Anda di halaman 1dari 25

INTERAKSI LETAL DOMINAN PADA PERSILANGAN Drosophila

melanogaster STRAIN NORMAL (N) DAN STRAIN PLUM (Pm)

LAPORAN PROYEK

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika I


yang dibimbing oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima Aloysius, M.Pd

Oleh:
Kelompok 11 / Offering A
1. Adek Larasati 160341606007
2. Dinda Tiara Sukma 160341606013

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2018
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Interaksi lethal merupakan interaksi antara faktor-faktor (sepasang) yang
dapat berpengaruh terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya. Interaksi
antara faktor-faktor termaksud berakibat matinya individu yang bersangkutan
(Corebima, 2013). Pada Drosophila melanogaster terdapat sebuah
immunoglobulin superfamily (IgSF) transmembrane protein, yaitu plum, yang
dibutuhkan secara otonom dalam proses pemangkasan akson dari mushroom body
(MB) γ neuron serta untuk perbaikan sinaps ektopik di persimpangan
neuromuskular yang berkembang dalam tubuh Drosophila (Yu et al, 2013).
Plum menyebabkan pemangkasan akson dari MB γ neuron dengan
mengatur ekspresi Ecdysone Receptor-B1 yang merupakan penyebab utama
terjadinya pemangkasan akson (Yu et al, 2013). Drosophilla melanogaster strain
plum (Pm) dicirikan memiliki bentuk tubuh sama dengan Drosophilla
melanogaster tipe normal namun dengan warna mata facet ungu tua. Kelainan ini
disebabkan adanya mutasi pada kromosom nomor 2, lokus 54,5 (Milkman, 1965).
Interaksi lethal pada Drosophila melanogaster juga dipengaruhi oleh
interaksi heterozigot atau homozigot yang terjadi. Interaksi lethal dapat
mengakibatkan kematian pada Drosophila melanogaster yang homozigot. Hal ini
dikarenakan kebutuhan protein plum dalam proses pemangkasan akson pada MB γ
neuron tidak terpenuhi karena neuron tetangga juga kekurangan protein plum
yang diakibatkan oleh terjadinya mutasi. Kekurangan protein plum ini
menyebabkan sel glial Myo yang bersifat toksik terekspresi secara berlebihan, hal
ini mengakibatkan matinya individu yang bersangkutan pada interaksi lethal
homozigot (Yu et al, 2013).
Untuk mengetahui ada tidaknya interaksi lethal yang dapat menyebabkan
kematian individu pada Drosophila melanogaster strain normal (N) dan strain
plum (Pm), maka dilakukan penelitian mengenai “Interaksi Lethal pada
Persilangan Drosophila Melanogaster Strain Normal (N) dan Strain Plum (Pm)”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain
♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta resiproknya?
2. Bagaimana rasio fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster
strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta resiproknya?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster
strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta resiproknya.
2. Untuk mengetahui rasio fenotipe F1 pada persilangan Drosophila
melanogaster strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta
resiproknya?

1.4 Kegunaan Penelitian


Kegunaan penelitian ini antara lain:
1. Dapat memberikan informasi mengenai interaksi lethal pada persilangan
Drosophila Melanogaster strain normal (N) dan strain plum (Pm).
2. Dapat dijadikan sumber referensi bagi penelitian berikutnya.
3. Dapat dijadikan bahan dan sumber informasi untuk pengembangan
penelitian dalam bidang ilmu genetika.
4. Dapat menambah wawasan dan pengalaman eksperimen dalam bidang
ilmu genetika.

1.5 Asumsi Penelitian


Asumsi penelitian ini, yaitu:
1. Waktu yang digunakan selama penelitian dalam mengembangbiakkan
Drosophila melanogaster dianggap sama.
2. Medium yang digunakan sebagai media peremajaan, pengampulan, dan
persilangan adalah sama.
3. Faktor lingkungan berupa suhu, intensitas cahaya, kelembapan, dan pH
dianggap sama.
1.6 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Menggunakan lalat buah Drosophila melanogaster dengan strain normal
(N) dan strain plum (Pm).
2. Pengamatan yang dilakukan hanya dilakukan berdasarkan fenotipe
perbedaan mata antara strain normal (N) dan strain plum (Pm).
3. Percobaan dilakukan pada empat jenis persilangan dengan masing-masing
empat perlakuan dalam enam ulangan.
4. Pengamatan fenotipe F1 tidak terpaut kelamin induk.

