Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Tenaga Listrik


Secara umum, pengertian sistem tenaga listrik adalah sekumpulan pusat
listrik dan gardu induk (pusat beban) yang satu sama lain dihubungkan oleh
sistem penyaluran (transmisi dan distribusi) sehingga merupakan satu kesatuan
sistem pada Gambar 2.1 (Arismunandar, 1982)

Gambar 2.1. Skema Sistem Tenaga Listrik

5
Maka pada umumnya batasan terhadap suatu sistem tenaga listrik yang
lengkap mengandung 3 unsur adalah :
a. Sistem pembangkitan
Sistem pembangkitan adalah salah satu bagian utama dalam struktur sistem
tenaga listrik, pembangkit dalam sistem tenaga listrik mempunyai peran untuk
menghasilkan energi listrik. Sumber energi utama pada pembangkit berasal
dari sumber energi primer yang tersedia dari alam, kemudian dikonversikan
menjadi energi listrik. Generator termasuk bagian penting dalam sistem
pembangkitan, pada generator akan mengkonversikan energi mekanik menjadi
energi listrik melalui porosnya. Pada sistem pembangkitan, tenaga listrik yang
dihasilkan pada umumnya tegangan menegah. Selanjutnya dinaikan
tegangannya menjadi tegangan ekstra tinggi kemudian disalurkan pada sistem
penyaluran transmisi. Selain itu tenaga listrik yang dihasilkan diturunkan
tegangannya untuk digunakan pada sistem kelistrikan pemakaian sendiri pada
pembangkit tersebut.
b. Sistem penyaluran
Sistem penyaluran adalah salah satu bagian utama dalam struktur sistem tenaga
listrik yang berperan untuk mengirimkan daya listrik mulai dari pembangkitan
kemudian disalurkan melalui jaringan transmisi, dan disalurkan ke instalasi
pengguna tenaga listrik dengan menggunakan saluran distribusi. Sistem
penyaluran terbagi dalam dua yaitu :
1. Saluran transmisi adalah sistem penyaluran tenaga listrik yang beroperasi
pada Tegangan Tinggi (TT) dan Tegangan Ekstra Tinggi (TET).
Kemampuan sistem transmisi dengan tegangan lebih akan menjadi jelas jika
dilihat pada kemampuan transmisi dari suatu saluran transmisi, kemampuan
ini biasanya dinyatakan dalam suatu Mega Volt Ampere (MVA). Transmisi
dapat menyalurkan tenaga listrik dari GI pembangkitan ke GI tegangan
tinggi dan dari GI tegangan tinggi ke GI Distribusi.
2. Saluran distribusi
Saluran distribusi adalah sistem penyaluran tenaga listrik yang beroperasi
pada Tegangan Menengah (TM) dan Tegangan Rendah (TR).
c. Instalasi Penggunaan Tenaga Listrik

6
Dalam sistem tenaga listrik yang dimaksud dengan instalasi pengguna tenaga
listrik adalah semua instalasi pengguna yang memerlukan tenaga listrik dan
pengoperasiannya. Instalasi pengguna tenaga listrik yang terpasang pada
umumnya letaknya jauh dari pusat listrik dan populasinya menyebar ke
berbagai tempat sehingga untuk memanfaatkan energi listrik yang telah
dibangkitkan diperlukan saluran atau jaringan listrik. Oleh karena itu, untuk
menujang proses penyaluran energi secara memadai maka dibutuhkan sistem
transmisi dan sistem distribusi yang baik agar beban-beban yang tersebar
mendapat kiriman tenaga listrik sesuai dengan kebutuhannya (Rijono , 1997).

2.2. Saluran Distribusi


Secara garis besar, suatu sistem tenaga listrik yang lengkap mengandung
empat unsur. Pertama, adanya suatu unsur pembangkit tenaga listrik. Tegangan
yang dihasilkan oleh pusat tenaga listrik ini biasanya merupakan tegangan
menengah. Kedua, suatu sistem transmisi, lengkap dengan gardu induk. Karena
jaraknya yang biasanya jauh, maka diperlukan penggunaan Tegangan Tinggi (TT)
dan/atau Tegangan Ekstra Tinggi (TET). Ketiga, adanya saluran distribusi, yang
biasanya terdiri atas saluran distribusi primer dengan Tegangan Menengah (TM)
dan saluran distribusi sekunder dengan Tegangan Rendah (TR). Keempat, adanya
unsur pemakaian atau utilisasi, yang terdiri atas instalasi pemakaian tenaga listrik.
Instalasi rumah tangga biasanya memakai tegangan rendah, sedangkan pemakai
besar seperti industri menggunakan tegangan menengah atau tegangan tinggi..
Perlu dikemukakan bahwa suatu sistem dapat terdiri atas beberapa subsistem yang
saling berhubungan, atau yang biasa disebut sebagai sistem terinterkoneksi (Hadi,
1994)
Sebagaimana diketahui, pada sistem distribusi terdapat dua bagian yaitu
distribusi primer, yang menggunakan tegangan menengah, dan distribusi
sekunder, yang menggunakan tegangan rendah.

7
2.2.1. Distribusi Primer
Distribusi primer berfungsi menyalurkan daya listrik, menjelajahi daerah
asuhan ke gardu / transformator distribusi.
Pada distribusi primer terdapat tiga jenis sistem, yaitu sistem radial,
sistem loop, dan sistem jaringan spindel (Hutauruk, 1983).

2.2.1.1. Sistem Radial


Sistem radial adalah sistem yang paling sederhana dan paling banyak dipakai,
terdiri atas saluran (feeder) atau rangkaian tersendiri yang seolah-olah keluar dari
suatu sumber atau wilayah tertentu secara radial. Feeder itu terdiri atas suatu
bagian utama dari saluran samping dan dihubungkan dengan transformator
distribusi sebagaimana pada Gambar 2.2.Saluran samping sering disambung pada
feeder dengan sekring (fuse). Dengan demikian maka gangguan pada saluran
samping tidak akan mengganggu seluruh feeder (Pabla, 1994).

Gamar 2.2. Skema Saluran Sistem Radial

Kelemahan dari sistem radial ini adalah bila terjadi gangguan pada
penyulang yang sampai mengakibatkan membukanya pemutus tenaga (PMT) di
gardu induk, maka seluruh konsumen yang mendapat masukkan dari penyulang

8
tersebut akan mengalami pemadaman. Gangguan ini dapat dipulihkan kembali
setelah gangguan yang terjadi diperbaiki.

2.2.1.2. Sistem Loop


Suatu cara lain guna mengurangi lama interupsi daya yang disebabkan
gangguan adalah dengan mendesain feeder sebagai loop dengan menyambung
kedua ujung saluran. Hal ini mengakibatkan suatu pemakai dapat memperoleh
pasokan energi dari dua arah. Jika pasokan dari salah satu arah terganggu,
pemakai itu akan disambung pada pasokan arah lainnya. Kapasitas cadangan yang
cukup besar harus tersedia pada tiap feeder. Sistem loop dapat dioperasikan secara
terbuka ataupun tertutup.
Pada sistem loop terbuka pada Gambar 2.3 bagian-bagian feeder
tersambung melalui alat pemisah (disconnectors), dan kedua ujung feeder, alat
pemisah sengaja dibiarkan dalam keadaan terbuka. Pada dasarnya sistem ini
terdiri dari dua feeder yang dipisahkan oleh suatu pemisah yang dapat berupa
sekring. Bila terjadi gangguan, bagian saluran dari feeder yang terganggu dapat
dilepas dan menyambungnya pada feeder yang tidak terganggu. Sistem demikian
biasanya dioperasikan secara manual dan dipakai pada jaringan-jaringan yang
relatif kecil.

Gardu Distribusi

Saklar Daya 1

Gardu Induk
Saklar Daya 2

Gardu Distribusi

Gambar 2.3 Skema Rangkaian Loop Terbuka

9
Keterangan :
SD1 : Saklar Daya, Normaly Closed
SD2 : Saklar Daya, Normaly Open
GD : Gardu Distribusi
Pada sistem loop tertutup Gambar 2.4 diperoleh suatu tingkat keandalan
yang lebih tinggi. Pada sistem ini alat-alat pemisah biasanya berupa saklar daya
yang lebih mahal. Saklar-saklar daya itu digerakkan oleh relay yang membuka
saklar daya pada tiap ujung dari bagian saluran yang terganggu, sehingga bagian
feeder yang tersisa tetap berada dalam keadaan berenergi. Penggoperasian relay
yang baik diperoleh dengan menggunakan kawat pilot yang menghubungkan
semua saklar daya. Kawat pilot ini cukup mahal untuk dipasang dan dioperasikan.
Kadang-kadang rangkaian telepon yang disewa dapat dipakai sebagai pengganti
kawat pilot (Hadi, 1994).

Gardu Distribusi

Saklar Daya
Kawat Relai

Gardu Induk

Saklar Daya Saklar Daya

Gardu Distribusi

Gambar 2.4 Skema Rangkaian Loop Tertutup

2.2.1.3. Sistem Spindel


Sistem jaringan ini merupakan perkembangan dari jaringan jenis loop.
Dimana perluasan ini berupa penambahan saluran primer (penyulang utama) yang
kesemuanya bertemu pada satu titik, dimana titik pertemuan tersebut merupakan
sebuah gardu hubung (GH). Dari sistem ini, diharapkan perolehan tingkat
kelangsungan pelayanan daya akan lebih baik jika dibandingkan dengan sistem
radial tau loop

10
Jaringan spindel ini pada operasi normalnya adalah sama besar dengan
struktur radial, dimana penyaluran dari sumber (GI) ke gardu gardu distribusi
adalah melalui saluran utama masing – masing penyulang dalam satu arah seperti
pada Gambar 2.5 (Pabla, 1994).

