Anda di halaman 1dari 11

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etnobotani

Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan


secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani adalah
studi yang mempelajari tentang hubungan antara tumbuhan dengan manusia.
Etnobotani, sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuwan
bernama Dr.J.W Harshberger pada 1985.

Menurut Tamin dan Arbain (1995) ada lima kategori pemanfaatan tumbuhan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu: a) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan makanan
(pangan), b) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan bangunan (papan), c) Pemanfaatan
tumbuhan untuk obat-obatan, d) Pemanfaatan tumbuhan untuk upacara adat, dan e)
Pemanfaatan tumbuhan untuk perkakas rumah tangga.

Hubungan antara manusia dan ketergantungan hidupnya kepada alam serta


lingkungannya, menyebabkan manusia memiliki daya cipta, rasa, dan karsa dalam
pemanfaatan sumberdaya alam untuk memudahkan pengadaptasian dirinya terhadap
alam serta lingkungannya (Walujo et al, 1992). Indonesia yang dikenal memiliki
kurang lebih 350 etnis dapat memberikan gambaran adanya hubungan antara
kelompok etnis dengan berbagai jenis tumbuhan, lewat pemanfaatannya dalam
berbagai kegiatan atau upacara adat (Kartiwa dan Wahyono, 1992).

Ilmu etnobotani yang berkisar pada pemanfaatan tumbuh-tumbuhan untuk


kemaslahatan orang di sekitarnya, pada aplikasinya mampu meningkatkan daya hidup
manusia. Studi lanjutan dapat berfokus pada penggunaan spesifik (pangan/makanan,
ekonomi, banyak manfaat, pakan ternak, buah-buahan, obat-obatan, dan kayu bakar),
atau bisa juga dengan mencoba mengumpulkan sejumlah informasi di lain musim,

Universitas Sumatera Utara


6
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

atau memilih tumbuhan spesifik, contohnya cara perkembangbiakan beberapa


jenis tumbuhan liar untuk dibudidayakan (Purba, 2011)

2.2. Metode Dalam Etnobotani

Menurut Santhyami dan Sulistyawati (2008) ada dua metode yang digunakan
dalam penelitian etnobotani, yaitu:

a. Metode Observatif
Metoda ini melibatkan masyarakat sebagai pemandu dan informan kunci.
Pengambilan data di lapangan menggunakan petak-petak permanen yang biasa dibuat
dalam penelitian ekologi. Selanjutnya informan diminta untuk menginventarisasi
seluruh jenis tanaman yang mereka kenal memiliki kegunaan. Setiap jenis yang
mereka kenal diambil contoh herbarium atau “voucher spesiment” untuk identifikasi
nama ilmiahnya. Dari data yang diperoleh kita menentukan nilai guna suatu jenis
sumber daya, dilakukan dengan dua cara yaitu :
a) Merancang kepentingan atau manfaat suatu sumberdaya sebagai manfaat
utama atau tambahan.
b) Membagi sumberdaya ke dalam kategori manfaat yang dikenal oleh
masyarakat setempat di mana penelitian dilakukan.

b. Survei Eksploratif
Survei yaitu tindakan mengukur atau memperkirakan. Dalam penelitian survei
berarti sebagai suatu cara melakukan pengamatan di mana indikator mengenai
variabel adalah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan kepada
responden baik secara lisan maupun tertulis. Tim akan membuat kuisioner untuk
ditanyakan nantinya kepada informan atau warga masyarkat setempat. Pertanyaan
dalam kuosioner berupa : cara mendapatkan tanaman, cara membudidayakan, dipakai
untuk apa saja tanaman tersebut, apakah juga untuk upacara adat dan alat-alat
perkakas rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara


7
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

2.3. Tanaman Obat


Obat tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh semua lapisan
masyarakat di Indonesia untuk tujuan pengobatan maupun perawatan kesehatan. Jika
ada anggota keluarga atau masyarakat yang sedang menderita suatu penyakit,
sebagian masyarakat berinisiatif untuk memanfaatkan tanaman obat yang terdapat
disekitar lingkungannya untuk mereka gunakan dalam pengobatan. Pemanfaatan
tanaman berkhasiat obat di masyarakat terus berkembang dan diwariskan ke generasi
selanjutnya. Perkembangan obat tradisional ini dimulai dari ramuan-ramuan
tradisional yang berkembang di tengah masyarakat, yang kemudian berkembang
menjadi suatu ramuan yang diyakini memiliki khasiat tertentu bagi tubuh manusia
(Wasito, 2011).