1.1 Definisi Operasional


1. Drosophilla melanogaster strain normal (N)
Drosophilla melanogaster strain normal (N) dicirikan dengan mata merah,
mata majemuk berbentuk bulat agak elips dan mata tunggal (oceli) pada
bagian atas kepalanya dengan ukuran relatif lebih kecil dibanding mata
majemuk (Robert, 2005). Warna tubuh Drosophila melanogaster strain
normal (N) kuning kecokelatan dengan cincin berwarna hitam pada tubuh
bagian belakang. Ukuran tubuh Drosophila melanogaster berkisar antara
3-5 mm (Indayati, 1999).

2. Drosophilla melanogaster strain plum (Pm)

Drosophilla melanogaster strain plum (Pm) dicirikan memiliki bentuk


tubuh sama dengan Drosophilla melanogaster tipe normal dengan warna
facet mata ungu tua. Kelainan ini disebabkan adanya mutasi pada
kromosom nomor 2, lokus 54,5 (Milkman, 1965).
3. Interaksi lethal
Interaksi lethal merupakan interaksi antara faktor-faktor (sepasang) yang
dapat berpengaruh terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya.
Efek atas viabilitas itu bahkan dapat menyebabkan matinya individu yang
bersangkutan secara cepat atau lambat (Corebima, 2013).
4. Homozigot
Homozigot merupakan karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang)
yang identik (Corebima, 2013).
5. Heterozigot
Heterozigot merupakan karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang)
yang tidak identik (berlainan) (Corebima, 2013).
6. Dominan
Sifat dominan terjadi apabila satu ciri induk mengalahkan ciri induk yang
lain (Corebima, 2013).
7. Resesif
Sifat resesif terjadi apabila satu ciri induk dikalahkan oleh ciri induk yang
lain (Corebima, 2013).
8. Faktor lethal

Faktor lethal merupakan faktor-faktor (sepasang) yang interaksinya


bersifat lethal (Corebima, 2013).
BAB 2
Kajian Pustaka
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Sistematika Drosophila melanogaster
Berikut ini merupakan klasifikasi Drosophila melanogaster menurut
Myers et al (2018):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Dhiptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster

2.1.2 Strain N Drosophila melanogaster


Drosophila melanogaster merupakan spesies dimorfik seksual, di mana
jantan dan betina dapat dengan mudah dibedakan melalui beberapa perbedaan
morfologinya. Pada umumnya, betina berukuran lebih besar dibandingkan jantan
akan tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa fakor seperti usia, kondisi
lingkungan, dan genetiknya. Pada jantan, bagian segmen posterior (perut) (A5 dan
A6) berwarna gelap dan mengkilap, sedangkan pada betina segmen ini memiliki
warna yang bervariasi mulai dari pucat sampai gelap. Betina dan jantan keduanya
memiliki garis-garis gelap di sisi dorsal setiap segmen perut (Gompel, 2012).
Berikut ini merupakan perbedaan ciri morfologi eksternal Drosophila
melanogaster jantan dan betina menurut Gompel (2012):
1. Betina memiliki perut dengan ujung yang runcing sedangkan jantan
memiliki perut dengan ujung bulat dan cenderung meringkuk ke dalam,
2. Organ genetalia eksternal pada jantan berukuran lebih besar, lebih
kompleks, dan lebih gelap daripada organ genetalia eksternal betina,
3. Kaki depan jantan hanya membawa sex combs hitam tebal pada segmen
tarsal pertama.
Gambar 2.3 Morfologi strain N (wild-type) Drosophila melanogaster (Sumber:
Dokumen Pribadi, 2018).

2.13 Strain Pm Drosophila melanogaster


Strain plum (Pm) dicirikan memiliki bentuk tubuh sama dengan
Drosophilla melanogaster strain normal (N) dengan warna mata facet ungu tua.
Kelainan ini disebabkan adanya mutasi pada kromosom nomor 2, lokus 54,5
(Milkman, 1965).