Gambar 2.5 Skema Rangkaian Jaringan Spindel

2.2.2. Distribusi Sekunder


Jaringan distribusi sekunder berfungsi untuk menyalurkan/
menghubungkan sisi tegangan rendah transformator distribusi ke konsumen
menggunakan jaringan hantaran udara 3 fasa 4 kawat dengan tegangan distribusi
127/220 V atau 220/380 V.
Sistem sekunder terdiri atas tiga jenis umum (Kadir, 2000) :
a. Sebuah transformator tersendiri untuk tiap pemakai
b. Penggunaan transformator dengan saluran tegangan rendah yang tersambung
pada beberapa transformator secara paralel. Sejumlah pemakaian dilakukan

11
yakni dari saluran tegangan rendah ini. Transformator – transformator diisi dari
satu sumber energi. Hal ini disebut banking sekunder transformator.
c. Suatu jaringan tegangan rendah yang agak besar diisi oleh beberapa
transformator, yang pada gilirannya diisi oleh dua sumber energi atau lebih.

2.3. Transformator
Transformator atau sering disebut juga transformator adalah suatu peralatan
statis yang terdiri dari dua koil atau lebih, yang dikopel melalui rangkaian
magnetik, yang menghubungkan dua level tegangan yang berbeda (secara umum)
dalam suatu sistem elektrik yang memungkinkan pertukaran energi diantara
terminal-terminal dalam suatu arah melalui medan magnetik. Transformator
adalah salah satu komponen yang terpenting dari bermacam-macam rangkaian
elektrik dengan rentang dari daya rendah, arus rendah dan rangkaian kontrol
hingga sistem daya dengan tegangan ultra tinggi. Transformator dibangun dalam
ukuran yang menakjubkan, mulai dari unit-unit yang kecil digunakan untuk
komunikasi sampai ukuran raksasa dalam sistem transmisi dengan tegangan
tinggi, yang mempunyai berat ratusan ton (Arismunandar, 1982).
Mesin elektrik adalah peralatan yang mengkonversikan energi elektrik ke
mekanik atau sebaliknya. Kopling antara sistem elektrik dan mekanik adalah
melalui medan magnetik. Dalam transformator kopling antara primer dan
sekunder juga melalui medan magnetik. Jadi, kedua divais tersebut mempunyai
konsep yang sama. Karena itu transformator juga dimasukkan sebagai mesin
elektrik.
Fungsi yang paling utama dari transformator adalah (Rijono, 1998) :
a. Mengubah level tegangan dan arus dalam sistem tenaga elektrik
b. Matching impedansi sumber dan beban untuk menyalurkan daya maksimum
dalam rangkaian elektronik dan kontrol
c. Sebagai isolasi elektrik, yang mengisolasikan suatu rangkaian dengan
rangkaian yang lain.
Transformator dapat membuat sistem tenaga elektrik menjadi lebih besar.
Energi elektrik dibangkitkan dalam pembangkit oleh generator dapat disalurkan
melalui jarak-jarak yang sangat jauh dengan perantaraan transformator. Energi

12
listrik dibangkitkan oleh generator sinkron. Batas kekuatan isolasi dari generator
(sinkron) dalam pembangkit adalah antara 11 sampai 22 kV. Pada saat ini,
tegangan yang paling tinggi dari generator yang telah didesain hanya sekitar 25
kV. Daya elektrik yang dihasilkan oleh generator dapat disalurkan ke pemakai
melalui saluran transmisi. Agar daya elektrik yang disalurkan ke beban tidak
banyak yang hilang dalam saluran, maka tegangan dari saluran transmisi
dinaikkan. Di Indonesia tegangan transmisi yang tertinggi adalah 500 kV.
Kadang-kadang saluran transmisi ada yang menggunakan tegangan yang lebih
kecil, misalnya 150 kV, 70 kV. Dengan tegangan yang tinggi tersebut, maka arus
pada saluran menjadi lebih kecil. Pada akhir saluran transmisi terdapat suatu
substation, dimana terdapat suatu transformator step – down yang menurunkan
tegangan 150 kV atau 70 kV menjadi 20 kV, yang kemudian disalurkan melalui
jaringan distribusi menuju ke pelanggan. Pemakaian tegangan 20 kV
dimaksudkan untuk menurunkan arus di jaringan distribusi, sehingga rugi
tembaga di jaringan menjadi kecil. Tegangan 20 kV masih terlalu besar untuk
dipakai langsung oleh pelanggan. Karena itu tegangan ini kemudian diturunkan
menjadi 380/220 V oleh transformator distribusi, yang terdapat di tiang-tiang pada
jaringan distribusi. Dengan tegangan tersebut daya elektrik dapat langsung dipakai
beban (Soebagio, 2012)

