Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hubungan antar pribadi pendidik dan anak didik.

Dalam pergaulan terjadi kontak atau komunikasi antara masing-masing pribadi.

Hubungan ini jika meningkat ke taraf hubungan pendidikan, maka menjadi

hubungan antara pribadi pendidik dan pribadi si anak didik, yang pada akhirnya

melahirkan tanggung jawab pendidikan dan kewibawaan pendidikan.1 Di zaman

yang semakin berkembang ini, pendidikan sangat memiliki pengaruh yang

sangat besar dalam kehidupan kita semua, dengan pendidikan dapat

mengarahkan dan meningkatkan cara berfikir manusia atau seseorang,

menumbuhkan kreatifitas manusia untuk menciptakan hal-hal yang bermanfaat

yang dapat membantu kegiatan manusia sendiri. Pendidikan dapat

mengembangkan berbagai potensi yang ada dan yang dimiliki setiap individu

dengan setinggi-tingginya baik itu dalam aspek fisik, intelektual, emosional,

sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik

lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya di mana individu tersebut hidup.

1
Hasbullah , Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),
h.5.

1
Mengutip teori John Dewey dalam bukunya yang berjudul Democracy

and Education John Dewey mengemukakan empat konsep pokok dalam belajar

yang harus dilalui oleh seorang peserta didik sehingga dapat menjadi manusia

yang memiliki karakter dan berperilaku sehat. Keempat aspek tersebut

adalah: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, dan (4)

Learning to live together. Dua konsep terakhir sangat dekat dengan upaya

pendidikan karakter dan itulah corak akhir dari kehidupan manusia. Sedangkan

untuk mencapai dua yang terakhir, maka siswa perlu melewati dua jenis belajar

sebelumnya yaitu learning to know dan learning to do.

Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan itu hanya akan bermakna

jika pembelajar selain memiliki kemampuan otak, juga memiliki kemampuan

memaknai nilai-nilai dari belajarnya. Pendidikan di Indonesia kini telah

menunjukkan berbagai banyak perubahan, dengan harapan bahwa sahnya

kesadaran akan pentingnya pendidikan semakin besar, sehingga membangun

semangat bagi setiap masyarakat Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang

lebih baik. Tentang tujuan pendidikan disebutkan secara jelas di dalam UU RI

No. 20 Tahun 2003 Bab II tentang Dasar, Fungsi, dan Tujuan pasal 2 yang

berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

2
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”2
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan

penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang,

peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingganya mampu menciptakan

situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning) kondusif serta

mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu

memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahwa

peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh

gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani

peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih

penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus

sehingga mampu mengembangkan dirinya.

Masalah yang dihadapi oleh anak usia sekolah esensinya sama dengan

anak-anak pada umumnya. Karena pada dasarnya masalah yang meraka hadapi

ini termasuk masalah umum yang ada dikalangan peserta didik, Oleh karena

mereka memiliki multi perhatian, sangat mungkin masalah mereka lebih sedikit

atau setidaknya dalam hal-hal tertentu berbeda dengan yang tidak bersekolah.

Masa usia sekolah, khususnya antara 12 tahun sampai dengan 18/20 tahun, atau

yang disebut juga masa remaja ditandai dengan adanya aneka perubahan.

Perubahan itu nampak pada dimensi fisik dan psikis, yang dapat menimbulkan

2
UU RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 (Jakarta: Cemerlang, 2003), h.3.

3
masalah tertentu bagi mereka yang sedang bersekolah. Di sekolah masalah yang

dihadapi oleh anak sesungguhnya juga menjadi tugas guru untuk

memecahkannya, ketika hal itu diperlukan.

Perilaku belajar setiap peserta didik sangat bervariasi dan berbeda-beda.

Dalam hal ini, apakah peserta didik tersebut menunjukkan perilaku yang reaktif

atau monoton dalam belajar. Mungkin saja, ada peserta didik atau beberapa

peserta didik yang menunjukkan perilaku yang mencengangkan dalam proses

pembelajaran dan mungkin saja ada yang tak menunjukkan perilaku belajar

sama sekali.

Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku-perilaku belajar. Dalam hal

ini, kesadaran untuk menentukan perilaku belajarnya. Kesadaran akan hal ini

sangatlah ditentukan oleh kepribadian yang dimiliki oleh individu atau peserta

didik itu sendiri (tanpa mengabaikan faktor-faktor eksternal). Seberapa besar

kepribadian peserta didik mempengaruhi perilaku belajarnya, mengingat begitu

kompleksnya proses pembelajaran. Permasalahan yang sering didapat di

sekolah yaitu perilaku belajar peserta didik mereka ketika di dalam kelas,

banyak asumsi dari masyarakat ataupun kenyataan yang didapatkan oleh

peneliti sendiri bahwa perilaku belajar antara kedua Input yang berasal dari

sekolah (MI dan SD) berbeda atau tidak sama termasuk di MTs AL–

4
RAISIYAH yang notabenenya peserta didik juga mempunyai latar belakang

pendidikan serta pembawaan yang berbeda-beda dari sekolah sebelumnya.3

Madrasah Tsanawiyah sebagai lembaga pendidikan umum perlu

dikembangkan peran dan fungsinya agar pembinaan peserta didik dapat

berlangsung optimal, tentu dengan manajemen dan kepemimpinan madrasah

yang baik. Dimana untuk memanajemen lembaga pendidikan Madrasah

Tsanawiyah meliputi perberdayaan personil madrasah, perbaikan kurikulum,

pembinaan pribadi, keterampilan dan disiplin siswa, serta mengembangkan

sarana dan prasarana yang diupayakan serta serta optimalisasi melalui upaya

membangun hubungan baik dengan masyarakat akan terwujud manakala

madrasah berorientasi pada peningkatan kualitas peserta didiknya relevan

dengan tujuan pendidikan nasional dan islam dimana peserta didik mempunyai

sinergi antara keilmuan dan akhlak.

Maka berdasarkan paparan di atas peneliti tertarik untuk melakukan

research terkait “Perbandingan Perilaku Belajar Siswa Yang Berasal Dari

Madrasah Ibtidaiyah (MI) Dengan Siswa Yang Berasal Dari Sekolah

Dasar (SD) Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VII Di MTs Al-

Raisiyah Tahun Pelajaran 2016/2017”.

3
Observasi awal, MTs AL RAISIYAH tanggal 7 september 2017. Pukul 09.00 WITA

5
B. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah di atas adapun rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perilaku belajar siswa yang berasal dari Madrasah Ibtidaiyah

(MI) pada mata pelajaran IPS terpadu kelas VII MTs AL – RAISIYAH

Tahun Pelajaran 2016/2017?

2. Bagaimana perilaku belajar siswa yang berasal dari Sekolah Dasar (SD) pada

mata pelajaran IPS terpadu kelas VII MTs AL – RAISIYAH Tahun

Pelajaran 2016/2017 ?

3. Apakah ada perbandingan perilaku belajar siswa yang berasal dari Madrasah

Ibtidaiyah (MI) dengan siswa yang berasal dari Sekolah Dasar (SD) pada

mata pelajaran IPS terpadu kelas VII MTs AL – RAISIYAH Tahun

Pelajaran 2016/2017 ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini maka dapat di tentukan

tujuan dan manfaat penelitian yang di lakukan terkait Perbandingan Perilaku

Belajar Siswa Yang Berasal Dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) Dengan Siswa Yang

Berasal Dari Sekolah Dasar (SD) Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VII Di

MTs Al-Raisiyah Tahun Pelajaran 2016/2017 yakni:

6
1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perilaku belajar siswa yang berasal dari Madrasah

Ibtidaiyah (MI) pada mata pelajaran IPS terpadu kelas VII MTs AL –

RAISIYAH Tahun Pelajaran 2016/1017

b. Untuk mengetahui perilaku belajar siswa yang berasal dari Sekolah

Dasar (SD) pada mata pelajaran IPS terpadu kelas VII MTs AL –

RAISIYAH Tahun Pelajaran 2016/1017

c. Untuk mengetahui apakah ada perbandingan perilaku belajar siswa

yang berasal dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan siswa yang

berasal dari Sekolah Dasar (SD) pada mata pelajaran IPS terpadu

kelas VII MTs AL – RAISIYAH Tahun Pelajaran 2016/2017

2. Manfaat Penelitian

a) Bagi Guru

Memberikan wawasan pada tenaga pendidik, tentang perilaku belajar

antara peserta didik MI (Madrasah ibtidaiyah) dan siswa SD (sekolah

dasar), sehingga tenaga pendidik memiliki pengetahuan, pemahaman

dan penghayatan yang cukup tentang perilaku belajar siswa di kelas.

b) Bagi Masyarakat

Memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang

perilaku belajar peserta didik di kelas baik yang bersekolah di

Madrasah yang basicnya islam maupun yang bersekolah di sekolah

umum.

7
c) Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat

bagi sekolah karena dengan adanya informasi yang diperoleh

sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian bersama agar dapat

meningkatkan kualitas sekolah.

d) Bagi peneliti

Diharapkan ini dapat menjadi bahan rujukan untuk para peneliti

dalam studi penelitian yang sama. Selain itu, dapat menambah

pengetahuan, wawasan dan pengalaman baik secara langsung

muapun tidak langsung tentang bagaimana perbandingan perilaku

antara peserta didik MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan siswa SD (sekolah

dasar).