Gambar 2.3 Morfologi strain Pm (pm) Drosophila melanogaster (Sumber:


Dokumen Pribadi, 2018).
2.14 Siklus Hidup Drosophila melanogaster
Dalam perkembangannya, Drosophila melanogaster mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu melalui fase telur, larva, pupa dan Drosophila
melanogaster dewasa (Frost, 1959).
Fase Telur
Telur Drosophila melanogaster memiliki panjang kira-kira setengah
milimeter. Telur Drosophila melanogaster akan nampak di permukaan
media makanan setelah 24 jam dari perkawinan (Wiyono, 1986).
Perkembangan embrio, yang mengikuti pembuahan dan bentuk zigot,
terjadi dalam membran telur (Demerec dan Kaufmann, 1961). Setelah
fertilisasi acak telur berkembang kurang lebih satu hari, kemudian menetas
menjadi larva (Wiyono, 1986).
Fase Larva
Satu hari setelah fertilisasi, embrio berkembang dan menetas menjadi
larva. Larva yang baru menetas disebut sebagai larva instar I, larva fase ini
akan terlihat diamati dengan menggunakan alat pembesar. Larva kemudian
akan berganti kulit menjadi larva fase kedua dan ketiga. Setelah 2-3 hari,
larva instar III akan berubah menjadi pupa (Wiyono, 1986). Pada fase
terakhir ini, larva dapat mencapai panjang sekitar 4,5 milimeter. yang
diselipkan ke pakannya (Yan et al, 2010).
Fase Pupa
Pupa yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih seperti kulit
larva tahap akhir, tetapi secara perlahan akan mengeras dan warnanya
gelap Di atas dari empat hari, tubuh pupa tersebut sudah siap dirubah
bentuk dan diberi sayap dewasa, dan akan tumbuh menjadi individu baru
setelah 12 jam (waktu perubahan fase diatas berlaku untuk suhu 25 °C).
Tahap akhir fase ini ditunjukkan dengan perkembangan dalam pupa seperti
mulai terlihatnya bentuk tubuh dan organ dewasa (imago) (Yan et al,
2010).
Lalat Dewasa
Setelah mengalami fase pupa, pada hari kesembilan akan keluar imago
dari selubung pupa (puparium). Drosophila melanogaster yang baru lahir
dapat melakukan perkawinan setelah berumur 10 jam akan tetapu tidak
akan segera meletakkan telur sampai hari kedua. Siklus hidup total
terhitung dari telur sampai telur kembali berkisar antara 10-14 hari
(Wiyono, 1986).

2.1.5 Interaksi Lethal


Interaksi lethal merupakan interaksi antara faktor-faktor (sepasang) yang
dapat berpengaruh terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya. Efek atas
viabilitas itu bahkan dapat menyebabkan matinya individu yang bersangkutan
secara cepat atau lambat. Interaksi antara faktor-faktor termaksud, berakibat
matinya individu yang bersangkutan sehingga dikatakan bersifat lethal (Corebima,
2013).
Interaksi antara faktor-faktor (sepasang) dapat bersifat lethal yang
dominan, tetapi dapat juga bersifat lethal yang resesif. Interaksi yang bersifat
lethal dominan berlangsung antara faktor-faktor yang sama-sama dominan.
Interaksi yang bersifat lethal resesiv berlangsung antara faktor-faktor yang sama-
sama resesif. Faktor-faktor (sepasang) yang interaksinya bersifat lethal dikenal
sebagai faktor lethal atau gen lethal (Corebima, 2013).
2.2 Kerangka Konseptual
Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang
menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau
interaksi dua pasang gen yang tidak sealel.

Interaksi lethal merupakan interaksi antara faktor-faktor (sepasang) yang


dapat berpengaruh terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya.
Interaksi antara faktor-faktor termaksud berakibat matinya individu yang
bersangkutan (Corebima, 2013).

Interaksi lethal dominan Interaksi lethal resesif

Mutasi gen plum menyebabkan sel glial Myo yang bersifat toksik
terekspresi secara berlebihan.

Plum merupakan sebuah immunoglobulin superfamily (IgSF)


transmembrane protein yang dibutuhkan secara otonom dalam proses
pemangkasan akson dari mushroom body (MB) γ neuron serta untuk
perbaikan sinaps ektopik di persimpangan neuromuskular yang
berkembang dalam tubuh Drosophila (Yu et al, 2013).

