dan tua kehamilan tidak lebih
dari 42 minggu. Alasannya kepala janin bertambah besar serta lebih sukar
moulage.

Indikator keberhasilan:

1. Kemajuan pembukaan serviks (adakah gangguan pembukaan


seperti pemanjangan fase laten, pemanjangan fase aktif,
sekunder arrest),

2. Kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala),

3. Tanda-tanda klinis bahaya bagi ibu dan anak (gawat janin,


ruptur uteri yang membakat).

3. Simfisiotomi

Satu-satunya indikasi ialah apabila pada pinggul sempit dengan


janin masih hidup terdapat infeksi intrapartrum berat, sehingga seksio
sesarea dianggap terlalu berbahaya.
24

B. DISTOSIA KARENA KELAINAN TRAKTUS GENITALIS

Vulva

Kelainan yang bisa timbulkan distosia ialah edema, stenosis, dan


tumor. Edema, sebagai gejala preeklampsia, gangguan gizi, persalinan
lama dengan penderita dibiarkan meneran terus.

Stenosis, akibat luka/radang yang menyebabkan ulkus yang


sembuh dengan jaringan parut, umumnya dapat diatasi dengan episiotomi.

Tumor, jarang dalam bentuk neoplasma, lebih sering terdapat


kondilomata akuminata, kista atau abses glandula Bartholin.

Vagina

Stenosis vagina congenital jarang terdapat, perlu dipertimbangkan


seksio sesarea.

Septum vagina, lengkap atau tidak lengkap, septum tidak lengkap


kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus
dipotong dulu.

Tumor vagina, tergantung dari jenis dan besar tumor.

Serviks uteri

Distosia servikalis karena dysfunctional uterine action atau karena


parut pada serviks uteri.

Konglutinasio orifisii eksterni, jarang, dalam kala 1 serviks uteri


menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi. Diagnosis: ostium uteri
eksternu di tengah-twengah lapisan ti[pis tersebut.
25

Karsinoma serviks uteri.

Uterus

Mioma uteri, menyebabkan distosia bila letaknya menghalangi


lahirnya janin per vaginam, terdapat kelainan letak janin, terdapat inersia
uteri dalam persalinan. Miomektomi sesudah seksio sesarea tidak
dianjurkan karena bahaya perdarahan banyak dan tertinggalnya luka-luka
tidak rata pada miometrium yang memudahkan terjadinya infeksi
puerperal.

Ovarium

Tumor ovarium, terjadi apabila menghalangi lahirnya janin per


vaginam. Persalinan berlarut-larut mengandung bahaya pecahnya tumor
bila tumor kistik atau rupture uteri bila tumor solid dan/atau infeksi
intrapartum.

Apabila tumor di kavum Douglasi, boleh dicoba dengan hati-hati


apakah tumor dapat diangkat ke atas rongga panggul, sehingga tidak
menghalangi persalinan. Pada tumor ovarii yang tidak menghalangi jalan
lahir maka tumor diangkat dalam masa nifas.
26

DISTOSIA KARENA KELAINAN ANAK ( PASSANGER )

A. KELAINAN LETAK, PRESENTASI ATAU POSISI

1. POSISI OKSIPITALIS POSTERIOR PERSISTEN

Ubun- ubun kecil di belakang dapat dianggap sebagai variasi


persalinan biasa namun jika tidak berputar ke depan sehingga tetap di
belakang maka dinamakan posisi oksiput posterior persistens.

Usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.


Contoh : pada panggul anthropoid dimana diameter anteroposterior lebih
panjang daripada diameter transversa, pada panggul android diaman
segmen depan menyempit maka ubun- ubun kecil akan mengalami
kesulitan memutar ke depan. Penyebab lainnya adalah otot- otot dasar
panggul yang lembek pada multipara atau epala janin kecil dan bulat
sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke
depan.

Gambar 4. Kemungkinan arah Putar Paksi Dalam ( PPD) pada posisio


oksipitalis posterior
27

MEKANISME PERSALINAN

Persalinan dapat berlangsung spontan walaupun lama apabila


hubungan antara panggul dan kepala janin cukup longgar. Setelah kepala
mencapai dasar panggul dan ubun- ubun besar berada di bawah simfisis,
oksiput akan lahir, diikuti bagian kepala lainnya. Persalinan ini
menyebabkan regangan besar pada vagina dan perineum karena kepala
yang sudah dalam keadaan fleksi maksimal tidak dapat menambah
flerksinya lagi. Seringkali sirkumferensia frontooksipitalis lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika sehingga menimbulkan
kerusakan pada vagina dan perineum yang luas.

PROGNOSIS

Persalinan umumnya berlangsung lebih lama, kemungkinan


kerusakan jalan lahir lebih besar dan kematian perinatal lebih tinggi.

PENANGANAN

Tindakan mempercepat persalinan dilakukan bila kala II terlalu


lama atau ada tanda- tanda gawat janin.

Usahakan ubun- ubun kecil diputar ke depan dengan cara tangan


penolong dimasukkan ke dalam vagina atau dengan cunam. Bila sulit
dilakukan maka bayi dilahirkan dengan cunam dalam keadaan semula.
Perlu episiotomi luas. Pada waktu dilakukan tarikan ada kalanya
perputaran secara spontan sehingga ubun- ubun kecil berada di depan.

Kadang- kadang dapat pula terjadi posisi lintang tetap rendah ( deep
transverse arrest) yaitu kepala janin sudah berada di dasar panggul dan
posisi ubun- ubun kecil melintang sehingga kala II mengalami kemacetan.
Maka dapat dilakukan ekstraksi cunam yang dipasang miring sesuai posisi
kepala janin atau ekstraksi vakum.
28

2. PRESENTASI PUNCAK KEPALA

Presentasi puncak kepala ( sinsiput) terjadi bila kepala yang


seharusnya fleksi mengalami defleksi ringan sehingga ubun- ubun besar
merupakan bagian terendah.

Mirip dengan posisi oksipitalis posterior persistens. Hanya saja


pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal,
sirkumferensia frontooksipitalis adalah lingkaran kepala yang melalui
jalan lahir dengan glabella sebagai titik perputaran di bawah simfisis.

3. PRESENTASI MUKA

Terjadi bila kepala dalam keadaan defleksi maksimal sehingga


oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah
yang menghadap ke bawah. Presentasi muka primer yaitu sudah terjadi
sejak masa kehamilan. Sekunder bila terjadi waktu persalinan.

Gambar 5. Presentasi Muka


29

DIAGNOSIS

Pada pemeriksaan luar dapat disalahartikan. Karena kepala


ekstensi maka dada akan teraba seperti punggung. Bagian belakang kepala
( paling menonjol) akan berada di sisi yang berlawanan. Di daerah dada
dapat diraba bagian- bagian kecil janin dan denyut jantung janin terdengar
lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam, bila janin sudah masuk ke dalam
rongga panggul, dapat diraba bagian- bagian muka. Adanya kaput
suksedaneum dapat dikacaukan dengan bokong.

ETIOLOGI

Pada panggul sempit, janin besar, multiparitas atau perut gantung.


Bisa juga terjadi pada janin anensefalus dan tumor di leher depan.
Kadang- kadang pada janin mati intrauterine yang kehilangan tonus
ototnya.

MEKANISME PERSALINAN

Kepala turun melalui pintu atas panggul dengan sirkumferensia


trakelo- parietalis dengan dagu melintang. Setelah muka mencapai dasar
panggul terjadi putar paksi dalam sehingga dagu memutar ke depan dan
berada di bawah arkus pubis. Dengan submentum sebagai hipomoklion,
kepala lahir dengan gerakan fleksi sehingga dahi, ubun- ubun besar dan
belakang kepala lahir melewati perineum. Setelah kepala lahir terjadi
putar paksi luar dan badan janin lahir seperti pada presentasi belakang
kepala. Kalau dagu berada di belakang, pada waktu putaran dalam dagu
harus melewati jarak yang lebih jauh supaya dapat berada di depan.
Kadang- kadang dagu tidak dapat berada di depan dan tetap di belakang.
Keadaan ini dinamakan posisi mento posterior persistens dan janin tidak
dapat lahir spontan, kecuali bila janin kecil atau mati.

Kesulitan kelahiran pada presentasi muka dengan posisi mento


posterior adalah kepala sudah dalam keadaan defleksi maksimal sehingga
30

tidak dapat menambah defleksinya lagi. Hal ini menyebabkan kepala dan
dagu terjepit dalam panggul dan persalinan tidak maju. Maka perlu
dilakukan tindakan secepatnya.

PROGNOSIS

Pada umumnya persalinan berlangsung normal. Kesulita


persalinan terjadi apabila panggul sempit dan janin besar.

Prognosis dagu di belakang kurang baik daripada dagu di depan.

PENANGANAN

Bila tidak ada disproporsi sefalopelvik dan dagu di depan


diharapkan persalinan berlangsung spontan. Kalau dagu di belakang
diusahakan diputar ke depan. Bila pada kala II terjadi posisi mento
posterior persistens maka satu tangan dimasukkan ke dalam vagina untuk
memutar dagu. Bila berhasil ditunggu persalinan spontan. Bila tidak
berhasil maka operasi seksio sesarea.