8
D. Penelitian Terdahulu

Pada kajian ini peneliti mencantumkan hasil penelitian terdahulu yang dalam

terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat

ringkasannya, baik penelitian yang terpublikasikan atau belum terpublikasikan

(skripsi, jurnal maupun karya ilmiah lain dan sebagainya). Dengan melakukan

langkah ini , maka akan dapat dilihat sampai sejauh mana orientasi dan posisi

penelitian yang hendak dilakukan antara lain:

1. Farahita Maya Canty Dewi , Abdurrahman dengan judul penelitian

Perbandingan Perilaku Berkarakter Siswa antara Model Pembelajaran

exclusive Berbasis Inkuiri dengan Verifikasi.4

Penelitian ini adalah penelitian studi eksperimen dengan populasi penelitian

yaitu seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sekampung yang terdiri atas 6 kelas

dengan jumlah siswa sebanyak 192 siswa. Teknik pengambilan sampel penelitian

ini menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu metode pengambilan sampel

yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya.

Berdasarkan populasi yang terdiri dari 6 kelas di ambil 2 kelas sebagai

sampel, kelas VII1 kelompok eksperimen 1 dan kelas VII2 sebagai kelompok

eksperimen2 sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini. Instrumen yang

4
Farahita Maya Canty Dewi , Abdurrahman, Perbandingan Perilaku Berkarakter Siswa
antara Model Pembelajaran exclusive Berbasis Inkuiri dengan Verifikasi E Journal : UNILA
2013

9
digunakan adalah lembar penilaian observasi perilaku berkarakter siswa dan

lembar observasi aktivitas siswa.Sebelum instrumen digunakan, instrumen harus

diuji terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.

Analisis data dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan.

Teknik analisis data menuntut uji persyaratan analisis.

Uji persyarat analisis digunakan untuk mengetahui apakah analisis data untuk

pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Uji pra syarat analisis berupa uji

normalitas data, setelah uji prasyarat dilakukan maka langkah selanjutnya yaitu

melakukan uji analisis uji T untuk dua sampel bebas Independent SamplesT-Test.

Populasinya yaitu seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sekampung dengan

jumlah siswa sebanyak 192 siswa. Sampel berjumlah 64 siswa dengan teknik

pengambilan sampel dengan tekhnik purposive sampling. Desain penelitian ini

adalah tipe One Shot Case Study. Rata-rata hasil perilaku berkarakter siswa pada

kelas exclusive berbasis inkuiri dan berbasis verifikasi yaitu 67.16 dan 56.22,

sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku berkarakter pada kelas exclusive

berbasis inkuiri yang lebih tinggi daripada kelas EXCLUSIVE berbasis

verifikasi.

Dari penelitian di atas kendatipun sama-sama mengkaji tentang perilaku

belajar siswa namun basis yang di gunakan sangatlah berbeda dapat di lihat dari

substansi variabel bebas yang di gunakan yakni model pembelajaran sedangkan

dalam research yang akan dilakukan lebih kepada kajian perolehan karakter

10
siswa yang di dapat dari jenjang pendidikan sebelumnya yakni Madrasah

Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar.

2. Bagus Sudjatmiko dan Ikhsan Budi Riharjo Pengaruh Perilaku Belajar Siswa

Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Menghadapi Ujian Nasional Pada

Mata Pelajaran Akuntansi Madrasah Aliyah Di Kabupaten Tuban.5

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis pengaruh perilaku belajar

siswa dan kecerdasan emosional terhadap stres dalam menghadapi ujian nasional

pada mata pelajaran akuntansi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku

belajar siswa dan kecerdasan emosional memberikan pengaruh secara signifikan

terhadap stres menghadapi ujian nasional pada mata pelajaran akuntansi.

Jika perilaku belajar siswa dan kecerdasan emosional semakin meningkat

mengakibatkan stres menghadapi ujian nasional pada mata pelajaran akuntansi

menurun, begitu juga sebaliknya.

Dalam penelitian ini yang sudah di lakukan oleh Bagus Sudjatmiko dan

Ikhsan Budi Riharjo sama sama mengusung pengaruh dengan type penelitian

kuantitatif menggunakan 2 jenis analisis data yakni uji validitas dan uji

realibilitas dengan populasi sekabupaten Tuban. Namun research yang akan di

lakukan peneliti terkait pebedaan perilaku siswa yang berasal dari MI dan SD

menggunakan populasi yang lebih kecil yakni pada satu sekolah dengan tekhnik

5
Bagus Sudjatmiko dan Ikhsan Budi Riharjo Pengaruh Perilaku Belajar Siswa Dan
Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Menghadapi Ujian Nasional Pada Mata Pelajaran
Akuntansi Madrasah Aliyah Di Kabupaten Tuban Jurnal Ilmu dan riset Akutansi Vol 2 No 10,
2013

11
random sampling dimana keterwakilan populasi di lihat dari sampel yang di

gunakan.

12
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar
1. Definisi Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep menarik dalam teori-teori psikologi

dan pendidikan, sehingga para ahli memberi bermacam-macam pengertian

mengenai belajar. Belajar merupakan kegiatan individual, kegiatan yang

dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual tertentu.6

Belajar adalah proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan dan

merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya.7

Belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari

pengalaman dan belajar merupakan sistem yang didalamnya terdapat berbagai

unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas dapatlah disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses dari manusia untuk mendapatkan

pengetahuan dengan ciri-ciri Belajar harus ada perubahan perilaku pada diri

6
Suwardjono Perilaku Belajar di Perguruan Tinggi, Jurnal Akuntansi, edisi 3 (Maret,
2010) Yogyakarta: STIE YKPN.
7
Marita, dan Shaalih, Kajian Empiris Atas Perilaku Belajar Dan Kecerdasan
Emosional. (Bandung: Alfabeta,2011) h. 29

13
individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek kognitif tapi juga aspek

afektif. Perubahan itu merupakan buah dari pengalaman, terjadinya karena

adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya yaitu bisa berupa fisik

dan psikis dan perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup

permanen.

Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan

masyarakat. Bagi para pelajar dan peserta didik, belajar merupakan kata yang

tidak asing lagi dibenak bahkan ditelinga kita. Bahkan sudah merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka sebagai peserta

didik dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.8

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan

tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit

(tersembunyi). Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi

antara lain teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi

kurikulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan atau

tingkah laku belajar terdiri dari dua kegiatan yaitu psikis dan fisis yang saling

bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu,

belajar dapat dipahami dan dikatakan sebagai usaha atau latihan supaya

mendapat suatu kepandaian. Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan

8
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar Ed. 2, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008),
h.12

14
individu memperoleh perilaku dan memperoleh keterampilan dengan cara

mengolah bahan belajar.9

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-semata

mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk

informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan

segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan

kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam

buku teks atau yang diajarkan oleh guru.

Disamping itu, ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai

pelatihan belaka seperti pada tampak pada pelatihan membaca dan menulis.

Berdasarkan presepsi semacam ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas

bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah

tertentu walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat, dan tujuan

keterampilan tersebut. Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi tersebut,

penyusun akan melengkapi sebagian defenisi mereka dengan komentar dan

interpretasi seperlunya,10 Sejalan dengan itu, belajar dapat difahami sebagai

berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian.

Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut

individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah: (1) kognitif yaitu

9
Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (untuk membantu memecahkan problematika
belajar dan mengajar) (Bandung: Alfabeta CV, 2014), h. 11-12
10
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (dengan pendekan baru) (Ed Revisi, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 87-88.

15
kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran

terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis

dan evaluasi; (2) efektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan,

emosi, dan reaksi-reaksinmyang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari

kategori penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi, dan

penentukan pola hidup; dan yang terakhir yaitu (3) psikomotorik yaitu

kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari presepsi,

kesiapan, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreatifitas.11

Akibat belajar dari ketiga ranah ini akan makin bertambah baik. Arthur T.

Jersild menyatakan bahwa belajar adalah “modification of behavior through

experience and training” yaitu perubahan atau membaca akibat perubahan

tingkah laku dalam pendidikan karena pengalan dan pelatihan atau karena

mengalami pelatihan. Dalam mengalami itu anak belajar terus menerus antara

anak didik dengan lingkungannya secara sadar dan sengaja. 12 Belajar sebagai

proses akan terarah kepada tercapainya tujuan (goal oriented), dalam aspek ini

dapat dilihat dari pihak siswa untuk mencapai sesuatu yang berrti baginya

maupun guru sesuai dengan tujuan.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang

dikemukakan dapat di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu

11
Rijal Muhammad, “Komparasi Strategi Pembelajaran” Journal of Education and
Learning Vol. 6 (February 2012) h. 15-22
12
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar Dan Mengajar, h. 12-13

16
kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga.

Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk

mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan

perubahan dalam bentuk fisik saja, tetapi perubahan dalam jiwa juga dengan

sebab adanya atau masuknya kesan-kesan yang baru yang membawa

perubahan ke arah yang lebih baik.

Oleh karenanya perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah

perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Jadi dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian beberapa kegiatan jiwa dan

raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku dalam dirinya sebagai

hasil dari pengalaman individunya dalam berinteraksi dengan lingkungannya

baik yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

2. Jenis Jenis Belajar


Belajar merupakan langkah awal manusia untuk bisa melakukan sesuatu.

Proses belajar tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Ketika

menemukan hal-hal baru manusia akan melalui proses belajar untuk

mengetahui hal yang baru ia dapati. Menurut Gagne, belajar merupakan

sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang

keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan

sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya

suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta

17
akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.13 Setiap orang memiliki

cara dan metode belajarnya sendiri. Ada yang lebih senang belajar sendiri,

belajar berkelompok, belajar dengan melihat, mendengar atau mengerjakan

sesuatu agar sesuatu yang ia pelajari dapat diingat dan dipahaminya dengan

baik.

Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang

memiliki corak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, baik dalam

aspek materi dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan

tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul

dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang

bermacam- macam antara lain.

a. Belajar Abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berfikir

abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan

pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam memepelajari

hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat disamping

penguasaan atas pronsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam

jenis ini misalnya belajar matematika, astronomi, filsafat, dan berbagai

materi bidang studi agama seperti tauhid.

13
Ningsih, Nuroktya, “Problematika Guru Dalam Evaluasi Pembelajaran”, Jurnal
Citizenship Vol 1, (Oktober, 2013), h. 16

18
b. Belajar Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-

gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan

otot-otot atau neuromuscular. Tujuannya untuk memperoleh dan

menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini

misalnya belajar olaraga, musik, menari, melukis, memperbaiki benda-

benda elektorik, dan juga sebagian materi pelajaran agama, seperti

ibadah dan tauhid.

c. Belajar Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalh-
masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut.
Tujuannya untuk memahami pemahaman dan kecakapan dalam
memecahkan masalah sosial seperti masalah keluarga, masalah
persahabatan, masalah kelompok, dan masalah lain yang bersifat
kemasyarakatan.

d. Belajar Pemecahan Masalah


Pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah

atau berfikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya ialah

untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk

memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Untuk itu,

kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip- pronsip,

dan generalisasi secara insight (tilikan awal) amat diperlukan. Dalam

19
hal ini hampir seluruh mata pelajaran dapat dijadikan sarana belajar

terhadap upaya dalam pemecahan masalah yang di hadapi siswa.

e. Belajar Rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan

berfikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat).

Tujuannya ialah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan

mengunakan prinsip- prinsip dan konsep- konsep. Jenis belajar ini

sangat erat kaitannya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan

belajar rasional, siswa diharapkan memiliki kemampuan rasional

problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan

menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis dan

sistematis.14

f. Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan

baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar

kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri teladan dan pengalaman

khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar

siswa memperoleh sikap- sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan

baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan

ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif di atas

14
Hadi rahman, “Jenis Dan Karakteristik Peserta Didik” , E : Journal admaedu, No 3,
Vol 9 ( Januari, 2015) h. 18

20
adalah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku baik

yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural.

g. Belajar Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgment) arti

penting atau nilai suatu objek. Tujuannya, agar siswa memperoleh dan

mengembangkan kecepatan.

h. Belajar Pengetahuan
Belajar pengetahuan (studi) adalah belajar dengan cara melakukan

penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini

juga dapat di artikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk

menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi

dan eksperimen. Tujuan belajar pengetahuan ialah agar siswa

memperoleh atau menambahkan informasi dan pemahaman terhadap

pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat.

khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-

alat, laboratorium atau penelitian yang di lakukan lapang ranah rasa.

(affective skill) yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara

tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi

musik, dan sebagainya.15

15
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Dengan Pendekatan Baru), h. 120- 122

21
B. Perilaku Belajar
1. Definisi Perilaku Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perilaku berarti tanggapan atau

reaksi yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan,

perilaku itu mencerminkan gejala-gejala kepribadian, diantaranya mengamati,

menanggapi, mengingat, dan sebagainya.16 Perilaku adalah respon individu

terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan

mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak.

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktifitas

organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah

suatu aktifitas dari manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat

luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya.

Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan

perilaku manusia. Menurut Reber dalam kamusnya, belajar adalah proses

memperoleh pengetahuan dan merupakan suatu perubahan kemampuan

bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. 17

Perilaku belajar dalam psikologi pendidikan diartikan sebagai suatu

proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku

yang baru secara keselurahan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri

16
Slameto, Belajar dan Faktor yang mempengaruhi (cet. VI; Jakarta : Rineka Cipta, h. 5
-8
17
Wawan dan Dewi M. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manuisia (Medical Book) (Cet. I; Yogyakarta: Nuha Medika, 2010), h. 48-50.

22
dalam berinteraksi dengan lingkunganya.18 Perilaku belajar ditandai dengan

adanya perubahan tingkah laku dalam kegiatan proses belajar karena belajar

merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme atau dalam diri

seseorang atau peserta didik disebabkan pengalaman yang bisa mempengaruhi

tingkah laku organisme atau diri seseorang atau peserta didik tersebut.19 Belajar

pada dasarnya adalah suatu proses aktivitas mental dalam diri seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkunganya sehingga menghasilkan perubahan tingkah

laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap

maupun psikomotorik.

Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang

spesifik. Ciri-ciri perubahan perilaku belajar adalah suatu perubahan khas yang

menjadi karakteristik perilaku belajar, adapun perubahan khas perilaku belajar

yang terpenting adalah sebagai berikut:

a. Perubahan Intensional Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah

berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari.

Karakteristik ini maknanya adalah bahwa peserta didik menyadari akan

adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan

adanya perubahan yang ada dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan,

kebiasaan, sikap dan pandangan tentang sesuatu dan beberapa keterampilan.

18
Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan (Cet.
I; Jakarta; Prestasi Pustaka), h. 22.
19
Alex Sobur, Psikologi Umum (Cet. I; Jawa Barat: CV Pustaka Setia. 2003), h.
220.

23
b. Perubahan Positif Dan Aktif. Perubahan positif dan aktif adalah Perubahan

yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Perubahan yang

bersifat positif maknanya baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan. Hal

ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan

penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang relatif baru (misalnya

pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik dari apa yang telah ada

sebelumnya. Perubahan itu bersifat aktif artinya tidak terjadi dengan

sendirinya tetapi terjadi karena seperti karena proses kematangan.

c. Perubahan Efektif Dan Fungsional. Perubahan yang timbul karena proses

belajar bersifat efektif, yakni berdaya guna. Artinya, perubahan tersebut

membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi seseorang atau

individu yang sedang belajar. Perubahan yang bersifat fungsional juga

bermakna bahwa ia relatif menetap dan tidak berpindah-pindah dan setiap

saat ada apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direduksi dan

dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat diharapkan memberi manfaat

yang luas karena perubahan efketif dan fungsional berdaya guna bagi

individu.20

20
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2011), h. 92.

24
2. Fase –Fase Proses Belajar

Menurut Jerome S. Bruner dalam Proses Pembelajaran siswa menempuh

tiga episode atau fase yakni fase informasi, fase transformasi, dan fase evaluasi.21

a. Fase Informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam fase informasi, seorang yang sedang belajar memperoleh sejumlah

keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Diantara informasi

yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan berdiri sendiri adapula

yang berfungsi menambah, memperhalus dan memperdalam pengetahuan

yang sebelumnya telah dimiliki.

b. Fase transformasi (tahap pengubahan materi)

Dalam fase tranformasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah, atau

ditransofrmasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya

kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.

Bagi siswa pemula, fase ini akan berlangsung lebih mudah apabila disertai

dengan bimbingan guru diharapkan kompeten dalam mentransfer strategi

kognitif yang tepat untuk melakukan pembelajaran materi pelajaran

tertentu.

c. Fase evaluasi (tahap penilaian materi)

Dalam fase evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh

manakah pengetahuan (Informasi yang telah ditrasformasikan tadi) dapat

21
Goleman, Working With Emotional Intelegence, (Terjemahan Alex Tri Kantjono W)
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2009) h. 55

25
dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan

masalah yang dihadapi sesuai dengan konteks.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar, diantaranya

adalah Faktor Internal Siswa yang terbagi menjadi

1) Aspek Fisiologi

yakni kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat

kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi

semangat dan Intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Untuk

mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan

mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga

dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin

terjadwal secara tetap dan berksinambungan.

2) Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikolgis yang dapat mempengaruhi

kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa, diantaranya Intelegensi

Siswa, sikap, minat, bakat dan motivasi siswa itu sendiri.

Sedangkan Faktor Eksternal Siswa yang berpengaruh terhadap belajar

siswa itu sendiri antara lain:

a.) Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf Administrasi dan

teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa .

para guru yang selalu menunjukan sikap dan perilaku yang simpatif dan

26
memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal

belajar. Yang termasuk lingkungan sosial adalah keluarga, guru, staf,

masyarakat dan teman sejawat.

b.) Lingkungan Nonsosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial

ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan

letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan

siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menetukan tingkat keberhasilan

belajar siswa.22

C. Lembaga Pendidikan Sekolah

Lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap praktek pendidikan baik positif ataupun negatif.

Lingkungan pendidikan sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan,

merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan sangat

dibutuhkan dalam proses pendidikan sebab lingkungan pendidikan tersebut

berfungsi menunjang proses belajar mengajar secara nyaman, tertib, dan

berkelanjutan. Dengan suasana seperti itu, maka proses pendidikan dapat

dilaksanakan.

Lembaga pendidikan adalah suatu badan yang berusaha mengelola dan

menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, keagamaan,

penelitian keterampilan dan keahlian. yaitu dalam hal pendidikan intelektual,

spiritual, serta keahlian/ keterampilan. Sebagai tempat atau wadah dimana

22
Catharina Tri Anni, Psikologi Belajar. (Semarang: Unness Press,2013 ) h. 14

27
orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis,

terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan

sumber daya, sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan

secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan pendidikan.23

Sebagai substansi pertama dan utama dalam pendidikan, sekolah memiliki

tugas utama dalam peletakan dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan

hidup keagamaan. Dikatakan pertama karena sekolah adalah tempat dimana

anak menghabiskan banyak waktu untuk mendapat pendidikan. Sedangkan

dikatakan substansif karena hampir semua pendidikan awal yang tidak

diterima anak akan didapatkan melalui lembaga formal yakni sekolah. Karena

itu, sekolah merupakan lembaga substansif selain keluarga yang juga punya

peranan pendidikan tertua, yang bersifat formal dan kodrati. Tugas sekolah

adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak berikutnya, agar anak

dapat berkembang secara baik.