Studi tanaman obat merupakan ilmu yang kompleks, dan dalam pelaksanaanya
memerlukan pendekatan yang terpadu dari beberapa disiplin ilmu antara lain
Taksonomi, Ekologi, Geografi Tumbuhan, Pertanian, Sejarah, dan Antropologi
(Tamin dan Arbain, 1995). Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya
bagi kesehatan meningkatkan kembali penggunaan obat tradisional oleh masyarakat
dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Sebagai langkah awal
yang sangat membantu untuk mengetahui suatu tumbuhan berkhasiat obat adalah dari
pengetahuan masyarakat tradisional secara turun – menurun. Pada era milenium ini,
kecendrungan gaya hidup masyarakat dunia adalah back to nature. Hal ini
mengakibatkan penggunaan metode tradisional tidak akan ketinggalan zaman
(Dianawati dan Irawan, 2001).

2.4. Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, bahan sediaan, sarian (galenik), atau campuran dari bahan-
bahan tersebut yang secara turun-menurun telah digunakan untuk pengobatan. Obat
tradisional dari bahan tumbuhan menggunakan bagian-bagian tumbuhan seperti akar,
rimpang, batang, buah, daun, dan bunga. Penelitian yang telah dilakukan terhadap

Universitas Sumatera Utara


8
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

tanaman obat sangat membantu dalam penggunaan obat tradisional. Penelitian


ditunjang dengan pengalaman empiris semakin memberikan keyakinan akan khasiat
dan keamanan obat tradisional (Sukmono,2009).

Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat.
Menurut Kumala (2006), Sukmono (2009) dan Ilyas (2010) ketepatan penggunaan
obat tradisional meliputi beberapa hal yaitu:
a. Kebenaran Bahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit
untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau
tidaknya efek terapi yang diinginkan. Sebagai contoh lempuyung di pasaran ada
beberapa macam yang agak sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Lempuyung
emprit (Zingeber amaricans) memiliki bentuk yang relatif lebih kecil, bewarna
kuning dengan rasa yang pahit. Lempuyung gajah (Zingiber zerumbet) yang
memiliki bentuk lebih besar dan berwarna kuning, berkhasiat sebagai penambah
nafsu makan. Jenis yang ketiga adalah lempuyang wangi (Zingiber aromaticum) yang
memiliki warna agak putih dan berbau harum. Tidak seperti kedua jenis lempuyung
sebelumnya (Zingiber americans dan Zingiber zerumbet), jenis ini memiliki khasiat
sebagai pelangsing.
Contoh yang lain daun tapak dara (Catharanthus roseus) yang mengandung
alkaloid. Daun ini tidak hanya bermanfaat untuk pengobatan diabetes, tetapi juga
dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga 30 %. Daun
tapak dara mengandung vincristin dan vinblastin yang menyebabkan penderitanya
menjadi rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga leukosit mengalami penurunan.
Sementara itu, karena pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama sehingga
daun tapak dara menjadi tidak tepat digunakan sebagai anti diabetes dan lebih tepat
digunakan untuk pengobatan leukemia.
b. Ketepatan Dosis
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa dikonsumsi
sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya dokter. Buah