2.3.1. Bagian – Bagian Transformator


Pada transformator terdapat bagian utama sebagai berikut (Pabla, 1994) :
a. Inti besi berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi, yang ditimbulkan
oleh arus listrik yang melalui kumparan. Inti besi ini terbuat dari
lempengan lempengan besi tipis terisolasi, untuk mengurangi panas
(sebagai rugi rugi besi) yang ditimbulkan oleh arus eddy.
b. Kumparan transformator adalah beberapa lilitan kawat berisolasi akan
membentuk suatu kumparan. Kumparan itu diisolasi baik terhadap inti
besi maupun terhadap kumparan lain dengan isolasi.Umumnya pada
transformator terdapat kumparan primer dan kumparan sekunder. Bila
kumparan primer dihubungkan dengan tegangan/arus bolak-balik maka
pada kumparan tersebut timbul fluksi. Fluksi ini akan menginduksikan

13
tegangan, dan bila pada rangkaian sekunder ditutup maka akan
menghasilkan arus pada kumparan ini. Jadi kumparan sebagai alat
transformasi tegangan arus.

2.3.2. Prinsip Kerja Transformator


Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum Ampere dan hukum
Faraday, yaitu : arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya
medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Jika salah satu kumparan pada
transformator diberi arus bolak-balik, maka jumlah garis gaya magnet berubah-
ubah. Akibatnya pada kumparan primer akan terjadi induksi. Kumparan sekunder
menerima garis gaya magnet dari kumparan primer yang jumlahnya juga berubah-
ubah. Maka pada kumparan sekunder akan timbul induksi juga, akibatnya antara
dua ujung terdapat beda tegangan. Jumlah garis gaya (φ) yang masuk kumparan
sekunder akan sama dengan jumlah aris gaya (φ) yang keluar dari kumparan
primer (Soebagio,2012).
𝑑∅ 𝑑∅
𝑒1 = −𝑁1 𝑑𝑡 dan 𝑒2 = −𝑁2 𝑑𝑡 (2.1)
𝑑∅
𝑒1 −𝑁1
= 𝑑𝑡⁄ (2.2)
𝑒2 𝑑∅
−𝑁2 𝑑𝑡
𝐸1 𝑁1
= (2.3)
𝐸2 𝑁2

Keterangan :
e1 = GGL induksi sesaat pada sisi primer
e2 = GGL induksi sesaat pada sisi sekunder
E1 = GGL induksi pada sisi primer (Volt) efektif
E2 = GGL induksi pada sisi skunder (Volt) efektif
N1 = Jumlah lilitan kumparan primer
N2 = Jumlah lilitan kumparan sekunder
Berdasarkan hukum kekekalan energi, maka bila dianggap tidak ada
kerugian daya yang hilang, daya yang dilepas oleh primer sama dengan daya yang
diterima oleh sekunder (Moh. Dahlan, 1979).
𝐸1 ∙ 𝐼1 = 𝐸2 ∙ 𝐼2 (2.4)
𝐼1 𝐸 𝐸 𝑁
= 𝐸2 karena 𝐸1 = 𝑁1 (2.5)
𝐼2 1 2 2

14
𝐼1 𝑁
= 𝑁2 atau 𝑁1 ∙ 𝐼1 = 𝑁2 ∙ 𝐼2 (2.6)
𝐼2 1

Jadi GGL induksi di masing-masing kumparan berbanding lurus dengan


jumlah lilitan. Kuat arus di masing-masing kumparan berbanding dengan jumlah
lilitan.

2.4. Transformator Distribusi


Transformator distribusi yang berfungsi untuk menurunkan atau menaikkan
tegangan. Daya kVA dari transformator distribusi berkisar antara 5 sampai 1600
kVA, sedangkan untuk daya kVA diatas 1600 kVA sudah tergolong pada
transformator daya. Transformator distribusi ada yang berfasa tunggal dan sesuai
dengan Standard Listrik Indonesia (SLI) mengenai spesifikaasi transformator
distribusi, maka transformator tersebut memiliki daya pengenal 16 kVA, 20 kVA,
25 kVA, 50 kVA, 100 kVA sampai 1600 kVA.
Jenis-jenis transformator distribusi ditinjau dari segi pemasangannya,
transformator distribusi dibedakan atas :
1. Jenis Pasangan Luar (Outdoor type)
Pada jenis pasangan luar dipasang dengan cara menempatkannya pada tiang
(transformator tiang). Pada transformator jenis ini semua peralatan seperti
saklar, alat pengontrol terletak di tiang. Ada beberapa cara pemasangan
transformator jenis pasangan luar antara lain :
a. Pemasangan pada tiang tunggal, yaitu transformator langsung diklem pada
tiang. Cara ini ckup baik untuk transformator kecil sampai 25 kVA saja.
b. Pemasangan pada tiang H tiang ganda, yaitu transformator dipasang pada
lengan silang yang dipasang di antara dua tiang dan diikatkan erat
terhadapnya, Cara ini baik untuk transformator berkapasitas sampai 200
kVA.
c. Pemasangan pada platform, dimana sebuah platfrom terdiri dari empat tiang
penyangga untuk menempatkan transformator cara dianjurkan bagi
pemasangan transformator kapasitas besar yang berbahaya bila dipasang
ditanah.
d. Pemasangan dilantai beton ditanah, cara ini cocok untuk semua ukuran
transformator. Bahwa permukaan lantai harus lebih tinggi dari sekeliling