Yang di maksud dengan pendidikan sekolah disini adalah pendidikan

yang di peroleh seseorang secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan

mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat ( mulai dari taman kanak-kanak

sampai perguruan tinggi ). Beberapa karakteristik proses pendidikan yang

berlangsung di sekolah ini, yaitu sebagai berikut.

23
Hasbullah , Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
h.12

28
1. Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang

memiliki hubungan hierarkis.

2. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relative homogen.

3. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan.

4. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.

5. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban tentang

kebutuhan dimasa yang akan datang.24

Ketika berbicara tentang lembaga pendidikan dalam konteks ini

pendidikan formal secara substansial mengacu pada undang undang

SISDIKNAS 2003 pasal 17 terkait penyelenggaraan pendidikan di sekolah

dasar secara garis besar dalam jalur formal diklasifikasikan menjadi 2 yakni:

a.) Sekolah Dasar

Pendidikan di sekolah dasar merupakan lembaga yang dikelola dan

diatur oleh pemerintah yang bergerak di bidang pendidikan yang

diselenggarakan secara formal yang berlangsung selama 6 tahun dari kelas 1

sampai kelas 6 untuk anak atau siswa-siswi di seluruh indonesia tentunya

dengan maksud dan tujuan yang tidak lain agar anak indonesia menjadi

seorang individu yang telah diamanatkan atau yang sudah dicita-citakan

dalam Undang-undang Dasar 1945.

24
Sri Minarti, Manajemen Sekolah, Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri
(Yogyakarta : Ar-Ruuz Media. 2010) h. 32.

29
Dalam pelaksanannya, pendidikan di sekolah dasar diberikan kepada

siswa dengan sejumlah materi atau mata pelajaran yang harus dikuasainya.

Mata pelajaran tersebut antara lain seperti pendidikan agama (diberikan sesuai

dengan agama dan kepercayaan siswa masing-masing, yaitu agama islam,

kristen, katolik, hindu, dan budha), pendidikan kewarganegaraan, bahasa

indonesia, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika,

pendidikan jasmani dan olahraga, seni budaya dan kerajinan, serta ditambah

dengan mata pelajaran yang bersifat muatan lokal pilihan yang disesuaikan

dengan daerah masing-masing yaitu seperti mata pelajaran bahasa inggris,

bahasa daerah (sesuai dengan daerah masing-masing), dan baca tulis alquran.

Pemberian materi yang bersifat lokal dimaksudkan agar budaya dan

tradisi di daerah mereka (siswa) tidak terkikis oleh perkembangan budaya

asing atau budaya-budaya baru yang hadir di lingkungan siswa. Sehingga

dengan demikian, penanaman budaya lokal di setiap daerah di seluruh

indonesia tetap lestari dan terjaga keasliannya sebagai aset bangsa sebagai

bangsa yang kaya akan keberagaman budaya.

Dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa indonesia itulah

maka latar belakang pendidikan di sekolah dasar indonesia mengacu pada akar

budaya bangsa, dimana hal itu dapat dipertegas berdasar Undang-undang No

20 Tahun 2003 pasal 31 ayat 3 dan ayat 5.25 Pendidik yang berkewajiban

untuk selalu menanamkan kepada anak didik atau siswanya menjadi jiwa dan

25
UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003 pasal 31 ayat 3

30
insan-insan yang menjunjung budaya bangsa seperti yang tertuang pada

amanat undang-undang tersebut di atas. Hal itu nampak jelas tertanam pada

jiwa siswa ketika siswa bertemu dengan guru di jalan dan menyapa guru

tersebut sembari mencium tangan guru tersebut. contoh lain dari latar

belakang bahwa pendidikan di sekolah dasar mengacu pada budaya bangsa

adalah pembacaan doa sebelum pelajaran dimulai, menghormati guru sebagai

orang tua kandung sendiri, gotong royong sesama teman dalam bentuk kerja

sama, dan masih banyak lagi contoh kasus lain seperti pemberian materi

pelajaran bahasa daerah, berpakaian rapi dan sopan dan lain sebagainya.

Dari uraian tersebut di atas, maka pendidikan di sekolah dasar sebagai

pendidikan formal bagi anak generasi penerus bangsa di kemas berdasarkan

karakter dan budaya bangsa yang kemudian ditetapkan melalui kurikulum

yang dijalankan dan bersifat menyeluruh.

b.) Madrasah Ibtidaiyah

Madrasah merupakan instiusi pendidikan yang bercorak keislaman.

Posisi ini menjadi strategis dari sisi budaya di mana karakter keislaman dapat

dibangun secara moderat. Madrasah juga strategis dari sisi politis di mana

eksistensinya dapat dijadikan sebagai parameter kekuatan Islam. Urgensi

madrasah ini dalama tataran yang lebih makro dapat dilihat sebagai

representasi wajah dan masa depan Islam Indonesia secara lebih universal.

Madrasah telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting

dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah Madrasah di

31
Indonesia, serta besarnya jumlah Siswa pada tiap Madrasah menjadikan

lembaga ini layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan

bangsa di bidang pendidikan dan moral.26

Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap

Madrasah, baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas,

menjadikan Madrasah keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini

disandangnya. Beberapa Madrasah bahkan telah menjadi model dari lembaga

pendidikan yang ada. Madrasah yang dahulu terpolarisasi dalam sistem

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena

keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan

jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya

itu, C.Geertz menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia

(khususnya Jawa). Pada zaman penjajahan, Madrasah menjadi basis

perjuangan kaum nasionalis-pribumi. Banyak perlawanan terhadap kaum

kolonial yang berbasis pada dunia Madrasah.27

Sebagai lembaga, Madrasah dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-

niali keislaman dengan titik berat pada pendidikan. Madrasah juga berusaha

untuk mendidik para Siswa yang belajar pada Madrasah tersebut yang

diharapkan dapat menjadi orang-orang yang mendalam pengetahuan

26
Al-Abrasyi, M. Athiyah, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, Cet.IV ( Jakarta : Bulan
Bintang, 2014) h, 19.
27
Ibid h. 27

32
keislamannya disatu sisi serta mendalam penguasaan informasi dan

tekhnologinya disisi yang lain.

Karena itu, menurut Tholkhah, Madrasah seharusnya mampu

menghidupkan fungsi-fungsi sebagai berikut, 1) Madrasah sebagai lembaga

pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan

nilai-nilai Islam (Islamic values); 2) Madrasah sebagai lembaga keagamaan

yang melakukan kontrol sosial; dan 3) Madrasah sebagai lembaga keagamaan

yang melakukan rekayasa sosial (social engineering) atau perkembangan

masyarakat (community development). Semua itu, menurutnya hanya bisa

dilakukan jika Madrasah mampu melakukan proses perawatan tradisi-tradisi

yang baik dan sekaligus mengadaptasi perkembangan keilmuan baru yang

lebih baik, sehingga mampu memainkan peranan sebagai agen perubahan

agent of change.28

Salah satu representase wajah madrasah di negeri ini adalah Madrasah

Ibtidaiyah (MI) setingkat Sekolah Dasar (SD). Sebagai sebuah institusi di

tingkat dasar Madrasah Ibtidaiyah (MI) memiliki peran yang cukup vital

karena merupakan institusi pendidikan di tingkat dasar yang berperan ganda,

tidak hanya mengenalkan ilmu pengetahuan secara moderat namun juga

melakukan transfer nilai-nilai keagamaan sekaligus, sehingga tentunya

diperlukan pengelolaan yang baik dan profesional. Sehingga dalam hal ini

kebijakan dan manajemen yang baik untuk mengelola Madrasah Ibtidaiyah

28
Amin, Ahmad. Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta. 2009) h. 85

33
menjadi sebuah keniscayaan ditengah pelaksanaan Sisdiknas yang telah

mengalami perubahan yang cukup signifkan.

D. IPS Terpadu
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas dari hubungan

sesama mahluk lainnya dalam menjalani kehidupan, sejak dilahirkan manusia

merupakan individu yang membutuhkan individu lainnya untuk dapat

bertahan dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu diperlukannya

pembelajaran Ilmu pengetahuan Sosial sejak dini dengan tujuan .

1. Membina pengetahuan siswa tentang pengalaman manusia dalam

kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang dan dimasa yang

akan datang.

2. Membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan mencari dan

mengolah informasi.

3. Membantu siswa untuk mengembangkan nilai atau sikap demokrasi

dalam kehidupan masyarakat.

4. Menyediakan kesempatan pada siswa untuk mengambil bagian atau

peran serta dalam kehidupan social.

Oleh karena ini Nasution mendifinisikan IPS sebagai pelajaran paduan

dari pelajaran social yang berhubungan dengan masyarakat yang terdiri dari

Sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, pisokologi social. IPS

merupakan bidang study yang menghormati, mempelajari, mengolah dan

membahasa hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah human

34
relationship sehingga benar-benar dapat dipahami dan diperolah

pemecahaannya.29

Pentingnya Pelajaran Sosial sejak dini tiada lain mempertahankan norma

budaya yang ada dilingkungan sekitar masyarakat, terutama norma pancasila

berkenaan dengan perubahan zaman, era globalisasi yang kian merambat dan

masuknya budaya-budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma

pancasila.

Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia

pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, secara historis muncul

bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun

1975. IPS memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan mata

pelajaran lain sebagai disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu

(integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross diciplinary.30

Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran

di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan

semacam itu dapat dipahami mengingat semakin tingginya kompleksitas dan

rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari

berbagai disiplin IPS, seperti ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora,

lingkungan, bahkan sistem kepercayaan. Dengan cara demikian pula

29
Thamrin, Pembelajaran IPS untuk Anak Usia Dini. (Jakarta : Pustaka Jaya, 2011) h,
89.
30
Numan Somantri. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS dalam pembelajaran.
(Bandung:Rosdakarya.2001),hlm. 101.

35
diharapkan pendidikan IPS terhindar dari sifat anakhronisme atau ketinggalan

zaman, di samping keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan

perkembangan sosial yang terjadi. Berkaitan dengan pengertian IPS, Barth

mengemukakan sebagai berikut.

“Social studies was assigned the mission of citizenship education, that


mission included the study of personal/social problems in an interdiciplinary
integrated school curriculum that would emphasize the practice of decision
making."31
Mengutip pendapat Barth terkait definisi IPS Maksudnya adalah Ilmu

Pengetahuan Sosial membawa misi pendidikan kewarganegaraan termasuk

didalamnya pemahaman mengenai individu atau masalah sosial yang terpadu

secara interdisipliner dalam kurikulum sekolah yang akan menekankan pada

praktek pengambilan keputusan.

IPS merupakan studi terintegrasi dan ilmu IPS juga berfungsi sebagai

wadah dalam upaya mengembangkan potensi kewarganegaraan yang

dikoordinasikan dalam program sekolah sebagai pembahasan sistematis yang

dibangun dalam beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, arkeologi,

ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu politik, psikologi,

agama, sosiologi, dan juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu alam.

Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial

yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-

31
Barth, J. L. Methods of Instruction In Social Studies Education(Maryland: University
Press of America, 2005), hlm. 360.

36
cabang ilmu IPS seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum

dan budaya.32

Sementara itu, dalam Kurikulum 2006, mata pelajaran IPS disebutkan

sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai

SMP/MTs. Mata pelajaran ini mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep,

dan generalisasi yang berkaitan dengan social issue. Pada jenjang SD/MI,

mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan

Ekonomi.

Sejalan dengan pengertian umum tersebut, IPS sebagai mata pelajaran di

tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari

disiplin ilmu IPS dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk merealisasikan

tujuan pendidikan di tataran sekolah dasar. Implikasinya, berbagai tradisi

dalam IPS termasuk konsep, struktur, cara kerja, aspek, metode, maupun

aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu IPS, dikemas secara psikologis,

pedagogis, dan sosial budaya untuk kepentingan pendidikan.

Sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk

mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk

konsep dan pengalaman belajar yang dipilih atau diorganisasikan dalam

32
Pusat Kurikulum. Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu.hlm 6

37
rangka memahami bidang kajian IPS. Berkaitan dengan tujuan IPS,

Martorella menyatakan bahwa:33

“The Social Studies are selected information and modes of


investigation from the social sciences, selected information from any area
that relates directly to an undestanding of individuals, groups, and
societies and applications of the selected information to citizenship
education”.

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan informasi terpilih dan cara-cara

investigasi dari ilmu-ilmu sosial, informasi dipilih dari berbagai tempat yang

berhubungan langsung terhadap pemahaman individu, kelompok dan

masyarakat dan penerapan dari informasi yang dipilih dalam upaya

menciptakan dan mendidik warga negara agar menjadi lebih baik. Dari

pengertian tersebut dapat dipahami bahwa mata pelajaran IPS di SD bertujuan

untuk membentuk warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki

kemampuan dan keterampilan yang berguna bagi diri dalam hidup sehari-hari

dan warga negara yang bangga sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air.

Karakteristik tujuan IPS memiliki tiga kategori, yaitu.34

33
Martorella, Social Studies for Elementary School Children, Developing Young Citizen.
(New York : Merill, 2007), hlm. 205
34
Kenworthy, Leonard. Social Studies for The Eighties.(Canada: John Wiley & Sons,
2000) , hlm. 7.

38
1. Pendidikan Kemanusiaan

Pendidikan kemanusiaan berarti bahwa IPS harus membantu anak

memahami pengalamannya dan menemukan arti atau makna dalam

kehidupannya. Dalam tujuan pertama ini terkandung unsure

pendidikan nilai. Selanjutnya, pendidikan kewarganegaraan berarti

bahwa siswa harus dipersiapkan untuk berpartisipasi secara efektif

dalam dinamika kehidupan masyarakat. Siswa memiliki kesadaran

untuk meningkatkan prestasinya sebagai bentuk tanggung jawab warga

negara yang setia pada Negara.

2. Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan nilai dalam tujuan ini lebih ditekankan pada

kewarganegaraan.

3. Pendidikan Intelektual

Pendidikan intelektual berarti bahwa IPS membantu siswa untuk

memperoleh ide-ide analitis dan berbagai cara untuk memecahkan

masalah yang dikembangkan dari konsep-konsep IPS. Dalam

memecahkan masalah, siswa akan dihadapkan pada upaya mengambil

keputusan sendiri. Melalui peningkatan kematangan, siswa belajar

untuk menjawab pertanyaan dengan benar dan menguji ide-ide kritis

dalam situasi sosial.

39
Ada empat kategori tujuan IPS, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap,

dan nilai. Pengetahuan diartikan sebagai kemahiran dan pemahaman terhadap

sejumlah informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini adalah membantu

siswa untuk belajar lebih banyak tentang dirinya, fisiknya, dan dunia sosial.

Keterampilan diartikan sebagai pengembangan berbagai kemampuan tertentu

untuk mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya. Ada beberapa

keterampilan dalam IPS, yaitu keterampilan berpikir, keterampilan akademik,

keterampilan penelitian, dan keterampilan sosial. Sementara sikap diartikan

sebagai kemahiran dalam mengembangkan dan menerima keyakinan-

keyakinan, ketertarikan, pandangan, dan kecenderungan tertentu. Nilai

diartikan sebagai kemahiran memegang sejumlah komitmen yang mendalam,

mendukung ketika sesuatu dianggap penting dengan tindakan yang tepat.35

Tujuan pembelajaran IPS adalah mengembangkan potensi peserta didik

agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap

mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan

terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa

dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.36

Berdasarkan paparan di atas, dalam perspektif formal dan realistik, IPS

di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta

35
Fraenkel, Jack R.Helping Students Think Value Strategies for Teaching Social
Studies.(NewJersey: Prentice-Hall, 2005), hlm. 61.
36
Pusat Kurikulum. Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran IPS terpadu. hlm 6

40
didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge),

keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat

digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi

dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang

baik

41
E. Kerangka Berpikir

Perilaku belajar Perilaku belajar ditandai dengan adanya perubahan

tingkah laku dalam kegiatan proses belajar karena belajar merupakan suatu

perubahan yang terjadi dalam diri organisme atau dalam diri seseorang atau

peserta didik disebabkan pengalaman yang bisa mempengaruhi tingkah laku

organisme atau diri seseorang atau peserta didik tersebut.Belajar pada

dasarnya adalah suatu proses aktivitas mental dalam diri seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkunganya sehingga menghasilkan perubahan

tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan,

sikap maupun psikomotorik.

Perilaku belajar adalah suatu sikap yang muncul dari diri peserta didik

dalam menanggapi dan merespon setiap kegiatan belajar mengajar yang

terjadi, menunjukkan sikapnya apakah antusias dan bertanggung jawab atas

kesempatan belajar yang diberikan kepadanya. Perilaku belajar memiliki

dua penilaian kualitatif yakni baik dan buruk tergantung kepada individu

yang mengalaminya, untuk meresponnya dengan baik atau bahkan acuh tak

acuh. Perilaku belajar juga berbicara mengenai cara belajar yang dilakukan

oleh peserta didik itu sendiri, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku

belajar adalah merupakan cara atau tindakan yang berisi sikap atas

pelaksanaan teknik-teknik belajar yang dilaksanakan individu atau siapapun

juga dalam waktu dan situasi belajar tertentu.

42
Bagan 1.1 Kerangka Berpikir

Perilaku Belajar Siswa Kelas VII MTs AL - RAISIYAH

Siswa yang berasal dari SD Siswa yang berasal dari MI

Indikator Perilaku Belajar


Siswa MTs Al-RAISIYAH

1, Keterampilan

2. Pengamatan

3. Kebiasaan Belajar

4. Berpikir Asosiatif

5. Berpikir Rasional

6. Inhibisi

7. Apresiasi

8. Afektif

43
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara yang

ditentukan sendiri oleh peneliti terhadap permasalahan penelitian yang

sedang ditelitinya, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.37

Sedangkan menurut Sugiyono hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian yang diteliti, dimana rumusan

masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Mengacu pada rencana penelitian yang akan di lakukan terkait “Perbandingan

Perilaku Belajar Siswa Yang Berasal Dari Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Dengan Siswa Yang Berasal Dari Sekolah Dasar (SD) Pada Mata

Pelajaran IPS Terpadu Kelas VII Di MTs Al-Raisiyah Tahun Pelajaran

2016/2017. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah

1.) Ho : ada perbedaan perilaku belajar antara siswa yang berasal dari

Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan siswa yang berasal dari sekolah

dasar (SD) pada mata pelajaran IPS terpadu kelas VII di MTs AL

RAISIYAH Tahun Pelajaran 2016/2017.

2.) Ha : Tidak ada perbedaan perilaku belajar antara siswa yang berasal

dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan siswa yang berasal dari sekolah

dasar (SD) pada mata pelajaran IPS terpadu kelas VII di MTs AL

RAISIYAH Tahun Pelajaran 2016/2017.

37
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), h.96.