Universitas Sumatera Utara


9
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

mahkota dewa (Phaleria marcocarpa) misalnya, hanya bisa dikonsumsi dengan


perbandingan 1 buah dalam tiga gelas air, sedangkan daun min baru berkhasiat jika
direbus sebanyak 7 lembar dalam takaran air tertentu. Batu ginjal dapat diobati
dengan keji beling (Strobilis cripsus), tetapi jika melebihi 2 gram serbuk (sekali
minum) dapat menyebakan iritasi saluran kemih. Gambir (Uncaria gambir) kurang
dari ibu jari sehingga dapat mengurangi diare, kalau pemakaiannya lebih maka
menyulitkan si pemakai buang air besar selama berhari-hari, sedangkan penggunaan
minyak jarak (Oleum recini) untuk cuci perut yang tidak terukur akan menyebabkan
iritasi saluran pencernaan. Hal ini menepis anggapan bahwa obat tradisisonal tidak
memiliki efek samping. Anggapan bila obat tradisional aman di konsumsi walapun
gejala sakit sudah hilang adalah keliru.
Efek samping tanaman obat dapat digambarkan dalam tanaman dringo
(Acorus calamus), yang biasa digunakan untuk mengobati stres. Tumbuhan ini
memiliki kandungan senyawa bioaktif asaron. Senyawa ini punya struktur kimia
mirip gologan amfetamin dan ekstasi. Dalam dosis rendah, dringo memang dapat
memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif (penenang)
terhadap sistem saraf pusat. Namun, jika digunakan dalam dosis tinggi malah
memberikan efek sebaliknya, yakni meningkatkan aktivitas mental (psikoaktif).
Asaron dringo yang terdapat pada tanaman dringo juga merupakan senyawa
alami yang potensial sebagai pemicu timbulnya kanker, apalagi jika tanaman ini di
gunakan dalam waktu lama. Di samping itu, dringo bisa menyebabkan penumpukan
cairan di perut, mengakibatkan perubahan aktivitas pada jantung dan hati, serta dapat
menimbulkan efek berbahaya pada usus. Takaran yang tepat dalam penggunaan obat
tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan
secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segengam ataupun seruas yang
sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan
gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan karena
batas antara racun dan obat dalam bahan tradisisonal amatlah tipis. Dosis yang tepat
membuat tanaman obat bisa menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi
racun.

Universitas Sumatera Utara


10
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

c. Ketepatan Waktu Penggunaan


Kunyit (Curcuma domestica) diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri
haid dan sudah turun temurun di konsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang
sangat baik dikonsumsi saat datang bulan. Akan tetapi jika diminum pada awal masa
kehamilan beresiko menyebabkan keguguran. Jika sejak gadis penggunaan jamu sari
rapet sampai berumah tangga bisa menyebabkan kesulitan memperoleh keturunan
bagi wanita yang kurang subur karena adanya kemungkinan dapat memperkecil
peranakan. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan obat tradisional
menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.

d. Ketepatan Cara Penggunaan


Suatu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di
dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang
berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun kecubung (Datura metel)
jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma.
Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan/mabuk. Selain itu,
tanaman obat dan obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak
memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan tanaman
obat dan obat tradisional tersebut. Contohnya, jamu pelancar datang bulan yang
sering disalahgunakan untuk menggugurkan kandungan. Resiko yang terjadi adalah
bayi terlahir cacat, ibu menjadi infertil, terjadi infeksi pada rahim, atau bahkan
kematian.

e. Ketepatan Pemilihan Bahan


Keracunan sering terjadi antara tanaman ngokilo (Gynura segetum) yang
dianggap sama dengan keji beling (Strobilis cripsus), daun sambung nyawa
(Gymnurae procumbensis) dengan daun dewa (Gynura procumbens). Akhir-akhir ini
terhadap tanaman kunir putih, dimana 3 jenis tanaman yang berbeda (Curcuma
mangga, Curcuma zedoaria, dan Kaempferia rotunda) sering kali sama-sama disebut

Universitas Sumatera Utara


11
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

sebagai “ kunir putih “ yang sempat mencuat ke permukaan karena dinyatakan


bisa digunakan untuk pengobatan penyakit kanker.