Keturunan fenotipe F1
Penyimpangan hukum Mendel I

Interaksi lethal

2.3 Hipotesis Penelitian


1. Fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N).
b. ♀Pm><♂Pm adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N) dan
bermata ungu tua (Pm).
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah Drosophila melanogaster
bermata merah (N) dan bermata ungu tua (Pm).
2. Ratio fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah 100% N
b. ♀Pm><♂Pm adalah 1:2:1 (lethal : Pm : N)
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah 1:1 (N : Pm)
BAB 3
Metode Penelitian
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif kuantitatif dengan melakukan
persilangan Drosophilla melanogaster strain N dan Pm, yaitu persilangan
♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta resiproknya. Masing-masing
persilangan dilakukan dengan empat perlakuan dan enam ulangan. Pengambilan
data dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan mencatat semua
perhitungan jumlah fenotipe yang muncul pada F1.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian berlangsung pada bulan Februari sampai April 2018 di
laboratorium genetika ruang 310 gedung O5, Jurusan Biologi, FMIPA,
Universitas Negeri Malang.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi dari penelitian ini adalah Drosophila melanogaster yang ada di
laboratorium genetika, sedangkan sampel dari penelitian ini adalah Drosophila
melanogaster strain N dan Pm yang diteliti.

3.4 Instrumen Penelitian


3.4.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan, blender,
panci, pengaduk, kompor, botol selai, kertas pupasi, spons penutup, wadah untuk
menyimpan sisa medium, mikroskop stereo, selang, kuas, dan cotton bud.
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pisang Rajamala,
tape singkong, gula merah, air, fermipan, alkohol, tisu, plastik, dan kassa.
3.5 Prosedur Kerja
3.5.1 Pembuatan Medium
a. Disiapkan bahan yaitu, pisang Rajamala, tape singkong, dan gula merah
dengan perbandingan 7 : 2 : 1.
b. Pisang yang telah ditimbang dipotong menjadi bagian-bagian yang kecil,
dicampur dengan tape singkong, diberi air secukupnya, lalu diblender.
c. Bahan yang sudah diblender dituang ke dalam panci dan dicampur dengan
irisan gula yang telah dipanaskan dengan sedikit air.
d. Campuran bahan dimasak di atas kompor dengan api sedang selama 45
menit sambil terus diaduk.
e. Medium yang sudah jadi dimasukkan ke dalam botol (kira-kira seperlima
bagian botol) dan segera ditutup dengan spons untuk menghindari medium
terkontaminasi.
f. Ditunggu sampai dingin (botol diletakkan dalam wadah berisi air).

g. Setelah dingin, ditambahkan 3-5 butir fermipan dan kertas pupasi ke dalam
botol selai yang telah diberi medium.

3.5.2 Peremajaan Lalat


a. Medium yang telah dibuat dipanaskan lalu dimasukkan ke dalam botol.
b. Botol yang berisi medium tersebut diletakkan dalam wadah berisi air agar
cepat dingin.
c. Dimasukkan 3-5 butir fermipan dan kertas pupasi ke dalam botol yang
sudah dingin.
d. Medium ditutup dengan spons dan lalat mulai diremajakan.
e. Diambil minimal 3 stok lalat jantan dan 3 lalat betina (sesama strain).

f. Lalat-lalat tersebut dipindahkan ke medium baru dengan cara disedot


menggunakan selang.

3.5.3 Pengampulan Pupa


a. Disiapkan selang dengan diameter 0,5 cm dan dipotong dengan panjang
kurang lebih 8-10 cm.
b. Dimasukkan potongan pisang ke dalamnya (di bagian tengah).
c. Diambil pupa yang telah hitam dengan cotton bud atau kuas yang sudah
dibasahi dan diletakkan di dalam selang (1 selang 2 pasang strain).
d. Selang dilabeli dengan nama strain dan tanggal pengampulan.
e. Pupa ditunggu hingga menetas selama 2-3 hari.
f. Lalat yang sudah menetas disilangkan dengan jangka waktu maksimal 3
hari setelah pengampulan.