44
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian komparatif untuk mencari

perbandingan dua sampel atau uji coba pada objek penelitian. Tapi peneliti

tidak memberikan perlakuan apapun. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perbandingan perilaku belajar antara peserta didik yang berasal

dari SD dan MI di MTs AL-RAISIYAH


G.
B. Populasi dan Sampel

1) Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.38

Populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain

dan juga bukan dari jumlah yang ada pada objek/subjek yang

dipelajari tetapi meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki oleh

subjek/objek itu.

Adapun populasi dalam konteks penelitian ini adalah siswa


maupun siswi MTs AL- RAISIYAH kelas VII tahun pelajaran
2016/2017.

38
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2005), h.50.

45
Tabel 1.1 Jumlah Populasi
No Jenis Populasi Jumlah
1 Siswa yang berasal dari MI 26
2 Siswa yang berasal dari SD 31
Jumlah Keseluruhan = 57
2) Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang

dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan

untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus

betul-betul representatif (mewakili).39Jumlah sampel yang diambil

dalam penelitian ini adalah 25% ini sesuai dengan yang di katakan

oleh Suharsimi Arikunto bahwa:

Apabila subjeknya kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika
jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%
atau lebih.40

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menetapkan peserta didik


kelas VII di MTs AL RAISIYAH sebagai sampel dalam penelitan ini.
Adapun teknik penyampelan yang diambil adalah Teknik Non

39
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
R&D (Bandung: Alfabeta, 2013), h.118-119
40
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Cet. VIII; Jakarta: Rineka Cipta,
2009), h. 104

46
Probability Sampling. Dimana teknik Non probability sampling
adalah teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu.41
C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik

semua fenomena ini disebut variabel penelitian.

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel

yang akan diteliti. Jumlah instrumen yang digunakan tergantung pada

jumlah variabel yang akan diteliti. Apabila variabel penelitiannya ada tiga

maka jumlah instrumen yang akan digunakan juga tiga. Instrumen

penelitian ada yang dibuat oleh peneliti dan ada juga yang sudah

dibakukan oleh para ahli, karena instrumen penelitian ini akan digunakan

untuk melakukan pengukuran yang bertujuan untuk menghasilkan data

kuantitatif yang tepat dan akurat, maka setiap instrumen harus

mempunyai skala yang jelas.42 Instrumen yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah:

a. Angket

Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan

teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti

variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari

41
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
R&D, h.120
42
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2008), h.78.

47
responden.43 Instrumen ini digunakan untuk mengetahui perilaku belajar

peserta didik yang ada di Kelas VII MTs AL - RAISIYAH. Adapun jenis

skala yang digunakan dalam penyusunan angket ini adalah skala likert

dengan kategori sebanyak 4 pilihan jawaban yaitu: sangat sesuai, sesuai,

kurang sesuai dan tidak sesuai. Untuk keperluan analisis kuantitatif,

maka jawaban itu dapat diberi skor sebagai berikut:

1) Respon sangat setuju diberikan respon empat 4

2) Respon setuju diberikan skor tiga 3

3) Respon kurang setuju diberikan skor dua 2

4) Respon tidak setuju diberikan skor satu 1

b. Observasi

Sebagai metode pengumpulan data, observasi biasa diartikan

sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-

unsur yang nampak dalam suatu objek penelitian. Unsur- unsur yang

nampak itu disebut dengan data atau informasi yang harus diamati dan

dicatat dengan benar dan lengkap.44 Dalam penelitian ini, observasi

merupakan instrument penunjang. Peneliti melakukan observasi pada

saat peserta didik sedang belajar terkait perilaku belajar, Adapun sasaran

observasi ini adalah siswa kelas VII di MTs AL-RAISIYAH.

43
Putro Widoyoko, Tekhnik Penyusunan Instrumen Penelitian, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), h. 46.
44
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods ( Bandung: Alfabeta,
2015), hlm. 259.

48
c. Wawancara

Pedoman wawancara yaitu data yang diperoleh melalui pedoman

sebagai alat bantu yang dimaksud berupa catatan pertanyaan yang hendak

ditanyakan kepada informan/responden atau yang diwawancarai. Oleh

karena itu maka perlu diketahui terlebih dahulu sasaran, maksud dan

masalah apa yang dibutuhkan oleh peneliti, sebab dalam suatu

wawancara data diperoleh keterangan berkaitan dengan adakalanya tidak

sesuai dengan maksud peneliti, pedoman wawancara ini digunakan untuk

memberikan pertanyaan kepada guru-guru mengenai permasalahan yang

sedang diteliti agar pertanyaan tidak meleset dari hasil yang diharapkan.

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan oleh peneliti kepada guru dan

siswa kelas VII di MTs AL-RAISIYAH. Adapun tujuan wawancara ini

adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku belajar peserta didik pada

saat mengikuti proses pembelajaran IPS terpadu.

D. Tekhnik Analisis Data

Data yang didapat dalam penelitian ini yaitu data tentang

perbandingan perilaku belajar siswa kelas VII MTs AL-RAISIYAH.

Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan

pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data berupa hasil observasi dan

wawancara dari siswa dan guru di analisis dengan pendekatan kualitatif,

sedangkan data terkait perbandingan perilaku belajar diolah dengan

pendekatan deskriptif kuantitatif. Menginterpretasi secara kualitatif

49
jumlah rata-rata skor tiap aspek dengan menggunakan rumus konversi

skor skala 4 berikut ini:

Tabel 1.2 Konversi Skor

No. Rentang Skor Rerata Skor Kategori


1 Mi + Sbi < X ≤ Mi + >X–4 Baik
2 Mi - Sbi < X ≤ Mi + Sbi >X–3 Cukup
3 Mi -Sbi <X ≤ Mi –Sbi >X–2 Kurang
4 X≤ Mi –Sb ≤1 Sangat Kurang

Keterangan:
X : Mean Ideal
Skor maksimal ideal : Jumlah Indikator X Skor Tertinggi
Skor minimal ideal : Jumlah Indikator X Skor Terendah
Mi mean ideal : ½ (skor mak ideal + skor min ideal)
Sbi :1/6 (skor mak –skor min).45

Sedangkan tekhnik ttes juga disebut tekhnik t skor. Yakni statistik

yang dipergunakan untuk menguji signifikansi perbedaan 2 buah mean

yang berasal dari 2 distribusi bentuk rumus t-tes adalah sebagai berikut

Keterangan:
Ҳ1 = mean pada distribusi pre test
Ҳ2 = mean pada distribusi post test
SD12 = nilai varian pada distribusi pre test
SD22 = nilai varian pada distribusi post test
N1 = jumlah individu pada pre test

45
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Pendekatan Suatu Praktek). (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), hlm .75.

50
N2 = jumlah individu pada post test.46

Nilai ttes yang diharapkan adalah nilai t yang signifikan, yaitu t empirik

(yang kita kenal dengan thitung) lebih besar atau lebih dari t teoritik (ttabel).

Namun untuk memeriksa ttabel kita harus mengetahui derajat kebebasannya

(db) terlebih dahulu. Sedangkan rumus yang digunakan untuk mencari db

adalah, db = N –2, dan jika thitung ≥ ttabel berarti ada signifikansi antar varian,

yang artinya ada perbedaan perilaku belajar antar siswa yang berasal dari MI

dan SD di MTs AL-RAISIYAH.

Selain menghitung uji ttest secara manual, juga akan menguji ttest

dengan menggunakan SPSS 16.0. dengan kriteria, jika taraf signifikansinya ≤

0,05, maka dinyatakan terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan,

sedangkan jika hasil taraf signifikansinya > 0,05. maka dinyatakan tidak ada

perbedaan yang signifikan dalam perilaku belajar.

E. Jadwal Kegiatan Penelitian

Sebelum menyelesaikan skripsi, ada beberapa tahap yang harus dilalui

peneliti untuk mencapai tujuannya yaitu ada beberapa tahap. Adapun tahap-

tahap prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.) Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan yaitu tahap permulaan suatu kegiatan sebelum

peneliti mengadakan penelitian langsung ke lapangan untuk

mengumpulkan data. Misalnya membuat proposal skripsi, mengurus

46
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods ( Bandung: Alfabeta,
2015), hlm. 259.

51
surat izin penelitian untuk mengadakan penelitian kepada pihak-pihak

terkait. Selanjutnya dilakukan penyusunan instrumen penelitian yang

berkaitan dengan variabel yang akan diteliti di sekolah.

b.) Tahap pengumpulan data

yang dilakukan dalam tahap ini yakni melakukan penelitian di

lapangan guna memperoleh data dari peserta didik di MTs AL-

RAISIYAH tentang perilaku belajarnya.

c.) Tahap pengolahan Data

Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah melakukan pengolahan data

terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian di sekolah dengan

menggunakan perhitungan analisis statistik deskripsi dan analisis uji t

test.

d.) Tahap Pelaporan

Pada tahap ini peneliti mulai menyusun laporan penelitian yang

dilakukan dalam bentuk finalisasi penelitian dengan menuangkan hasil

pengolahan data, analisis data, dan kesimpulan tersebut kedalam

bentuk tulisan yang disusun secara konsisten, sistematis dan

metodologis.

52
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah

ditetapkan sebelumnya yang dapat menguatkan sebuah hipotesis atau jawaban

sementara. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada kelas VII di MTs Al

Raisiyah Sekarbela Kota Mataram.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan perilaku belajar

antara peserta didik yang berasal dari MI dan peserta didik yang berasal dari

SDN di MTs AL Raisiyah Sekarbela Kota Mataram pada kelas VII Untuk

mengambil data dari variabel penelitian tersebut digunakan skala likert. Setelah

data terkumpul, selanjutnya dianalisis menggunakan analisis deskriptif untuk

mengetahui gambaran dari masing-masing variabel dan statistik inferensial

terutama dalam menguji hipotesis penelitian yang sudah di buat terkait

perbandingan perilaku belajar siswa di MTs Al Raisiyah Sekarbela Kota

Mataram Tahun pelajaran 2016/2017 tersebut.