f. Ketepatan Telaah Informasi


Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus
informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh
pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup sering kali
mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat
tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan. Contohnya, informasi di media
massa menyebutkan bahwa biji jarak (Jatropha curcas ) mengandung risin yang jika
dimodifikasi dapat digunakan sebagai antikanker. Risin sendiri bersifat toksik / racun
sehingga jika biji jarak dikonsumsi secara langsung dapat menyebabkan keracunan
dan diare. Contoh lainnya adalah tentang pare, pare yang sering digunakan sebagai
lalapan ternyata mengandung khasiat lebih bagi kesehatan. Pare alias paria
(Momordica charantia) kaya mineral nabati kalsium dan fosfor, juga karotenoid.
digunakan sebagai lalapan ternyata bermanfaat bagi kesehatan. Pare juga
mengandung alpha – momorcharin, beta-momorchorin, dan MAP30 (momordica
antiviral protein 30) yang bermanfaat sebagai anti HIV (Human Immunodeficiency
Virus/AIDS (Acquired Immuno deficiency Syndrome). Namun, biji pare juga
mengandung triterpenoid yang beraktivitas sebagai anti spermatozoa, sehingga
penggunaan biji pare secara tradisional dengan maksud untuk mencegah AIDS dapat
mengakibatkan infertilitas pada pria.
Dalam jangka panjang, konsumsi biji pare dapat mematikan sperma, memicu
impotensi, merusak buah zakar dan hormon pria bahkan berpotensi merusak liver
baik dalam bentuk jus, lalap maupun sayur segar. Bagi wanita hamil baiknya
konsumsi pare dibatasi karena percobaan pada tikus menunjukkan pemberian jus pare
menimbulkan keguguran.

Universitas Sumatera Utara


12
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

g. Tanpa Penyalahgunaan
Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena
tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan
manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut, contoh:
1) Jamu peluntur untuk terlambat bulan sering disalahgunakan untuk pengguguran
kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi lahir cacat, ibu menjadi infertil,
terjadi infeksi bahkan kematian
2) Mengisap kecubung sebagai psikotropika
3) Penambahan bahan kimia obat
Bahan-bahan kimia obat yang biasa dicampurkan itu adalah parasetamol,
coffein, piroksikam, theophylin, deksbutason, CTM (Chlorpheniramin Maleat), serta
bahan kimia penahan rasa sakit seperti antalgin dan fenilbutazon. Bahan-bahan kimia
obat tersebut dapat menimbulkan efek negatif di dalam tubuh pemakainya jika
digunakan dalam jumlah banyak. Bahan kimia seperti antalgin misalnya, dapat
mengakibatkan kerusakan pada organ pencernaan, berupa penipisan dinding usus
hingga menyebabkan pendarahan. Fenilbutazon dapat menyebabkan pemakainya
menjadi gemuk pada bagian pipi, namun hanya berisi cairan yang di kenal dengan
istilah moonface, dan jika digunakan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
osteoporosis.
h. Ketepatan pemilihan Obat Untuk Indikasi Tertentu
Dalam suatu jenis tanaman dapat ditemukan beberpa zat aktif yang berkhasiat
dalam terapi. Resiko antara keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul harus
menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan
dalam terapi. Contoh, daun tapak dara (Catharantus roseus) mengandung alkaloid
yang bermanfaat untuk pengobatan diabetes. Akan tetapi daun tapak dara juga
mengandung vincristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan penurunan leukosit
(sel-sel darah putih) hingga ± 30%, akibatnya penderita menjadi rentan terhadap
penyakit infeksi. Padahal pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama
sehingga daun tapak dara tidak tepat digunakan sebagai anti diabetes melainkan lebih
tepat digunakan untuk pengobatan leukimia.