15
guna mengatasi banjir, dan fondasi dibuat dari beton. Jika sejumlah
transformator ditempatkan berdekatan harus dibuatkan dinding pemisah
yang tahan api untuk mencegah kerusakan yang mungkin timbul pada
transformator lain.
2. Jenis Pasangan Dalam (Indoor type)
Untuk jenis pasangan dalam transformator ditempatkan dalam suatu bangunan
tertutup, sehingga perlu diperhatikan masalah-masalah antara lain, jalan dan
pintu harus cukup lebar sehingga transformator yang paling besar dapat dengan
mudah dipindahkan untuk perbaikan dan lain-lain. Transformator yang
berpasang didalam ruangan harus dilengkapi dengan ventilasi yang baik karena
hal ini sangat penting untuk aliran udara bebas didalam gedung dan pada
semua sisi transformator harus terjamin. Lubang pemasukan udara harus
ditempatkan sedekat mungkin dengan lantai, sedang lubang pembuangan udara
ditempatkan setinggi mungkin agar udara panas dapat keluar. Luas ventilasi
untuk pembuangan paling sedikit dua meter persegi, dan satu meter persegi
untuk pemasukan udara. Apabila hal ini masih kurang memenuhi syarat, maka
digunakan kipas angin (blower) untuk memaksa adanya aliran udara. Lubang
masuk dan keluar harus dilindungi terhadap percikan hujan, terhadap
masuknya burung dan binatang-binatang yang lain (Zaiman,2010).

2.5. Ketidakseimbangan Beban Pada Transformator


2.5.1. Pengertian Ketidakseimbangan Beban
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan dimana :
a. Ketiga vektor arus / tegangan adalah sama besar
b. Ketiga vektor saling membentuk sudut 120o satu sama lain
seperti pada Gambar 2.6.

16
IR 1200 IS

1200 1200

IT
Gambar 2.6 Vektor Diagram Arus Keadaan Seimbang

Dari Gambar 2.6 menunjukan vektor diagram arus dalam keadaan


seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR IS IT)
adalah sama dengan nol, sehingga tidak muncul arus netral (Hayt, dkk, 2005 ).
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah
keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan setimbang tidak terpenuhi.
Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada tiga yaitu :
a. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 1200 satu sama lain
b. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi memebentuk sudut 1200 satu sama lain
c. Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 1200 satu sama
lain.

2.6. Arus Netral


Arus netral dalam sistem distribusi tenaga listrik dikenal sebagai arus yang
mengalir pada kawat netral di sistem distribusi tegangan rendah tiga fasa empat
kawat. Arus netral ini muncul jika :
a. Kondisi beban tidak seimbang
b. Karena adanya arus harmonisa akibat beban non-linear.
Arus yang mengalir pada kawat netral yang merupakan arus bolak - balik
untuk sistem distribusi tiga fasa empat kawat adalah penjumlahan vektor dari
ketiga arus fasa dalam komponen simetris (Setiadji, 2006).

17
2.6.1. Arus Netral Karena Beban Tidak Seimbang
Untuk arus tiga fasa dari suatu sistem yang tidak seimbang dapat juga
diselesaikan dengan menggunakan metode komponen simetris. Dengan
menggunakan notasi-notasi yang sama seperti pada tegangan akan didapatkan
persamaan-persamaan untuk arus-arus fasanya sebagai berikut (Dahlan, 1979).
𝐼𝑎 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼0 (2.7)
𝐼𝑏 = 𝑎2 𝐼1 + 𝑎𝐼2 + 𝐼0 (2.8)
𝐼𝑐 = 𝑎𝐼1 + 𝑎2 𝐼2 + 𝐼0 (2.9)
Dengan tiga langkah yang telah dijabarkan dalam menentukan tegangan
urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol terdahulu, maka arus-arus urutan
juga dapat ditentukan dengan cara yang sama, sehingga kita dapatkan juga :
𝐼1 = 1/3(𝐼𝑎 + 𝑎𝐼𝑏 + 𝑎2 𝐼𝑐 ) (2.10)
𝐼2 = 1/3(𝐼𝑎 + 𝑎2 𝐼𝑏 + 𝑎𝐼𝑐 ) (2.11)
𝐼3 = 1/3(𝐼𝑎 + 𝐼𝑏 + 𝐼𝑐 ) (2.12)
Di sini terlihat bahwa arus urutan nol (I0) adalah merupakan sepertiga dari
arus netral atau sebaliknya akan menjadi nol jika dalam sistem tiga fasa empat
kawat. Dalam sistem tiga fasa empat kawat ini jumlah arus saluran sama dengan
arus netral yang kembali lewat kawat netral (Sudirham, 1991).
𝐼𝑁 = 𝐼𝑎 + 𝐼𝑏 + 𝐼𝑐 (2.13)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.12) ke (2.13) maka diperoleh :
𝐼𝑁 = 3𝐼0 (2.14)
Dalam sistem tiga fasa empat kawat ini jumlah arus dalam saluran sama
dengan arus netral yang kembali lewat kawat netral. Jika arus-arus fasanya
seimbang maka arus netralnya akan bernilai nol, tapi jika arus-arus fasanya tidak
seimbang, maka akan ada arus yang mengalir di kawat netral sistem (arus netral
akan mempunyai nilai dalam arti tidak nol).