3.5.4 Penentuan Jumlah Ulangan


a. Ulangan dihitung menggunakan rumus:
(t−1)(r−1)≥ 15
Keterangan:
t = perlakuan
r = ulangan
b. Banyaknya perlakuan ditentukan dan diperoleh 4 perlakuan, yaitu pada
jenis persilangan ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta
resiproknya (♀N><♂Pm dan ♀Pm><♂N).
c. Maka banyak ulangan yang harus dilakukan adalah:
( t−1 ) ( r−1 ) ≥15
(4−1)(r −1) ≥15
3 r−3 ≥ 15
3 r ≥ 18
r ≥6

3.5.5 Persilangan F1
a. Lalat dari ampulan strain N dan strain Pm disilangkan di botol yang diberi
label botol A. Terdapat empat macam persilangan, yaitu ♀N><♂N,
♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta resiproknya (♀N><♂Pm dan
♀Pm><♂N). Masing-masing persilangan dilakukan dengan empat
percobaan (botol A, B, C, D) dalam enam ulangan.
b. Lalat jantan dari setiap persilangan dilepaskan dalam jangka waktu 2 hari
setelah persilangan, sehingga dalam botol hanya tersisa lalat betina saja.
c. Betina dari botol A dipindahkan ke botol baru yang diberi label botol B
ketika pertama kali muncul larva, begitu seterusnya sampai botol D.
d. Anakan yang ada pada botol A, B, C, dan D dihitung saat larva-larva
tersebut sudah bermetamorfosis menjadi lalat. Kegiatan ini berlangsung
berturut-turut selama 7 hari.

e. Fenotipe anakan diamati.


3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengamati
fenotipe dan menghitung jumlah anakan yang menetas pada Drosophila
melanogaster hasil persilangan strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm
beserta resiproknya selama 7 hari setelah pupa pertama menetas. Data diambil
mulai hari pertama menetas hingga hari ketujuh untuk setiap ulangan dan
disajikan dalam bentuk tabel data pengamatan.

Tabel 3.6.1 Perhitungan Jumlah Fenotipe pada Drosophila melanogaster


Hasil Persilangan Strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm dan
Resiproknya Selama 7 Hari
Ulangan
Botol Fenotipe 1 2 3 4 5 6
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
A N
B N
C N
D N
Jumlah

3.7 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif mengenai fenotipe dan rasio F1 empat jenis persilangan yang
anakannya mengalami interaksi lethal.
BAB 4
Analisis Data
4.1 Pengumpulan data
4.1.1. Pengamatan Fenotipe
Pada penelitian ini kami menggunakan Drosophila melanogaster strain
normal (N) dan strain plum (Pm). Data disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1.1 Data Hasil Pengamatan Fenotipe Drosophila melanogaster Strain


Normal (N) dan Strain Plum (Pm)
Strain Ciri
Drosophila melanogaster Strain Normal (N) a. Facet mata berwarna merah
b. Warna tubuh kuning kecoklatan
dengan cincin berwarna hitam pada
tubuh bagian belakang
c. Memiliki sayap transparan berukuran
panjang hingga melebihi panjang
tubuh
d. Abodmen bersegmen lima dan
bergaris hitam

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2018)


Drosophila melanogaster Strain Plum (Pm) a. Facet mata berwarna ungu tua
b. Bentuk tubuh sama seperti pada
Drosophila melanogaster strain
normal (N)

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2018)


4.1.2 Tabel Hasil Persilangan
Berikut ini merupakan data fenotipe hasil persilangan F1 Drosophila
melanogaster strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta
resiproknya. Data disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1.2 Data Fenotipe Hasil Persilangan Drosophila melanogaster


♀N><♂N

Ulangan Jumlah
Persilangan F1 Fenotipe
1 2 3 4 5 6
6
♀N><♂N
N 161 78 83 100 1 69 552

Tabel 4.1.3 Data Fenotipe Hasil Persilangan Drosophila melanogaster


♀N><♂Pm

Persilangan F1 Fenotipe Ulangan Jumlah


1 2 3 4 5 6
N 186 186
♀N><♂Pm
Pm - -

Tabel 4.1.4 Data Fenotipe Hasil Persilangan Drosophila melanogaster


♂N><Pm♀

Persilangan F1 Fenotipe Ulangan Jumlah


1 2 3 4 5 6
N 239 92 181 218 730
♂N><Pm♀
Pm - 7 - 11 18

Tabel 4.1.5 Data Fenotipe Hasil Persilangan Drosophila melanogaster


♀Pm><♂Pm

Fenotip
Persilangan F1 Ulangan Jumlah
e 1 2 3 4 5 6
N 1 1
♀Pm><♂Pm Pm 128 92 40 10 360
0