Universitas Sumatera Utara


13
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang
meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan
cara penggunaan, ketepatan telaah informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat
tradisional itu sendiri. Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat
membantu dalam pemilihan bahan baku obat tradisional. Pengalaman empiris
ditunjang dengan penelitian semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan
keamanan obat tradisional.
Berikut ini adalah tabel beberapa jenis tanaman obat beserta kandungan kimia
yang ada di dalamnya (Widyaningrum et al, 2011):
Tabel 2. 1. Jenis-Jenis tanaman obat, Kandungan Kimia dan Khasiatnya.
No. Nama Ilmiah Nama lokal Kandungan Kimia Khasiat
1 Imperata cylindrica Ilalang Arundoin, fernenol, Peluruh air
isoarborinol, seni, demam.
silindrin,
simiarenol,
kampesterol,
stigmasterol, asam
asetat, asam oksalat,
kalsium.
2 Amaranthus caudatus bayam Saponin, Gangguan
flavonoida, pencernaan,
alkaloida, polifenol memperlancar
haid.
3 Ficus benjamina Beringin Saponin, Sariawan.
flavonoida,
polifenol.
5 Syzygium aromaticum Cengkeh Eugenol, asam Kolera,
oleanolat, asam campak,
galotanat, fenilin, jantung.
kaaryofilin, resin.
6 Kalanchoe integre Cocor bebek Polifenol Bisul, luka
bakar, sakit
kulit, sakit
mata.
7 Zea mays Jagung Saponin, zat samak, Batu empedu,
flavon, minyak batu ginjal,
atsiri, alantoin. hipertensi.
8 Phaleria macrocarpa Mahkota Antihistamin, Disentri,
dewa alkaloid, saponin, jerawat,
polifenol. eksem, gatal-

Universitas Sumatera Utara


DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

gatal.
9 Tabel
Aegle
2.1.marmelos
lanjutan Maja Lendir, zat samak, Luka, gatal,
linonen. demam, diare.
10 Jasminum sambac Melati Indol, benzyl,
Sakit mata,
livalylacetat. demam, sakit
kepala, sesak
napas, ASI.
11 Rosa galica Mawar Polifenol, saponin, Batuk, jerawat.
tannin, flavonoida.
12 Cucumis melo Melon Saponin, Demam,
kardenolin, peluruh air
polifenol. seni, urus-urus,
mulas.

2.5. Asal-usul Suku Simalungun


Simalungun dalam bahasa Simalungun memiliki kata dasar “lungun” yang
memiliki makna “sunyi” atau “sedih”. Menurut Naibaho (2 ), terdapat berbagai
sumber mengenai asal-usul suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan
bahwa nenek moyang suku Simalungun berasal dari luar Indonesia. Kedatangan ini
terbagi dalam dua gelombang:
1) Gelombang pertama (Proto Simalungun), diperkirakan datang dari Nagore
(India Selatan) dan Pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5,
menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke
Sumatera Timur dan mendirikan Kerajaan Nagur dan raja Dinasti Damanik.
2) Gelombang kedua (Deutero Simalungun) datang dari suku-suku di sekitar
Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun diceritakan bahwa rombongan yang terdiri
dari keturunan empat raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera
Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah
sampai Batubara. Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke
daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan
bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan

Universitas Sumatera Utara


15
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat
Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya
meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.
Masih menurut Naibaho (2011), terdapat empat marga asli suku Simalungun
yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu: Sinaga, Saragih, Damanik dan
Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon”
(permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak
saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang
munssuh), keempat raja itu adalah :
1) Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun,
Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat,
berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).
2) Raja Banua Sobou bermarga Saragih
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih
berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti pemilik aturan atau
pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
3) Raja Banua Purba bermarga Purba
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti
timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan
pengetahuan, cendekiawan/sarjana.
4) Raja Saniang Naga bermarga Sinaga
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai
penyebab gempa dan tanah longsor.
Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau
Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru.Selain itu ada
juga marga-marga lain yang bukan marga asli Simalungun tetapi kadang merasakan
dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar
dan Sirait.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai