Anda di halaman 1dari 175

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetik retinopati (DR) merupakan penyulit penyakit Diabetes mellitus


yang paling ditakuti. Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosa yang
kurang baik bagi penglihatan. Meskipun dapat dihindari dengan mengontrol kadar
gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Efek
perubahan persarafan di retina dan kerusakan aksi insulin di retina dalam
patogenesis awal retinopati dan mekanisme kebutaan.
Diabetik retinopati merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki
resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Risiko
mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya
diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetic
hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi
meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah
menderita retinopati diabetic.

Gambar I.1: Epidemiologi Diabetes Retinopati di Dunia

Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah


menderita retinopati diabetic nonproliferatif (background retinopathy). Setelah 20
tahun, prevalensi retinopati diabetic meningkat menjadi lebih dari 60% dalam
berbagai dereajt. Di Amerika utara, 3.6% pasien diabetes tipe 1 dan 1.6% pasien
diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris, sekitar 1000 pasien diabetes
tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.
Pada Negara berkembang, setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan
oleh diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan
meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi 20 tahun setelah menderrita diabetes.
Asosiasi diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali
(mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan
segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 2) dengan alasan sebagai
berikut:
 Seseorang yang mengidap retinopathy DM tanpa disadari karena penyakit
ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin
parah.
 Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan
komplikasi retinopathy DM berkembang.
 Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat
mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau
penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya, mereka tidak
mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan
penglihatan yang signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan
penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Diabetic retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang


ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.

Gambar II.1 Normal Retina dibanding Retinopati Diabetic

EPIDEMIOLOGI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan, 4,8 persen


penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan
penyebab kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah
katarak, glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular
degeneration).
Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan
meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia
diramalkan diabetes akan menjadi ”epidemi”, disebabkan pola makan masyarakat
Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya berolahraga.
Akibatnya, kebutaan akibat retinopathy DM juga diperkirakan meningkat secara
dramatis.
Data Poliklinik Mata RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak
dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopathy DM merupakan kasus terbanyak
yang dilayani di Klinik Vitreo-Retina. Dari seluruh kunjungan pasien Poliklinik
Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik meningkat dari
2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006.
Angka kejadian retinopathy DM diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus
(DM) dan durasi penyakit. Pada DM tipe I (insuln dependent atau juvenile DM ),
yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia
muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus
yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90
persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.
Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh
resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30
tahun atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien
penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah
menderita DM selama 15-20 tahun.

ETIOPATOGENESIS

Penyebab pasti DR belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya


terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis
dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang
muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini.
Hasil serupa telah diperleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan
lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan
biokimia telah dihubugkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
 Perubahan anatomis
o Capilaropathy
 Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
 Proliferasi sel endotel
 Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuuler
 Arteriovenous shunts
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
 Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan discus opticus (pada
proliferative DR) atau pada iris (rubeosis iridis)
 Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas
darah.
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
 Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alcohol, dalam jaringan termasuk dilensa dan saraf optic. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan penigkatan tekanan
osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahu memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesi membrana basalis dan
proliferasi sel vascular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC
di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesi de
novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari
glukosa.
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat
mempengaruhi prognosis dari DR seperti;
 Arteriosklerosis dan hipertensi
 Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak
 Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga
mempercapat perjalanan penyakit
 Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.
Frank RN mengemukakan beberapa hipotesis mengenai mekanisme
pathogenesis DR:

Tabel 1: Hipotesis mengenai mekanisme pathogenesis DR


Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktas Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit aspirin
pada endotel kapiler, hipoksia,
kebocoran, edema macula
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor terhadap
DAG pada hiperglikemia PKC β-isoform
ROS Menyebabkan kerusakan enzim dan Antioksidan
komponen sel yang penting untuk
survival
AGE Mengaktifkan enzim yang merusak Aminoguanidin
NOS Meningkatkan produksi radikal Aminoguanidin
bebas, menghambat ekspresi gen,
menyebabkan hambatan dalam
metabolisme sel
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina,
perisit dan sel meingkatkan hipoksia
endotel
VEGF Meningkatkan hipoksia retina, Fotokoagulasi pan
menimbulkan kebocoran, edema retinal
macula, neovaskularisasi
PEDF Menghambat vaskularisasi, menurun
pada hiperglikemia
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-
receptor blocker,
octreotide

Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetic
retinopathy. Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan
perdarahan post partum akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu
dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan tersebut
sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring
ditemukannya teknik pengobatan laser.

Platelets dan blood viscosity


Berbagai kelainan hematologi pada DM seperti peningkatan agregasi
eritrosit, penurunan deformability eritrosit, meningkatnya agregasi trombosit dan
adhesi memicu gangguan sirkulasi, defek endotel dan oklusi kapiler fokal yang
menyebabkan iskemia retina yang pada akhirnya berkembang menjadi retinopathy
DM.

Aldose reductase dan vasoproliferative factors


DM menyebabkan abnormalitas dari metabolisme glukosa akibat aktivitas
atau produksi insulin yang menurun. Meningkatnya kadar glukosa darah
mempunyai dampak pada perubahan anatomis dan fungsional dari kapiler retina.
Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan
glukosa yang berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di jaringan,
yang mengubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi sorbitol, galaktosa
menjadi dulcitol). Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari
peningkatan kadar gula darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi
memicu hilangnya fungsi utama dari perisit dalam hal autoregulasi kapiler retina.
Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan dinding kapiler sehingga
terbentuk kantung pada dinding kapiler (saccular outpouching of capillary walls)
yang dikenal sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan tanda paling
awal untuk deteksi retinopathy DM.

Gambar II.2 Fundus pada Background Retinopathy DM dengan gambaran


multipel mikroaneurisma (Bhavsar, 2009)
Ruptur mikroaneurisma menyebabkan perdarahan retina yang dapat terjadi
superfisial (flame-shaped hemorrhages) atau pada lapisan retina yang lebih dalam
(blot and dot hemorrhages).

Gambar II.3 Background diabetic retinopathy: blot hemorrhages (kepala


panah), mikroaneurisma (panah pendek) dan hard exudates (panah panjang)
(Bhavsar, 2009)

Peningkatan permeabilitas yang terjadi menyebabkan kebocoran cairan


dan material protein yang secara klinis tampak sebagai penebalan retina dan
eksudat. Apabila pembengkakan dan eksudasi mencakup makula maka terjadi
penurunan visus. Edema makula adalah penyebab tersering penurunan visus pada
pasien dengan nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR). Gejala tersebut
tidak hanya ditemukan pada pasien denan NPDR namun juga dapat terjadi pada
pasien proliferative diabetic retinopathy (PDR).
Seiring dengan progesifitas penyakitnya dapat terjadi oklusi dari kapiler
retina yang dapat menyebabkan hipoksia. Infark pada nerve fiber layer dapat
menyebabkan terbentukanya cotton-wool spots (CWS) yang berhubungan dengan
stasis pada axoplasmic flow. Keadaan hipoksia retina lebih lanjut menyebabkan
terjadinya mekanisme kompensasi pada mata untuk menjaga suplai oksigen yang
cukup ke jaringan. Kelainan diameter vena seperti venous beading, loops, dan
dilation menandakan proses peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak pada
perbatasan dengan area non perfusi.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya
proses pertumbuhan pembuluh darah baru atau remodelling dari pembuluh darah
sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai
pintas (shunt) melalui daerah non perfusi. Keadaan iskemia retina lebih lanjut
memicu produksi dari faktor vasoproliferatif seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang memicu pembentukan pembuluh darah baru. Matriks
ekstraselular pertama-tama dihancurkan dahulu dengan protease dan pembuluh
darah baru kemudian dibentuk melalui penetrasi venula retina pada internal
limiting membrane dan dari jaringan kapiler antara permukaan dalam retina dan
bagian posterior hyaloid (the posterior hyaloid face).

Gambar II.4 Neovaskularisasi pada Permukaan Retina (Bhavsar, 2009)

Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non


perfusi dan juga pada papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus
permukaan retina dan ke dalam hyaloid posterior (the scaffold of the posterior
hyaloid face). Pembuluh darah baru tersebut jarang menimbulkan gangguan
visual. Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat permeabel sehingga
gampang pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus dan ruang pre retina. Neovaskularisasi ini berhubungan dengan
pembentukan jaringan fibroglial. Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula
dengan jaringan fibrotik namun pada tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah
ini mengalami regresi dan meninggalkan jaringan fibrotik avaskuler yang melekat
pada retina dan hyaloid posterior. Pada saat terjadi kontraksi vitreus makan terjadi
traksi pada retina melalui jaringan fibroglial yang dapat menyebabkan edema
retina, heterotropia retina dan tractional retinal detachments serta retinal tear
formation (Bhavsar, 2009).
PATOFISIOLOGI

Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
 Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
 Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel
ganglion.
 Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
 Stratum coni at bacilli
 Membrana limitans externa
 Stratum granularis externa
 Stratum plexiformis externa
 Stratum granularis interna
 Stratum plexiformis interna
 Stratum ganglionaris
 Stratum N.optici
 Membrana limitans interna
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk DR terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrane basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya.
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perist dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:
 Pembentukan microaneurisma
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Penyumbatan pembuluh darah
 Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
 Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia
retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas
kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
 Edema macula atau nonperfusi kapiler
 Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
 Pembuluh darah batu yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus
 Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini
menebal, untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-
mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar macula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada
daerah macula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama
dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada
makula (cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan peyumbatan yang dimulai dikapiler, ke arteriol, dan pembuluh
darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat tumbul hipoksia di ikuti dengan
adanya iskemi kecil, dan timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya
kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia,
timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan
bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.
KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut Early


Treatment Diabetic Retinopathy Study):

Gambar II.5 Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan


Background Diabetic retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA
pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > ¼ daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada
retinopati proliferative resiko tinggi.

Airlie House Convention membagi DR menjadi 3:


1. Stadium nonproliferatif
2. Stadium preproliferatif
3. Stadium proliferatif

Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:


 Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan macula
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena
didaerah nuclear luar

 Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (circinair/ rosette) yang secara histologist terletak
didaerah lapisan plexiform luar
 Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
retinopati hipertensif atau arteriosklerose.
 Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan
sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat
pada semua lapisan retina, dapat juga preretina.
 Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.

Klasifikasi menurut FKUI


 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli
 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli
 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
 Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.

GEJALA KLINIS

Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:


 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:


 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superficial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end
artery, dilapisan tengah dan compact.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gamabarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganngu tajam pengelihatan.

PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam
penglihatan serta pandangan yang kabur.

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut
Diabetic Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
 Nonproliferative retinopathy
Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.
Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran
basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit. Kapiler
berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang disebut
mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak jelas
(Eva, Whitcher, 2007).
o Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan
ditemukannya minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate
nonproliferative retinopathy terdapat mikroaneurisma
ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/ atau
cotton wool spots (Eva, Whitcher, 2007). Kriteria lain juga
menyebutkan pada Mild nonproliferative retinopathy: kelainan
yang ditemukan hanya adanya mikroaneurisma dan moderate
nonproliferative retinopathy dikategorikan sebagai kategori
antara mild dan severe retinopathy DM (Ehlers, Shah, 2008).
o Severe nonproliferative retinopathy ditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, and
intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran (Eva, Whitcher, 2007). Kriteria lain menyebutkan
proliferative diabetic retinopathy dikategorikan jika terdapat 1
atau lebih: neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau
di tempat lain), atau perdarahan retina/ vitreus (Ehlers, Shah,
2008).
 Proliferative Retinopathy
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetic retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum
protein yang banyak. Early proliferative diabetic retinopathy memiliki
karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus
(new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina.
Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang
meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh darah
tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah
baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila
dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko
berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika
terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetic retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten
dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular
yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan
progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina
maka telah terjadi rhegmatogenous retinal detachment.
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi
kompllikasi: iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular
glaucoma. Proliferative diabetic retinopathy berkembang pada 50%
penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit
sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe II,
tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak
pasien dengan proliferative diabetic retinopathy memiliki tipe II dari tipe I
diabetes (Eva, Whitcher, 2007).

Gambar II.6 Moderate nonproliferative diabetic retinopathy dengan


mikroaneurisma dan cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008)
Gambar II.7 Proliferative Diabetic Retinopathy dengan neovaskularisasi
dan scattered microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar II.8 Proliferative Diabetic Retinopathy dengan


neovaskularisasi pada diskus optikus (Ehlers, Shah, 2008)

 Diabetic maculopathy dan Diabetic macular edema (DME)


Diabetic maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau
difus yang diakibatkan oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada
endotel kapiler retina yang memicu terjadinya kebocoran plasma ke
sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering ditemukan pada DM tipe II dan
memmerlukan terapi. Diabetic maculopathy dapat diakibatkan iskemia
yang ditandai dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan
eksudasi. FFA menunjukkan hilangnya kapiler retina dan bertambah
luasnya daerah avaskular pada fovea (Eva, Whitcher, 2007).
Dapat terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy DM (Ehlers, Shah, 2008).
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant
macular edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa
kriteria berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari
fovea centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila
berhubungan dengan penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari
penebalan itu mencakup area disc pada fovea centralis (Ehlers, Shah,
2008).