2.6.2. Penyaluran dan Susut Daya pada Keadaan Arus Seimbang


Daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan penghantar netral.
Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus fasa dalam keadaan seimbang, maka
besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut (Setiadji, 2006) :
P = 3[V][I]cos ∅ (2.15)

18
Daya yang sampai ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi penyusutan
dalam saluran. Penyusutan daya ini dapat diterangkan dengan menggunakan
diagram fasor tegangan saluran model fasa tunggal seperti pada Gambar 2.7 di
bawah ini :

Gambar 2. 7 Diagram Fasor Tegangan Saluran Daya Model Fasa Tunggal

Model ini dibuat dengan asumsi arus pemusatan kapasitif pada saluran
cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Dengan demikian besarnya arus ujung
kirim sama dengan arus di ujung terima. Apabila tegangan dan faktor faktor daya
pada ujung terima berturut-turut adalah 𝑉′ dan ∅′, maka besarnya daya pada ujung
terima adalah:
P′ = 3[V′][I]cos ∅′ (2.16)
Keterangan :
𝑃′ = Daya pada ujung terima
𝑉′ = Tegangan pada ujung terima
Cos ∅′ = Faktor daya
Selisih antara P pada persamaan (2.15) dan 𝑃′ pada persamaan (2.16)
memberikan susut daya saluran, yaitu :
P = P − P′ (2.17)
= 3[V][I]cos ∅ − 3[V][I]cos ∅′ (2.18)
= 3[I]{[V]cos ∅ − [V′]cos ∅′} (2.19)
Sementara itu dari Gambar 2.7 memperlihatkan bahwa :
{[V]cos ∅ − [V′]cos ∅′} = [I]R (2.20)

19
Dengan R adalah tahanan kawat penghantar tiap fasa, oleh karena itu
persamaan (2.20) berubah menjadi :
P = 3[I2 ]R (2.21)
Keterangan :
P = Daya pada saluran ( Watt)
I = Arus yang mengalir pada kawat (Ampere)
R = Tahanan pada penghantar (Ohm)

2.6.3. Penyaluran dan Susut Daya pada Keadaan Arus Tidak Seimbang
Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada
keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi tidak seimbang
besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b, dan c adalah
sebagai berikut (Hutauruk, 1991) :
[IR ] = a[I] (2.22)
[IS ] = b[I] (2.23)
[IT ] = c[I] (2.24)
Dengan IR, IS, dan IT berturut adalah arus fasa R, S dan T. Telah
disebutkan di atas bahwa faktor daya ketiga fasa dianggap sama walaupun
besarnya arus berbeda-beda. Dengan anggapan seperti ini besarnya daya yang
disalurkan dapat dinyatakan sebagai :
P = (a + b + c)[V][I]cos ∅ (2.25)
Apabila persamaan (2.25) menyatakan daya yang besarnya sama, maka
dari kedua persamaan tersebut dapat diperoleh persyaratan koefisien a,b dan c
adalah :
a+b+c = 3 (2.26)
Susut daya saluran adalah jumlah susut pada penghantar fasa dan
penghantar netral adalah :
P ′ = {[IR 2 ] + [IS 2 ] + [IT 2 ]}. R + [IN 2 ]. R N (2.27)
= (a2 + b2 + c 2 )[I]2 R + (a2 + b2 + c 2 − ab − ac − bc)
[IN 2 ]. R 𝑁 (2.28)
Dengan RN adalah tahanan penghantar netral.

20
Apabila persamaan (2.27) disubstitusikan ke persamaan (2.28) maka akan
diperoleh :
P ′ = {(ab + ac + bc)[I]2 R + (ab + ac + bc)}IN 2 . R N (2.29)
Persamaan (2.29) ini adalah persamaan susut daya saluran untuk saluran
dengan penghantar netral. Apabila tidak ada penghantar netral maka kedua ruas
kanan akan hilang sehingga susut daya akan menjadi :
P = {9 − 2(ab + ac + bc)I2 . R} (2.30)

2.6.4. Faktor Daya


Pengertian faktor daya (cos ∅) adalah perbandingan antara daya aktif (P)
dan daya semu (S) seperti yang terlihat pada Gambar 2.8.

S (VA)
Q (VAR)

Cos ɸ
P (Watt)
Gambar 2.8 Segitiga Daya

Dari pengertian tersebut, faktor daya tersebut dapat dirumuskan sebagai


berikut (Kadir, 1998)

Faktor Daya = (Daya Aktif / Daya Semu)


= (P / S)
= (V. I. cos ∅/V. I)
= cos ∅
Daya Semu = V. I (VA) (2.31)
Daya Aktif = V. I . cos ∅ (VAR) (2.32)
Daya Reaktif = V. I . sin ∅ (VAR) (2.33)

21
2.7. Impedansi Saluran
Untuk perhitungan jatuh tegangan, resistansi dan reaktansi kedua konduktor
perlu diperhitungkan. Kombinasi antara resistansi dan reaktansi disebut dengan
impedansi yang dinyatakan dalam satuan Ohm. Impendasi dapat dihitung dengan
rumus :
𝑍 = 𝑅 + 𝑗𝑋 (2.34)
Keterangan :
Z = Impedansi Saluran (Ohm)
R = Tahanan Saluran (Ohm)
X = Reaktansi (Ohm)

2.9. Susut Tegangan dan Rugi Tegangan pada Saluran Distribusi


Untuk saluran udara yang berkapasitansi dapat diabaikan disebut saluran
pendek secara umum diterapkan pada sistem bertegangan 20 kV sampai 66 kV dan
panjang saluran mencapai 30 km sampai 60 km, rangkaian ekivalen terdiri dari
tahanan dan reaktansi yang terhubung seri seperti pada Gambar 2.9.

R XL

Vk Vt Beban

Gambar 2.9. Rangkaian ekivalen pada saluran udara

Jatuh tegangan pada sistem distribusi terjadi pada :


1. Penyulang tegangan menengah
2. Transformator distribusi
3. Penyulang jaringan tegangan rendah
4. Sambungan rumah
5. Instalasi rumah

22
Selanjutnya untuk menghitung susut tegangan ditulis dengan persamaan :
∆𝑉 = 𝑉𝑘 − 𝑉𝑡 (2.35)
Keterangan :
∆V = Susut tegangan (Volt)
Vk = Tegangan ujung kirim (Volt)
Vt = Tegangan ujung terima (Volt)
Rugi tegangan dapat dinyatakan sebagai berikut :
∆𝑉 = 𝐼 𝑅 ∙ cos ∅ + 𝐼 𝑋 ∙ 𝑠𝑖𝑛 ∅ (2.36)
Keterangan :
∆V = Jatuh tegangan (Voltage drop) (Volt)
I = Arus yang mengalir (Ampere)
R = Tahanan saluran (Ohm)
X = Reaktansi (Ohm)
∅ = Sudut dari faktor daya beban
Pada saluran arus bolak-balik besarnya rugi tegangan (voltage drop)
tergantung dari impedansi saluran serta beban dan faktor daya. Untuk jarak yang
dekat rugi tegangan tidak begitu berarti.
Perhitungan rugi tegangan yang diperlukan tidak hanya untuk keperluan
peralatan sistem saja, namun juga untuk dapat menjamin tegangan terpasang yang
dapat dipertahankan dalam batas-batas yang layak.
Karena itu perlu diketahui hubungan fasor anatara tegangan dan arus serta
reaktansi dan resistansi pada perhitungan yang akurat. Hubungan diagram fasor
antara tegangan pada sisi pengirim dari sebuah rangkaian, rugi tegangan pada
ujung penerima.
Selanjutnya rumus susut tegangan (voltage drop) sesuai dengan persamaan
2.37 dan rumus tegangan pada sisi pengiriman (Vs) adalah sebagai berikut :
𝑉𝑠 = 𝑉𝑟 + 𝐼 𝑅 ∙ cos ∅ + 𝐼 𝑋 cos ∅ (2.37)
Keterangan :
Vs = Tegangan kirim (voltage sending end) (Volt)
Vr = Tegangan terima (voltage receiving end) (Volt)
I = Arus yang mengalir (Ampere)

23
R = Tahanan saluran (Ohm)
X = Reaktansi (Ohm)
∅ = Sudut dari faktor daya beban
Diagram tegangan terlihat pada gambar 2.5. dimana tampak anatara lain :
sudut ∅1 antara I dan Vs, sudut ∅2 anatara I dan Vr, tegangan awal Vs, tegangan
akhir Vr, kemudian kerugian tegangan dari suatu pe-nghantar adalah ∆V yang
terdiri dari nilai I.R dan I.X pada saluran arus bolak-balik, besar jatuh tegangan
(voltage drop ) tergantung dari impedansi saluran serta beban dan faktor daya.