4.2 Analisis Data


Terdapat rekonstruksi kromosom yang perlu diperhatikan. Berikut
penjelasannya:

A. P1 = ♀N >< ♂N
Pm Pm
Genotip 1 = ><
Pm Pm

Pm
Pm

Pm
Pm Pm
Pm
Pm

Pm
Pm Pm
Pm
Pm

Gamet 1 = Pm
Pm
F1 = (N Homozigot)
Pm
Perbandingan fenotipe N : N = Normal 100%

B. P1 = N♀ >< Pm♂

+¿
Pm Pm
Genotip 1 = >< Pm
Pm
¿


Pm+
Pm

¿ Pm +¿
Pm Pm
Pm
¿ Pm

Pm +¿
Pm Pm
Pm
¿ Pm
Gamet 1 = Pm+, Pm

Pm Pm +¿
F1 = (N), Pm (Pm)
Pm
¿
Perbandingan fenotipe N : Pm = 1:1

C. P1 = N♂ >< Pm ♀

Pm Pm +¿
Genotip 1 = >< Pm
Pm
¿

Pm+
Pm

+¿
¿ Pm
Pm Pm
Pm
¿ Pm
+¿
Pm
Pm Pm
Pm
¿ Pm

Gamet 1 = Pm+, Pm
Pm Pm+ ¿
F1 = (N), Pm (Pm)
Pm ¿
Perbandingan fenotipe N : Pm = 1:1

D. P1 = Pm♂ >< Pm♀


+¿ ¿ Pm +¿
Genotip 1 = Pm >< Pm
Pm ¿


Pm+
Pm

Pm +¿
Pm +¿ Pm +¿
Pm+ ¿ Pm
¿ ¿
Pm +¿
Pm Pm
Pm
¿ Pm

Gamet 1 = Pm+, Pm

Pm +¿
F1 = Pm (Homozigot Dominan)
¿
Perbandingan fenotipe homozigot dominan (lethal) : Pm : N = 1:2:1

4.3 Hipotesis data


1. Fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N).
b. ♀Pm><♂Pm adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N) dan
bermata ungu tua (Pm).
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah Drosophila melanogaster
bermata merah (N) dan bermata ungu tua (Pm).
2. Ratio fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah 100% N
b. ♀Pm><♂Pm adalah 360:1. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil
rekonstruksi kromosom, yakni 1:2:1 (lethal : Pm : N)
c. ♀N><♂Pm adalah 186:0 dan strain ♂N><♀Pm adalah 730:18. Hasil
ini tidak sesuai dengan hasil rekonstruksi kromosom, yakni 1:1 (N :
Pm).
BAB 5
Pembahasan

5.1 Persilangan Drosophila melanogaster ♀N><♂N


Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data hasil persilangan strain
♀N><♂N adalah 552 anakan dengan fenotipe 100% normal. Data tersebut sesuai
dengan hasil rekonstruksi kromosom di mana keturunan F1 dari persilangan
♀N><♂N adalah 100% normal homozigot. Homozigot merupakan karakter yang
dikontrol oleh dua gen (sepasang) yang identik (Corebima, 2013).

5.2 Persilangan Drosophila melanogaster ♀N><♂Pm beserta resiproknya


Data hasil persilangan ♀N><♂Pm menunjukkan bahwa anakan yang
diperoleh adalah sejumlah 186 dengan fenotipe normal. Sedangkan hasil
persilangan ♂N><Pm♀ adalah sejumlah 730 anakan dengan fenotipe normal (N)
dan 18 anakan dengan fenotipe plum (Pm). Hasil kedua persilangan tersebut tidak
sesuai dengan hasil rekonstruksi kromosom yang dibuat. Hasil rekonstruksi
menyatakan bahwa anakan hasil persilangan ♀N><♂Pm beserta resiproknya
adalah N : Pm = 1:1.
Ketidaksesuaian hasil persilangan yang diperoleh dibandingkan dengan
hasil rekontruksi dipengaruhi oleh terjadinya remodeling MB neuron ketika
metamorfosis. Hal ini mempengaruhi hasil pengamatan fenotipe yang dilakukan.
Metamorfosis yang tidak sempurna pada Drosophila melanogaster dengan gen
yang mengalami mutasi dapat menyebabkan fenotipe keturunan yang terlihat saat
pengamatan berbeda dengan fenotipe sesungguhnya. Hal ini dikarenakan proses
metamorfosis berjalan lambat (Truman, 1990). Akhirnya, hasil persilangan yang
diperoleh tidak sesuai dengan hasil rekonstruksi yang dibuat.