Gambar II.9 Nonproliferative Diabetic Retinopathy dengan edema


macula signifikan (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar II.10 Gambaran edema makula (Ehlers, Shah, 2008)


DIFERENSIAL DIAGNOSIS

 Branch Retinal Vein Occlusion


 Central Retinal Vein Occlusion
 Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah artikan
sebagai hard exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik tersebut tidak
membentuk sebagai rosette.
 Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema retinal
bilateral, terdapat eksudat keras dan flame shapped haemorrages dan dapat
bersamaan dengan adanya BDR (background diabetic retinopathy). Namun hard
exudates membentuk macular star dan tidak membentuk cincin.
 Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan
haemorrhages, namun biasanya unilateral dan perubahan lebih terlokalisir.
 Ocular Ischemic Syndrome (Bhavsar, 2009, Kanski, 2007)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien
dengan diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan
mempertahankan level HbA1c pada range 6-7% merupakan sasaran pada
manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar normal
dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara
signifikan.

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopathy DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint
yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari
mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai
pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas
luar retina yang tidak mendapat perfusi.

Gambar II.11 Gambaran FFA pada Retinopathy DM


(www.kenteyesurgery.co.uk/a-z-of-eyes-view.php?/diabetic-
retinopathy)

Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang
menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari
retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau
tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes
ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular
diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.
Gambar II.12 Optical Coherence Tomography Menunjukaan Abnormalitas
Ketebalan Retina (revophth.com)

PENATALAKSANAAN

Perawatan Medis
 Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien
dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan
progresi retinopathy DM. Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk
pasien dengan DM tidak tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk
mengasumsikan bahwa prinsip yang sama bisa diterapkan. Faktanya, ADA
menyarankan bahwa semua diabetes (NIDDM dan IDDM) harus
mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7% untuk
mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari
DM termasuk retinopathy DM.
 The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS)
menemukan bahwa 650 mg aspirin setiap harinya tidak memberikan
keuntungan dalam pencegahan progresi retinopati diabetik. Sebagai
tambahan, aspirin tidak diobservasi dalam mempengaruhi insidensi
perdarahan vitreus pada pada pasien yang memerlukannya untuk penyakit
kardiovaskular atau kondisi yang lain.

Terapi Bedah
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetic retinopathy
(NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati
edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
 Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik,
pembuluh darah yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi
laser fokal.
 Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser
diterapkan.
 Terapi lainnya yang potensial untuk diabetic macular edema (DME)
meliputi intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) dan bevacizumab
(Avastin). Kedua medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi
macular edema.
Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa
edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik
lainnya. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko
penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya
hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy
DM masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau
memulihkan penglihatan yang baik.

Gambar II.13 Laser Fotokoagulasi (emedicine.medscape.com)

Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.

Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.
Medikamentosa
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati
diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus.
Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik.
Uji klinis dari Diabetic Retinopathy Clinical Research Network
(DRCR.net) menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema
makular setelah triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang
dicapai dengan terapi laser fokal. Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal
bisa memiliki beberapa efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan
tekanan intraocular dan katarak.
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis
meliputi bevacizumab intravitreal (Avastin) dan ranibizumab (Lucentis). Obat-
obatan ini merupakan fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa
membantu mengurangi edema makular diabetic dan juga neovaskularisasi diskus
atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal
sedang diinvestigasi dalam uji klinis.

PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS

 Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang


memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 1 tahun.
 Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat
progresif.
 Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula
yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi clinically significant
macular edema (CSME).
 Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi.
Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat
berkurang 50%.
 Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari
pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah
75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu
pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4
bulan.
 Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi.
Teknik yang dilakukan adalah scatter photocoagulation
 Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula
menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode
fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari
edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi
2 tahap.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:


 Faktor prognostik yang menguntungkan
o Eksudat yang sirkuler.
o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.
o Perfusi sekitar fovea yang baik.
 Faktor prognostik yang tidak menguntungkan
o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.
o Deposisi lipid pada fovea.
o Iskemia macular.
o Edema macular kistoid.
o Visus preoperatif kurang dari 20/200.
o Hipertensi.
BAB III
KESIMPULAN

Retinopathy DM adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler-kapiler dan vena. WHO melaporkan, 4,8 persen penduduk di
seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan penyebab
kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak,
glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular degeneration)
(WHO, 2004). Pemeriksaan oftalmologi retinopathy DM secara khas terbagi
dalam Diabetic Retinopathy Severity Scale meliputi : Non proliferative,
prolifertative dan maculopathy DM dengan masing-masing temuan klinis yang
khas pada tiap tingkat perkembangan penyakitnya. Fundus Fluorescein
Angiography merupakan pemeriksaan penting dalam menunjang retinopathy DM.
Terapi retinopathy DM mencakup perawatan medis untuk kontrol gula darah dan
terapi oftalmologi yang mencakup terapi bedah dan medikamentosa. Prognosis
ditentukan oleh faktor-faktor yang menguntungkan dan merugikan dalam
perjalanan penyakit ini serta tindakan yang dilakukan dalam intervensinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Background Retinopathy Diabetic.


Downloaded from: www.e-medicine.com. 2009.
2. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Proliferative Retinopathy Diabetic. e-
medicine. 2009.
3. Crick RP., Khaw PT. A Text Book of Clinical Ophtalmology.3rd edition.
Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 2003.
4. Ehlers JP., Shah CP. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency Room
Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.2008.
5. Eva PR., Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.17th
Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.2008.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Retinopati diabetik adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita


diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang. Retinopati
akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan
eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membrane
basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.

2.2 Epidemiologi

Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi
masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara
dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat duakali lipat
pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes, mengakibatkan
meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti retinopati.(2)

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan


pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25
kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non diabetes. Resiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada
waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan
pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan
sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita
retinopati diabetik non proliferatif. Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik
meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara,
3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan
total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami
kebutaan sebagian atau total setiap tahun.

2.3 Anatomi

Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan.Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan
tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah
sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-
pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah
koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah
luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel
kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.

Gambar 2.1 : Anatomi Mata.

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir
di tepi ora serata. (4)
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-
tama vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur
mangkuk berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya,
dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan
membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan
proencephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus
retinohipotalamikus.(,6,7)

Gambar 2.2 : Lapisan Retina


Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dan sel
epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang
berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf
memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat
cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan
perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna,
cahaya dengan intensitas inggi dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak
pembuluh darah yang menyuplai nutrient dan oksigen pada sel retina.6,7 Lapisan-
lapisan retina dari luar ke dalam :7
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk
ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan
batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat
sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan
sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh
darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.

Gambar 2.3 Foto Fundus: Retina Normal.


Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di
luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga
sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar
sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid.
Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang
pada permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri
terminalis tanpa anastomose. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung
pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang
secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada
difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai
mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.6,7
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainan-
kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya
saraf sensoris pada retina. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan
pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan
lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram (ERG),
elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked respons (VER). Salah satu
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina adalah
pemeriksaan funduskopi.

2.4 Faktor Resiko


Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:1.3.10
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang
didiagnosa dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic
setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencpai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan
dan perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun
tipe 2 dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15
tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya
retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk,
kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan
perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah
beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik
proliferatif pada DM tipe I dan II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya
terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan
dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih
baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan
hiperlipidemia.

2.5 Klasifikasi
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi: 6
1. Retinopati diabetik non proliferatif
Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes,
keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah.
Pada retinopati nonproliferatif ringan ditandai dengan timbul sedikitnya satu
tonjolan kecil pada pembuluh darah (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga
membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Pada Retinopati nonproliferatif
sedang terdapat mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran manik-
manik pada vena dan bercak-bercak cotton wool berwarna abu-abu atau putih
akibat menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan. Pada Retinopati
nonproliferatif berat ditandai oleh bercak-bercak cotton wool, gambaran manic-
manik pada vena dan kelainan mikrovaskular intraretina (IRMA). Stadium ini
terdiagnosis dengan ditemukannya perdarahan intraretina di empat kuadran,
gambaran manic-manik vena di dua kuadran, atau kelainan mikrovaskular
intraretina berat di satu kuadran.6

2. Makulopati
Makulopati diabetic bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina
stempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina
pada tingkat Endotel kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran
cairan dan konstituen plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering
dijumpai pada pasien DM tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah
kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai dengan penebalan retina
sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea. Makulopati juga bias terjadi karena
iskemia, yang ditandai oleh edema macula, perdarahan dalam dan sedikit
eksudasi.6
3. Retinopati diabetik proliferatif.
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif
yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama
dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah
yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah
pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi
penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina
sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif
dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata
sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.6
Gambar 2.4 Retinopati diabetik non proliferative dan retinopati diabetik
proliferative

2.6 Patogenesis
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko
utama.Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan
biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh
darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi
platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas
lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan
viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf.Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea.Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh
pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam
keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel
endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana
pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai
10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di
tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi
pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi
dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya
perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada
semua komponen darah.1,6
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.(1,2)
 Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan
termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak
dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel
dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.(1,2)

 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA)
yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.(1,2)
 Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas
vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel
vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu
regulator PKC, dari glukosa.
Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi
mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina.Hilangnya perfusi
(nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen
darah.Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau
plasma melalui endotel yang rusak.Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool
spot.Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan
dengan oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA).Selain itu, dapat ditemukan dot
hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain
terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan
terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan
mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi
thrombus.Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular Hal ini adalah
rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina
yang menimbulkan edema macula.Edema ini dapat bersifat difus ataupun
local.Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning
kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling
sering berpusat di bagian temporal makula.10
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api
karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.
Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di
lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi
vertical.Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat
kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat
kebocoran cairan plasma.10,11

Gambar 2.5 Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati


Diabetik
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.Faktor-
faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina
dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi
pada diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).(10)
Gambar 2.6 Lokasi NVD dan NVE

Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel
endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan
mudah mengalami perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke
vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan.
Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata
dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada
lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan
fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis
yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis
yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio
retina.(3,10,11)

2.7 Gejala Klinik


Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages
vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala
klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif
dan gejala obyektif.1,2,11
-
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
-
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam
dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma
berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari
fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
Gambar 2.7 Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic
retinopathy

Gambar 2.8 Fluorescin Angiography menunjukkan titik hiperlusen yang


menunjukkan mikroaneurisma non-trombosis.

2. Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya


ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.

Gambar 2.9 Dilatasi Vena

3. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus


yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.

Gambar 2.10Hard Exudate

Gambar 2.11 FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.

 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat
difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.
Gambar 2.12 Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan Fluorescin angiography.