1. Perilaku Belajar Peserta Didik Yang Berasal Dari MI

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal di MTs Al

Raisiyah Sekarbela Kota Mataram Tahun pelajaran 2016/2017 , peneliti dapat

mengumpulkan data melalui skala perilaku belajar yang diisi oleh peserta didik

di kelas VII dengan jumlah peserta didik dari keseluruhan kelas VII sebanyak

53
26 orang yang kemudian diberikan skor pada masing-masing item soal dan

dapat dilihat pada lampiran skor perilaku belajar peserta didik di MTs Al

Raisiyah Sekarbela Kota Mataram. Data hasil penelitian dapat diuraikan

berikut ini.

Nilai tertinggi : 93

Nilai terendah : 46

Jumlah sampel: 26 (n)

a. Menghitung range jangkauan

Range : Nilaimax-nilaimin
:
93-46

: 47

b. Banyak kelas interval

Banyak kelas : 1 + 3,3 log n

: 1 + 3,3 log 26

: 1 + 3,3 × 1,41 6

: 1 + 4,653 = 5,65 (6)

c. Menghitung panjang kelas interval


r
Panjang kelas : = b k

4
: 6 = 7,83 = (8)

54
d. Distribusi frekuensi skor perilaku belajar peserta didik yang berasal dari

MI

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Belajar Peserta Didik


Kelas VII yang berasal dari MI di MTs Al Raisiyah Sekarbela
Interval Frekuensi (fi) Presentase %
46-53 5 19,23
54-61 1 3,84
62-69 2 7,69
70-77 3 11,53
78-85 7 26,92
86-93 8 30,76
∑ 26 100

e. Menghitung nilai rata-rata (mean)

Tabel 4.2
Tabel Penolong untuk Menghitung Nilai Mean

Interval Frekuensi (fi) Nilai tengah (xi) (fi). (xi) Presentase %


46-53 5 50 250 19,23
54-61 1 58 58 3,84
62-69 2 66 132 7,69
70-77 3 74 222 11,53
78-85 7 82 574 26,92
86-93 8 90 720 30,76
∑ 26 1956 100

X = ∑f

∑f
= 1 = 75,23
2

55
f. Standar Deviasi

Tabel 4.3 Standar Deviasi

Interval (fi) xi (fi). xi x i– X (xi – X)2 fi (xi – X)2 Presentase %


46-53 5 50 250 -25,23 636,55 3182,75 16,13

54-61 1 58 58 -17,23 296,87 296,87 19,13

62-69 2 66 132 -9,23 85,19 170,38 35,48

70-77 3 74 222 -1,23 1,51 4,53 16,13


78-85 7 82 574 -6,77 45,83 320,81 9,68

86-93 8 90 720 -14,77 218,15 1745,2 3,23

∑ 31 1956 1284,1 1284,1 5720,54 100

√∑x−x2 = √5,5
Standar Deviasi = 𝑥=
n1 2−1

= √228.82
= 15,12

56
g. Kategori perilaku Belajar Siswa yang berasal dari MI di kelas VII MTs Al

Raisiyah Sekarbela Kota Mataram.

Tabel 4.4
Kategori perilaku Belajar Siswa yang berasal dari MI di kelas VII MTs Al
Raisiyah Sekarbela Kota Mataram

Batas kategori Interval frekuensi Presentase % keterangan

X < (µ - 1,0 σ) X <60 5 19,23% Rendah

(µ - 1,0 σ)≤ X <(µ + 1,0 σ) 60≤ X< 90 19 73,07% Sedang

(µ + 1,0 σ) ≤ X 90 ≤ X 2 7,69% Tinggi

Total 26 100%

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh data


seperti yang tercantun dalam tabel 4.4 Dengan memperhatikan 26 peserta
didik sebagai responden , 5 orang (19,23%) berada dalam kategori rendah, 19
orang (73,07%) pada kategori sedang, 2 orang (7,69%) pada kategori tinggi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku belajar peserta didik kelas VII di
MTs Al Raisiyah Sekarbela Kota Mataram berada pada kategori sedang.

2. Perilaku belajar siswa yang berasal dari SD di MTs Al Raisiyah

Sekarbela Kota Mataram.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 8 oktober


2017 di kelas VII MTs Al Raisiyah , peneliti dapat mengumpulkan data
melalui skala perilaku belajar yang diisi oleh peserta didik yang berasal dari
SD dengan jumlah sebanyak 31 orang yang kemudian diberikan skor pada
masing-masing item soal dan dapat dilihat dari data hasil penelitian yang
diuraikan berikut ini.

57
Nilai tertinggi = 107

Nilai terendah = 42

N (responden) = 31

a) Menghitung range jangkauan

Range : Nilaimax-nilaimin

: 107-42

: 65

b) Banyak kelas interval

Banyak kelas = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 31

= 1 + 3,3 (1,49)

= 1 + 4,92

= 5,92  6

c) Menghitung panjang kelas interval


r
= b k

= 6/6

= 10,83 = 11

58
d) Distribusi frekuensi skor
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Perilaku belajar Peserta Didik yang berasal
dari SD di MTs Al raisiyah Kelas VII

Interval Frekuensi (fi) Presentase %


42-52 1 3,22
53-63 1 3,22
64-74 2 6,45
75-85 2 6,45
86-96 11 35,48
97-107 14 45,16
 31 100

e) Menghitung mean (rata-rata)

Tabel 4.6
Tabel penolong untuk menghitung nilai mean

Interval Frekuensi (fi) Nilai tengah (xi) (fi). (xi) Presentase %


46-52 1 47 47 3,22
53-63 1 58 58 3,22
64-74 2 69 138 6,45
75-85 2 80 160 6,45
86-96 11 91 1001 35,48
97-1907 14 102 1428 45,16
∑ 31 2832 100

X = ∑f

∑f
= 2 = 91,35
3

59
f) Menghitung Standar Deviasi

Tabel 4.7 Standar Deviasi

Interval (fi) xi (fi). xi x i– X (xi – X)2 fi (xi – X)2 Presentase %

45-52 1 47 47 -44,35 1966,52 1966,52 3,22

53-63 1 58 58 -33,35 1122,22 999,04 3,22

64-74 2 69 138 -22,35 499,52 257,64 6,45

75-85 2 80 160 -11,35 128,82 1,32 6,45

86-96 11 91 1001 -0,35 0,121 1587,88 35,48

97-107 14 102 1428 10,65 113,42 1587,88 45,16

∑ 31 2689 5925,02 100

SD = ∑( ) = , = 197,50 = 14,05=15

g) Menghitung kategorisasi

Tabel 4.8 Tabel Kategorisasi

Batas kategori Interval frekuensi Pesentasi keterangan


Rendah
X < (µ - 1,0 σ) X < 77 4 12,90%
(µ - 1,0 σ)≤ X <(µ + 1,0 Sedang
σ) 77≤ X < 105 24 80,64%
Tinggi
(µ + 1,0 σ) ≤ X 105 ≤ X 2 6,45%
Total
31 100%

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh data

seperti yang tercantum dalam tabel 4.8 Dengan memperhatikan 31 peserta

didik sebagai responden, 4 orang (12,90 %) berada dalam kategori rendah,

60
25 orang (80,64%) pada kategori sedang, dan 2 orang (6,45%) pada

kategori tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku

belajar peserta didik kelas VII yang berasal dari SD di MTs Al Raisiyah

Sekarbela tergolong sedang.

3. Perbandingan Perilaku Belajar siswa yang berasal dari MI Dan SD di

kelas VII MTs Al Raisiyah Sekarbela Kota Mataram.

Pada analisis secara kuantitatif ini akan diketahui perbandingan perilaku

belajar antara peserta didik kelas VII Yang berasal dari MI dan SD di MTs Al

Raisiyah Sekarbela, sekaligus menjawab rumusan masalah yang sudah di

tetapkan sebelumnya. Tekhnik ttes juga disebut tekhnik t skor. Yakni statistik

yang dipergunakan untuk menguji signifikansi perbedaan 2 buah mean yang

berasal dari 2 distribusi bentuk rumus t-tes adalah sebagai berikut

Nilai ttes yang diharapkan adalah nilai t yang signifikan, yaitu t

empirik (yang kita kenal dengan thitung) lebih besar atau lebih dari t teoritik

(ttabel). Namun untuk memeriksa ttabel kita harus mengetahui derajat

kebebasannya (db) terlebih dahulu. Sedangkan rumus yang digunakan

untuk mencari db adalah, db = N –2, dan jika thitung ≥ ttabel berarti ada

signifikansi antar varian, yang artinya ada perbedaan/pengaruh antara

peserta didik yang berasal dari MI dan SD di MTs Al Raisiyah Sekarbela

61
Kota Mataram. Untuk dapat di lihat selengkapnya terkait data hasil

penelitian ada pada bagian lampiran. Pengujian hipotesis di gunakan

melalui uji dua pihak (two tail) karena hipotesis yang di ajukan berbunyi

“tidak ada perbedaan” dan “ada perbedaan” terkait perilaku belajar maka

dapat di simpulkan bahwa

Grafik 4.1

H0

H1 H1

-5,90 1,67 0 + 1,67

Berdasarkan hasil uji hipotesis maka diperoleh, < (5,90 <

1,67) maka dapat disimpulkan bahwa ditolak dan diterima. Jadi

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbandingan perilaku belajar antara

peserta didik dari MI dan Peserta didik dari SD di kelas VII MTs Al

Raisiyah Sekarbela Kota Mataram.

