Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KESETARAAN DAN KEADILAN SOSIAL

DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN


“Health and Nutrition Children: Equity and Social Determinants”

Kelompok 1:
Khofifatul Islamiyah 101511535012
Zumrotul Azizah 101511535019
Nur Azizatul Ikrima 101511535021
Siti Nur Alfatihana 101511535045

Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Banyuwangi
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sesuai dengan yang
diharapkan. Makalah yang berjudul “Health and Nutrition Children: Equity and Social
Determinants” ini dibuat dalam memenuhi salah satu tugas mata kuliah kesetaraan dan
keadilan sosial dalam pembangunan kesehatan. Proses pembuatan makalah ini tidak akan
mampu terselesaikan dengan baik tanpa bantuan beberapa orang yang turut berperan. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Hario Megatsari, S.KM., M.Kes., selaku dosen pembimbing mata kuliah
kesetaraan dan keadilan sosial dalam pembangunan kesehatan,
2. Ibu Jayanti Dian Eka Sari S.KM., M.Kes., selaku dosen pembimbing mata
kuliah kesetaraan dan keadilan sosial dalam pembangunan kesehatan kelas
Banyuwangi,
3. Teman-teman peminatan departemen PKIP FKM UNAIR PSDKU di
Banyuwangi yang selalu memberikan motivasi dan dukungan,
4. Orang tua yang selalu memberikan doa untuk kelancaran penyelesaian tugas.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna,
baik dari segi penulisan, bahasan, ataupun penyusunannya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah
ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Banyuwangi, 30 Maret 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 5
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
2.1 Deskripsi........................................................................................................................... 6
2.2 Analisis ............................................................................................................................. 7
BAB III SOLUSI ..................................................................................................................... 14
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 17
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 17
4.2 Saran ............................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18
LAMPIRAN.............................................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut WHO nutrisi sangat penting untuk kesehatan, utamanya bagi pertumbuhan
dan perkembangan selama tahun-tahun awal kehidupan sekitar lima tahun pertama. Dalam
memberikan nurisi pada anak-anak jumlahnya harus tepat dari makronutrien sepeti protein,
lemak, dan karbohidrat, serta mikronutrien seperti vitamin A, yodium, besi dan seng.
Apabila terjadi masalah dalam memberikan nutrisi akan menyebabkan gangguan kesehatan
tentang gizi pada anak. Setiap negara di dunia dipengaruhi oleh satu atau lebih bentuk
kekurangan gizi. Secara global gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan utama di seluruh
dunia. Pada tahun 2016, diperkirakan 155 anak dibawah umur 5 tahun menderita stunting,
sementara 41 juta kelebihan berat badan atau obesitas menurut WHO. Sekitar 45% kematian
diantara anak-anak dibawah usia 5 tahun terkait dengan kekurangan gizi kebanyakan terjadi
di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut Dr. Francesco Branca,
sekitar 800 juta orang kelaparan setiap harinya, dan anak usia dibawah 5 tahun sekitar 156
anak pertumbuhannya terhambat karena terjadi kekurangan gizi kronis serta 50 juta anak-
anak terkena dampak malnutrisi akut yang mengancam jiwa.
Di Indonesia sendiri masalah kesehatan gizi buruk berdasarkan Status Gizi Balita
Index BB/U sebanyak 3,4% balita mempunyai status gizi buruk dan 14,4 % balita
mempunyai status gizi kurang dan banyak terjadi pada kelompok baduta berdasarkan Hasil
PSG 2016. Berdasarkan Riskesdas 2013 menyajikan prevalensi kurus menurut nasional dan
menyatakan bahwa salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam
manajemen gizi buru yaitu keadaan sangat kurus. Prevalensi sangat kurus secara nasional
tahun 2013 masih cukup tinggi yaitu 5,3 %. Secara keseluruhan prevalensi anak balita kurus
dan sangat kurus menurun dari 13,6 % tahun 2007 menjadi 12,1 % pada tahun 2013. Masalah
kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,0 -14,0 %, dan
dianggap kritis bila ≥ 15,0 % (WHO 2010). Jadi pada tahun 2013 prevalensi kurus pada balita
yang jumlahnya 12,1 % dapat diartikan masalah kurus di Indonesia masih merupakan
masalah kesehatan yang serius.
Kesehatan dan nutisi pada anak juga dapat dipengaruhi oleh determinan ekonomi dan
sosial menurut WHO kemiskinan memperkuat risiko terjadinya berbagai bentuk kekurangan
gizi. Bukan hanya itu saja kekurangan gizi juga dapat dipengaruhi tingkat pendidikan,
sanitasi, dan akses pelayanan kesehatan. Dalam buku Equity: Social determinan and Public