 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.
 Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam,
berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
Gambar : NVD severe dan NVE severe

Gambar 2.14 Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus

Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7


NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini. Angiografi
Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan.
FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan
kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

2.9 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe
II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien
ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita
sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan
secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan
selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya.
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata
mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu
lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina


Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang Setiap tahun
sedikit
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 9 bulan
ringan
Retinopati Diabetik non proliferative Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferative Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferative Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap
1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang
sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan
mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi
retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko
perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II
dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1%
akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%.
Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun
kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati
diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati
diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik,
kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko
kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS
menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi
dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 1,3,9
3. Fotokoagulasi1,2,
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik
yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas
menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila
dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan
neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi
fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,
a. scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko
tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah
neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada
permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari
1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk
menyusutkan neovaskular.
Gambar 2.15 Tahap-tahap Panretina photocoagulation
b. focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm
dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi
atau menghilangkan edema macula.
c. grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang
difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation.
Gambar 2.16 Panretinal fotokoagulasi pada PDR

Gambar 2.17 Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema

4. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki
pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan
anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi
sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena
peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via
intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1
mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi
untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,10
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang
mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi
pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8

Gambar 2.18 Vitrektomi

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada


pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus)
dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan
kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas
menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen
konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.9

2.10 Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik
iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik
mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga
timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat
pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien
retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya
rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan
timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama
setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan
anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini
adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan
glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu
respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai
struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior,
middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif,
pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi
direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan
sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah
jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek
menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu
untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
2.11 Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan
tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment
retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang
berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi
walaupun diberi terapi optimum.1,9,10,1

RETINOPATI REFERAT
DIABETIK
DISUSUN OLEH:

A.A. GEDE INDRAYANA PUTRA

030.11.001

PEMBIMBING:

Dr. Purwanto, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSAL DR MINTOHARDJO

PERIODE 24 MEI 2015 – 31 JULI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... lvii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... lviii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................4
2.1 DEFINISI .......................................................................................................4
2.2 EPIDEMIOLOGI ...........................................................................................4
2.3 ETIOPATOGENESIS ....................................................................................5
2.4 PATOFISIOLOGI ..........................................................................................7
2.5 KLASIFIKASI .............................................................................................10
2.6 GEJALA KLINIS .........................................................................................12
2.7 PEMERIKSAAN KLINIS ...........................................................................13
2.8 DIAGNOSIS BANDING .............................................................................16
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................16
2.10 PENATALAKSANAAN ...........................................................................17
2.11 PROGNOSIS ..............................................................................................21
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes melitus atau biasa dikenal sebagai penyakit kencing manis


adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam
darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun
relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti
jumlahnya cukup atau memang sedikit tinggi atau daya kerjanya berkurang.1
Menurut laporan Riskesdas tahun 2007, DM menyumbang 4,2% kematian pada
kelompok umur 15-44 tahun di daerah perkotaan dan merupakan penyebab
kematian tertinggi ke-6. Selain pada kelompok tersebut, DM juga merupakan
penyebab kematian tertinggi ke-2 pada kelompok umur 45-54 tahun di perkotaan
(14,7%) dan tertinggi ke-6 di daerah perdesaan (5,8%).2
Penyakit diabetes dapat menyebabkan komplikasi pada indera penglihatan
yaitu mata meliputi abnormalitas kornea, glaukoma, neovaskularisasi iris, katarak,
neuropati, dan retinopati. Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan
komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati, dan neuropati perifer.3
Diabetik retinopati (DR) merupakan penyulit penyakit diabetes mellitus yang
paling ditakuti. Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosis yang kurang
baik bagi penglihatan. Meskipun hal ini dapat dihindari dengan mengontrol kadar
gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Efek
perubahan persarafan di retina dan kerusakan aksi insulin di retina merupakan
patogenesis awal retinopati dan mekanisme kebutaan.4
Diabetik retinopati merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki
risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Risiko
mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya
diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 2 ditegakkan, sekitar 25% sudah
menderita retinopati diabetik nonproliferatif. Setelah 20 tahun, prevalensi
meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat.13

1
Asosiasi diabetes amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali
(mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan
segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 2) dengan alasan sebagai
berikut:
 Seseorang yang mengidap retinopati DM tidak sadar, karena penyakit ini
tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin
parah.
 Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan
komplikasi retinopati DM berkembang.
 Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat
mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau
penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya, mereka tidak
mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan
penglihatan yang signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan
penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes.6

2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Diabetik retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang


ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler, dan vena.5 Keadaan ini merupakan komplikasi
dari penyakit diabetes melitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana
secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata.

Gambar 2.1 Retina normal dibandingkan retinopati diabetik

2.2 EPIDEMIOLOGI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 melaporkan, 3 persen


penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati DM. Dalam urutan
penyebab kebutaan secara global, retinopati DM menempati urutan ke-4 setelah
katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.7
Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan
meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia
diramalkan diabetes akan menjadi ”epidemi”, disebabkan pola makan masyarakat
Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya berolahraga.

4
Akibatnya, kebutaan akibat retinopati DM juga diperkirakan meningkat secara
dramatis.7
Data Poliklinik Mata RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak
dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopati DM merupakan kasus terbanyak
yang dilayani di klinik vitreo-retina. Dari seluruh kunjungan pasien Poliklinik
Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik meningkat dari
2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006.8

2.3 ETIOPATOGENESIS

Penyebab pasti DR belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya


terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis
dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan biokimia telah
dihubugkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
 Perubahan anatomis
o Capilaropathy
 Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit.
 Proliferasi sel endotel.
 Penebalan membrana basalis.
o Sumbatan mikrovaskuler
 Arteriovenous shunts
Intraretinal microvaskular abnormalities (IRMA).
 Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan diskus optikus (pada
proliferative DR) atau pada iris (rubeosis iridis).
 Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas
darah.
o Abnormalitas lipid serum

5
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
 Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
di dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.13
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel. 13
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas
PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesi
de novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari
glukosa. 13
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat
mempengaruhi prognosis dari retinopati diabetik seperti;
 Arteriosklerosis dan hipertensi
 Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak
 Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga
mempercapat perjalanan penyakit
 Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.5,8,12,13

6
2.4 PATOFISIOLOGI

Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
 Pars optika retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
 Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optika dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel
ganglion.
 Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
 Stratum coni at bacilli
 Membrana limitans externa
 Stratum granularis externa
 Stratum plexiformis externa
 Stratum granularis interna
 Stratum plexiformis interna
 Stratum ganglionaris
 Stratum N.optikus
 Membrana limitans interna.1
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk DR terletak pada kapiler retina tersebut.5

7
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya.
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1.5
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrana basalis berfungsi sebagai
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.5
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrana basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.5
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler:10,13
 Pembentukan mikroaneurisma
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Penyumbatan pembuluh darah
 Proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
 Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina,
sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler itu
sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut:
 Edema makula atau nonperfusi kapiler.
 Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablatio retina (retinal detachment).

8
 Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus.
 Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini
terjadi dalam waktu yang lama tanpa keluhan mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-
mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).10,13
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan jika terdapat
pada daerah makula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan
lama dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan
pada makula (cystoid macular edema) maka kebutaan yang terjadi adalah
ireversibel.10,13
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar makula.10,13
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan penyumbatan yang dimulai di kapiler, ke arteriol, dan pembuluh
darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat timbul hipoksia diikuti dengan
adanya iskemi kecil, dan timbulnya pembuluh darah kolateral. Hipoksia
mempercepat timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang
baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch
yang merupakan bercak nekrosis.10,13
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan

9
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.10,13
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.10,13
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaukoma
hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaukoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.10,13

2.5 KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut Early


Treatment Diabetik Retinopati Study):

10
Gambar 2.2 Stadium Retinopati Diabetik

3. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan


Background Diabetik retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA.
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA
pada 1 quadran.
d. Sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.
4. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.

11
b. Berat (risiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE.
ii. Ditemukan NVD.
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > ¼ daerah diskus.
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus
atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada
retinopati proliferatif risiko tinggi.11,13

Klasifikasi menurut FKUI


 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli.
 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli.
 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
 Jika gambaran fundus di kedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.10

2.6 GEJALA KLINIS

Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa:


 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip.1

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:

12
 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah.
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di fovea centralis.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superfisial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada
end artery, dilapisan tengah.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang irreguler dan berkelok-kelok.
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gambarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irreguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.5,12

2.7 PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis
Pada tahap awal retinopati DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan
ketajaman penglihatan serta pandangan yang kabur.10

13
Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopati DM dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopati
 Nonproliferative retinopati
Retinopati DM merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.
Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran
basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit.
o Mild nonproliferative retinopati ditandai dengan ditemukannya
minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative
retinopati terdapat mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra
retina, venous beading, dan/ atau cotton wool spots (Eva,
Whitcher, 2007).
o Severe nonproliferative retinopati ditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, dan
intraretinal microvaskular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran (Eva, Whitcher, 2007).
 Proliferative Retinopati
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetik retinopati. Iskemia retina yang progresif menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum
protein yang banyak. Early proliferative diabetik retinopati memiliki
karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus
atau pada tempat lain di retina. Kategori high-risk ditandai dengan
pembuluh darah baru pada papila yang meluas melebihi satu per tiga dari
diameter papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan perdarahan
vitreus atau pembuluh darah baru manapun di retina yang meluas melebihi
setengah diameter papila dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.

14
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Perkembangan
selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris
neovaskularization (rubeosis iridis) dan neovaskular glaukoma.
Proliferative diabetik retinopati berkembang pada 50% penderita diabetes
tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit sistemik. Hal ini
kurang lazim pada penderita diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih
banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak pasien dengan
proliferative diabetik retinopati memiliki tipe II dari tipe I diabetes (Eva,
Whitcher, 2007).

Gambar 2.3 Moderate nonproliferative diabetik retinopati dengan


mikroaneurisma dan cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 2.4 Proliferative Diabetik Retinopati dengan neovaskularisasi dan


scattered microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

15
Gambar 2.5 Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi
pada diskus optikus (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 2.6 Nonproliferative Diabetik Retinopathy dengan edema


makula signifikan (Ehlers, Shah, 2008)

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vaskular retina lainnya:


 Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda
pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general
dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina
dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema
papilla.5,10

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

16
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada monitor jangka panjang perawatan pasien dengan
diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level
HbA1c pada kisaran 6-7% merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes
dan retinopati diabetik. Jika kadar normal dipertahankan, maka progresi dari
retinopati diabetik bisa berkurang secara signifikan.12

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopati DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint
yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari
mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami
oklusi.9,10

2.10 PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan yang utama adalah pengendalian glukosa secara


intensif pada pasien dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan
insidensi dan progresi retinopati DM. Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua
diabetes (NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin
terglikosilasi kurang dari 7% untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan
komplikasi jangka panjang dari DM termasuk retinopati DM.12

Terapi Bedah Fotokoagulasi


Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang

17
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Fotokoagulasi laser dilakukan untuk mengurangi
risiko penurunan penglihatan yang disebabkan oleh retinopati diabetik, dan
bertujuan untuk membatasi kebocoran vaskular pada daerah retina yang
mengalami kerusakan, dapat dilakukan pada edema makula dan daerah yang
mengalami kebocoran yang difus. Pasien dengan NPDR tanpa edema makula
bukan indikasi terapi fotokoagulasi laser. Hal terpenting pada pasien – pasien ini
adalah disiplin dalam memonitor kadar gula darah secara teratur tiap 4 – 6 bulan
sekali.13,15
Terdapat beberapa teknik fotokoagulasi laser, yaitu :
 Panretinal photocoagulation (PRP)/Scatter
Pada retinopati diabetik, fotokoagulasi yang digunakan adalah PRP
(Panretinal Photocoagulation), yang dilakukan dalam pola menyebar (
scatter) pada retina, yang berguna untuk regresi neovaskularisasi, tetapi
intensitas dan besarnya bakaran pada PRP bervariasi tergantung dari
setiap kasus dan protokol yang ditetapkan.15
 Focal dan Grid Laser Photocoagulation
Penatalaksanaan edema makula pada retinopati diabetik dapat
menggunakan dua metoda yang berbeda dengan PRP, yaitu
 Focal laser photocoagulation
Diarahkan langsung pada pembuluh darah yang abnormal dengan
tujuan mengurangi kebocoran cairan yang kronis.15
 Grid laser Photocoagulation
Digunakan pada kebocoran difus, dan dilakukan dengan pola grid pada
area yang edema.15
Untuk proliferative retinopati DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami

18
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal
utama.5,12

19
Tabel. 2.1 Rekomendasi Terapi Retinopati Diabetik Berdasarkan Beratnya
Retinopati14

Berat Edema makula Follow Panretinal Fluoresein Focal dan/


Retinopati yang bermakna up photocoagulation angiography atau grid
klinis (bulan) lase laser
Normal Tidak ada 12 Tidak
atau Tidak dikerjakan
Tidak dikerjakan
NPDR dikerjakan
minimum
NPDR Tidak ada 6-12 Tidak Tidak
ringan dikerjakan dikerjakan
hingga Tidak dikerjakan
Ada Biasanya Biasanya
sedang

NPDR Tidak ada 2-4 Jarang Tidak


berat Terkadang dikerjakan
Ada Biasanya Biasanya
PDR risiko Tidak ada 2-4 Jarang Tidak
rendah Terkadang dikerjakan
Ada Biasanya Biasanya
PDR risiko Tidak ada 2-4 Jarang Tidak
tinggi Biasanya dikerjakan
Ada Biasanya Biasanya
PDR Tidak ada 6-12 Tidak Biasanya
inaktif Tidak dikerjakan dikerjakan
Ada 2-4 Biasanya

Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang

20
mengalami proliferasi fibrovaskular serta pada pasien dengan ablasio retina, RDP
berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.13

Kontrol Hipertensi
Untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap retinopati diabetik, UK
Prospective Diabetes Study (UKPDS) menganalisis pasien diabetes tipe 2 yang
dilakukan kontrol tekanan darah secara ketat dibanding dengan kontrol tekanan
darah sedang melalui pengamatan selama 8 tahun. Kelompok pasien dengan
kontrol tekanan darah secara ketat mengalami penurunan risiko progresifitas
retinopati sebanyak 34%.13

Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.12

Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopati DM.12

2.11 PROGNOSIS
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan
atau menunda retinopati. Detachment retinal tractional dan edema makula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga,
retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.10,12

21
BAB III
KESIMPULAN

Retinopati DM adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler, dan vena. WHO melaporkan, 3 persen penduduk di seluruh dunia
menjadi buta akibat retinopati DM. Dalam urutan penyebab kebutaan secara
global, retinopati DM menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan
degenerasi makula (WHO, 2010). Retinopati DM secara khas terbagi menurut
diabetik retinopati severity scale meliputi : Non proliferative, proliferative dan
maculopathy DM dengan masing-masing temuan klinis yang khas pada tiap
tingkat perkembangan penyakitnya. Terapi retinopati DM mencakup perawatan
medis untuk kontrol gula darah dan terapi oftalmologi yang mencakup terapi
bedah. Prognosis ditentukan oleh kontrol optimum gula darah dan edema makula
yang timbul selama perjalanan penyakit ini serta tindakan yang dilakukan dalam
intervensinya.

22
DAFTAR PUSTAKA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS DAN
REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN Januari
2015
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ODS PROLIFERATIF DIABETIK RETINOPATI

OLEH :
Eva Satya Nugraha
C111 09 824

PEMBIMBING :
dr. Junely Vimala Jaury

KONSULEN :
dr. Hamzah, Sp.M (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

23
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Eva Satya Nugraha

NIM : C111 09 824

Referat : ODS PROLIFERATIF DIABETIK


RETINOPATI

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2015

SUPERVISOR
PEMBIMBING

dr. Hamzah, Sp.M (K) dr. Junely Vimala


Jaury

24
LAPORAN KASUS
OD PROLIFERATIF DIABETIK RETINOPATI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AB
Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Alamat : Jl. Mamuju Raya C/150 BSP
Pekerjaan : Wiraswasta
No.Reg : 021720
Tempat pemeriksaan : RSUH
Tanggal pemeriksaan : 22 Desember 2014

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

A. Keluhan utama : Penglihatan kabur pada kedua mata


B. Anamnesis terpimpin :

Dialami sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu dan memberat 6


bulan terakhir, semakin lama semakin kabur dimulai pada mata kiri
kemudian mata kanan secara perlahan-lahan. Mata merah (-), kotoran mata
berlebih (-), air mata berlebih (-), rasa berpasir (-), rasa mengganjal (+),
nyeri (-), silau (+), gatal (-), sakit kepala (+). Riwayat DM (+) sejak tahun
2005 dan berobat teratur. Riwayat HT (+) sejak 5 tahun yang lalu dan
berobat teratur. Riwayat menggunakan kacamata (-). Merokok (-), riwayat
trauma (-), riwayat keluarga dengan DM (-), riwayat keluarga dengan HT
(+), riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-).

25
II. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. Inspeksi

PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Normal Normal
Aparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-
)
Silia Normal Normal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis
(-)
Kornea Jernih Jernih
Bola Mata Normal Normal
Mekanisme Muskular Ke segala arah Ke segala
arah
BMD Kesan normal Kesan
normal
Iris Coklat, Kripte (+) Coklat,
Kripte (+)
Pupil Bulat, sentral Bulat,
sentral
Lensa Jernih Jernih

B. Palpasi

No PEMERIKSAAN OD OS
1 Tensi Okuler Tn Tn
2 Nyeri tekan (-) (-)
3 Massa tumor (-) (-)

26
4 Glandula preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran
(-)

C. Tonometri
NCT ; 13/14

D. Visus
VOD: 20/40  Tidak dapat dikoreksi
VOS: 1/60  Tidak dapat dikoreksi
E. Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan.

F. Color sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.

G. Light sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.

H. Penyinaran oblik
PENYINARAN OBLIK OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis
(-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Kesan normal Kesan
normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat,
kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral,
RC(+)
Lensa Jernih Jernih

I. Diafanoskopi

27
Tidak dilakukan pemeriksaan.

J. Slit lamp
SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), korea jernih, BMD kesan normal, Iris coklat,
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.
SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, Iris coklat,
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

K. Oftalmoskopi
FOD : Refleks fundus (+), Papil N II batas tegas, CDR 0,3, A/V : 2/3, makula:
Reflex Fovea kesan suram, CSME (+), Retina perifer : flame shaped
hemorage (+) di preretina, Blot dot (+) hampir di seluruh kuadran, NVD (+),
NVE (+), Hard exsudate (+) hampir di seluruh kuadran, Pendarahan
subretina (+) di superior.

FOS : Refleks fundus (+), Papil N II sulit dinilai, CDR sulit dinilai, A/V sulit
dinilai, makula sulit dinilai, retina perifer: tampak jaringan fibrosis (+) di
superior
et
inferior.

28
Gambar 1. Foto Fundus Oculi Pasien

L. Gonioskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan.

M. Pemeriksaan laboratorium
GDS: 184 mg/dL

IV. RESUME
Pasien laki-laki, 49 tahun, datang ke poli RSUH dengan keluhan kabur
pada kedua penglihatan. Dialami sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu dan
memberat 6 bulan terakhir, semakin lama semakin kabur dimulai pada mata kiri
kemudian mata kanan secara perlahan-lahan. Mata merah (-), kotoran mata
berlebih (-), air mata berlebih (-), rasa berpasir (-), rasa mengganjal (+), nyeri (-),
silau (+), gatal (-), sakit kepala (+). Riwayat DM (+) sejak tahun 2005 yang lalu
dan berobat teratur. Riwatay HT (+) sejak 5 tahun yang lalu dan berobat teratur.
Riwayat menggunakan kacamata (-). Merokok (-), Riwayat trauma (-), Riwayat
keluarga dengan DM (-), riwayat keluarga dengan HT (+). Riwayat keluarga
dengan keluhan yang sama (-).

Pada pemeriksaan fisis, dari inspeksi dan palpasi didapatkan kedua mata dalam
batas normal. VOD: 20/40  tidak dapat dikoreksi, VOS: 1/60  tidak dapat
dikoreksi. Pada pemeriksaan Slit lamp didapatkan kedua mata tampak normal.
Pada pemeriksaan opthalmoskopi didapatkan FOD : Refleks fundus (+),
Papil N II batas tegas, CDR 0,3, A/V : 2/3, makula: Reflex Fovea kesan suram,
CSME (+), Retina perifer : flame shaped hemorage (+) di preretina, Blot dot (+)
hampir di seluruh kuadran, NVD (+), NVE (+), Hard exsudate (+) hampir di
seluruh kuadran, Pendarahan subretina (+) di superior. FOS: Refleks fundus (+),
Papil N II sulit dinilai, CDR sulit dinilai, A/V sulit dinilai, makula sulit dinilai,
retina perifer: tampak jaringan fibrosis (+) di superior et inferior.

29
V. DIAGNOSIS
ODS Proliferatif Diabetik Retinopati

VI. DIAGNOSIS BANDING


 Retinopati Hipertensi Stadium III

VII. TERAPI
- Regulasi gula darah
- ODS Laser Photocoagulation
- OS. Rencana Virectomi

VIII. KOMPLIKASI

 Tractional retinal detachment atau severe visual loss/ ablasio retina


 Rubeosis iridis

IX.DISKUSI

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan


penglihatan yang dialami sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu, semakin lama
semakin kabur. Selain itu didapatkan gejala nyeri kepala, ada rasa mengganjal dan
silau pada mata. Riwayat DM sejak tahun 2005 dan pasien berobat teratur, dan
ada riwayat tekanan darah tinggi. Hal ini bisa mengarahkan bahwa kemungkinan
telah terjadi kelainan di retina karena perlangsungan riwayat DM dan hipertensi
yang lama.
Dari hasil pemeriksaan fisis, inspeksi ODS dalam batas normal,
penyinaran oblik ODS dalam batas normal, palpasi ODS dalam batas normal,
non-contact tonometri (NCT) ODS dalam batas normal, namun pada pemeriksaan
visus didapatkan penurunan visus VOD: 20/40 dan VOS: 1/60 yang tidak dapat di
koreksi dengan pinhole. Pada slit lamp ODS dalam batas normal.
Dari hasil funduskopi, pada mata kanan didapatkan pada retina perifer
terdapat flame shaped hemorage, blot dot hemorage dan Neovascularization of

30
the disc (NVD dan pada mata kiri didapatkan pada retina perifer terdapat jaringan
fibrosis pada retina. Terjadinya flame shaped hemorage, blot dot hemorage
karena perlangsungan hiperglikemik yang lama pada pasien ini.Hilangnya sel
perisit pada retina akibat hiperglikemik menyebabkan antara lain terganggunya
fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya tekanan
intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan
terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal
dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan pecah dan terjadi
kebocoran eritrosit (perdarahan) atau menjadi thrombus (iskemik). Pada pasien ini
terjadinya retinopati diabetik proliferative pada mata kiri dan kanan karena sudah
terdapat Neovascularization of the disc (NVD).
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.
Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area
preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi
dapat terjadi pada diskus (NVD) atau neovaskularisasi yang terjadi di tempat lain
(NVE).
Dari hasil laboratorium gula darah masih tinggi yaitu 184mg/dl
menunjukkan gula darahnya belum terkontrol dengan baik, tetapi pasien sudah di
konsul ke bagian interna untuk mendapatkan terapi Diabetes Melitus yang sesuai
(regulasi darah).
Terapi laser diberikan untuk menurunkan resiko penurunan visus lebih
lanjut serta dapat membantu meningkatkan fungsi penglihatan dengan cara
menimbulkan regresi dan menghilangkan neovaskularisasi.
Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu scatter (panretinal)
photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan penurunan visus yang
cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular
dan mencegah neovaskularisasi secara progresif. focal photocoagulation,
ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular hard exudates dan grid
photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus.

31
Komplikasi pada pasien ini bisa terjadi kebutaan karena apabila terjadi
perdarahan di vitreus maka akan terbentuk jaringan fibrosis dan sikatris yang
akhirnya akan menarik retina sampai terlepas sehingga terjadinya ablasio retina.
Prognosis penglihatan tergantung dari tipe dan beratnya retinopati. Pada
retinopati diabetik proliferative sering prognosisnya buruk. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan oftalmologi dan laboratorium dapat ditegakkan
diagnosa pada pasien ini yaitu retinopati diabetik proliferatif pada mata kanan dan
kiri karena sudah terdapat Neovascularization of the disc (NVD).

RETINOPATI DIABETIK
I. Pendahuluan
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebuataan dibanding non-diabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan
perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan
pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan
retinopati. Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini
yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati
diabetik.Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes
tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua dekade pertama dari
diabetes. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset
terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik.
Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes
Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment Diabetic
Retinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insiden maupun progresifitas dari
retinopati diabetik.(1,2)

32
II. Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi
masalah terbesar di seluruh dunia.Insiden diabetes telah meningkat secara
dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat
pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes, mengakibatkan
meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti retinopati,
nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar terhadap pasien maupun
masyarakat.(2)
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25
kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non-diabetes. Resiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada
waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan
pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan
sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita
retinopati diabetik non proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik
meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara,
3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan
total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami
kebutaan sebagian atau total setiap tahun.(1,2,3)

III. Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,
pedarahan dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini adalah
penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.(4)

IV. Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga

33
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah: (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan
tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah
sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-
pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah
koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah
luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel
kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.

Gambar 1 : Anatomi Mata. (Dikutip dari kepustakaan 5)

Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
berakhir di tepi ora serata. (4)
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-
tama vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur
mangkuk berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya,

34
dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan
membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan
proencephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus
retinohipotalamikus.(,6,7)

Gambar 2 : Lapisan Retina (Dikutip dari kepustakaan 7)

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung


reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dan
sel epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang
berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf.Lapisan saraf
memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat
cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan
perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna,
cahaya dengan intensitas tinggi dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak
pembuluh darah yang menyuplai nutrient dan oksigen pada sel retina.6,7

Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :7


1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk
ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan
batang.

35
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat
sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan
sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh
darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.

Gambar 3: Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kearah temporal
dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari arteri. (Dikutip
dari kepustakaan 7)

Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di
luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis menvaskularisasi dua per tiga
sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar
sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid.
Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang

36
pada permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri
terminalis tanpa anastomose. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung
pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang
secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus.Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung
pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai
mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.6,7
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainan-
kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya
saraf sensoris pada retina. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan
pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan
lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram (ERG),
elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked respons (VER). Salah satu
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina adalah
pemeriksaan funduskopi.6,7

V. Faktor Resiko
Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:1.3.10
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang
didiagnosa dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic
setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencpai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan
dan perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun
tipe 2 dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15
tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya
retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk,

37
kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan
perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah
beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik
proliferatif pada DM tipe I dan II.
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya
terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan
dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih
baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan
hiperlipidemia.

VI. Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik


Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode
diagnosis yang paling dipercaya. Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan
oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining. Ada banyak klasifikasi
retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi
didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya
pembentukan pembuluh darah baru di retina.(1)
Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9
Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif
dari retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di
lempeng optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE).
Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi

38
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari
epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan
dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang,
sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam penglihatan.

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group


(ETDRS) membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.
Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif
(RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.
Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1

Gambar 4: Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya preretinal


neovascularisation (Dikutip dari kepustakaan 7)

39
Gambar 5: Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages intraretina (kepala
panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina (panah), cotton-
wool spots menandakan infark serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam).
(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa
dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau
eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda
berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras,
eksudat lunak atau IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa
perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena
pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada
retinopati non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan
minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup
<1/4 dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau
vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina (NVE) tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4
dari faktor resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah
baru dimana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru
pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah baru yang
tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼ daerah diskus, d)
perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada

40
diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang
disertai perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering
ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

VII. Etiologi dan Patogenesis


Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama.
Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia
yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi
platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas
lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan
viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf.Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh
pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam
keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.

41
Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel
endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana
pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai
10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di
tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi
pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi
dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya
perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada
semua komponen darah.1,6
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.(1,2)
 Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan
termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak
dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel
dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.(1,2)
 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan

42
DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.(1,2)
 Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam
kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari
glukosa.(1,2)

Tabel 3. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik(1)


Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel. inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema macula.
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor
DAG pada hiperglikemia. terhadap PKC -
Isoform
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Nitrit Oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Amioguanidin
Synthase meningkatkan VEGF.
Menghambat Menyebabkan hambatan terhadap jalur Belum ada
ekspresi gen metabolisme sel.
Apoptosis sel perisit Penurunan aliran darah ke retina, Belum ada
dan sel endotel meningkatkan hipoksia.

43
kapiler retina
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, Fotokoagulasi
menimbulkan kebocoran , edema panretinal
makula, neovaskular.
PEDF Menghambat neovaskularisasi, Induksi produksi
menurun pada hiperglikemia. PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi, G
H-receptor
blocker,
ocreotide
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG= diacylglycerol;
ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF=
pigment-epithelium-derived factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like growth
factor I.1

Gambar 6 : Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik (Dikutip dari


kepustakaan 10)

Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi


mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi
(nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma
melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool
spot.Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan

44
dengan oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot
hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.10

Gambar 7 : Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik (Dikutip dari
kepustakaan 10)

Gambar 8 :Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA),berlokasi di retina


superficial berdekatan dengan area non perfusi. (Dikutip dari kepustakaan 10)

Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain


terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan
terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal

45
dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau
menjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular Hal ini
adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam
retina yang menimbulkan edema macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun
local. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning
kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling
sering berpusat di bagian temporal makula.10
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala
api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.
Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di
lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical.
Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan
deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan
plasma.10,11

Gambar 9 : Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati Diabetik


(Dikutip dari kepustakaan 10)

Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial


growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.
Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area
preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi
dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).(10)

46
Gambar 10 : Lokasi NVD dan NVE (Dikutip dari kepustakaan 10)

Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel
endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan
mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke
vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan.
Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata
dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada
lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan
fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis
yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis
yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio
retina.(3,10,11)

VIII. Gejala Klinik


Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular
atauhemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta

47
mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua
yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif.1,2,11

-
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan
vitreus
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

-
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
 Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada
lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi
secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil,
awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk
titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma
dipolus posterior.

Gambar 11 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy

48
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 12: FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma non-


trombosis. (Dikutip dari kepustakaan 10)

 Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan


lumennya ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.

Gambar 13: Dilatasi Vena (Dikutip dari kepustakaan 10)

 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.


Gambarannyakhusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan
eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan
hilang dalam beberapa minggu.

49
Gambar 14 :Hard Exudates (Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 15 : FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens. (Dikutip dari kepustakaan


10)

 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi
daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

50
Gambar 16 :Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA(Dikutip dari kepustakaan 10)

 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah


makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan
nucleus dalam.
 Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,
dalam, berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan
retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan
kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal)
maupun perdarahan badan kaca.

51
Gambar 17 : NVD severe dan NVE severe (dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 18 : Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus


(Dikutip dari kepustakaan 10)

Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10


NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)

52
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

IX. Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini.Angiografi
Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan.
FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan
kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

Gambar 19 : Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan angiography


daripada funduskopi.
X. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe
II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali. Pasien- pasien

53
ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan. Pasien wanita
sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan
secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan
selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan


Umur onset Rekomendasi pemeriksaan pertama Follow up rutin minimal
DM/kehamilan kali
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis Setiap tahun
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau sesuai
kebijakan dokter mata

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata


mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu
lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina


Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati
diabetik, Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian
terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati
dan yang sudah menderita RDNP.Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati
dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi
retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko
perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II

54
dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1%
akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%.
Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun
kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati
diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati
diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik,
kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko
kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS
menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi
dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 1,3,9
3. Fotokoagulasi1,2,10,11
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinik
yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas
menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila
dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan
neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi
fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi
dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi
progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada
sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke
daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.

55
Gambar 20 : Tahap-tahap PRP (Dikutip dari kepustakaan 10)

2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi


mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm
dari tengah fovea.Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang
difus.Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation.

56
Gambar 21. Panretinal fotokoagulasi pada PDR (Dikutip dari kepustakaan 10)

4. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah
studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk
degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita
melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam
waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya
memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah
pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi
vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler,
avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana
dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang
khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis
0,05 mL.1,2,8,10
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat

57
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang
mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi
pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8

Gambar 22 : Vitrektomi (Dikutip dari kepustakaan 10)

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada


pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus)
dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan
kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas
menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen
konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.9

XI. Komplikasi1,12,10,11
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata
maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan

58
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris
melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga
menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat
dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini
konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS)
sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat
sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan
rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya
rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah.
Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang
terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini
adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan
glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu
respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.
Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina

59
hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur
yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.
Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi
saat perdarahan vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang massif,
pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi
direk secara jauh akan menampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan
sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah
jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek
menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous. Ultrasonografi Bscan membantu
untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

XII. Diagnosis Banding


Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya,
adalah hipertensive retinopathy.1,2
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Kelainan ini pertama
kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-
shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al
menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi
mortalitas pada pasien hipertensi.(13)
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology(9,,13)

60
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi.
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper wire arteries,
Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papilledema

Gambar 23 :A. Funduskopi mata kiri pasien,25 tahun, dengan renal hipertensi
memperlihatkan white-cotton wool spot, deep focal intraretina periarteriolar transudat
(FIPTs), B. Angiogram mempelihatkan area non-perfusi. (Dikutip dari kepustakaan9 )

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik


Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan
Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit stroke, penyakit
atau fokal, AV nicking, dinding jantung koroner dan
arterioler lebih padat (silver-wire) mortalitas kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau Asosiasi berat dengan
lebih tanda berikut : penyakit stroke, gagal
Perdarahan retina (blot, dot atau jantung, disfungsi renal
flame-shape), microaneurysme, dan mortalitas

61
cotton-wool, hard exudates kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan
dengan edema papil : dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal
dengan kebutaan
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati
hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada
retina.(13)
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan
vaskuler retina dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya
dalam bentuk bercak dan titik serta edema sirsinata, adanya edema retina dan
gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina dan badan kaca. Sehingga
dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan Angiografi fluorescein
akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda dengan
retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada
mikroaneurisma.Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula
menjadi star-shaped, sedangkan pada retinopati diabetik mengalami
edema.Kapiler pada retinopati hipertensif menipis, sedangkan retinopati diabetik
menebal (beading).

XIII. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan
tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, Detachment
retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang
berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi
walaupun diberi terapi optimum.1,9,10,1

62
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,


Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.1857, 1889-1893.
2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ;
2006. p 23-35.
3. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ] Cited on[
August 27, 2011] available from
URL:http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.
4. Frank RN. Medical Progress Diabetic Retinopathy. N Engl J Med. 2004;350:48-
58
5. Antonetti DA, Klein R, Gardner TW. Mechanism of Disease Diabetic
Retinopathy. N Engl J Med 2012;366:1227-39
6. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14. Jakarta
:WidyaMedika; 2000. p. 13-4, 211-17.
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York
:Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.
8. Ming AS, Constable Ij,eds. Oculer Manifestation of Systemic Disease in Color
Atlas of Ophtalmology,3rd ed,p.81-86,91-97.
9. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
10. Knobbe C.A. Diabetic Eye Centre- A Review of Diabetic Retinopathy.
Available from :http//www.texomaeyedoctors.com/diabetic-eye-centre.
11. Pollreisz A, Schmidt U in Journal of Ophtalmology. Review Article Diabetic
Cataract Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Department of
Ophtalmology and Optometry, Medical University Vienna, Available from:
http//www.hindawi.com/journal/joph/2010/608751.
12. Regilio C, et al. retinal Vasculer Disease. In : Skuta GL, et al. Basic and Clinical
Science coyrse section 12 retinal and vitreus 2011-2012. San Fransisco:
Lifelong education for the ophthalmologist: 2011.p.115-130
13. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan: U.S.A.
P. 82.

Retinopati Diabetikum

63
Nama : Jordy
NIM : 112014223

Pembimbing : dr. Indah Puspajaya Sp.M

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Imanuel Way Halim Bandar Lampung
Periode 27 Juli – 29 Agustus 2015
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif tersering


dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat

64
negara yang jumlah penyandang DM terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3
juta pada tahun 2030.1
Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang
merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Risiko menderita
retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin lamanya seseorang
menyandang DM. Faktor risiko lain untuk retinopati DM adalah ketergantungan
insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan hipertensi. Sementara itu,
pubertas dan kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati DM.
Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di
dunia karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas
penderita yang akhirnya menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama
dalam penanganan retinopati DM adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian
besar penderita pada tahap awal tidak mengalami gangguan penglihatan. Dokter
umum di pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting dalam deteksi
dini retinopati DM, penatalaksanaan awal, menentukan kasus rujukan ke dokter
spesialis mata, dan menerimanya kembali. Apabila peranan tersebut dilaksanakan
dengan baik, maka risiko kebutaan akan menurun hingga lebih dari 90%.1

65
TINJAUAN PUSTAKA

Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang.2


Retinopati diabetikum adalah komplikasi DM yang disebabkan oleh perubahan
pada pembuluh darah di dalam mata atau merupakan penyakit jaringan vaskular
retina akibat angiopati pada pembuluh darah retina pada penderita DM. Pembuluh
darah retina yang rusak dapat menyebabkan kebocoran cairan atau darah,
pertumbuhan pembuluh darah abnormal, dan timbulnya jaringan ikat. Pada
awalnya retinopati diabetikum hanya merupakan mikroaneurisma dan perdarahan
intraretina, selanjutnya bertambahnya permeabilitas pembuluh darah retina akan
mengakibatkan penebalan (edema) dari retina. Kelainan-kelainan ini dapat
menganggu kemammpuan retina menyampaikan bayangan ke otak.3

Gambar 1. Gambaran Bola Mata dengan Retinopati Diabetikum

Anatomi dan Fisiologi Retina


Retina merupakan 2/3 dinding bagian dalam bola mata, berupa membran
tipis transparan, berbentuk seperti jala, dan mempunyai metabolisme oksigen
yang sangat tinggi.3 Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang
mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya.2 Retina berbatasan
dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:2,3

66
1. Lapis fotoreseptor: merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar: merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar: merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nukleus dalam: merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan
sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam: merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion: merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf: merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
9. Membran limitan interna: merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.