5.3 Persilangan Drosophila melanogaster ♀Pm><♂Pm


Berdasarkan hasil persilangan ♀Pm><♂Pm diperoleh data anakan
sejumlah 360 dengan fenotipe plum (Pm) dan 1 anakan berfenotipe normal (N).
Hasil ini menyimpang dari hasil rekonstruksi yang telah dibuat, yaitu 1:2:1
dengan perbandingan plum homozigot lethal : plum heterozigot : normal.
Interaksi lethal merupakan faktor-faktor (sepasang) yang dapat berpengaruh
terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya bahkan dapat menyebabkan
kematian individu yang bersangkutan. Interaksi lethal dapat bersifat lethal yang
dominan dan lethal resesif (Corebima, 2013).
Pada persilangan ♀Pm><♂Pm, keturunan yang membawa sifat plum
homozigot akan mengalami kelethalan atau kematian pada fase larva instar III.
Pada plum homozigot, kelethalan terjadi akibat ekspresi berlebihan glial-derived
TGF-β ligand, Myoglianin yang bersifat toksik sehingga terjadi kegagalan
pemangkasan akson. Proses pemangkasan akson terjadi ketika glial-derived TGF-
β ligand, Myogliansin mengaktifkan TGF-β receptor Baboon yang meregulasi
ekspresi Ecdysone Receptor-B1 (EcR-B1). EcR-B1 merupakan kunci inisiasi
terjadinya pemangkasan akson (Yu et al, 2013).
Kelethalan pada plum homozigot juga dipengaruhi oleh mutasi gen plum
yang menyebabkan tidak bekerjanya proses pensinyalan TGF-β yang seharusnya
meregulasi ekspresi EcR-B1. Pada plum heterozigot, mutasi gen plum tidak
terjadi pada dua alel, hal ini menyebabkan Drosophila melanogaster masih dapat
bertahan hidup, akan tetapi proses pemangkasan akson tidak berlangsung secara
sempurna (Yu et al, 2013).

Gambar 5.1 Jalur Persinyalan TGF-β


Sumber: (Yu et al, 2013)
BAB 6
Penutup
6.1 Simpulan
1. Fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N).
b. ♀Pm><♂Pm adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N) dan
bermata ungu tua (Pm).
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah Drosophila melanogaster
bermata merah (N) dan bermata ungu tua (Pm).
2. Ratio fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah 100% N. Hal ini dikarenakan keturunan F1
merupakan hasil persilangan dua gen yang identik, sehingga sifat yang
diturunkan sama seperti induk.
b. ♀Pm><♂Pm adalah 360:1. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil
rekonstruksi kromosom, yakni 1:2:1 (lethal : Pm : N). Hal ini terjadi
karena pada plum heterozigot Drosophila melanogaster masih dapat
bertahan hidup, akan tetapi proses pemangkasan akson tidak
berlangsung secara sempurna.
c. ♀N><♂Pm adalah 186:0 dan strain ♂N><♀Pm adalah 730:18. Hasil
ini tidak sesuai dengan hasil rekonstruksi kromosom, yakni 1:1 (N :
Pm). Hal ini dikarenakan metamorfosis Drosophila melanogaster
berjalan lambat.
6.2 Saran
Pemahaman terhadap topik penelitian dapat ditingkatkan dengan mencari
referensi pada berbagai jurnal maupun buku yang membahas interaksi lethal dan
strain plum (Pm) pada Drosophila melanogaster. Teknik analisis data yang
digunakan juga harus dipahami dengan baik berkaitan dengan data hasil
pengamatan yang bervariasi dan sangat banyak.
LAMPIRAN

larva

pupa

medium

kertas
pupasi

Gambar Lampiran 1 Isi Medium pada Botol Persilangan


(Sumber: Dokumen Pribadi, 2018)

Gambar Lampiran 2 Drosophilla melanogaster strain normal (N)


(Sumber: Dokumen Pribadi, 2018)

Gambar Lampiran 3 Drosophilla melanogaster strain Plum (Pm)


(Sumber: Dokumen Pribadi, 2018)

Anda mungkin juga menyukai