4
health programmes membahas mengenai bagaimana organisasi kesehatan dunia (WHO)
dalam mengatasi permasalahan kesehatan. Dalam bab keempat membahas mengenai
kesehatan dan gizi anak usia dibawah 5 tahun. Pembahasan ini mendeskripsikan
ketidakadilan sosial ekonomi yang diinjau mulai dari konteks dan posisi sosio-ekonomi,
eksposur dan kerentanan diferensial, dan akses terhadap layanan kesehatan serta cakupan
intervensi kesehatan pada anak. Selanjutnya membahas bagaimana perbedaan morbiditas dan
status gizi pada anak, dan determinan kesehatan masyarakat yang kurang baik khususnya
ketidaksetaraan kekayaan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana deskripsi kesehatan dan nutrisi anak?
1.2.2 Bagaimana analisis kesehatan dan nutrisi anak berdasarkan jurnal ?
1.2.3 Bagaimana solusi yang dapat dilakukan untuk kesehatan dan nutrisi anak dengan
menggunakan konsep equity dan equality ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui deskripsi kesehatan dan nutrisi anak
1.3.2 Dapat mengetahui analisis kesehatan dan nutrisi anak berdasarkan jurnal
1.3.3 Dapat mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk kesehatan dan nutrisi anak
dengan menggunakan konsep equity dan equality

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi
2.1.1 Kesehatan Anak Balita
Kesehatan adalah keadaan seimbang yang dinamis, dipengaruhi faktor genetik,
lingkungan dan pola hidup sehari-hari seperti makan, minum, seks, kerja, istirahat,
hingga pengelolaan kehidupan emosional. Status kesehatan tersebut menjadi rusak bila
keadaan keseimbangan terganggu, tetapi kebanyakan kerusakan pada periode-periode
awal bukanlah kerusakan yang serius jika orang mau menyadarinya. (Santoso, 2012: 8)
Menurut definisi yang dirumuskan oleh WHO, kesehatan adalah sebagai : ”a state
of complete physical, mental and social well being and not merely the absence of disease
or infirmity“. (WHO, 1948), adalah keadaan sejahtera fisik, mental, social tanpa ada
keluhan sama sekali (cacat atau sakit). Dalam UU RI Nomor 23 tahun 1992 kesehatan
juga dinyatakan mengandung dimensi mental dan social : “Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara social dan ekonomi “.
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik pertumbuhan
cepat pada usia 0-1 tahun, dimana umur 5 bulan berat badan naik 2 kali berat badan lahir
dan berat badan naik 3 kali dari berat badan lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4 kali
pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan berat
badan kurang lebih 2 kg per tahun, kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir
(Soetjiningsih, 2001). Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat
pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya, pertumbuhan dasar yang akan
mempengaruhi serta menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia (Supartini, 2004).
Kesehatan anak balita adalah keadaan seimbang fisik, mental dan sosial tanpa sakit
atau cacat sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari, terpenuhinya asupan gizi
seimbang yang cukup.

2.1.2 Gizi Anak Balita


Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpangan, metabolisme
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,

6
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa,
2002). Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan keadaan
kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan
tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Saat ini, selain berkaitan
dengan kesehatan, gizi juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena
berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja
(Almatsier, 2002).
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat
dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, 2002). Status gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan.
Makanan yang memenuhi gizi tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan.
Sebaiknya jika kekurangan atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk jangka
waktu yang lama disebut gizi salah. Manifestasi gizi salah dapat berupa gizi kurang dan
gizi lebih (Supariasa, 2002).
Bentuk dan jenis makanan bergizi bagi balita berdasarkan Depkes RI (2009) yang
menyebutkan untuk anak usia 0-6 bulan makanan yang terbaik bagi bayi adalah ASI
eksklusif. Usia 6-9 bulan ASI tetap diberikan dan mulai ditambahkan makanan
pendamping seperti bubur susu dan bubur tim yang dilumat. Balita ketika suda berusia 9-
12 bulan ASI masih bisa diberikan dan ditambahkan MP ASI yang lebih padat seperti
bubur nasi dan nasi lembek. Anak yang sudah berusia 1-2 tahun dapat diberikan
makanan orang dewasa seperti nasi, lauk pauk dan sayur yang diberikan 3 kali sehari
dengan porsi 1/3 piring orang dewasa, pada usia in ASI juga masih dapat diberikan.
Anak ketika sudah berusia 2 tahun ke atas, dapat diberikan makanan orang dewasa
dengan porsi yang diperbesar serta ditambahkan buah dan sayur.