Gambar 2. Lapisan-lapisan Retina

67
Retina yang tidak mempunyai bagian anterior mengandung reseptor
cahaya (fotoreseptor) yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Reseptor cahaya
melakukan sinaps dengan saraf - saraf bipolar di retina dan kemudian dengan
saraf-saraf ganglion diteruskan ke serabut saraf optikus. Sel kerucut lebih sedikit
dibanding sel batang. Sel kerucut dapat ditemukan di dekat pusat retina dan
diperkirakan menjadi reseptor terhadap cahaya terang dan penglihatan warna. Sel-
sel batang ditemukan banyak pada daerah perifer retina yang merupakan reseptor
terhadap gelap atau penglihatan malam.3 Di tempat aksis mata memotong retina,
terdapat makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis.
Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada
tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea. Refleks
fovea terjadi karena adanya lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2
mm, dan di daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea
sentralis. Struktur makula lutea; tidak ada serat saraf; sel-sel ganglion sangat
banyak di tepi-tepinya, tetapi tidak ada di makula; lebih banyak sel kerucut
daripada sel batang; di fove sentralis hanya terdapat sel kerucut.4
Nasal dari makula lutea, terdapat papila nervus optikus, yaitu tempat di
mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak
mengandung sel batang dan sel kerucut. Bentuk papil bulat, berbatas tegas, dan
tepinya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya terdapat lekukan
yang tampak lebih pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut ekskavasi
fisiologis. Dari sini, keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-
cabang ke temporal, nasal, atas, dan bawah. Pada pemeriksaan funduskopi,
dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Arteri diameternya lebih kecil,
dengan perbandingan A:V = 2:3. Arteri warnanya lebih merah, bentuknya lebih
lurus, dan di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, berwarna lebih
tua, dan bentuknya lebih berkelok-kelok. Arteri retina sentralis memberi nutri
lapisan-lapisan retina sampai dengan lapis membrana limitans eksterna. Di daerah
makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel kerucut tidak terdapat
cabang dari arteri retina sentralis, sehingga mendapat nutrisi dari kapiler koroid.4

68
Gambar 3. Funduskopi Retina Normal

Retina adalah lapisan yang transparan tersusun dari jaringan saraf yang
terletak antara lapisan epitel berpigmen di retina dan humor vitreus. Fungsi
penglihatan normal tergantung pada hubungan antara persarafan, glial, mikroglial,
vaskular, dan epitel berpigmen dari retina. Fungsi dasar retina adalah menangkap
foton, mengubah energi fotokimia menjadi energi listrik, menggabungkan
potensial aksi, dan mengirimnya ke lobus oksipital otak dimana potensial aksi
tersebut akan dibaca dan diterjemahkan menjadi gambar yang dimengerti. Retina
diperdarahi dari sistem sirkulasi oleh sistem perdarahan retina dan barier cairan
retina, serta mendapatkan nutrisi dari sirkulasi retina, koroid ,dan juga korpus
silaris dengan cara difusi melalui humor vitreus.4

Epidemiologi
Kelainan ini terjadi pada 40%-50% penderita DM setelah 5-15 tahun, dan
60% pada penderita DM lebih dari 15 tahun. Retinopati diabetikum dapat muncul
tanpa gejala hingga akhirnya dapat menimbulkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan. Di Amerika Serikat, setiap tahunnya terdapat lebih dari 8000 penderita
DM menjadi buta karena retinopati diabetikum.5 Lama perjalanan penyakit
merupakan faktor berisiko bermakna terhadap perkembangan retinopati. Dua
puluh tahun setelah durasi DM, hampir semua pasien DM tipe I dan lebih dari
60% pasien DM tipe II akan mengalami retinopati diabetikum, bahkan pada saat
DM tipe II terdeteksi, sekitar seperempat penderita telah mengalami retinopati
diabetikum.3 Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia
melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8

69
juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di
antaranya terancam mengalami kebutaan. The DiabCare Asia 2008 Study
melibatkan 1785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di
Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi
retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.1

Faktor Risiko
Faktor risiko retinopati diabetikum antara lain:6

1.
Durasi diabetes merupakan hal yang paling penting. Pada pasien yang
didiagnosa dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati
diabetikum setelah 10 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun sebesar
90%.
2.
Kontrol glukosa darah yang buruk berhubungan dengan perkembangan
dan perburukan dari retinopati diabetikum.
3.
Kehamilan dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetikum, meliputi kontrol diabetes pra-kehamilan yang buruk, kontrol
ketat yang terlalu cepat pada awal kehamilan, dan perkembangan dari
preeklampsia, serta ketidakseimbangan cairan.
4.
Hipertensi yang tidak terkontrol dihubungkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetikum dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif
pada DM tipe I dan II
5.
Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetikum.
Sebaliknya terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat
dihubungkan dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap
fotokoagulasi yang lebih baik.
6.
Faktor risiko yang lain adalah merokok, obesitas, anemia, dan
hiperlipidemia.

Etiopatogenesis
Penyebab kelainan mikrovaskuler pada DM tidak diketahui secara pasti,
tetapi dipercaya bahwa hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama dapat

70
menyebabkan perubahan biokimia dari fisiologi jaringan sehingga terjadi
kerusakan endotel vaskuler.5
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase
yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding
pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa
gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat
akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat
proses osmotik.7
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang
merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh
terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, dan
vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi
diabetika dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.7
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non
enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.
Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1,
sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.7
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2–). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel.7
Perubahan vaskular retina yang spesifik adalah hilangnya sel pericyte dan
penebalan membran basalis hingga lumen kapiler menyempit dan terjadi
gangguan fungsi sawar endotel. Kelainan yang ditemukan pada retinopati
diabetikum bisa berubah:5

71
1. Kebocoran atau peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menimbulkan
edema retina.
2. Eksudat keras (berwarna kuning, timbulnya karena transudasi plasma yang
berlangsung lama).
3. Perdarahan retina akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma.
4. Plak-plak wol kapas (cotton wool patches) yang berwarna putih, tak
berbatas tegas, dan terkait dengan iskemia retina.

Selain itu, terjadi juga obstruksi kapiler yang menyebabkan berkurangnya


aliran darah dalam kapiler retina. Shunt arteri-vena bisa terbentuk sebagai akibat
berkurangnya aliran darah arteri karena obstruksi kapiler. Daerah iskemik pada
retina akan memicu proses pertumbuhan pembuluh darah baru yang bersifat rapuh
(neovaskularisasi) pada retina.5

Patofisiologi
Telah diketahui terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
retinopati diabetikum, antara lain adalah genetika, lingkungan, imunologi dan
paparan hiperglikemi dalam jangka lama, stres oksidatif, dan hipoksia retina.
Tidak sampai tahun 1994 ditemukan faktor pertumbuhan utama, VEGF yang
pertama kali ditemukan meningkat pada pasien dengan retinopati diabetikum
proliferatif. Selanjutnya, ditemukan jalur reseptor signaling VEGF dan reseptor-
reseptornya seperti VEGFR 1 dan VEGFR 2.3

Patofisiologi retinopati diabetikum melibatkan 5 proses dasar yang terjadi


di tingkat kapiler, yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, penyumbatan pembuluh darah, neovaskularisasi, dan
pembentukan jaringan fibrosa di vitreo-retina. Pada DM terjadi persistensi kadar
glukosa darah yang tinggi menyebabkan glukosa yang berlebih dalam aldose
reductase pathway terbentuk di jaringan, yang mengubah gula menjadi alkohol.
Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari peningkatan kadar
gula darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi memicu hilangnya
fungsi utama dari perisit. Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan
dinding kapiler sehingga terbentuk kantung pada dinding kapiler yang dikenal

72
sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan tanda paling awal untuk
deteksi retionpati diabetikum.6,8

Gambar 4. Mikroaneurisma: Tanda Awal Retinopati Diabetikum

Proses patofisiologis yang mendasari kelainan fundus pada retinopati


diabetikum adalah penyempitan pembuluh darah kapiler serta permeabilitas
pembuluh darah retina yang meningkat. Kelainan yang ditemukan bila terjadi
kenaikkan permeabilitas pembuluh darah adalah edema retina, eksudat keras
(berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang berlangsung lama), serta
timbulnya perdarahan retina akibat gangguan permeabilitias mikroaneurisma,
cotton woll patches yang berwarna putih, berbatas tidak tegas, dan berhubungan
dengan iskemia retina.3

Gambar 5. Hard Exudate


Penyempitan pembuluh darah kapiler menyebabkan berkurangnya aliran
darah dalam kapiler retina. Shunt arteri-vena bisa terbentuk sebagai akibat
pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi darah kapiler.3 Intraretinal
microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya proses pertumbuhan
pembuluh darah baru dari pembuluh darah sebelumnya melalui proliferasi endotel
pada jaringan retina yang berperan sebagai pintas (shunt) melalui daerah non-
perfusi.6

73
Daerah iskemia retina yang terjadi dapat memacu timbulnya vascular
endothelial growth factor (VEGF) yang mengakibatkan terjadinya proliferasi
endotel sehingga timbulnya jaringan fibrovaskular. Pembuluh-pembuluh darah
baru yang terbentuk tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok. Mula-
mula terdapat pada retina, menjalar ke depan retina, kemudian masuk ke dalam
badan kaca. Bila pecah, dapat menimbulkan perdarahan vitreus, perdarahan retina,
dan memicu timbulnya jaringan fibrous vitreoretina. Fibrosis ini selanjutnya dapat
menarik lepas retina dari tempat melekatnya yang disebut ablasio retina.
Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris, yang disebut rubeosis iridis.
Ini dapat menimbulkan glaukoma karena tertutupnya sudut bilik mata oleh
neovaskularisasi dan juga akibat perdarahan karena pecahnya rubeosis iridis.5,6

Gambar 6. Neovaskularisasi pada Retinopati Diabetikum

Klasifikasi Retinopati Diabetikum

Retinopati diabetikum dapat dibedakan menjadi:2,6,8,9


5. Retinopati Diabetik Non Proliferatif (NDPR) atau dikenal juga dengan
Background Diabetic retinopathy
NDPR merupakan mikroangiopati proresif yang ditandai dengan
sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil. Kelainan awal adalah
penebalan dari membran basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah
perisit. Kelainan ini menyebabkan kapiler membentuk kantong kecil yang
disebut mikroaneurisma. Mikroaneurisma akan pecah, membentuk
perdarahan di dalam retina yang dibatasi oleh lapis membran limitans

74
interna. Karena bentuknya yang menyerupai titik, perdarahan ini disebut
“dot-and-blot”. Pembuluh darah yang bocor akan mengalirkan cairan ke
dalam retina. Penumpukan cairan di bawah macula, atau macular oedema,
mengganggu fungsi normal makula dan merupakan antara penyebab yang
cukup sering dalam penurunan visus. Cairan yang menumpuk itu akhirnya
akan beresolusi kepada lipid, membentuk hard exudate. Seiring waktu,
pembuluh darah yang terobstruksi akan menyebabkan infark lapisan serat
saraf, membentuk cotton wool spots. Perdarahan akan berbentuk seperti
nyala api.

Gambar 7. NDPR

6. Retinopati Diabetik Proliferatif (PDR)


PDR terjadi karena adanya iskemia retina sehingga memicu
peningkatan kadar VEGF yang mengakibatkan terjadinya proliferasi
endotel dan timbulnya jaringan fibrovaskular. Pembuluh-pembuluh darah
baru tampak seperti pembuluh darah yang berkelok-kelok
(neovaskularisasi). Pada awalnya terdapat di depan retina, kemudian
menjalar ke depan, dan akhirnya memasuki vitreus. Bila neovaskular ini
pecah, maka akan menimbulkan perdarahan vitreus, perdarahan retina, dan
memicu timbulnya jaringan fibrous di vitreus dan retina. Fibrosis ini
selanjutnya akan menarik retina sehingga lepas dari tempat melekatnya

75
(ablasi retina tarikan atau tractional retinal ablasion). Neovaskularisasi
merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga
sewaktu-waktu dapat berdarah ke dalam badan kaca yang mengisi rongga.

Gambar 8. PDR

Klasifikasi retinopati DM Tanda pada pemeriksaan mata


Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2 Hanya terdapat mikroneurisma
Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan – sedang
yang ditandai oleh mikroneurisma dan satu atau lebih
tanda:
 Venous loops
 Pendarahan
 Hard exudates
 Soft exudates
 Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
 Venous beading
Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang
ditandai oleh:
 Pendarahan derajat sedang-berat
 Mikroneurisma
 IRMA
Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh
neovaskularisasi dan pendarahan vitreous

Tabel 1. Klasifikasi Retinopati DM Menurut ETDRS

Manifestasi Klinis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages
vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala

76
klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif
dan gejala obyektif. Gejala Subjektif yang dapat dirasakan:10

-
Kesulitan membaca
-
Penglihatan kabur disebabkan karena edema makula
-
Penglihatan ganda
-
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
-
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan
vitreus
-
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami
gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah
retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta
perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang
mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi
hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan
akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada
pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM
non-proliferatif. Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh
darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif.
Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan
masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.1
Retinopati merupakan gejala DM utama pada mata, dimana ditemukan
pada retina:2,6,10
1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang-kadang
pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat,
sedangkan dengan bantuan angiografi fluoresein lebih muda
dipertunjukkan adanya mikroaneurismata ini. Mikroaneurismata
merupakan kelainan DM dini pada mata.

