Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Etnobotani
Menurut Tamin dan Arbain (1995) ada lima kategori pemanfaatan tumbuhan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu: a) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan makanan
(pangan), b) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan bangunan (papan), c) Pemanfaatan
tumbuhan untuk obat-obatan, d) Pemanfaatan tumbuhan untuk upacara adat, dan e)
Pemanfaatan tumbuhan untuk perkakas rumah tangga.
Menurut Santhyami dan Sulistyawati (2008) ada dua metode yang digunakan
dalam penelitian etnobotani, yaitu:
a. Metode Observatif
Metoda ini melibatkan masyarakat sebagai pemandu dan informan kunci.
Pengambilan data di lapangan menggunakan petak-petak permanen yang biasa dibuat
dalam penelitian ekologi. Selanjutnya informan diminta untuk menginventarisasi
seluruh jenis tanaman yang mereka kenal memiliki kegunaan. Setiap jenis yang
mereka kenal diambil contoh herbarium atau “voucher spesiment” untuk identifikasi
nama ilmiahnya. Dari data yang diperoleh kita menentukan nilai guna suatu jenis
sumber daya, dilakukan dengan dua cara yaitu :
a) Merancang kepentingan atau manfaat suatu sumberdaya sebagai manfaat
utama atau tambahan.
b) Membagi sumberdaya ke dalam kategori manfaat yang dikenal oleh
masyarakat setempat di mana penelitian dilakukan.
b. Survei Eksploratif
Survei yaitu tindakan mengukur atau memperkirakan. Dalam penelitian survei
berarti sebagai suatu cara melakukan pengamatan di mana indikator mengenai
variabel adalah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan kepada
responden baik secara lisan maupun tertulis. Tim akan membuat kuisioner untuk
ditanyakan nantinya kepada informan atau warga masyarkat setempat. Pertanyaan
dalam kuosioner berupa : cara mendapatkan tanaman, cara membudidayakan, dipakai
untuk apa saja tanaman tersebut, apakah juga untuk upacara adat dan alat-alat
perkakas rumah tangga.
Studi tanaman obat merupakan ilmu yang kompleks, dan dalam pelaksanaanya
memerlukan pendekatan yang terpadu dari beberapa disiplin ilmu antara lain
Taksonomi, Ekologi, Geografi Tumbuhan, Pertanian, Sejarah, dan Antropologi
(Tamin dan Arbain, 1995). Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya
bagi kesehatan meningkatkan kembali penggunaan obat tradisional oleh masyarakat
dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Sebagai langkah awal
yang sangat membantu untuk mengetahui suatu tumbuhan berkhasiat obat adalah dari
pengetahuan masyarakat tradisional secara turun – menurun. Pada era milenium ini,
kecendrungan gaya hidup masyarakat dunia adalah back to nature. Hal ini
mengakibatkan penggunaan metode tradisional tidak akan ketinggalan zaman
(Dianawati dan Irawan, 2001).
Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat.
Menurut Kumala (2006), Sukmono (2009) dan Ilyas (2010) ketepatan penggunaan
obat tradisional meliputi beberapa hal yaitu:
a. Kebenaran Bahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit
untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau
tidaknya efek terapi yang diinginkan. Sebagai contoh lempuyung di pasaran ada
beberapa macam yang agak sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Lempuyung
emprit (Zingeber amaricans) memiliki bentuk yang relatif lebih kecil, bewarna
kuning dengan rasa yang pahit. Lempuyung gajah (Zingiber zerumbet) yang
memiliki bentuk lebih besar dan berwarna kuning, berkhasiat sebagai penambah
nafsu makan. Jenis yang ketiga adalah lempuyang wangi (Zingiber aromaticum) yang
memiliki warna agak putih dan berbau harum. Tidak seperti kedua jenis lempuyung
sebelumnya (Zingiber americans dan Zingiber zerumbet), jenis ini memiliki khasiat
sebagai pelangsing.
Contoh yang lain daun tapak dara (Catharanthus roseus) yang mengandung
alkaloid. Daun ini tidak hanya bermanfaat untuk pengobatan diabetes, tetapi juga
dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga 30 %. Daun
tapak dara mengandung vincristin dan vinblastin yang menyebabkan penderitanya
menjadi rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga leukosit mengalami penurunan.