2.2 Analisis
2.2.1 Kesehatan dan Nutrisi Anak
Anak dapat dikatakan sehat apabila berada dalam kondisi atau keadaan yang
normal atau stabil, baik fisik, mental, sosial, maupun ekonomi. Sebagian anak yang berada
di bawah usia 5 tahun sering mengalami gangguan kesehatan. Walaupun gangguan
kesehatan tersebut hanya kecil maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan

7
anak. Misalnya gangguan diare, diare akan membuat badan anak lemas dan tidak sedikit
yang mengantarkan mereka kepada kematian karena kekurangan cairan.
Selain itu, gizi yang buruk juga akan mengganggu kesehatan anak. Jika gizi yang
buruk terjadi pada anak usia dini, maka akan mengakibatkan terganggunya kinerja otak
dan bahkan mengurangi kapasitas kecerdasan anak. Bukan berarti makanan yang enak itu
dapat memenuhi gizi seimbang, akan tetapi makanan dengan gizi seimbang adalah
makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dengan
kadar yang sesuai dengan kebutuhan tubuh anak. Anak-anak di bawah usia 5 tahun juga
sangat rentan terhadap dampak ketidakadilan sosial ekonomi, karena ketergantungan
mereka pada orang lain untuk memastikan status kesehatan mereka. Berikut determinan
sosial yang mempengaruhi kesehatan dan nutrisi anak:

a. Socioeconomic Context and Position


Suatu keadaan sosioekonomi seseorang ataupun suatu kelompok dalam
masyarakat dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap status kesehatan
masyarakat. Dalam masalah ini keadaan keluarga dapat mempengaruhi kesehatan dan
nutrisi anak. Menurut jurnal pendapatan keluarga, kepemilikan aset dan pendidikan
orang tua dapat mempengaruhi status kesehatan anak. Hasil dari penelitian di dalam
jurnal tersebut menjelaskan bahwa determinan ekonomi sendiri dapat mempengaruhi
status gizi seperti penghasilan rata-rata keluarga yang sedikit sehingga akan
menimbulkan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi gizi anak. Rendahnya daya
beli keluarga untuk pemenuhan gizi meskipun mereka sudah mengerti dan cukup
informasi mengenai asupan untuk anak.
Selain determinan ekonomi, terdapat determinan sosial yang mempengaruhi
kesehatan dan status gizi anak. Determinan sosial yang dapat mempengaruhi
kesehatan adalah masih adanya stigma tentang perbedaan tingkat pendidikan laki-laki
dan perempuan. Terbukti dengan adanya data bahwa persentase perempuan yang
mengenyam pendidikan selama lima tahun atau lebih sebesar 80% sedangkan
persentase laki-laki yang mengenyam pendidikan selama lima tahun atau lebih adalah
sebesar 85% . Hal ini akan mempengaruhi status perempuan yang nantinya akan
menjadi seorang ibu yang memiliki anak dan menjadi tolak ukur keberlangsungan
hidup anak. Tingkat pengetahuan biasanya bisa dilihat dari tingkat pendidikan .
Seorang perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi setidaknya paham akan masa

8
depannya seperti sadar akan memiliki anak yang nantinya harus dirwat dan diberi
asupan dengan cara yang tepat demi keberlangsungan hidup anaknya.