77
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior. Bentuk perdarahan
ini merupakan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas
memberikan prognosis yang lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan
terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurismata, atau
karena pecahnya kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah baik dengan lumennya iregular dan berkelok-
kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal
ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan
kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat
pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan
hilang dalam beberapa minggu. Pada mulanya tampak gambaran
angiografi fluoresein sebagai kebocoran fluoresein di luar pembuluh
darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan lipid dan
terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.
5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches meruakan
iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak-
bercak warna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya
terletak di bagian tepi daerah non-irigasi dan dihubungkan dengan
iskema retina.
6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan
jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel
pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-
kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya iregular. Hal ini
merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati DM. Mula-mula
terletak di dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan
subhialoid (pre-retinal), maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi

78
preretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi
jaringan ganglia dan perdarahan.
7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambran retina terutama daerah
makula sehingga sangat menganggu tajam penglihatan pasien.
8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan
segera hilang bila diberikan pengobatan.

Diagnosis

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan


melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography
dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang
disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus
photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan,
interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana
di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai
dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di
pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai
pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,
retinopati DM non-proliferatif derajat berat, dan retinopati DM proliferatif maka
harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan
visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi, dan
stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence
tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan
gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh
pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya
terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.1

79
Gambar 9. OCT Normal (A) dan OCT dengan Edema makula (B)

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik,


retina, makula, dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum
pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa
kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus
menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman
setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan
di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan
pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik
jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran
apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa
dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan
pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan
koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti
pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus
optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc
berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio
0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina.
Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda
utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya
oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat
adalah tanda khas makulopati diabetikum.1

Tatalaksana
Pada tahap retinopati diabetikum awal, umumnya tidak ada gangguan pada
penglihatan kecuali sudah terjadi edema makula. Deteksi dini terjadinya retinopati

80
sangat penting untuk mencegah kebutaan. Untuk DM tipe I perlu dilakukan
pemeriksaan retina selama 5 tahun setelah awitan, sedangkan untuk DM tipe II
perlu pemeriksaan retina setahun sekali, mulai sejak diagnosis DM ditegakkan
sampai ditemukan retinopati diabetikum, dan pemeriksaan selanjutnya
berdasarkan derajat retinopati.3

Tabel 2. Jadwal Pemeriksaan Mata Penderita DM

Umur awitan Waktu pemeriksaan pertama Evaluasi rutin minimum


DM
0-30 thn Dlm 5 thn setelah diagnosis Tiap tahun

>30 thn Saat diagnosis Tiap tahun

Hamil Sebelum konsepsi atau awal Tiap 3 bulan atau atas anjuran
trimester pertama oftalmologis

Sebagian besar kebutaan akibat retinopati DM dapat dicegah dengan


fotokoagulasi laser yang dilaksanakan tepat waktu dan memadai. Fotokoagulasi
laser untuk retinopati diabetikum ada dua jenis yaitu fokal dan panretinal. Terapi
laser fokal terdiri dari laser fokal direk dan laser grid atau kombinasi.
Fotokoagulasi laser fokal direk ditujukan langsung pada daerah mikroaneurisma
atau kebocoran kapiler yang lokal dengan tujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema makula, sehingga dapat mencegah penurunan visus lebih
lanjut. Fotokoagulasi grid merupakan tindakan laser berbentuk kisi mengelilingi
daerah edema retina akibat kebocoran kapiler yang difus. Fokal laser diperlukan
untuk CSME terutama bila pusat makula terancam atau terlibat walaupun visus
masih normal.3
Fotokoagulasi panretinal dilakukan untuk mencegah terbentuknya dan
menghilangkan zat-zat vasoaktif terutama VEGF sehingga dapat mencegah
timbulnya serta mengakibatkan regresi pembuluh darah neovaskular.
Neovaskularisasi ini yang menyebabkan komplikasi yang paling ditakutkan
karena dapat menyebabkan ablasio retina, glaukoma, dan perdarahan vitreous.

81
Apabila terjadi perdarahan vitreous yang masif atau ablasio retina tarikan, maka
perlu tindakan bedah berupa vitrektomi.3
Pertimbangan untuk melakukan fotokoagulasi laser adalah penderita
dengan kontrol diabetes yang tidak baik, NDPR pada mata yang satunya
mengalami progresifitas, dan adanya komplikasi diabetes lain termasuk penderita
gagal ginjal. Komplikasi fotokoagulasi laser adalah penurunan sensitivitas
terhadap cahaya, penyempitan lapang pandang, adaptasi gelap terganggu, skotoma
parasentral dan sentral, neovaskularisasi koroid, fibrosis submakula, pelebaran
sikatriks jejas laser, dan perdarahan korioretina. Dengan mengetahui sifat jaringan
dan sifat fisika laser maka dapat dihindari komplikasi tersebut.3
Injeksi intravitreal mempunyai keunggulan dibandingkan beberapa cara
aplikasi obat yang lain, di antaranya adalah kemampuan untuk mencapai efek
terapeutik yang diinginkan. Penggunaan kortikosteroid untuk edema makula
diabetikum didasarkan pada observasi bahwa peningkatan permeabilitas kapiler
pada edema makula disebabkan karena rusaknya sawar darah retina yang dapat
disebabkan oleh VEGF. Kortikosteroid adalah suatu obat yang berfungsi sebagai
antiinflamasi dan dapat menghambat ekspresi VEGF. Untuk meningkatkan
konsentrasi kortikosteroid intravitreal pada pengobatan penyakit retina dilakukan
injeksi intravitreal acetonide (IVTA). Injeksi ini terbukti efektif untuk memicu
resolusi edema makula akibat uveitis, oklusi vena sentralis, retinopati proliferatif,
dan neovaskularisasi koroid dan iris akibat degenerasi makula terkait usia.
Komplikasi penyuntikan ini adalah glaukoma, katarak, perdarahan vitreus, ablasio
retina, dan endoftalmitis. Obat-obatan anti VEGF seperti ranibizumab,
pegaptanib, dan bevacizumab diberikan intravitreal untuk menangani
neovaskularisasi baik pada koroid maupun retina, untuk kasus-kasus AMD,
retinopati diabetikum, serta edema makula karena kelainan vaskular retina.
Bevacizumab intravitreal dapat menyebabkan regresi neovaskularisasi dan
resolusi perdarahan vitreus yang cepat pada PDR dengan perdarahan vitreus,
tetapi masuh diperlukan penelitian yang lebih luas akan manfaat dan
komplikasinya.3

Deteksi Dini

82
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan
beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama,
orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I
harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam
waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan. Kedua, penderita DM tipe II
harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera
setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II
harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat,
frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil
pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan
tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani
pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah
persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat,
dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.1

Komplikasi8
1. Rubeosis Iridis Progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata
maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetikum.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
korpus siliaris mencapai jaring trabekula, pembuangan cairan akuos terganggu,
dan sudut masih terbuka. Suatu saat membran fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut
bilik mata depan tertutup dan tekanan intraokuler meningkat sangat tinggi
sehingga timbul reaksi radang intra okuler.

2. Glaukoma Neovaskular

83
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran akuous dan dapat
meningkatkan tekanan intraokuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini
adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik, dan
glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis).
3. Perdarahan Vitreus Rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.
Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina
hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur
yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.
Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
4. Ablasio Retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensoris retina dari
lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

KESIMPULAN

Retinopati DM merupakan komplikasi mikrovaskular DM yang menjadi


penyebab utama kebutaan. Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa,
dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari
100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di
antaranya terancam mengalami kebutaan. Keterlambatan diagnosis DM dan tidak
adanya gejala pada awal perjalanan penyakit menyebabkan sebagian besar kasus
retinopati DM tidak terdeteksi hingga terjadi kebutaan. Deteksi dini, pengendalian

84
faktor risiko, dan terapi yang memadai merupakan kunci utama tata laksana
retinopati DM.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ratna S. Retinopati Diabetik. Indonesia Med Association. Vol. 61, Nomor


8. Aug 2011.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: FK UI;
2011.h.221-5.

85
3. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida;
2011.h.61-6.

Anonymous. Vitreus and Retina. Available on: http://dro.hs BAB I


PENDAHULUAN

Retinopati diabetic merupakan penyulit penyakit diabetes melitus yang


paling ditakuti karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosa yang kurang
baik bagi penglihatan. Retinopati diabetik dapat di hindari dengan mengontrol
kadar gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Diabetik
retinopati merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia
dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih
mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Risiko mengalami retinopati
pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktu
diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada
kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50%
dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita retinopati diabetik.

Gambar 1. Epidemiologi Diabetes Retinopati di Dunia

Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah


menderita retinopati diabetik nonproliferatif. Setelah 20 tahun prevalensi
retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di

86
Amerika Utara, 3.6% pasien diabetes tipe 1 dan 1.6% pasien diabetes tipe 2
mengalami kebutaan total. Di Inggris, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.
Pada negara berkembang, setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan oleh
diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan
meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi 20 tahun setelah menderita diabetes.
Asosiasi diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali
(mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan
segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut
 Seseorang yang mengidap retinopathy DM tanpa disadari karena penyakit
ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin
parah.
 Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan
komplikasi retinopathy DM berkembang.
 Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat
mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau
penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya mereka tidak
mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan
penglihatan yang signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan
penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes.

87
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai


oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol
prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. Retinopati akibat diabetes
melitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat
lemak. Gambaran retinopati disebabkan perubahan mikrovaskular retina.
Hiperglikemia mengakibatkan kematian perisit intra mural dan penebalan
membran basalis mengakibatkan dinding pembuluh darah lemah. Penimbunan
glukosa dan fruktosa merusak pembuluh darah halus pada retina.

Gambar 2. Normal Retina dibandingkan Retinopati Diabetik

EPIDEMIOLOGI

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di


jumpai, terutama di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun
mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah

88
penyandang diabetes. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak
dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko
berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas. Dalam urutan penyebab
kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak,
glaukoma, dan degenerasi makula (AMD=age-related macular degeneration).
Angka kejadian retinopati diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus dan
durasi penyakit. Pada DM tipe I (insulin dependent atau juvenile DM), yang
disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia muda
(kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus yang
sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90
persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.
Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh
resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30
tahun atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien
penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah
menderita DM selama 15-20 tahun.

PATOGENESIS

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa


lamanya terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan
fisiologis dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh
darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada
orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan
penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien
ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan
biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
 Perubahan anatomis
o Capilaropathy
 Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit

89
 Proliferasi sel endotel
 Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuler
 Arteriovenous shunts
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
 Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan discus opticus (pada
retinopati diabetik proliferatif) atau pada iris (rubeosis
iridis)
 Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas
darah.
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
 Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.

90
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas
PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang
berasal dari glukosa.

Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat


mempengaruhi prognosis dari retinopati diabetik seperti;
 Arteriosklerosis dan hipertensi
 Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak
 Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis sehingga
mempercapat perjalanan penyakit
 Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.

Frank RN mengemukakan beberapa hipotesis mengenai mekanisme


patogenesis retinopati diabetik:
Tabel 1: Hipotesis mengenai mekanisme patogenesis retinopati diabetik
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit Aspirin
pada endotel kapiler, hipoksia,
kebocoran, edema macula
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor terhadap
DAG pada hiperglikemia PKC β-isoform
Reactive oxygen Menyebabkan kerusakan enzim dan Antioksidan
species komponen sel yang penting untuk
survival
Advanced Mengaktifkan enzim yang merusak Aminoguanidin

91
glycation end-
product
Nitric oxide Meningkatkan produksi radikal Aminoguanidin
syntase bebas, menghambat ekspresi gen,
menyebabkan hambatan dalam
metabolisme sel
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina,
perisit dan sel meingkatkan hipoksia
endotel
VEGF Meningkatkan hipoksia retina, Fotokoagulasi pan
menimbulkan kebocoran, edema retinal
macula, neovaskularisasi
PEDF Menghambat vaskularisasi, menurun
pada hiperglikemia
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-
receptor blocker,
octreotide

Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetik
retinopathy. Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan
perdarahan post partum akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu
dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan tersebut
sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring
ditemukannya teknik pengobatan laser.

Platelets dan blood viscosity


Berbagai kelainan hematologi pada DM seperti peningkatan agregasi
eritrosit, penurunan deformability eritrosit, meningkatnya agregasi trombosit dan
adhesi memicu gangguan sirkulasi, defek endotel dan oklusi kapiler fokal yang

92
menyebabkan iskemia retina yang pada akhirnya berkembang menjadi retinopathy
DM.

Aldose reductase dan vasoproliferative factors


DM menyebabkan abnormalitas dari metabolisme glukosa akibat aktivitas
atau produksi insulin yang menurun. Meningkatnya kadar glukosa darah
mempunyai dampak pada perubahan anatomis dan fungsional dari kapiler retina.
Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan
glukosa yang berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di jaringan,
yang mengubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi sorbitol, galaktosa
menjadi dulcitol). Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari
peningkatan kadar gula darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi
memicu hilangnya fungsi utama dari perisit dalam hal autoregulasi kapiler retina.
Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan dinding kapiler sehingga
terbentuk kantung pada dinding kapiler (saccular outpouching of capillary walls)
yang dikenal sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan tanda paling
awal untuk deteksi retinopathy DM.

Gambar 3. Fundus pada Background Retinopathy DM dengan gambaran multipel


mikroaneurisma (Bhavsar, 2009)

Ruptur mikroaneurisma menyebabkan perdarahan retina yang dapat terjadi


superfisial (flame-shaped hemorrhages) atau pada lapisan retina yang lebih dalam
(blot and dot hemorrhages).

93
Gambar 4. Background diabetik retinopathy: blot hemorrhages (kepala panah),
mikroaneurisma (panah pendek) dan hard exudates (panah panjang) (Bhavsar,
2009)

Peningkatan permeabilitas yang terjadi menyebabkan kebocoran cairan


dan material protein yang secara klinis tampak sebagai penebalan retina dan
eksudat. Apabila pembengkakan dan eksudasi mencakup makula maka terjadi
penurunan visus. Edema makula adalah penyebab tersering penurunan visus pada
pasien dengan nonproliferative diabetik retinopathy (NPDR). Gejala tersebut
tidak hanya ditemukan pada pasien denan NPDR namun juga dapat terjadi pada
pasien proliferative diabetik retinopathy (PDR).
Seiring dengan progesifitas penyakitnya dapat terjadi oklusi dari kapiler
retina yang dapat menyebabkan hipoksia. Infark pada nerve fiber layer dapat
menyebabkan terbentukanya cotton-wool spots (CWS) yang berhubungan dengan
stasis pada axoplasmic flow. Keadaan hipoksia retina lebih lanjut menyebabkan
terjadinya mekanisme kompensasi pada mata untuk menjaga suplai oksigen yang
cukup ke jaringan. Kelainan diameter vena seperti venous beading, loops,
dandilation menandakan proses peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak
pada perbatasan dengan area non perfusi.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya
proses pertumbuhan pembuluh darah baru atau remodelling dari pembuluh darah
sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai
pintas (shunt) melalui daerah non perfusi. Keadaan iskemia retina lebih lanjut
memicu produksi dari faktor vasoproliferatif seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang memicu pembentukan pembuluh darah baru.Matriks
ekstraselular pertama-tama dihancurkan dahulu dengan protease dan pembuluh
darah baru kemudian dibentuk melalui penetrasi venula retina pada internal

94
limiting membrane dan dari jaringan kapiler antara permukaan dalam retina dan
bagian posterior hyaloid (the posterior hyaloid face).

Gambar 5. Neovaskularisasi pada Permukaan Retina (Bhavsar, 2009)

Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non perfusi
dan juga pada papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus
permukaan retina dan ke dalam hyaloid posterior (the scaffold of the posterior
hyaloid face). Pembuluh darah baru tersebut jarang menimbulkan gangguan
visual. Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat permeabel sehingga
gampang pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus dan ruang pre retina.Neovaskularisasi ini berhubungan dengan
pembentukan jaringan fibroglial. Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula
dengan jaringan fibrotik namun pada tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah
ini mengalami regresi dan meninggalkan jaringan fibrotik avaskuler yang melekat
pada retina dan hyaloid posterior. Pada saat terjadi kontraksi vitreus makan terjadi
traksi pada retina melalui jaringan fibroglial yang dapat menyebabkan edema
retina, heterotropia retina dan tractional retinal detachments serta retinal tear
formation.

PATOFISIOLOGI

Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:

95
 Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
 Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), selbipolar, dan sel
ganglion.
 Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
 Stratum coni at bacilli
 Membrana limitans externa
 Stratum granularis externa
 Stratum plexiformis externa
 Stratum granularis interna
 Stratum plexiformis interna
 Stratum ganglionaris
 Stratum N.optic
 Membrana limitans interna
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk diabetik retinopati (DR) terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrane basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya.
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1.

96
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:
 Pembentukan microaneurisma
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Penyumbatan pembuluh darah
 Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
 Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia
retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas
kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
 Edema macula atau nonperfusi kapiler
 Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
 Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus
 Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein.Keadaan ini
menebal, untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-

97
mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar macula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada
daerah macula.Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama
dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada
makula (cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan peyumbatan yang dimulai di kapiler ke arteriol dan pembuluh darah
besar. Akibat dari penyumbatan dapat timbul hipoksia di ikuti dengan adanya
iskemi kecil, dan timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya
kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia,
timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan
bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.

98
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.

KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR menurut Early Treatment


Diabetik Retinopathy Study dibagi menjadi:

Gambar 6. Stadium Retinopati Diabetik

99
7. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan
Background Diabetik Retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA
pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.
8. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > ¼ daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada
retinopati proliferative resiko tinggi.

Airlie House Convention membagi DR menjadi 3:


4. Stadium nonproliferatif
5. Stadium preproliferatif

100
6. Stadium proliferatif

Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:


 Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan macula
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena
didaerah nuclear luar

 Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (rosette) yang secara histologis terletak didaerah
lapisan plexiform luar
 Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
retinopati hipertensif atau arteriosklerose.
 Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan
sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada
semua lapisan retina, dapat juga preretina.
 Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.

Klasifikasi menurut FKUI

101
 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli
 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli
 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
 Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.

GEJALA KLINIS

Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:


 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:


 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superficial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end
artery, dilapisan tengah dan compact.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gamabarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,

102
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.

PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam
penglihatan serta pandangan yang kabur.

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
 Nonproliferative retinopathy
Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.
Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran
basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit. Kapiler
berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang disebut
mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak jelas.

103
o Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan
ditemukannya minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate
nonproliferative retinopathy terdapat mikroaneurisma
ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/ atau
cotton wool spots. Kriteria lain juga menyebutkan pada Mild
nonproliferative retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya
adanya mikroaneurisma dan moderate nonproliferative
retinopathy dikategorikan sebagai kategori antara mild
dansevereretinopathy DM.
o Severe nonproliferative retinopathyditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, and
intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran. Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetik
retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih:
neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau di tempat
lain), atau perdarahan retina/ vitreus.
 Proliferative Retinopathy
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetik retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum
protein yang banyak. Early proliferative diabetik retinopathy memiliki
karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus
(new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina.
Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang
meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh darah
tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah
baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila
dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.

104
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko
berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika
terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetik retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten
dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular
yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan
progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina
maka telah terjadi rhegmatogenous retinal detachment.
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi
kompllikasi: iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular
glaucoma. Proliferative diabetik retinopathy berkembang pada 50%
penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit
sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe II,
tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak
pasien dengan proliferative diabetik retinopathy memiliki tipe II dari tipe I
diabetes.

Gambar 7.Moderate nonproliferative diabetik retinopathy dengan


mikroaneurisma dan cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008)

105
Gambar 8.Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi dan
scattered microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 9. Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi pada


diskus optikus (Ehlers, Shah, 2008)

 Diabetik maculopathy dan Diabetik macular edema (DME)


Diabetik maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau
difus yang diakibatkan oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada
endotel kapiler retina yang memicu terjadinya kebocoran plasma ke
sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering ditemukan pada DM tipe II dan
memerlukan terapi. Diabetik maculopathy dapat diakibatkan iskemia yang
ditandai dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan eksudasi. FFA
menunjukkan hilangnya kapiler retina dan bertambah luasnya daerah
avaskular pada fovea. Dapat terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy
DM.

106
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant
macular edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa
kriteria berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari
fovea centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila
berhubungan dengan penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari
penebalan itu mencakup area disc pada fovea centralis.

Gambar 10. Nonproliferative Diabetik Retinopathy dengan edema macula


signifikan (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 11. Gambaran edema makula (Ehlers, Shah, 2008)

DIFERENSIAL DIAGNOSIS

107
 Branch Retinal Vein Occlusion
 Central Retinal Vein Occlusion
 Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah
artikan sebagai hard exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik tersebut
tidak membentuk sebagai rosette.
 Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema retinal
bilateral, terdapat eksudat keras dan flame shapped haemorrages dan dapat
bersamaan dengan adanya BDR (background diabetik retinopathy).
Namun hard exudates membentuk macular star dan tidak membentuk
cincin.
 Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan
haemorrhages, namun biasanya unilateral dan perubahan lebih terlokalisir.
 Ocular Ischemic Syndrome.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien
dengan diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan
mempertahankan level HbA1c pada range 6-7% merupakan sasaran pada
manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar normal
dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara
signifikan.

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopathy DM :

108
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint
yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari
mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai
pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas
luar retina yang tidak mendapat perfusi.

Gambar 12. Gambaran FFA pada Retinopathy DM

Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang
menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari
retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau tidaknya
pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes ini juga
digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular diabetik atau
edema makular yang signifikan secara klinis.

109
Gambar 13. Optical Coherence Tomography Menunjukaan Abnormalitas
Ketebalan Retina

PENATALAKSANAAN

Perawatan Medis
Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien
dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi
retinopathy DM. Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan
DM tidak tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk mengasumsikan bahwa
prinsip yang sama bisa diterapkan. Faktanya semua diabetes (NIDDM dan IDDM)
harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7% untuk
mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari DM
termasuk retinopathy DM.

Terapi Bedah
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetik retinopathy
(NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati
edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
 Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik,
pembuluh darah yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi
laser fokal.

110
 Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser
diterapkan.
 Terapi lainnya yang potensial untuk diabetik macular edema (DME)
meliputi intravitreal triamcinolone acetonide dan bevacizumab. Kedua
medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi macular edema.
Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa
edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik
lainnya. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko
penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya
hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy
DM masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau
memulihkan penglihatan yang baik.

111
Gambar 14. Laser Fotokoagulasi

Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.

Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.

Medikamentosa
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati
diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus.
Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik.

112
Uji klinis dari Diabetik Retinopathy Clinical Research Network
menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema makular setelah
triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang dicapai dengan terapi
laser fokal.Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal bisa memiliki beberapa
efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan tekanan intraocular dan
katarak.
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis
meliputi bevacizumab intravitreal dan ranibizuma. Obat-obatan ini merupakan
fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa membantu mengurangi edema
makular diabetik dan juga neovaskularisasi diskus atau retina. Kombinasi dari
beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal sedang diinvestigasi dalam uji
klinis.

PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS

 Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang


memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 1 tahun.
 Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat
progresif.
 Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula
yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi clinically significant
macular edema (CSME).
 Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi.
Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat
berkurang 50%.
 Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari
pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah
75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu

113
pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4
bulan.
 Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi.
Teknik yang dilakukan adalah scatter photocoagulation
 Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula
menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode
fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari
edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi
2 tahap.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:


 Faktor prognostik yang menguntungkan
o Eksudat yang sirkuler.
o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.
o Perfusi sekitar fovea yang baik.
 Faktor prognostik yang tidak menguntungkan
o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.
o Deposisi lipid pada fovea.
o Iskemia macular.
o Edema macular kistoid.
o Visus preoperatif kurang dari 20/200.
o Hipertensi.

114
BAB III
KESIMPULAN

Retinopathy DM adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler-kapiler dan vena. WHO melaporkan, 4,8 persen penduduk di
seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan penyebab
kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak,
glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular degeneration).
Pemeriksaan oftalmologi retinopathy DM secara khas terbagi dalam Diabetik
Retinopathy Severity Scale meliputi: Non proliferative, prolifertative dan
maculopathy DM dengan masing-masing temuan klinis yang khas pada tiap
tingkat perkembangan penyakitnya. Fundus Fluorescein Angiography merupakan
pemeriksaan penting dalam menunjang retinopathy DM. Terapi retinopathy DM
mencakup perawatan medis untuk kontrol gula darah dan terapi oftalmologi yang
mencakup terapi bedah dan medikamentosa. Prognosis ditentukan oleh faktor-
faktor yang menguntungkan dan merugikan dalam perjalanan penyakit ini serta
tindakan yang dilakukan dalam intervensinya.

DAFTAR PUSTAKA

115
6. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Background Retinopathy Diabetik.
Diunduh dari: www.e-medicine.com.
7. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Proliferative Retinopathy Diabetik.
Diunduh dari: www.e-medicine.com.
8. Crick RP., Khaw PT. 2003. A Text Book of Clinical Ophtalmology. 3rd
edition. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
9. Ehlers JP., Shah CP. 2008. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency
Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.
10. Eva PR., Whitcher JP. 2008. Vaughan & Asbury's General
Ophthalmology. 17th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
11. Ilyas S., Yulianti SR. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

4. .columbia.edu/fshem.htm. 2003. [cited on August 9, 2015].


5. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: FK
UGM; 2012.h.96-8.
6. Kanski JJ. Retinal vascular disease in clinical ophtalmology. 5th edition.
London: Elsevier; 2003.p.439-55.

Pandelaki K. Retinopati diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata

116

Anda mungkin juga menyukai