2.9. Rugi- rugi daya Pada Jaringan Distribusi


Yang dimaksud rugi- rugi daya adalah perbedaan antara energi listrik yang
disalurkan (PS) dengan energi listrik yang terpakai (PP) (Hadi, 1994).
Rugi- rugi daya = (Ps – Pp) / Ps (2.38)
Keterangan :
Ps = Energi yang disalurkan (Watt)
Pp = Energi yang dipakai (Watt)

2.9.1. Rugi- rugi daya Pada Penghantar Phasa


Jika suatu arus mengalir pada suatu penghantar, maka pada penghantar
tersebut akan terjadi rugi-rugi daya energi menjadi panas karena pada penghantar
tersebut terdapat resistansi. Rugi-rugi daya dengan beban terpusat di ujung
dirumuskan sebagai berikut (Sudirham, 1991)
∆V = √3 I ∙ R cos ∅ + I ∙ X sin ∅ ∙ 𝑙 (2.39)
∆P = 3 I2 R (2.40)
Keterangan
I = Arus per phasa
R = Tahanan pada penghantar (Ohm/ km)
X = Reaktansi pada penghantar (Ohm / km)
Cos ∅ = Faktor daya beban
𝑙 = Panjang penghantar (km)

24
2.9.2. Rugi- rugi daya Akibat Adanya Arus Netral Pada Penghantar Netral
Akibat pembebanan di tiap phasa yang tidak seimbang, maka akan
mengalir arus pada penghantar netral. Jika di hantaran pentanahan netral terdapat
nila tahanan dan dialiri arus, maka kawar netral akan bertegangan yang
menyebabkan tegangan pada transformator tidak seimbang. Arus yang mengalir di
sepanjang kawat netral, akan menyebabkan rugi daya di sepanjang kawat netral
sebesar (Hutauruk, 1991) :
PN = IN 2 R N (2.41)
Keterangan
PN = Rugi- rugi daya yang timbul pada penghantar netral (Watt)
IN = Arus yang mengalir melalui penghantar netral (Ampere)
RN = Tahanan pada kawat netral (Ohm)

2.9.3. Rugi- rugi daya Akibat Arus Netral yang mengalir ke Tanah
Rugi- rugi daya ini terjadi karena adanya arus netral yang mengalir ke
tanah, Besarnya dapat dirumuskan sebagai berikut (Hayt, dkk, 2005).
PG = IG 2 R G (2.42)
Keterangan
PG = rugi- rugi daya akibat arus netral yang mengalir ke tanah (Watt)
IG = Arus netral yang mengalir ke tanah (Ampere)
RG = Tahanan pembumian netral transformator (Ohm)

2.10. Persamaan – persamaan yang Digunakan Dalam Perhitungan


Persamaan-persamaan yang digunakan untuk menganalisa pengaruh
ketidakseimbangan beban terhadap arus netral dan rugi- rugi daya pada
transformator distribusi adalah sebagai berikut (Badaruddin, 2012) :

2.10.1. Perhitungan Arus Beban Penuh dan Arus Hubung Singkat


Telah diketahui bahwa daya transforamator distribusi bila ditinjau dari sisi
tegangan tinggi (primer) dapat dirumuskan sebagai berikut :
S = √3. V. I (2.43)

25
Keterangan
S = Daya transformator (kVA)
V = Tegangan sisi primer transformator (kV)
I = Arus jala – jala (A)
Dengan demikian untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat
menggunakan rumus :
S
IFL = (2.44)
√3.V

Keterangan :
IFL = Arus Beban Penuh (A)
S = Daya Transformator (kVA)
V = Tegangan Sisi Sekunder Transformator (kV)
Sedangkan untuk menghitung arus hubung singkat pada transformator
digunakan rumus :
S.100
ISC = %𝑍√3𝑉 (2.45)

Keterangan :
ISC = Arus Hubung Singkat (A)
S = Daya Transformator (kVA)
%Z = Persen Impedansi Transformator
Dengan demikian untuk menghitung persentase pembebanannya adalah
sebagai berikut :
IPH
%b = × 100% (2.46)
IFL

Keterangan :
%b = Persentase Pembebanan
IPH = Arus Fasa (A)
IFL = Arus Beban Penuh (A)

2.10.2. Perhitungan Ketidakseimbangan Beban


Untuk menghitung ketidakseimbangan beban pada transformator dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Dahlan, 1979) :
IR +Is +IT
I𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = (2.47)
3

26
Dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang (I) sama dengan
besarnya arus rata-rata, maka koefisien a, b dan c diperoleh dengan :
IR
a= (2.48)
I
Is
b= (2.49)
I
IT
c= (2.50)
I

Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b dan c adalah 1. Dengan


demikian rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam %) adalah :
{|𝑎−1|+|𝑏−1|+|𝑐−1|}
𝐼𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 (%) = × 100% (2.51)
3

2.10.3. Perhitungan Rugi- rugi daya Akibat Adanya Arus Netral Pada
Penghantar Netral
Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada
sisi sekunder transformator (fasa R, fasa S dan fasa T) mengalirlah arus di netral
transformator. Arus yang mengalir pada penghantar netral transformator ini
menyebabkan rugi- rugi daya. Dan rugi- rugi daya pada penghantar netral dapat
dirumuskan sebagai berikut (Hutauruk, 19911) :
PN = IN 2 R N (2.52)
Keterangan :
PN = Rugi- rugi daya yang timbul pada penghantar netral (Watt)
IN = Arus yang mengalir melalui kawat netral (Ampere)
RN = Tahanan pada kawat netral (Ohm)

27

Anda mungkin juga menyukai