b. Differential Exsposure
Faktor penting pemicu timbulnya gangguan kesehatan adalah kondisi
lingkungan tempat tinggalnya. Menurut hasil penelitian, kondisi air bersih, sanitasi
dan kebersihan yang buruk dikaitkan dengan peningkatan kejadian penyakit yang
ditularkan melalui air, terutama diare. Kondisi padat penduduk dikaitkan dengan
peningkatan kejadian pneumonia, campak dan infeksi udara lainnya.
Menurut beberapa penelitian didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang jelas
antara kekayaan suatu negara dan ketersediaan air dan sanitasi bagi penduduknya.
Artinya untuk mendapatkan akses air bersih sangat mudah bagi keluarga yang kaya,
karena mayoritas keluarga kaya banyak yang tinggal di perkotaan dan mudah untuk
mendapatkan dan membeli air bersih. Sebaliknya bagi keluarga yang miskin akan
susah untuk mendapatkan akses air bersih khususnya di negara yang sangat minim
ketersediaan air. Karena keluarga miskin lebih banyak bertempat tinggal di pinggiran
desa bahkan pinggiran sungai yang airnya telah tercemar limbah.

c. Differential Vulnerability
Menurut model Priority Public Health Conditions Knowledge Network,
konsep kerentanan didasarkan pada premis bahwa tingkat pemaparan yang sama
mungkin memiliki efek yang berbeda pada kelompok sosioekonomi yang berbeda,
tergantung pada lingkungan sosial, budaya dan ekonomi mereka dan faktor kumulatif.
Di dalam jurnal dibahas mengenai dua tingkat paparan, yaitu faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit dan faktor yang mempengaruhi keparahan penyakit.
1) Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit
Kemiskinan mempengaruhi kerentanan anak terhadap penyakit. Pada
jurnal tersebut berfokus pada faktor-faktor yang terkait dengan penyakit
kejadian, seperti perilaku (menyusui), Praktik rumah (penggunaan nyamuk
yang diberi insektisida) dan pemanfaatan layanan kesehatan (antenatal,
delivery dan perawatan pasca kelahiran), dan kemudian membahas variabel
terkait dengan tingkat keparahan. Perilaku pemberian ASI ekskusif dapat
mempengaruhi kesehatan bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di semua
negara mayoritas keluarga kaya lebih cenderung tidak melakukan pemberian

9
ASI eksklusif, kecuali di Afrika sub-sahara yang pemberian ASI eksklusif
tidak dipengaruhi kekayaan. Artinya banyak keluarga miskin yang berada di
negara miskin dan menengah yang melakukan ASI eksklusif.
Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perawatan
antenatal dan persalinan menunjukkan "ketidakadilan tertinggi" di Afrika,
dimana akses di batas kekayaan teratas jauh lebih besar daripada populasi
lainnya, dan untuk di daerah dengan cakupan keseluruhan yang tinggi, seperti
Eropa, Asia Timur dan Amerika Latin. Beberapa studi dari Brazil
menunjukkan bahwa ibu-ibu dari keluarga miskin cenderung memiliki
kunjungan lebih sedikit dan memulai kunjungan pada usia gestasi lanjut.
2) Faktor yang mempengaruhi keparahan penyakit
Ketika anak telah terkena penyakit menular, maka tingkat keparahan
sangat dipengaruhi oleh status gizi dan asupan nutrisi spesifik, serta cakupan
intervensi kuratif yang efektif. Karena anak-anak sangat rentan tertular
penyakit baik dari sang ibu, keluarga, bahkan lingkungan. Kekurangan gizi
merupakan penyebab dan konsekuensi morbiditas. Zinc dan vitamin A
memainkan peran penting dalam mengurangi keparahan penyakit menular.
Makanan berbasis hewani adalah sumber seng dan zat makanan yang sangat
baik. Analisis terhadap 12 DHS menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga
miskin secara konsisten cenderung tidak makan daging, unggas, ikan atau
telur. Asupan vitamin A yang rendah merupakan faktor penentu kekurangan
gizi lainnya, dan banyak negara telah menerapkan program suplemen vitamin
A untuk memperbaiki kekurangan ini. Dengan beberapa pengecualian dalam
50 survei berbeda, cakupan vitamin A lebih tinggi di antara orang kaya
daripada orang miskin
Kekurangan yodium merupakan salah satu penyebab keterbelakangan
mental anak yang dapat dicegah, maka dari itu masalah kekurangan yodium
dianggap sangat dibutuhkannya suatu intervensi. Sebagian besar negara
memiliki program fortifikasi garam. Di 20 dari 25 negara dengan data MICS
yang ada, penggunaan garam beryodium berhubungan langsung dengan
kekayaan. Informasi yang juga tersedia dari DHS menunjukkan kesenjangan
ekuitas di hampir semua negara yang diteliti, kecuali di tiga negara Amerika
Latin (Bolivia, Guatemala dan Haiti). Dalam analisis di atas, masing-masing
intervensi dianggap terpisah. Berapa banyak intervensi penting yang diterima