Syarat mengubah presentasi muka menjadi presentasi belakang


kepala: dagu harus berada di belakang dan kepala belum turun ke rongga
panggul dan masih mudah didorong ke atas.

Indikasi ekstraksi cunam pada kasus ini bisa dari ibu, dari janin
yaitu dagu sudah berada di depan atau kala II lebih dari 2 jam.

Indikasi seksio sesarea adalah posisi mento posterior persistens,


panggul sempit dan kesulitan turunnya kepala ke rongga panggul.

4. PRESENTASI DAHI

Keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi


maksimal dan defleksi maksimal sehingga dahi merupakan bagian
terendah.
31

Gambar 6. Presentasi Dahi

DIAGNOSIS

Pemeriksaan luar memberikan hasil seperti pada presentasi muka


namun bagian belakang kepala tidak terlalu menonjol.

Pemeriksaan dalam dapat diraba sutura frontalis, yang bila


diikuti, pada ujung yang satu dapat diraba ubun- ubun besar dan pada
ujung lain teraba pangkal hidung dan lingkaran orbita. Mulut dan dagu
tidak teraba.

ETIOLOGI

Sama dengan presentasi muka. Semua presentasi muka melalui


tahap presentasi dahi terlebih dahulu.

MEKANISME PERSALINAN

Kepala masuk ke pintu atas panggul dengan sirkumferensia


maksilloparietalis serta sutura frontalis melintang. Setelah moulage dan
ukuran erbesar kepala melalui pintu atas panggul, dagu memutar ke depan.
Sesudah dagu di depan, dengan fossa kanina sebagai hipomoklion, terjadi
fleksi sehingga ubun- ubun besar dan belakang kepala lahir melewati
perineum. Kemudian terjadi defleksi sehingga mulut dan dagu lahir
32

dibawah simfisis. Moulage dan kaput suksedaneum dapat menghalangi


presentasi dahi berubah menjadi presentasi muka.

Persalinan membutuhkan waktu lama dan hanya sebagian kecil


berlangsung spontan. Persalinan pervaginam mengakibatkan perlukaaan
luas perineum dan jalan lahir.

PROGNOSIS

Janin kecil masih mungkin lahir spontan sedangkan janin


ukuran normal tidak dapat lahir spontan pervaginam.

PENANGANAN

Janin ukuran normal harus dilahirkan secara seksio sesarea.


Sedangkan janin kecil dapat dialhirkan secara spontan dengan penangnaan
yang sama seperti presentasi muka.

KELAINAN POSISI

a. Transverse arrest

5. LETAK SUNGSANG

Ada beberapa jenis letak sungsang yaitu: presentasi bokong,


presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki.

Gambar 7. Letak Sungsang


33

DIAGNOSIS

Pada pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba


kepala dan kepala teraba di fundus uteri. Bokong tidak dapat digerakkan
semudah kepala. Bagian atas terasa penuh sedangkan gerakan janin lebih
banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin setinggi atau sedikit lebih
tinggi daripada umbilikus.

Pada pemeriksaan dalam apabila ketuban sudah pecah, dapat


diraba bokong ditandai oleh sakrum, kedua tuber ossis iskii dan anus. Bila
teraba tumit berarti bagian kaki. Sedangkan bila teraba ibu jari yang
letaknya tidak sejajar dengan jari- jari lain berarti tangan.

Perbedaan anus dan mulut adalah pada anus akan teraba sfingter
ani sedangkan pada mulut tidak.

ETIOLOGI

Pada kehamilan belum cukup bulan sering ditemukan letak


sungsang karena jumlah air ketuban relative lebih banyak sehingga janin
dapat bergerak bebas. Sedangkan pada cukup bulan perkembangan akan
pesat dan karena bokong dengan kaki terlipat lebih besar daripada kepala
maka bokong dan kaki akan menempati fundus ( bagian terluas).

Faktor penyebab lainnya adalah multiparitas, gemelli,


hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit.

MEKANISME PERSALINAN

Pada persalinan sungsang berturut- turut lahir bagian- bagian yang


makin lama makin besar sehingga meskipun bokong dan bahu telah lahir
tidak menjamin kelahiran kepala akan berlangsung lancar.
34

PROGNOSIS

Sebab kematian perinatal pada sungsang adalah prematuritas dan


penanganan persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia
atau perdarahan dalam tulang tengkorak.

PENANGANAN

A. Dalam kehamilan

Pada primigravida diusahakan versi luar menjadi presentasi


kepala. Dilakukan pada kehamilan 34 sampai 38 minggu. Sebelum
melakukan versi luar, denyut jantung janin harus baik. Bila bokong sudah
engaged maka diusahakan untuk keluar dulu dari rongga panggul. Versi
luar hendaknya menggunakan kekuatan ringgan tanpa paksaan.
Kontraindikasi versi luar : air ketuban terlalu sedikit, panggul sempit,
perdarahan antepartum, hipertensi, gemelli, plasenta previa.

B. Dalam persalinan

Pertama- tama ditentukan apakah ada indikasi untuk seksio


sesarea. Bila tidak ada maka dilakukan pengawasan kemajuan persalinan
terutama kemajuan pembukaan serviks dan penurunan bokong. Setelah
bokong lahir tidak boleh dilalukan tarikan pada bokong karena dapat
mengakibatkan kedua lengan menjungkit sehingga kepala berada diantara
kedua lengan.

karena saat kepala masuk ke ronggga panggul, tali pusat tertekan diantara
kepala janin dan panggul ibu.

Perasat Bracht, bokong dan pangkal paha yang telah lahir


dipegang dengan kedua tangan kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh
janin ke arah perut ibu sehingga bagian atas dapat dilahirkan. Untuk
35

mempercepat kelahiran bahu dan kepala dapat dilakukan manual aid atau
manual hilfe.

Gambar 8. Perasat Bracht

Gambar 9. Klasik Manuever

Cara Mueller atau Loevset untuk mengeluarkan lengan dan bahu.


Prinsipnya adalah lengan kiri dilahirkan dengan tangan kiri sedangkan
lengan kanan dilahirkan dengan tangan kanan. Bokong dan pangkal paha
36

yang telah lahir dipegang dengan kedua tangan, badan ditarik ke bawah
sampai ujung bawah skapula depan kelihatan di bawah simfisis.

Gambar 10. Mueller Manuver

Untuk melahirkan lengan depan, dada dan punggung, tubuh janin


diputar sehingga mengubah lengan depan supaya berada di belakang.

Dasar cara Loevset adalah bahu belakang janin selalu berada lebih
rendah daripada bahu depan karena lengkungan jalan lahir, sehingga bahu
belakang diputar ke depan dengan sendirinya akan lahir di bawah simfisis

.
37

Gambar 11. Lovset Manuver

Kepala janin dilahirkan dengan cara Mauriceau. Apabila terjadi


kesulitan maka dapat digunakan cunam Piper.

Gambar 12. Perasat Mauriceau

Letak sungsang pada janin besar dan disproporsi sefalopelvik


merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea.

6. LETAK LINTANG

Letak janin melintang di uterus dengan posisi bokong sedikit


lebih tinggi daripada kepala.
38

Gambar 13. Leopold Janin Letak Lintang

Gambar 14. Janin Letak Lintang

ETIOLOGI

Multiparitas dengan dinding uterus yang lembek. Selain itu


prematur, hidramnion, gemelli, panggul sempit, tumor panggul, plasenta
previa, uterus arkuatus dan uterus subseptus.

DIAGNOSIS

Dari inspeksi terlihat uterus tampak melebar dan fundus uteri


lebih rendah. Pada palpasi fundus uteri kosong, simfisis juga kosong,
kepala janin berada di samping. Denyut jantung janin di sekitar umbilikus.

MEKANISME PERSALINAN

Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin


cukup bulan tidak terjadi persalinan normal. Bila dibiarkan maka akan
terjadi kematian janin dan ruptur uteri.
39

Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga
panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus
berkontraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis,
sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan terjadi
lingkaran retraksi patologik yang disebut letak lintang kasep. Janin akan
meninggal. Bila masuk ke dalam tubuh ibu maka akan mengakibatkan
perdarahan dan infeksi.

PROGNOSIS

Prognosis buruk baik pada ibu maupun janin. Faktor- faktor yang
mempengaruhi kematian janin adalah letak lintang kasep, ruptur uteri, tali
pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan
janin.

PENANGANAN

Apabila ditemukan letak lintang sebaiknya dilakukan versi luar


supaya menjadi presentasi kepala. Pada primigravida bila versi luar tidak
berhasil maka sebaiknya dialkukan seksio sesarea.

7. PRESENTASI GANDA

Keadaan diamana selain kepala janin di dalam rongga panggul


dijumpai tangan, lengan atau kaki atau keadaan disamping bokong
dijumpai tangan. Paling sering adalah adanya tangan atau lengan di
samping kepala.
40

Gambar 15. kehamilan Letak Ganda

ETIOLOGI

Terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup sempurna oleh


kepala atau bokong.

DIAGNOSIS

Dengan pemeriksaan luar sulit ditemukan. Harus dibantu oleh


periksaan dalam.