62
B. PEMBAHASAN

Gambaran perilaku belajar peserta didik kelas VII MTs Al Raisiah yang

berasal dari MI pada kategori sedang. Perilaku belajar peserta didik ini meliputi

aspek keterampilan, pengamatan, kebiasaan, berfikir asosiatif atau daya

ingat, berfikir rasional, sikap, inhibisi, apresiasi, tingkah laku afektif.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh data seperti

yang tercantum dalam tabel 1.7. Dengan memperhatikan 26 peserta didik

sebagai responden , 5 orang (19,23 %) berada dalam kategori rendah, 19 orang

(73,07 %) pada kategori sedang, 2 orang (7,69 %) pada kategori tinggi. Dilihat

dari nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 75,23, jika dimasukkan ke dalam 3

kategori diatas berada pada interval 60≤ X <90 kategori sedang. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa perilaku belajar peserta didik kelas VII MTs Al Raisiah

yang berasal dari MI.

Sedangkan gambaran perilaku belajar peserta didik di kelas VII yang

berasal dari SDN di MTs Al Raisiyah berada dalam kategori sedang. Perilaku

belajar peserta didik ini meliputi aspek keterampilan, pengamatan, kebiasaan,

berfikir asosiatif atau daya ingat, berfikir rasional, sikap, inhibisi, apresiasi,

tingkah laku afektif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka

diperoleh data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1. Dengan memperhatikan

31 peserta didik sebagai responden , 4 orang (12,90%) berada dalam kategori

rendah, 25 orang (80,64%) pada kategori sedang, dan 2 orang (6,45%) pada

kategori tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku belajar

63
peserta didik kelas VII yang berasal dari SD di MTS Al Raisiyah Sekarbela

tergolong sedang.

Berdasarkan hasil statistik inferensial pengujian hipotesis yang

memperhatikan bahwa nilai (t) yang diperoleh dari hasil perhitungan (th) = 5,90

lebih besar dari pada nilai (t) yang diperoleh dari tabel distribusi F (tt) = 1,67

dengan taraf signifikan sebesar 5% maka dapat dinyatakan bahwa (5,90 > 1,67)

hal ini membuktikan bahwa terdapat perbandingan perilaku belajar antara

peserta didik yang berasal dari MI dan SD di Mts Al Raisiyah Kelas VII

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan lembar obervasi diperoleh hasil

penelitian bahwa perilaku belajar peserta didik yang berasal dari MI pada kelas

VII di MTs Al Raisiyah memang memiliki perbedaan atau perbandingan, di

mana berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di MTs Al Raisiyah

menyatakan bahwa perilaku belajar peserta didik kelas VII yang berasal dari

MI masih perlu ditingkatkan di mana jika berdasarkan aspek yang diteliti

hanya beberapa aspek yang sesuai. Adapun aspek yang diteliti dalam lembar

observasi yang dibagikan yaitu: Keterampilan, Pengamatan, Kebiasaan belajar

Peserta didik, berfikir asosiatif atau daya ingat, berfikir rasional, sikap, inhibisi,

apresiasi, tingkah laku afektif. Berbeda dengan hasil pengamatan terhadap

siswa kelas VII MTs Al Raisiyah yang berasal dari SD di mana berdasarkan

hasil penelitian menyatakan bahwa perilaku belajar peserta didik tersebut yang

berasal dari SD lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan

aspek yang diteliti dari hasil observasi yang peneliti lakukan terlihat bahwa

64
peserta didik yang berasal dari SD memang aktif, dan cepat merespon dalam

mengikuti pelajaran.

Selain itu untuk memperkuat hasil penelitian, peneliti menggunakan

wawancara sebagai instrumen pendukung. Dan wawancara diberikan kepada

wali kelas VII di MTs Al Raisiyah Berdasarkan hasil wawancara dari wali

kelas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku belajar peserta didik

berdasarkan 9 aspek yang diteliti dan dijabarkan dalam bentuk pedoman

wawancara dapat dikatakan bahwa perilaku belajar peserta didik yang berasal

dari MI memang cenderung kurang aktif dan monoton, dimana menurut wali

kelas VII salah satu penyebab perilaku belajar peserta didk tidak aktif dan

monoton yaitu disebabkan karena kondisi kelas yang kurang memadai,

kurangnya sarana dan prasarana pendukung pembelajaran khususnya dalam

mata pelajaran IPS terpadu.

65
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan data yang diperoleh dari skala yang telah diisi oleh 26 orang

peserta didik, diperoleh data perilaku belajar yang menunjukkan bahwa

perilaku belajar pada peserta didik kelas VII yang berasal dari MI di MTs

Al Raisiyah berada pada kategori sedang dilihat dari banyaknya peserta

didik yang menjawab pada kategori sedang yaitu (73,07 %)

2. Berdasarkan data skala yang telah diisi oleh 31 orang peserta didik,

diperoleh data perilaku belajar peserta didik yang menunjukkan bahwa

perilaku belajar pada peserta didik kelas VII yang berasal dari SD di MTs

Al Raisiyah berada pada kategori sedang dilihat dari banyaknya peserta

didik menjawab pada kategori sedang yaitu (80,64%).

3. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa perilaku belajar

antara peserta didik kelas VII yang berasal dari MI dan peserta didik kelas

yang berasal dari memiliki perbandingan, di mana 5,90 < 1,67 untuk taraf

signifikan 5%. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbandingan perilaku

belajar antara peserta didik kelas VII MTs Al Raisiyah yang berasal dari

SD dan MI.

66
B. SARAN

1. Untuk para orang tua hendaknya untuk selalu memperhatikan perilaku

seorang anak, baik perilaku sehari-harinya maupun perilaku

belajarnya, hal ini perlu di lakukan agar anak-anak dapat menunjukkan

perilaku yang baik, baik dalam kesehariannya di lingkungan maupun

perilaku belajarnya pada saat mengikuti pelajaran.

2. Untuk para guru, karena sekolah merupakan lembaga pendidikan

setelah keluarga hendaklah memperhatikan perkembangan dan

perilaku belajar peserta didik agar peserta didik dapat meraih prestasi

dan tidak mempunyai kesulitan dalam belajar.

3. Untuk para peserta didik janganlah merasa takut untuk berkomunikasi,

jagalah perilaku belajar yang baik dan sopan pada saat menerima

pelajaran dan tunjukkan perilaku yang baik dalam keseharian kita baik

di sekolah, di rumah maupun di lingkungan sekitar kita. Dan jika

kalian memiliki masalah terhadap pelajaran yang ada di sekolah

usahakanlah ungkapkan masalah tersebut baik dengan orang tua

maupun guru, ungkapkanlah masalah dan perasaan anda. Karena para

pendidiklah yang akan membimbing anak didik mereka menuju

kedewasaan.

67
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali, 1991.


Aunnurrahman. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2012
Arif Tiro, Muhammad. Dasar-Dasar Statistika. Makassar: State University of
Makassar : Press 2007
Ali, Muhammad, Asrori Muhammad. Psikologi Remaja: Perkembangan peserta
didik. Cet, VIII, Jakarta: Bumi Aksara 2012.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Edisi. VI
(Cet. XIII; Jakarta: Rineka Cipta. 2006.
Djunaedi, Ghony. M. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif.
Cet. I: Malang UIN Press 2009.
Depdikbud. Teknik Kategorisasi Standar Berdasarkan Ketetapan Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka 1993.
Dalyono M. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta 2012.
Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar . Ed. 2, Banjar Masin: PT Rineka
Cipta. 2008.
Daming Sudarwan dkk. Psikologi Pendidikan dalam Persfektif Baru. Cet. III;
Bandung: CV. Alfabeta 2014
Hasbullah. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Prafindo Persada 2008.
Hadi, Sutrisno . Metodologi Research II (Yogyakarta: Andi Offset 1990.
Khairil dan Dawing Sudarwang. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru.
Cet. III; Bandung: CV. Alfabbeta 2014.
Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2013.
Riduwan. Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta 2008.
Sagala, Syaiful . Konsep dan Makna Pembelajaran (untuk membantu
memecahkan problematika belajar dan mengajar). Bandung: Alfabeta CV.
2014.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan (dengan pendekan baru). Ed Revisi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010.
Suharsaputra Uhar, Pendidikan Karakter. Jakarta: Alfabeta 2010.
Slameto. Belajar dan Faktor- faktor yang mempengaruhi. Cet. VI; Jakarta :
Rineka Cipta.
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

68
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2005.
Sudjana, Nana. Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru
Algensindo. 2013
Sugiyono. Metode Peneltian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R
& D. Bandung: Alfabeta. 2010.
Sobur Alex. Psikologi Umum. Cet. I: Jawa Barat: CV. Pustaka Setia. 2003
Sanjaya Wina, Kurikulum dan Pembelajaran. Cet. II; Jakarta: Kencana. 2009
Rachman Ustman Fathur. Panduan Statistika Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press
2013
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2011.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1990
UU RI Tentang System Pendidikan Nasional 2003. Jakarta: Cemerlang 2003.
Wawan, A dan M. Dewi. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Medical Book. Cet. I: Yogyakarta: Nuha Medika. 2010
Yudhawati Ratna dah Haryanto Dany. Teori-Teori Dasar Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Prestasi Pustaka.
Zainal, Arifin. Evaluasi Instruksional: Prinsip- Prinsip Tekhnik Produser.
Bandung: Remaja Rosdakarya. 1991

69

Anda mungkin juga menyukai