Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN

“EUTROFIKASI”

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk


Memenuhi Tugas Analisis Kualitas Lingkungan
Dosen pengampu Arum Siwiendrayanti, S.K.M., M.Kes.

Disusun oleh :

Muhammad Zakki Saefurrohim (6411415036)

Nila Kusumawati (6411415042)

Devia Nur Safitri (6411415044)

Malikhatul Mustafidah (6411415045)

Rombel 02

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
1. Pengertian Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah proses dimana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat
cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal. Dapat dikatakan eutrofikasi
merupakan pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang
berlebih ke dalam ekosistem air.

2. Klasifikasi Eutrofikasi
Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu artificial atau cultural
eutrophication dan natural eutrophication.
a. Artificial (cultural) eutrophication terjadi karena adanya peningkatan unsur
hara di perairan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
b. Natural eutrophication terjadi karena adanya peningkatan unsur hara di
perairan bukan disebabkan oleh aktivitas manusia, melainkan karena aktivitas
alam. Menurut Setiana ( 1996 ), menyatakan bahwa proses masuknya unsure
hara ke badan perairan dapat melaui dua cara, yaitu : Penapisan air drainase
lewat pelepasan hara tanaman terlarut dari tanah dan melalui erosi permukaan
tanah atau gerakan partikel tanah halus masuk ke system drainase.

3. Faktor Penyebab Eutrofikasi


Eutrofikasi dapat dikarenakan beberapa hal, di antaranya karena ulah
manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan. Hampir 90 % disebabkan oleh
aktivitas manusia di bidang pertanian. Para petani biasanya menggunakan
pestisida atau insektisida untuk memberantas hama tanaman agar tanaman tidak
rusak. Akan tetapi botol-botol bekas pestisida itu dibuang secara sembarangan
baik di sekitar lahan pertanian atau daerah irigasi. Hal inilah yang mengakibatkan
pestisida dapat berada di tempat lain yang jauh dari area pertanian karena
mengikuti aliran air hingga sampai ke sungai-sungai atau danau di sekitarnya.
Rembesan phospor selain dari areal pertanian juga datang dari peternakan, dan
pemukiman atau rumah tangga. Akumulasi phospor dalam tanah terjadi saat
sejumlah besar kompos dan pakan ternak digunakan secara besar-besaran untuk
mengatur prosduksi ternak hewan.
Sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 % berasal dari proses alamiah di
lingkungan air itu sendiri (background source), 7 % dari industri, 11 % dari
detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang
terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas menunjukkan
bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragamnya aktivitas masyarakat
modern menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke
lingkungan air.
Limbah kotoran ikan dan sisa pakan ikan yang mengandung unsur hara
fosfor dan nitrogen. Pestisida, obat-obatan dan pakan ternak merupakan sumber
elemen P yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pestisida dapat hilang selama
penggunaan melalui penyemprotan yang tidak terarah, dan penguapan. Pestisida
lepas dari tanah melalui leaching ataupun pengaliran air. Pola reaksi pelepasan
pestisida seangat tergantung pada afinitas bahan kimia yang digunakan tergadap
tanah dan air, jumlah dan kecepatan hilangnya pestisida dipengaruhi oleh waktu
dan kecepatan curah hujan, penggunaan, jenis tanah dan sifat dari pestisidanya.
Pestisida dapat mencapai badan air jikatumpahan yang terjadi selama proses
pengisian pencampuran pencucian dan penggunaan, melalui aliran air, melalui
pelepasan (leaching) kedalam air permukaan yang berbahaya karena dapt
mencemari perairan jika tidak diperlakukan dengan hati-hati (anonym, 2004)

4. Proses Eutrofikasi
Eutrofikasi merupakan proses alamiah dan dapat terjadi pada berbagai
perairan, tetapi bila terjadi kontaminasi bahan-bahan nitrat dan fosfat akibat
aktivitas manusia dan berlangsung terus menerus, maka proses eutrofikasi akan
lebih meningkat. Kejadian eutrofikasi seperti ini merupakan masalah yang
terbanyak ditemukan dalam danau dan waduk, terutama bila danau atau waduk
tersebut berdekatan dengan daerah urban atau daerah pertanian.
Dilihat dari bahan pencemarannya eutrofikasi tergolong pencemaran
kimiawi. Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya
nutrient yang berlebihan kedalam ekosistem perairan. Eutrofikasi terjadi karena
adanya kandungan bahan kimia yaitu fosfat (PO3-). Suatu perairan disebut
eutrofikasi jika konsentrasi total fosfat ke dalam air berada pada kisaran 35-
100µg/L. Eutrofikasi banyak terjadi di perairan darat (danau, sungai, waduk, dll).
Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para
peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di
antara nutrient utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam
proses eutrofikasi. Sebenarnya proses terjadinya Eutrofikasi membutuhkan waktu
yang sangat lama (ribuan tahun), namun akibat perkembangan ilmu teknologi
yang menyokong medernisasi dan tidak diiringi dengan kearifan lingkungan maka
hanya dalam hitungan puluhan atau beberapa tahun saja sudah dapat terjadi
Eutrofikasi.