Sementara itu, karena pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama sehingga
daun tapak dara menjadi tidak tepat digunakan sebagai anti diabetes dan lebih tepat
digunakan untuk pengobatan leukemia.
b. Ketepatan Dosis
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa dikonsumsi
sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya dokter. Buah
g. Tanpa Penyalahgunaan
Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena
tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan
manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut, contoh:
1) Jamu peluntur untuk terlambat bulan sering disalahgunakan untuk pengguguran
kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi lahir cacat, ibu menjadi infertil,
terjadi infeksi bahkan kematian
2) Mengisap kecubung sebagai psikotropika
3) Penambahan bahan kimia obat
Bahan-bahan kimia obat yang biasa dicampurkan itu adalah parasetamol,
coffein, piroksikam, theophylin, deksbutason, CTM (Chlorpheniramin Maleat), serta
bahan kimia penahan rasa sakit seperti antalgin dan fenilbutazon. Bahan-bahan kimia
obat tersebut dapat menimbulkan efek negatif di dalam tubuh pemakainya jika
digunakan dalam jumlah banyak. Bahan kimia seperti antalgin misalnya, dapat
mengakibatkan kerusakan pada organ pencernaan, berupa penipisan dinding usus
hingga menyebabkan pendarahan. Fenilbutazon dapat menyebabkan pemakainya
menjadi gemuk pada bagian pipi, namun hanya berisi cairan yang di kenal dengan
istilah moonface, dan jika digunakan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
osteoporosis.
h. Ketepatan pemilihan Obat Untuk Indikasi Tertentu
Dalam suatu jenis tanaman dapat ditemukan beberpa zat aktif yang berkhasiat
dalam terapi. Resiko antara keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul harus
menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan
dalam terapi. Contoh, daun tapak dara (Catharantus roseus) mengandung alkaloid
yang bermanfaat untuk pengobatan diabetes. Akan tetapi daun tapak dara juga
mengandung vincristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan penurunan leukosit
(sel-sel darah putih) hingga ± 30%, akibatnya penderita menjadi rentan terhadap
penyakit infeksi. Padahal pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama
sehingga daun tapak dara tidak tepat digunakan sebagai anti diabetes melainkan lebih
tepat digunakan untuk pengobatan leukimia.
Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang
meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan
cara penggunaan, ketepatan telaah informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat
tradisional itu sendiri. Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat
membantu dalam pemilihan bahan baku obat tradisional. Pengalaman empiris
ditunjang dengan penelitian semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan
keamanan obat tradisional.
Berikut ini adalah tabel beberapa jenis tanaman obat beserta kandungan kimia
yang ada di dalamnya (Widyaningrum et al, 2011):
Tabel 2. 1. Jenis-Jenis tanaman obat, Kandungan Kimia dan Khasiatnya.
No. Nama Ilmiah Nama lokal Kandungan Kimia Khasiat
1 Imperata cylindrica Ilalang Arundoin, fernenol, Peluruh air
isoarborinol, seni, demam.
silindrin,
simiarenol,
kampesterol,
stigmasterol, asam
asetat, asam oksalat,
kalsium.
2 Amaranthus caudatus bayam Saponin, Gangguan
flavonoida, pencernaan,
alkaloida, polifenol memperlancar
haid.
3 Ficus benjamina Beringin Saponin, Sariawan.
flavonoida,
polifenol.
5 Syzygium aromaticum Cengkeh Eugenol, asam Kolera,
oleanolat, asam campak,
galotanat, fenilin, jantung.
kaaryofilin, resin.
6 Kalanchoe integre Cocor bebek Polifenol Bisul, luka
bakar, sakit
kulit, sakit
mata.
7 Zea mays Jagung Saponin, zat samak, Batu empedu,
flavon, minyak batu ginjal,
atsiri, alantoin. hipertensi.
8 Phaleria macrocarpa Mahkota Antihistamin, Disentri,
dewa alkaloid, saponin, jerawat,
polifenol. eksem, gatal-
gatal.
9 Tabel
Aegle
2.1.marmelos
lanjutan Maja Lendir, zat samak, Luka, gatal,
linonen. demam, diare.
10 Jasminum sambac Melati Indol, benzyl,
Sakit mata,
livalylacetat. demam, sakit
kepala, sesak
napas, ASI.
11 Rosa galica Mawar Polifenol, saponin, Batuk, jerawat.
tannin, flavonoida.
12 Cucumis melo Melon Saponin, Demam,
kardenolin, peluruh air
polifenol. seni, urus-urus,
mulas.
tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat
Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya
meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.
Masih menurut Naibaho (2011), terdapat empat marga asli suku Simalungun
yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu: Sinaga, Saragih, Damanik dan
Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon”
(permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak
saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang
munssuh), keempat raja itu adalah :
1) Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun,
Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat,
berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).
2) Raja Banua Sobou bermarga Saragih
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih
berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti pemilik aturan atau
pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
3) Raja Banua Purba bermarga Purba
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti
timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan
pengetahuan, cendekiawan/sarjana.
4) Raja Saniang Naga bermarga Sinaga
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai
penyebab gempa dan tanah longsor.
Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau
Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru.Selain itu ada
juga marga-marga lain yang bukan marga asli Simalungun tetapi kadang merasakan
dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar
dan Sirait.