PENANGANAN

Bila lengan seluruhnya menumbung di samping kepala maka


dilakukan reposisi lengan. Tangan penolong dimasukkan ke dalam vagina
dan mendorong lengan janin ke atas melewati kepalanya, kemudian kepala
didorong ke dalam rongga panggul dengan tekanan dari luar.

B. KELAINAN BENTUK JANIN & LETAK TALI PUSAT

1. JANIN BESAR (MAKROSOMIA)

Bayi dianggap besar bila beratnya lebih dari 4000 gram. Dapat
ditemukan pada wanita hamil dengan DM, postmatur, grande multipara
atau faktor keturunan. Perkiraan besarnya janin dapat ditentukan dari
41

tinggi fundus uteri, namun lebih sering baru diketahui setelah tidak adanya
kemajuan persalinan pada panggul yang normal dan his yang adekuat.
Umumnya janin yang besar memiliki bahu yang lebar.

Pemeriksaan yang lebih teliti dilakukan dengan USG.

Penanganan : Pada PSP perlu dilakukan episiotomy serta menerapkan


maneuver-manuver .

Jika janin telah mati sebelumnya dapat dilakukan kleidotomy. SC perlu


dipertimbangkan.

2. HIDROSEFALUS

Hidrosefalus adalah keadaan terjadinya penimbunan cairan


serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga sutura-sutura dan ubun-ubun
membesar. Cairan yang tertimbun umumnya sekitar 500 -1500 ml, dapat
pula sampai 5 liter. Hidrosefalus dapat disertai dengan spina bifida., juga
sering ditemukan dengan letak sungsang.

Pada pemeriksaan fisik, dalam letak kepala dengan palpasi dapat


ditemukan kepala yang besar dan menonjol dibawah simfisis. Djj terletak
lebih tinggi dari biasa. Sedangkan

Pada pemeriksaan dalam dapat diraba sutura-sutura dan ubun-ubun yang


melebar dan tegang. Dengan roentgen terlihat tulang kepala yang sangat
tipis dan kepala yang besar.

Bila terdapat keraguan, dapat dibantu dengan MRI atau USG.


Kemungkinan hidrosefalus harus dipikirkan bila : kepala tidak masuk
kedalam panggul pada persalinan dengan panggul normal dan his adekuat
serta kepala janin teraba sebagai benda besar.
42

Dapat terjadi rupture uteri pada saat persalinan..

Penanganan : sebaiknya dilakukan pungsi dengan jarum spinal saat


pembukaan 3 cm pada letak kepala , atau pungsi melalui foramen
oksipitalis magnum atau sutura temporalis pada letak sungsang.

3. JANIN KEMBAR MELEKAT (DOUBLE MONSTER)

Kesukaran persalinan biasanya terjadi pada bayi melekat secara


lateral terutama torakopagus.

Penanganan sebaiknya dengan SC

4. JANIN DENGAN PERUT BESAR

Pembesaran perut yang menyebabkan distosia misalnya asites,


tumor hati, limpa dan ginjal.

Penanganan : bila perut berisi cairan, dapat dilakukan pungsi perut, bila
oleh karen tumor padat sebaiknya dilakukan SC.

5. PROLAPSUS FUNIKULI

Prolapsus funikuli adalah keaadaan dimana talipusat berada


disamping atau melewati bagian terendah janin didalam jalan lahir setelah
ketuban pecah. Sedangkan tali pusat terdepan adalah apabila tali pusat
berada disamping atau terletak dibagian terendah janin. namun ketuban
belum pecah.

Resiko hipoksia pada janin akibat terjerat tali pusat sangat tinggi.

Hal tersebut diatas oleh karena pintu atas panggul tidak tertutup oleh
bagian bawah janin, sehingga sering ditemukan pada letak lintang dan
sungsang terutama presentasi bokong kaki.
43

Diagnosis ditegakkan dengan terabanya tali pusat melalui pemeriksaan


dalam. Pemeriksaan dalam wajib dilakukan saat ketuban pecah,
sementara bagian terendah janin belum masuk rongga panggul serta saat
DJJ janin menjadi lambat tanpa sebab yang jelas.

Penanganan :

Bila tali pusat masih berdenyut, tapi pembukaan belum lengkap dapat
dilakukan reposisi tali pusat dengan posisi ibu trendelenburg atau SC.

Pada letak sungsang, janin dilahirkan dengan ekstraksi kaki, pada letak
lintang dilakukan versi ekstraksi. Sedangkan pada presentasi belakang
kepala dilakukan tekanan yang kuat pada fundus uteri pada waktu his
supaya kepala masuk rongga panggul sehingga mudah dilahirkan.

DISTOSIA AKIBAT KELAINAN TENAGA ( POWER)

Tenaga dalam persalinan, meliputi his (kontraksi uterus) serta


tenaga meneran ibu. Pada persalinan normal, his dimulai dari daerah tuba
dan ligamentum rotundum dengan dominasi kekuatan pada fundus uteri,.
Kemudian menjalar ke dalam dan bagian bawah uterus merata simetris
pada seluruh korpus uteri. Terdapat relaksasi diantara 2 kontraksi.
Sesudah tiap His, otot korpus uteri menjadi lebih pendek.

Pada seluruh kehamilan terdapat tanda Braxton Hicks yaitu


kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg/mnt, tidak teratur. Pada
kehamilan lebih dari 30 minggu, His makin kuat dan makin sering.
Sesudah lebih dari 36 minggu hingga persalinan dimulai, His makin kuat..

His yang adekuat pada persalinan normal :

1. Amplitudo : 40-60 mm Hg
44

2. Frekuensi : 3-5X/ 10 menit


3. Durasi : 60-90 detik

Fungsi His yaitu menipiskan dan membuka SBR dan serviks serta
bersamaan dengan tenaga mneran ibu unuk melahirkan bayi dan placenta.

Kelainan HIS terutama ditemukan pada primigravida , khususnya


primigravida tua. Kecuali inersia uteri (pada multipara)

1. INERTIA UTERI

Inertia Uteri atau Hypotonic Uterine Contraction bila sejak awal


persalinan His tidak adekuat (lemah, singkat dan jarang) dinamakan
inertia uteri primer. Bila timbulnya sesudah His kuat untuk waktu yang
lama disebut inertia uteri sekunder.

Peregangan uterus yang berlebihan misalnya pada gemelli dan


hidramnion dapat menjadi penyebab inersia, tapi penyebab pasti belum
diketahui.

KU pasien umumnya baik, nyeri tidak seberapa dirasakan.


Diagnosis paling sulit ditegakkan pada fase laten. Kesalahan yang sering
dilakukan adalah false labour (mempercepat lahirnya janin padahal
persalinan belum dimulai.

Penatalaksanaan secara umum : TTV ibu dan janin, puasa (bila


diputuskan untuk SC),infuse Glukosa 5% dan NaCl isotonic bergantian
serta pemeriksaan dalam.

Penatalaksanaan khusus : penilaian 3P seksama, pemecahan


selaput ketuban; oxytocin 5 IU dalam D5% mulai 8 tts, dinaikkan 4 tts/15
menit (max. 60 tts → primi, 40 tts→ multi). Jika ada keadaan CPD yang
berarti, pertimbangkan SC.
45

2. HIS TERLAMPAU KUAT

Disebut juga Coordinated Hypertonic Uterine Contraction tidak


menyebabkan distocia.Frekuensi dan durasi saat his normal, tonus
relaksasi normal, namun kekuatan/amplitudonya terlalu besar, akibatnya
terjadi partus presipitatus.

Pasien mengalami nyeri persisten oleh karena terbentuknya


lingkaran Bandl , perlukaan luas jalan lahir serta rupture uteri. Pada bayi
dapat terjadi dekompresi mendadak dan perdarahan subdural.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pengawasan yang baik.


Pada saat persalinan dilakukan episiotomi.

3. INKOORDINASI UTERI

Sifat His pada keadaan ini berubah, tonus relaksasi dan kontraksi
meningkat, koordinasi antar bagian tidak sinkron. Akibatnya terbentuk
lingkaran konstriksi yaitu spasmus sirkuler setempat. Biasanya lingkaran
tersebut ditemuka dibatas antara SAR dan SBR. Bahaya hipoksia bagi
janin.

Pada keadaan inkoordinasi uteri dapat terjadi distocia servikalis


primer bila serviks tidak membuka akibat tidak dapat berelaksasi.Tekanan
kepala janin yang terus menerus dapat mengakibatkan nekrosis dan
terlepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Sedangkan bila his kuat
merobek serviks sampai SBR yang kaku akibat scar atau carcinoma
disebut distocia servikalis sekunder.

Penanganan simptomatis : morphin, pethidine. Penanganan


khusus: pada pembukaan belum lengkap perlu SC.
46

B. PARTUS TAK MAJU dan PARTUS MACET


Definisi
Partus tak maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak
menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putaran
paksi dalam. Literatur lain menyebutkan partus tak maju adalah persalinan
dalam fase aktif yang lebih dari 12 jam pada primi dengan rata-rata
pembukaan 1 cm per jam atau lebih dari 16 jam pada multi dengan rata-rata
pembukaan 2 cm per jam.

Persalinan macet didefinisikan sebagai persalinan yang tak ada kemajuan


pada kala II dalam hal penurunan kepala dan putaran paksi dalam pada suatu
jangka waktu yang telah ditentukan. Persalinan macet adalah suatu keadaan
dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama
sehingga dapat menimbulkan komplikasi pada ibu maupun janin.

Penyebab Partus Tak Maju dan Partus Macet


Penyebab partus tak maju yaitu :
a. Disproporsi sefalopelvik (pelvis sempit atau janin besar)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan
persalinan, tetapi yang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan
panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam perbandingan luasnya panggul
ibu menentukan apakah ada disproporsi sefalopelvik atau tidak.

Disproporsi sefalopelvik tidak dapat didiagnosis sebelum usia


kehamilan 37 minggu karena sebelum usia kehamilan tersebut kepala
belum mencapai ukuran lahir normal.

Disproporsi sefalopelvik dapat terjadi :


a) Marginal (ini berarti bahwa masalah bisa diatasi selama persalinan,
relaksasi sendi-sendi pelvis dan molase kranium kepala janin dapat
memungkinkan berlangsungnya kelahiran pervaginam).
47

b) Moderat (sekitar setengah dari pasien-pasien pada kelompok


lanjutan ini memerlukan kelahiran dengan tindakan operasi).

c) Definit (ini berarti pelvis sempit, bentuk kepala abnormal atau


janin mempunyai ukuran besar yang abnormal, misalnya
hidrosefalus, operasi diperlukan pada kelahiran ini).

b. Presentasi yang abnormal


Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior
dan kepala yang sulit lahir pada presentasi bokong.

1. Presentasi Dahi
Presentasi Dahi adalah keadaan dimana kepala janin ditengah
antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan
bagian terendah. Presentasi dahi terjadi karena ketidakseimbangan kepala
dengan panggul, saat persalinan kepala janin tidak dapat turun ke dalam
rongga panggul sehingga persalinan menjadi lambat dan sulit.
Presentasi dahi tidak dapat dilahirkan dengan kondisi normal kecuali bila
bayi kecil atau pelvis luas, persalinan dilakukan dengan tindakan caesarea.
IR presentasi dahi 0,2% kelahiran pervaginam, lebih sering pada
primigravida.

2. Presentasi Bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung
melebar dari satu sisi kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian
terbawah anak pada pintu atas panggul menjelang persalinan. Bila pasien
berada pada persalinan lanjut setelah ketuban pecah, bahu dapat terjepit
kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan atau lengan keluar dari
vagina.
Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari janin tegak
lurus atau pada sudut akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang terjadi
48

pada letak melintang. Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi dengan


dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas, obstruksi panggul.

3. Presentasi Muka
Pada presentasi muka, kepala mengalami hiperekstensi sehingga
oksiput menempel pada punggung janin dan dagu merupakan bagian
terendah. Presentasi muka terjadi karena ekstensi pada kepala, bila pelvis
sempit atau janin sangat besar. Pada wanita multipara, terjadinya
presentasi muka karena abdomen yang menggantung yang menyebabkan
punggung janin menggantung ke depan atau ke lateral, seringkali
mengarah kearah oksiput. Presentasi muka tidak ada faktor penyebab yang
dapat dikenal, mungkin terkait dengan paritas tinggi tetapi 34% presentasi
muka terjadi pada primigravida.

c. Abnormalitas pada janin


Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin misalnya :
Hidrosefalus, pertumbuhan janin lebih besar dari 4.000 gram, bahu yang
lebar dan kembar siam.

d. Abnormalitas sistem reproduksi


Abnormalitas sistem reproduksi misalnya tumor pelvis, stenosis
vagina kongenital, perineum kaku dan tumor vagina.

Etiologi
Sebab-sebab terjadinya persalinan macet adalah multikompleks, dan tentu saja
bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik, dan
penatalaksanaannya.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain :
- Kelainan letak janin
- Kelainan panggul
- Kelainan his
49

- Pimpinan persalinan yang salah


- Janin besar atau ada kelainan kongenital
- Primitua
- Perut gantung, grandemultipara
- Ketuban pecah dini
- Overdistensi uterus
Kesulitan dalam proses kelahiran ini dapat menyebabkan maternal exhaustion,
perdarahan post partum, peningkatan kemungkinan terjadinya trauma di traktus
genital, peningkatan kemungkinan terjadinya persalinan dengan bantuan – seperti
forsep, vakum, dan seksio sesarea, penurunan suplai oksigen ke bayi, peningkatan
kemungkinan infeksi intra partum.

Tipe Persalinan Macet


Dikenal tiga tipe persalinan lama, yaitu :
1. Fase laten yang lama, berlangsung lebih lama dari 6 jam
2. Persalinan disfungsional primer, yaitu jika aktifitas uterus menjadi inersia
atau terjadi inkoordinasi dari awal fase aktif
3. Penghentian sekunder, jika angka dilatasi servikal pada awalnya normal,
kemudian melambat atau bahkan berhenti

Komplikasi Persalinan yang Terjadi Pada Partus Tak Maju


a. Ketuban pecah dini
Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup
dengan sempurna oleh janin ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil.
Bila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus
diarahkan ke bagian membran yang menyentuh os internal, akibatnya
ketuban pecah dini lebih mudah terjadi.

b. Pembukaan serviks yang abnormal


Pembukaan serviks terjadi perlahan-lahan atau tidak sama sekali
karena kepala janin tidak dapat turun dan menekan serviks. Pada saat yang
sama, dapat terjadi edema serviks sehingga kala satu persalinan menjadi
50

lama. Namun demikian kala satu dapat juga normal atau singkat, jika
kemacetan persalinan terjadi hanya pada pintu bawah panggul. Dalam
kasus ini hanya kala dua yang menjadi lama. Persalinan yang lama
menyebabkan ibu mengalami ketoasidosis dan dehidrasi.
Seksio caesarea perlu dilakukan jika serviks tidak berdilatasi. Sebaliknya,
jika serviks berdilatasi secara memuaskan, maka ini biasanya menunjukan
bahwa kemacetan persalinan telah teratasi dan kelahiran pervaginam
mungkin bisa dilaksanakan (bila tidak ada kemacetan pada pintu bawah
panggul).

c. Bahaya ruptur uterus


Ruptur uterus, terjadinya disrupsi dinding uterus, merupakan salah
satu dari kedaruratan obstetrik yang berbahaya dan hasil akhir dari partus
tak maju yang tidak dilakukan intervensi. Ruptur uterus menyebabkan
angka kematian ibu berkisar 3-15% dan angka kematian bayi berkisar
50%.
Bila membran amnion pecah dan cairan amnion mengalir keluar,
janin akan didorong ke segmen bawah rahim melalui kontraksi. Jika
kontraksi berlanjut, segmen bawah rahim akan merengang sehingga
menjadi berbahaya menipis dan mudah ruptur. Namun demikian kelelahan
uterus dapat terjadi sebelum segmen bawah rahim meregang, yang
menyebabkan kontraksi menjadi lemah atau berhenti sehingga ruptur
uterus berkurang.
Ruptur uterus lebih sering terjadi pada multipara jarang terjadi,
pada nulipara terutama jika uterus melemah karena jaringan parut akibat
riwayat seksio caesarea. Ruptur uterus menyebabkan hemoragi dan syok,
bila tidak dilakukan penanganan dapat berakibat fatal.

d. Fistula
Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis maka
sebagian kandung kemih, serviks, vagina, rektum terperangkap diantara
kepala janin dan tulang-tulang pelvis mendapat tekanan yang berlebihan.
51

Akibat kerusakan sirkulasi, oksigenisasi pada jaringan-jaringan ini


menjadi tidak adekuat sehingga terjadi nekrosis, yang dalam beberapa hari
diikuti dengan pembentukan fistula. Fistula dapat berubah vesiko-vaginal
(diantara kandung kemih dan vagina), vesiko-servikal (diantara kandung
kemih dan serviks) atau rekto-vaginal (berada diantara rektum dan
vagina). Fistula umumnya terbentuk setelah kala II persalinan yang sangat
lama dan biasanya terjadi pada nulipara, terutama di negara-negara yang
kehamilan para wanitanya dimulai pada usia dini.

e. Sepsis puerferalis
Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat
terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau
persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat
gejala-gejala : nyeri pelvis, demam 38,50c atau lebih yang diukur melalui
oral kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan
keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.
Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu dan janinya pada
kasus partus lama dan partu tak maju terutama karena selaput ketuban
pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina
yang berulang-ulang.

Pengaruh Partus tak maju Pada Bayi


a. Perubahan-perubahan tulang-tulang kranium dan kulit kepala
Akibat tekanan dari tulang-tulang pelvis, kaput suksedaneum yang
besar atau pembengkakan kulit kepala sering kali terbentuk pada bagian
kepala yang paling dependen dan molase (tumpang tindih tulang-tulang
kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan pada bentuk
kepala. Selain itu dapat terjadi sefalhematoma atau penggumpalan darah di
bawah batas tulang kranium, terjadi setelah lahir dan dapat membesar
setelah lahir.
52

b. Kematian Janin
Jika partus tak maju dibiarkan berlangsung lebih dari 24 jam maka
dapat mengakibatkan kematian janin yang disebabkan oleh tekanan yang
berlebihan pada plasenta dan korda umbilikus. Janin yang mati, belum
keluar dari rahim selama 4-5 minggu mengakibatkan pembusukan
sehingga dapat mencetuskan terjadinya koagulasi intravaskuler diseminata
(KID) keadaan ini dapat mengakibatkan hemoragi, syok dan kematian
pada maternal.

Tanda Partus tak maju


Pada kasus persalinan macet/tidak maju akan ditemukan tanda-
tanda kelelahan fisik dan mental yang dapat diobservasi dengan :
a. Dehidrasi dan Ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)
b. Demam
c. Nyeri abdomen
d. Syok (nadi cepat, anuria, ekteremitas dingin, kulit pucat, tekanan darah
rendah) syok dapat disebabkan oleh ruptur uterus atau sepsis.
53

C. PERSALINAN LAMA

A. Definisi

Persalinan lama secara umum diartikan sebagai persalinan yang abnormal


atau sulit. Sementara itu, WHO secara lebih spesifik mendefinisikan
persalinan lama (prolonged labor/partus lama) sebagai proses persalinan yang
berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu pemanjangan proses persalinan yang
dimaksud adalah penambahan antara kala I dan kala II persalinan. Dalam
penentuan batas waktu, terdapat varias sebuah sumber yang menyatakan
bahwa batasan waktu dalam penentuan partus lama adalah 18 jam.

B. Insidensi

Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada


tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin
presentasi kepala yang mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh persen
lainnya, perlu mendapatkan intervensi untuk pelahiran. Baik intervensi
medismaupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus abnormal ini juga
menunjukkan tingginya tingkat persalinan lama. Persalinan lama yang kadang
juga disebut distosia, di Amerika Serikat distosia merupakan indikasi
dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani
operasi seksio sesar primer.

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab persalinan lama, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai


kelainan yang disebabkan oleh 3 faktor (sama dengan faktor distosia) yang
disebut 3 P, yaitu powers, passenger dan pelvis. Powers mewakili kondisi
gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang kurang kuat atau
kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mampu
menyebabkan pelebaran bukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga termasuk
lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II. Passengger mewakili kondisi
adanya kelainan dalam presentasi, posisi atau perkembangan janin. Passage
memaksudkan kelainan pada panggul ibu atau penyempitan pelvis.
54

D. Klasifikasi

Adapun persalinan lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola


persalinannya. Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi
menjadi tiga kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut
fase laten memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada
kala II yang disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada
kala I fase aktif terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya. Jenis
kelainan pertama pada kala I fase aktif disebut protraction disorder.
Kelainan kedua, disebut arrest disorder.

Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami


pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang
lebih lama menjadi dua kelompok utama, yaitu disproporsi sefalopelfik
(cephalopelvic disproportion/CPD) dan kelompok lainnya adalah failure
to progress. Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang
memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara
pada kelompok kedua disebabkan secara murini oleh gangguan kekuatan
persalinan.

E. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya partus lama, dapat diterangkan dengan


memahami proses yang terjadi pada jalan lahir saat akhir kehamilan dan
saat akhir persalinan. Dengan memahaminya, kita dapat mengetahui dan
memperkirakan faktor apa saja yang menyebabkan terhambatnya
persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin akan melewati jalan lahir,
segmen bawah rahim yang cukup tebal dan serviks yang belum membuka.
Jaringan otot di fundus masih belum berkontraksi dengan kuat. Setelah
pembukaan lengkap, hubungan mekanis antara ukuran kepala janin, posisi
dan kapasitas pelvis yang disebut proporsi fetopelvik (fetopelvic
proportion), menjadi semakin nyata seraya janin turun. Abnormalitas
55

dalam proporsi fetopelvik, biasanya akan semakin nyata seraya kela II


persalinan dimulai.

Penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu


disfungsi uterus murni dan diproporsi fetoplevis. Namun pembagian ini
terkadang tidak dapat digunakan karena kedua kelainan tersebut terkadang
terjadi bersamaan.

F. Gambaran Klinik

Gambaran Klinik dari persalinan lama dapat dijelaskan berdasarkan


fase persalinan yang mengalami pemanjangan.

Fase Laten Memanjang

Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada


persalinan untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan.
Walaupun pada tahap persiapan (preaptory division) hanya terjadi sedikit
pembukaan serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada komponen
jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division)
adalah saat pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic
division) berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme
klasik persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan dasar janin pada
presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran paksi
dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase
panggul. Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui
dengan jelas.
56

Gambar 16. Perjalanan Persalinan Normal

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan


persalinan normal adlah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviksa adalah fase
laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap
pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng
(kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.

Gambar 17. Urutan rata-rata kurva pembukaan serviks pada persalinan


nulipara
57

Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai


merasakan kontraksi yang teratur.Selama fase ini, orientasi kontraksi uterus
berlangsung bersama pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum
Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan
serviks 1,2 cm/ jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam untuk ibu multipara. Kecepatan
pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Friedman dan
Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama fase
ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah


anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk
(misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalinan
palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif
ndan amannya dalam memperbaiki fase laten berkepanjangan. Istirahat lebih
disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari. Karena adanya
kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.

Fase Aktif Memanjang

Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena


kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan
serviks antara 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan
pembukaan serviks tertinggi. Secara konsistensi berawal dari saat pembukaan
serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan
digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Demikian pula kurva-kurva ini
memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan dapat
secara meyakinkan didiagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif harus
berlangsung.

Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada


nulipara adalah 1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalh 1,5 cm/jam.
Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 – 4
cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4
jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat. Sokol dan rekan melaporkan bahwa
58

25% persalinan nulipara dipersulit kelainan fase aktif, sedangkan pada


multigravida angkanya adalah 15%.

Memahami analasisi Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatan


penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan
keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada saat tahap akhir
dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm. Friedman membagi lagi
masalah fase aktif menjadi gangguan protraction (berkepanjangan/berlarut-larut)
dan arest (macet, tak maju).

Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau penurunan


yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2
cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protraksi
didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau
penurunan kurang dari 2 cm per jam. Sementara itu, ia mendefinisikan arrest
sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan. Kemacetan
pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam,
dan kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.

Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda, dimana


disproporsi sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan protraksi.
Sedangkn disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu dengan persalinan
macet. Ketertkaitan atau faktor lain yang berperan dalam persalinan yang
berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anestesi regional dan
malposisi janin. Pada persalinan yang berkepanjang dan macet, Friedman
menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi
sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berke3panjangan
adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk
persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik.

Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO


mengajukan penggunaan partograf dalam tatalaksana persalinan. Dimana
berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa bila pembukaan serviks
kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sementara itu, American College of
59

Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria diagnosa yang berbeda,. Kriteria


diagnosa tersebut ditampilkan pada tabel 2.1 dibawah ini.

Kala Dua Memanjang

Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk nulipara dan 20 menit
untuk multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya
sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap
mungkin cukup untuk mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu, dengan
panggul sempit atau janin besar, atau denan kelainan gaya ekspulsif akibat
anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat memanjang. Kala
II pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila
menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2
jam pada penggunaan anestesia regional.

G. Diagnosis

Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi persalinan lama dan terapi
yang disarnkan ditampilkan pada tabel dibawah ini.
60
61

Tabel Klasifikasi persalinan lama berdasarkan pola persalinannya

Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat mebantu
dalam mempermudah diagnosa persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah
partograf. Partograf terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan.
Kedua jenis gangguan dalam fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik
yang terbentuk pada partograf. Protraction disorder pada fase aktif (partus lama)
dapat didagnosa bila bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama
minimal 4 jam. Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak
terjadi penambahan pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun
penurunan kepala janin dalam jangka waktu 1 jam.
62

Gambar Kelainan protraksi pada fase aktif persalinan (partus lama)

Gambar 18. Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju/
macet)

H. Tatalaksana

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama


adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan
lama adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah
kondisi patologis penyebab persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan
metode yang tepat dalam mengakhiri persalinan. Apakah persalinan tetap
63

dilakukan pervaginam, atau akandilakukan per abdominam melalui seksio


sesarea.

Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu
disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya
disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan persalinan lamamerupakan
indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai
bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit
(misal: tinggi badan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau janin
diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000gram, bayi dengan hidrosefalus,
riwayat berat badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak
ada disproporsi sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan.

Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalh


menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa
sebagai fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat
menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang
mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak
perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka
ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan
bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien dikatakan berada dalam
fase laten. Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila terjadi perubahan dalam
penipisan serviks atau pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban dan
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase
aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin
dilahirkan secara seksio sesarea.

Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah


kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder
(partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam
kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi
sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion sesarea. Bila yang terjadi
adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi
64

efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila
kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi
uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi
persalinan dengan oksitosin.

Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya janin. Hal
ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat
meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali
harus diyakini pada kondisi kala II memanjang adalah tidak terjadi
malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal tersebut tidak ada, maka
dapat dilakukan percepatan persalinan dengan oksitosin. Bila percepatan
dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan janin, maka dilakukan upaya
pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala
janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau
ujung penonjolan kepala janin berada di bawah station 0, maka janin dapat
dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau dengan forseps. Bila kepala janin
teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang
kepala janin berada diantara station ) dan station -2, maka janin dilahirkan
dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba
lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin
berada diatas station -2, maka janin dilahirkan secara seksio sesaria.

I. Komplikasi

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun


bagi anak yang dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat
persalinan lama antara lain adalah:

Infeksi Intrapartum

Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada
partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan
amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin,
65

akibat as[irasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya.
Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke
dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila
terjadi persalinan lama.

Ruptura Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius


selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka
dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan
panggul semakin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi
penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat teregang kemudian dapat
menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis
yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan
melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini,
diindikasikan persalinan perabdominam segera.

Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu
pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul
akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan berlebihan
segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat terlihat jelas sebagai
suatu identasi abdomen dan menandakan akan rupturnya seegmen bawah uterus.
Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang
sesuai dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea
yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik.

Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi
tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak
diantaranya dan dninding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan.
Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa
hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula vesikovaginal, vesikorektal atau
rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua
yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama
66

mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-
negara yang belum berkembang.

Cedera Otot-otot Dasar Panggul

Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot
dasar panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya merupakan konsekuensi
yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya
sulit.saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala
janin dan tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini
meregangkan dan melebarkan dar panggul, sehingga terjadi perubahan anatomik
dan fungsional otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran
bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan ini akan
menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.

Kaput Suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput


suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius. Kaput
dapat hempir mencapai dasar panggul sementara kepala belum engaged. Dokter
yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak
bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.

Molase Kepala Janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling


bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut
molase (molding, moulage). Perubahan ini biasanya tidak menimbulkan kerugian
yang nyata. Namun, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat
menyebabkan ribekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin dan perdarahan
intrakranial pada janin.
67

J. Prognosis

Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk


mortalitas dan morbiditas janin ataui ibu, namun Chelmow dkk membantah
anggapan bahwa pemanjangan fase laten tidak berbahaya.
68

VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN (VBAC)

Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)

1. Definisi
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) ialah proses persalinan
pervaginam yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami
seksio cesarea pada kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami operasi
pada kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami operasi pada dinding
rahim (misalnya satu ataupun lebih miomektomi intramural).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi VBAC
Awal tahun 1989, karena terdapatnya peningkatan jumlah wanita
yang melahirkan pervaginam, semakin banyak laporan yang mengenai
peningkatan angka kejadian ruptura uteri. Morbiditas dan mortalitas
perinatal mengakibatkan beberapa ahli menyarankan bahwa VBAC
mungkin lebih berisiko.

Pada tahun 1998 dan 1999, American College of Obstetricians and


Gynecologists (ACOG) mengeluarkan pernyataan terbaru untuk
mendukung VBAC, akan tetapi memerlukan tindakan yang hati-hati dalam
melaksanakan VBAC. Selanjutnya, terdapat presentase wanita yang lebih
sedikit untuk melakukan VBAC, dan ada peningkatan yang sesuai pada
tingkat kelahiran cesarea secara keseluruhan. Pada tahun 2007, tingkat
VBAC di AS turun ke tingkat 8.5% (Hamilton dan rekan, 2009).
Menurut ACOG tahun 1999 memberikan rekomendasi untuk
menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan pervaginam pada
bekas seksio cesarea.
Kriteria seleksinya adalah sebagai berikut :
 Riwayat 1 atau 2 kali seksio cesarea dengan insisi segmen bawah
rahim
 Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
 Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
69

 Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,


persalinan dan seksio cesarea emergensi
 Sarana dan personil anestesi siap untuk menangani seksio cesarea
darurat
Dalam menentukan kesuksesan persalinan pervaginam pada pasien
bekas SC ada beberapa penilaian yang dapat dipakai. Diantara beberapa
sistem penilaian yang telah diajukan untuk memprediksi keberhasilan
persalinan pervaginam pada wanita yang mempunyai riwayat persalinan
seksio cesarea pada persalinan terdahulunya, salah satunya adalah sistem
penilaian Flamm - Geiger. Pada sistem penilaian Flamm - Geiger, variabel
yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam
pada bekas seksio cesarea adalah usia ibu < 40 tahun, riwayat persalinan
pervaginam sebelum seksio cesarea dan indikasi seksio cesarea terdahulu
selain distosia, penipisan serviks saat masuk, pembukaan saat masuk ≥ 4
cm. Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam
bekas seksio cesarea, Flamm - Geiger menetapkan sistem penilaian
seperti yang tertera pada tabel 1 di bawah ini.
70

No Karakteristik Skor
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam
- sebelum dan sesudah seksio cesarea 4
- persalinan pervaginam sesudah seksio cesarea 2
- persalinan pervaginam sebelum seksio cesarea 1
- tidak ada 0
3 Alasan seksio cesarea terdahulu yang lain 1
4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit
dalam keadaan inpartu:
- 75 % 2
- 25 – 75 % 1
- < 25 % 0
5 Dilatasi serviks  4 cm 1

Tabel 1 Skoring menurut Flamm dan Geiger

Dari variabel-variabel tersebut didapatkan nilai total 0 - 2 maka


kesempatan untuk melahirkan pervaginam setelah bekas seksio cesarea
sebesar 49%, untuk nilai total 3 – 7 memiliki rata – rata untuk keberhasilan
persalinan pervaginam pada bekas seksio cesarea sebesar 77%, di mana
untuk skor 3 didapatkan angka keberhasilan pervaginam sebesar 59,9%
dan untuk skor 7 didapatkan angka keberhasilan persalinan pervaginam
sebesar 92,6%, jika skor 8 – 10 kesempatan untuk melahirkan
pervaginam pada pasien dengan bekas seksio cesarea sebesar 95%.
71

Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap score


development group diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini :
Skor Angka Keberhasilan (%)
0-2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8-10 95-99
Total 74-75

Tabel 2 Angka keberhasilan VBAC menurut Flamm dan Geiger

Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring yang


bertujuan untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam pada
bekas seksio cesarea, adapun sistem skoring yang digunakan adalah
FAKTOR TIDAK YA

Bishop Score  4 0 4
Riwayat persalinan pervaginam sebelum seksio cesarea 0 2
Indikasi seksio cesarea yang lalu
Malpresentasi, Preeklampsi/Eklampsi, Kembar
HAP, PRM, Persalinan Prematur 0 6
Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat 0 5
Makrosemia, IUGR 0 4
0 3

Tabel 3 Skoring menurut Weinstein dkk

Angka keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio


cesarea pada sistem skoring menurut Weinstein dkk adalah seperti di
tabel berikut:
72

Nilai scoring Keberhasilan


4  58 %
6  67 %
8  78 %
 10  85 %
 12  88 %

Tabel 4 Angka keberhasilan VBAC menurut Weinstein dkk

Indikasi seksio yang lalu Keberhasilan VBAC dalam persen


1. Letak sungsang 91
2. Fetal distress 84
3. Solusio plasenta 100
4. Plasenta previa 100
5. Gagal induksi 79.6
6. Disfungsi persalinan 63.4
Dikutip dari Flamm
Tabel 5. Hubungan indikasi seksio cesarea lalu dengan keberhasilan
penanganan persalinan pervaginam bekas seksio cesarea

a. Karakteristik Maternal

Dalam percobaan VBAC, terdapat 3 penelitian yang semuanya


menunjukkan bahwa wanita dengan obesitas memiliki risiko lebih tinggi
gagal dalam percobaan VBAC. Peningkatan berat badan selama hamil telah
terbukti dapat meningkatkan risiko kegagalan dalam VBAC, akan tetapi
penurunan berat badan selama kehamilan tidak menunjukkan perbaikan
dalam keberhasilan VBAC.
Usia ibu juga diteliti dalam beberapa studi dalam literatur VBAC.
Wanita yang lebih tua dari 40 tahun yang telah mengalami kelahiran
cesarea sebelumnya memiliki risiko yang lebih tinggi, yaitu sekitar 3 kali
lipat untuk gagal dibandingkan dengan wanita yang lebih muda dari 40
73

tahun. Dalam satu sistem penilaian, wanita yang lebih muda dari 40 tahun
diberi jalur tambahan sebagai prediktor untuk VBAC yang sukses (Flamm
et al, 1997).

b. Jenis Insisi pada uterus

1. Klasik histerotomi
Tidak diragukan lagi, seorang dokter tidak akan merasa aman
membiarkan seorang pasien yang telah memiliki riwayat histerotomi
klasik sebelumnya untuk menjalani suatu VBAC. Pasien dengan
histerotomi klasik sebelumnya memiliki risiko terjadinya ruptura uteri
yang lebih tinggi pada kehamilan berikutnya. Risiko ruptura uteri
dapat dihindari dengan jalan persalinan dilakukan sebelum kehamilan
36-37 minggu. Meskipun data yang tersedia terbatas, risiko ruptura
uteri pada kelompok pasien diatas diperkirakan sebesar 6-12%.
2. Low vertikal (Krönig) histerotomi
Penelitian kohort retrospektif telah menunjukkan bahwa risiko
terjadinya ruptura uteri tidak lebih besar pada pasien yang telah
mengalami sayatan vertikal di segmen bawah uterus dibanding mereka
dengan sayatan melintang. Tingkat terjadinya ruptura uteri dari studi
ini sebesar 0.8-1.3%. Ketika membandingkan pasien dengan
histerotomi Krönig sebelumnya dengan pasien dengan sayatan
melintang rendah, tidak ada perbedaan statistik, baik analisis univariat
maupun multivariat.
3. Low transverse (Kerr) histerotomi
Kebanyakan bayi yang dilahirkan melalui abdominal dengan
sayatan melintang di segmen bawah rahim (Kerr hysterotomy). Dalam
beberapa penelitian kohort retrospektif yang besar, tingkat ruptura uteri
yang dilaporkan sebesar 0.3-1%. Tingkat ruptura uteri sebesar 0.5-1% (1
dari 200 - 1 dari 100) biasanya didapat pada pasien tanpa resiko
tambahan lainnya.
74

c. Riwayat infeksi sebelumnya


Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan yang
memiliki riwayat infeksi pada saat melahirkan secara cesarea sebelumnya
memiliki risiko terjadinya ruptura uteri yang lebih tinggi saat melakukan
percobaan VBAC. Mekanisme kausal diasumsikan oleh karena
penyembuhan yang buruk dari histerotomi terhadap infeksi.