(Gambar hubungan sebab akibat yang terjadi pada proses eutrofikasi)

5. Dampak Eutrofikasi
Konsekuansi lebih jauh dari aktivitas manusia yang melepaskan fosfat
dalam limbahnya adalah: penurunan kualitas air, estetika lingkungan, dan masalah
navigasi perairan dan penurunan keanekaragaman organisme air. Senyawa produk
yang dihasilkan bakteri anaerob seperti H2S, amin dan komponen fosfor adalah
senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap dan anyir. Selain
itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat
konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain,
termasuk manusia. Beberapa penyakit akut dapat disebabkan oleh racun dari
kelompok fitoplankton seperti Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic
Shellfish Poisoning (ASP), dan Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP).
Secara singkat dampak eutrofiaksi di perairan dapat dirangkum sebagai
berikut:
1. Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan invertebrata.
Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya biodiversitas di habitat
akuatik dan spesies lain dalam rantai makanan.
2. Anoxia (tidak tersedianya oksigen) atau konsentrasi oksigen terlarut menurun
sehingga beberapa spesies ikan dan kerang tidak toleran untuk hidup.
3. Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi/ cagar alam
margasatwa.
4. Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang akan
meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi masyarakat
dan merusak industri perikanan. Pada masa kini hubungan antara pengkayaan
nutrien dengan adanya insiden keracunan kerang di perairan pantai/laut
meningkat
5. Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi
maupun rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada pariwisata dan
industri pariwisata.

6. Penanggulangan dan Pencegahan Eutrofikasi


Dalam banyak hal, cara yang paling efektif untuk menangani eutrofikasi
yang disebabkan oleh kelebihan phospat adalah dengan memakai pendekatan
yang terintegrasi untuk mengatur dan mengontrol semua masukan nutrien,
sehingga konsentrasi nutrien dapat direduksi menjadi cukup rendah sehingga tidak
menyebabkan alga bloom. Pendekatan yang sama akan bermanfaat juga untuk
mengatasi masalah eutrofikasi yang disebabkan oleh nitrogen. Oleh karena itu
kontrol tersebut harus juga mengurangi kehilangan P dan N, dengan demikian dari
sudut ekologi juga akan mendatangkan keuntungan. Jika meningkatnya jumlah P
yang lepas/hilang berhubungan erat dengan erosi dan hilangnya sedimen secara
besar-besaran, maka dengan kontrol erosi diharapkan dapat dicapai peningkatan
kualitas melalui pengurangan dampak negatif sedimen di sistem akuatik.
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk megontrol eutrofikasi :
a. Attacking symptoms
 Mencegah pertumbuhan vegetasi penyebab eutrofikasi
 Menambah atau meningkatkan oksigen terlarut di dalam air
Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan :
 Chemical treatment (untuk mengurangi kandungan nutrien yang berlebihan di
dalam air)
 Aerasi, yaitu proses penambahan oksigen kedalam air
 Harvesting algae/memanen alga (untuk mengurangi alga yang tumbuh subur di
permukaan air)
b. Getting at the root cause
Mengurangi sedimen dan nutrient berlebihan yang masuk ke dalam air.
Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan :
 Pembatasan penggunaan fospat
 Pembuangan limbah fospat dari pemukimam
 Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fospat dalam detergen

7. Artikel Penelitian Makhluk Hidup sebagai Bioindikator


Identitas Artikel
1. Judul
“ Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan
di Ekosistem Mangrove Wilayah Tapak Kelurahan Tugurejo Kota
Semarang.”
2. Penulis
Jamaludin Afif, Sri Ngabekti, Tyas Agung Pribadi

3. Jurnal
Unnes Journal of Life Science, tahun terbit 2014

4. Rincian artikel
Makhluk hidup yang digunakan sebagai bioindikator dalam artikel ini
adalah makrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme yang hidup pada
dasar perairan dan merupakan bagian dari rantai makanan yang
keberadaannya bergantung pada populasi organisme yang tingkatnya lebih
rendah sebagai sumber pakan. Makrozoobentos adalah organisme yang
tersaring pada ayakan dengan ukuran 500 mm. Selain itu makrozoobentos
merupakan sumber makanan utama bagi organisme lainnya seperti ikan.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman
makrozoobentos sebagai indikator kualitas lingkungan.
Zat/hal yang ingin dianalisis adalah indeks keanekaragaman Shannon-
Wienner (H’), indeks kemerataan/Evenness (e) dan indeks dominasi (D).
Indeks keanekaragaman (H’) dipengaruhi oleh substrat dasar, DO dan
kandungan BOD.
Metode dalam penelitian ini adalah purposive sampling agar seluruh
ekosistem dapat terwakili. Pengambilan dilakukan pada 9 stasiun yang
berbeda dengan teknik pengambilan komposit. Substrat makrozoobentos
dikeruk kemudian ditumpahkan ke dalam meber yang berukuran 1 liter.
Substrat yang didapat disaring menggunakan saringan berukuran 1 mm.
Makrozoobentos yang telah disortir dari substrat selanjutnya dibersihkan
dengan air dan dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol 70% dan dilabeli.
Makrozoobentos diidentifikasi dan dihitung jumlah dan jenis individu di
laboratorium. Waktu pengambilan sampel sebanyak 3x sengan selang waktu
2 minggu.

Anda mungkin juga menyukai