d. Berat lahir

Berat janin lebih dari 4000 gram berhubungan dengan 4 kali risiko
untuk seksio cesarea. Angka keberhasilan VBAC untuk janin dengan berat
lebih dari 4000 gram adalah 58-73%, sedangkan untuk janin dengan berat
lebih dari 4500 gram adalah 43%.
e. Riwayat obstetri dan Indikasi persalinan cesarea sebelumnya

Adanya riwayat obstetri sangat penting untuk menentukan


keberhasilan sebuah VBAC. Indikator dari meningkatnya sebuah
keberhasilan VBAC termasuk diantaranya tidak terdapat riwayat sectio
cesarea yang berulang pada persalinan sebelumnya misalnya untuk
indikasi presentasi sungsang, plasenta previa dan adanya riwayat
persalinan secara pervaginam sebelumnya. Riwayat disproporsi
cephalopelvic (CPD), partus tidak maju, tidak adanya riwayat persalinan
pervaginam sebelumnya, atau kelahiran cesarea sebelumnya dilakukan
pada kala dua persalinan sebagai prediktor negatif keberhasilan dalam
persalinan berikutnya.
Pasien dengan lebih dari satu kali seksio cesarea meningkatkan
risiko terjadinya ruptura uteri hingga mencapai 5 kali dibandingkan
dengan pasien yang hanya 1 kali seksio cesarea sebelumnya.
Beberapa studi telah meneliti indikasi untuk kelahiran cesarea
sebelumnya sebagai prediktor hasil dalam VBAC. Dalam semua studi,
CPD memiliki tingkat keberhasilan VBAC terendah (60-65%), fetal distres
memiliki tingkat keberhasilan kedua terendah VBAC (69-73%). Indikasi
Nonrecurrent, seperti kelahiran sungsang, herpes, dan plasenta previa,
75

dikaitkan dengan tingkat keberhasilan tertinggi (77-89%). Partus tidak


maju, CPD, atau distosia sebagai indikasi yang terkait dengan proporsi
yang lebih tinggi pada pasien untuk tidak melakukan VBAC. Dalam meta
analisis dari literatur yang ada sebelum tahun 1990, Rosen et al
menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat persalinan cesarea
sebelumnya atas indikasi CPD, mempunyai kemungkinan VBAC yang
besar untuk gagal.

f. Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya

Pasien dengan riwayat persalinan pervaginam sebelumnya


memiliki kemungkinan berhasilnya VBAC yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien tanpa kelahiran pervaginam sebelumnya. Selanjutnya,
wanita yang berhasil melakukan VBAC memiliki tingkat keberhasilan yang
lebih tinggi dalam persalinan berikutnya dibandingkan dengan wanita yang
tidak memiliki riwayat persalinan pervaginam setelah sectio cesarea.
Dalam perbandingan yang disesuaikan, pasien dengan satu persalinan
pervaginam sebelumnya memiliki tingkat keberhasilan VBAC 89%
dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat persalinan pervaginam
sebelumnya, yaitu sekitar 70%. Penelitian lain juga menyebutkan, pasien
dengan VBAC sebelumnya, tingkat keberhasilan 93% dibandingkan
dengan pasien tanpa VBAC sebelumnya, yaitu sebanyak 85 %.
Hanya satu studi meneliti dengan seksama mengenai riwayat
persalinan pervaginam sebelumnya sebagai variabel. Sebuah studi pada
tahun 2000 oleh Zelop et al menunjukkan bahwa pasien dengan persalinan
pervaginam sebelumnya memiliki risiko sebesar 0.2% untuk terjadinya
ruptura uteri dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat persalinan
pervaginam sebelumnya, yaitu sebesar 1.1%. Rasio odds yang disesuaikan
mengendalikan faktor pembaur adalah 6.2. Tidak ada penelitian yang
membandingkan tingkat ruptura uteri pada pasien dengan VBAC
sebelumnya dengan mereka yang melahirkan melalui vagina sebelum
kelahiran cesarean.
76

Setiap persalinan melalui vagina sebelumnya, baik sebelum atau


setelah melahirkan cesarea, secara signifikan meningkatkan prognosis
untuk melakukan persalinan melalui vagina selanjutnya baik secara
spontan atau diinduksi (Grinstead dan Grobman, 2004; Hendler dan rekan
kerja, 2004; Mercer dan rekan, 2008). Adanya riwayat persalinan melalui
vagina juga menurunkan resiko ruptura uteri berikutnya dan morbiditas
lainnya (Cahill dan rekan kerja, 2006; Zelop dan rekan, 2000). Memang,
faktor prognosis yang paling menguntungkan adalah adanya riwayat
persalinan melaui vagina sebelumnya. American College of Obstetricians
and Gynecologists (ACOG) 2004, telah menetapkan bahwa bagi wanita
dengan dua kelahiran cesarea secara low transverse, hanya bagi mereka
yang pernah melahirkan melalui vagina sebelumnya harus
dipertimbangkan untuk menjadi calon untuk percobaan VBAC.
g. Dilatasi serviks pada persalinan cesarea sebelumnya

Hanya satu studi dengan hati-hati yang menguji dilatasi serviks


pada saat kelahiran cesarea sebelumnya. Dalam studi ini, tingkat dilatasi
serviks dalam penyampaian sebelumnya secara langsung berhubungan
dengan kemungkinan keberhasilan dalam persalinan berikutnya. Misalnya,
pasien dengan dilatasi serviks sebanyak 5 cm atau kurang pada saat
persalinan mereka memiliki kemungkinan 67% VBAC yang sukses
dibandingkan dengan pasien dengan dilatasi serviks sebesar 6-9 cm, yaitu
sebanyak 73%. Tingkat keberhasilan yang jauh lebih rendah bagi pasien
dengan partus tidak maju pada kala dua, hanya sekitar 13% dari pasien
dengan dilatasi serviks yang lengkap saat persalinan memiliki VBAC
sukses. Dalam studi yang sama, pasien dengan riwayat persalinan cesarea
sebelumnya pada kala satu dari persalinan memiliki kemungkinan yang
lebih kecil untuk keberhasilan VBAC dibanding dengan mereka yang telah
memasuki kala dua persalinan. Namun, dalam studi ini, terdapat sekitar
66% VBAC yang berhasil dari pasien yang menjalani persalinan secara
cesarea sebelumnya.
Serviks yang sudah berdilatasi atau mendatar pada saat persalinan
berhubungan dengan keberhasilan persalinan pervaginam. Flamm et al
77

menunjukkan bahwa pasien dengan dilatasi serviks lebih atau sama dengan
4 cm mempunyai angka keberhasilan VBAC kurang lebih 86 %.

h. Usia Gestasi

Sebuah penelitian menunjukan hasil yang hampir sama antara cara


persalinan dan usia kehamilan pada wanita tanpa riwayat kelahiran cesarea
sebelumnya, usia kehamilan yang lebih tua dikaitkan dengan tingkat
menurunya angka keberhasilan VBAC. Tiga faktor yang berpotensi dan
berkaitan dengan hubungan antara bertambahnya usia kehamilan dengan
tingkat peningkatan kelahiran cesarea yaitu, berat lahir meningkat,
meningkatnya risiko intoleransi janin terhadap persalinan, dan
meningkatnya kebutuhan untuk induksi persalinan. Namun, dalam studi
terbaru, untuk berat lahir dan induksi / augmentasi tenaga kerja, usia
kehamilan yang lebih dari 41 minggu masih dikaitkan dengan gagalnya
percobaan VBAC.

i. Jarak Kehamilan

Tampaknya logis untuk mengasumsikan bahwa terjadinya risiko


ruptur uteri akan meningkat jika bekas luka histerotomi tidak punya waktu
yang cukup untuk penyembuhan. Berdasarkan pencitraan resonansi
magnetik, penyembuhan dari miometrium menunjukkan bahwa involusi
rahim lengkap dan pemulihan anatomi mungkin memerlukan minimal 6
bulan.
Dalam analisis lainnya, wanita yang memiliki jarak kehamilan
lebih dari 18 bulan memiliki kemungkinan VBAC untuk berhasil sebanyak
86%, sementara wanita dengan jarak kehamilan yang kurang dari 18 bulan
memiliki tingkat keberhasilan VBAC sebesar 79%. Perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, dan apakah jarak kehamilan memang memiliki
efek pada keberhasilan atau lebih memiliki efek pada risiko ruptura uteri
belum begitu jelas.
78

Untuk mengeksplorasi masalah ini lebih lanjut, Shipp dan rekan


(2001) menguji hubungan antara interval interdelivery dan uterus pada
2409 wanita yang memiliki satu kelahiran caesar sebelumnya. Berdasarkan
observasi didapatkan 29 orang wanita atau sebanyak 1,4 persen perempuan
yang menjadi ruptur uteri. Jarak persalinan selama 18 bulan atau kurang
dikaitkan dengan risiko tiga kali lipat pada persalinan berikutnya
dibandingkan dengan interval persalinan lebih dari 18 bulan. Demikian
pula, Stamilio dan rekan kerja (2007) mencatat tiga kali lipat peningkatan
risiko ruptur uteri pada wanita dengan interval kehamilan kurang dari 6
bulan dibandingkan dengan jarak persalinan 6 bulan atau lebih. Namun,
interval persalinan 6 sampai 18 bulan, tidak meningkatkan risiko ruptur
uteri atau morbiditas ibu.
j. Riwayat histerotomi yang tidak diketahui

Bila seorang dokter kandungan tidak memperoleh adanya riwayat


laporan operasi cesarea sebelumnya, riwayat kehamilan mungkin dapat
membantu untuk menentukan jenis sayatan uterus. Sebagai contoh,
seorang pasien yang menjalani kelahiran cesarea untuk presentasi
sungsang di usia kehamilan 28 minggu memiliki risiko jauh lebih tinggi
untuk dilakukannya suatu sayatan pada rahim secara vertikal. Karena
sebagian besar kelahiran cesarea melalui low transverse hysterotomy,
risiko terjadinya ruptura uteri untuk pasien dengan bekas luka uterus yang
tidak diketahui biasanya hampir sama dengan pasien yang memiliki
riwayat low transverse histerotomi sebelumnya.
Beberapa penelitian meneliti masalah ini telah menunjukkan bahwa
tingkat terjadinya ruptura uteri untuk pasien dengan insisi uterus yang
tidak diketahui adalah sekitar 0.6%.

3. Syarat
a. Usia kehamilan cukup bulan (37 minggu - 41 minggu)
b. Presentasi belakang kepala (verteks) dan tunggal
c. Tidak ada tanda-tanda infeksi
d. Keadaan janin terkontrol dengan pemeriksaan Doppler atau NST
79

4. Indikasi
a. Seksio cesarea hanya satu kali
b. Insisi seksio cesarea yang lalu adalah segmen bawah rahim
c. Indikasi seksio cesarea yang lalu bukan indikasi tetap
d. Post operatif seksio cesarea yang lalu tidak ada komplikasi
e. Tidak ada komplikasi pada kehamilan sekarang

5. Kontraindikasi VBAC setelah Seksio Cesarea


a. Seksio cesarea terdahulu adalah seksio corporal (klasik) atau inverted
T.
b. Sebelumnya telah menjalani operasi hysterotomy atau myomectomy
yang menembus kavum uteri.
c. Telah terjadi riwayat ruptur uteri sebelumnya.
d. Kontraindikasi pada persalinan seperti plasenta previa atau
malposisi/malpresentasi.
e. Wanita yang menolak partus percobaan setelah seksio cesarea dan atas
permintaan seksio cesarea elektif.
f. Tiga atau lebih riwayat seksio cesarean

6. Ruptura Uteri

Ruptura uteri merupakan suatu komplikasi yang serius dari


percobaan VBAC. Ruptura uteri didefinisikan sebagai terjadinya robekan
dari miometrium dengan atau tanpa ekstrusi dari bagian-bagian janin ke
dalam rongga peritoneum ibu, dan sehingga membutuhkan laparatomy
segera. Risiko terjadinya ruptura uteri pada VBAC cukup jarang, namun
erat kaitannya dengan morbiditas dan mortalitas ibu serta janin. Tanda
yang paling umum dari ruptura uteri selain adanya nonreassuring pada
detak jantung janin, juga terdapat tanda-tanda klinis lainnya termasuk
terhentinya kontraksi, tidak terdeteksinya presentasi janin pada
pemeriksaan vagina, adanya nyeri perut, perdarahan pervaginam,
hematuria, atau ketidakstabilan dari kardiovaskular ibu.
80

Tanda-tanda ruptura uteri adalah sebagai berikut :


1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Preseting partnya tinggi pada pemeriksaan pervaginam
6. Perdarahan pervaginami

Risiko ruptura uteri tinggi Risiko ruptura uteri rendah


Riwayat dua atau lebih bedah Partus spontan
cesarea sebelumnya
Klasik hysterotomy Persalinan pervaginam sebelumnya
Induksi persalinan Jarak persalinan yang jauh
Penggunaan prostaglandin
Infeksi saat melahirkan cesarea
sebelumnya

Tabel 7 Prediktor Ruptura Uter

7. Penatalaksanaan
a. Pada kehamilan
 Pemeriksaan antenatal harus sering untuk mencegah terjadinya
komplikasi pada kehamilan.
 Jika terjadi anemia harus segera diatasi.
 Pasien harus dirujuk segera mungkin / trimester III ke RS
Kabupaten.
 Awasi kemungkinan terjadinya ruptura uteri spontan sebelum ibu in
partu Saifuddin AB 2006

b. Pada persalinan
1. Jika pasien dalam fase persalinan, pasien harus diawasi ketat :
- Tanda-tanda vital
81

- Rasa sakit pada parut / uterus bagian bawah


- Perdarahan dan tanda-tanda ruptura uteri spontan
2. Tentukan letak / presentasi janin dan turunnya presentasi.
3. Jika janin presentasi kepala lakukan partus percobaan, jika kriteria
untuk persalinan pervaginam dipenuhi dan tidak ada kontraindikasi.
4. Lakukan penilaian partus percobaan setiap dua jam, kalau tidak ada
kemajuan lakukan seksio cesarea ulangan.
5. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi
forseps (cunam).
6. Indikasi untuk melakukan seksio cesarea elektif adalah :
- Seksio cesarea yang lalu adalah korporal
- Ada panggul sempit / CPD
- Malpresentasi
- Diabetes mellitus
- Penyembuhan luka seksio cesarea yang lalu tidak baik.
82

DAFTAR PUSTAKA

1. Admin. (2008). Kehamilan Dengan Letak Lintang. Retrieved Mei 2009,


from Seputar Kedokteran Dan Linux:
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/kehamilan-dengan-letak-
lintang.html
2. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C
John , III Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics
22ND EDITION 2005 .
3. Dee Harney M Alan & Pernoll L Martin . Current Obstetric
Gynecologic Diagnostic & Treatment , Lange Medical Book .
4. Idmgarut. (2009, Januari). Case Report: Letak Lintang. Retrieved Mei
2009, from http://idmgarut.wordpress.com
5. Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri :
Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta : EGC. 1998;
6. Obstetri Patologi. (1984). Bandung: Bag. Obstetri dan Ginekologi FK
UNPAD Bandung.
7. Widjanarko B : Persalinan Sungsang dalam Ketrampilan Klinik Dasar :
Obstetric Ginekologi, Bagian Obstetri-Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Katholik Atmajaya, Jakarta, 1999.

8. Wiknjosastro Hanifa , Saifuddin Bari Abdul , Rachimhadhi Trijatmo .


Ilmu Kebidanan , edisi ketiga , cetakan keempat ; Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo , 1997.
9. http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html

10. http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview

11. www.emedicine.com/med/topic3280.htm

12. Achadiat C. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi . Jakarta:EGC. 2004.


13. Caughey AB, Vaginal Birth After Cesarean Delivery, Updated : Mar 9,
2011. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/272187-
overview#showall
83

14. Cheung, Vincent Y.T. Sonographic Measurement of the Lower Uterine


Segment Thickness: Is it Truly Predictive of Uterine Rupture? February
JOGC, 2008.

15. Cunningham FG dkk. Williams Obstetrics 23rd ed, McGraw-Hill


Companies, 2010.

16. Flamm, Bruce L. Vaginal Birth after Cesarean Delivery: An Admission


Scoring System. Obstet Gynecol 1997; 90:907-10 Diakses dari
http://www.obgyn.net/women/women.asp?page=/jr/review17

17. Hannah ME, Hannah WJ, Hewson SA, Planned cesarean section versus
planned vaginal birth for breech presentation at term: a randomised
multicenter trial. Lancet 2000;356: 1375-83.

18. Hobbins JC, Vaginal birth after Cesarean Section Revisited, University of
Colorado Health Sciences Center, Mercer BM, et al. Obstet Gynecol; 111:
285-294, Denver, 2008

19. Marie-Jocelyne Martel. Guidelines for Vaginal Birth After Previous


Caesarean Birth. SOGC Clinical Practice Guidelines No 155, February
2005

20. National Center for Health Statistics. Health, United States, 2003.
Hyattsville, MD: National Center for Health Statistics, 2003

21. Perhimpunan Kedokteran Fetomaternal. Vaginal Birth After Caesarean


Section. Clinical Guideline. 2011

Anda mungkin juga menyukai