10
setiap anak ini juga dapat dinilai, dengan kata lain, cakupan intervensi.
Analisis data DHS menunjukkan bahwa sembilan intervensi yang diteliti -
termasuk tiga vaksin (BCG, DPT dan campak), toksoid tetanus untuk ibu,
suplementasi vitamin A, perawatan antenatal, pengiriman tenaga yang
terampil dan air bersih diberikan pada anak-anak kaya, sementara banyak anak
miskin yang masih menerima sedikit intervensi atau bahkan tidak sama sekali.

d. Differential Health and Nutrition Outcome


Adanya perbedaan mengenai hasil dari kesehatan dan asupan nutrisi dapat
memberikan beberapa masalah, seperti morbidity dan malnutrition. Di dalam jurnal
terdapat bukti mengenai perbedaan sosial ekonomi dalam hal hasil kesehatan selain
kematian, yaitu:
1) Morbidity
Data DHS dan MICS menjelaskan bahwa perawat anak-anak miskin
melaporkan bahwa prevalensi diare sebesar 30% atau lebih dari batasan
tingkat teratas. Selain itu, MICS melaporkan bahwa 20 dari 26 negara balita
yang mengalami batuk merupakan sebuah proxy untuk penyakit pernafasan
akut dan lebih sering terjadi pada orang miskin. Hasil DHS mengkonfirmasi
temuan MICS di semua wilayah kecuali Eropa dan Asia Tengah. Prevalensi
demam lebih tinggi untuk orang miskin daripada anak-anak kaya di
kebanyakan negara, meskipun perbedaan seringkali kecil. Singkatnya,
morbiditas dilaporkan cenderung lebih umum di antara orang miskin, namun
besarnya perbedaan seringkali kecil dengan risiko kelebihan 20-40%
dibandingkan dengan yang lebih baik.
2) Malnutrition
Istilah malnutrisi mencakup kekurangan gizi yaitu kekurangan
mikronutrient dan kelebihan berat badan atau obesitas. Sebuah studi oleh
WHO dan UNICEF menunjukkan korelasi terbalik yang kuat antara berat lahir
rendah dan tingkat perkembangan. Di negara-negara dimana proporsi tinggi
neonatus seperti Brazil, terdapat bukti yang meyakinkan bahwa ada hubungan
langsung antara berat lahir dan kekayaan. Stunting dan kekurangan berat
badan secara substansial lebih umum di kalangan orang miskin daripada anak-
anak kaya di seluruh wilayah dunia, sedangkan anak balita yang mengalami
obesitas cenderung dialami anak yang berasal dari keluarga kaya.

11
e. Differential Consequences
Perbedaan sosial ekonomi mempengaruhi tingkat kematian anak ditemukan di
seluruh dunia. Adanya ketidaksetaraan pada angka kematian balita yang menunjukkan
bahwa kematian anak-anak berusia 1-4 tahun lebih ditentukan secara sosioekonomi.
Hasil dari jurnal tersebut menunjukkan bahwa angka kematian balita cenderung tinggi
pada keluarga miskin, sedangkan pada keluarga kaya kematian balita menunjukkan
angka yang kecil.
Data DHS menunjukkan tingkat kematian neonatal yang lebih tinggi secara
konsisten bagi mereka yang berada di 20% rumah tangga paling miskin. Studi
terisolasi, menunjukkan bahwa ketidakadilan yang diobservasi untuk semua penyebab
kematian juga berlaku untuk berbagai penyebab, seperti untuk malaria di Amerika
Serikat Tanzania dan penyakit menular di Brazil.
Akhirnya, konsekuensi jangka panjang tumbuh dalam kemiskinan, dimana
mereka akan menderita sakit dan mengalami kekurangan gizi. Analisis terbaru dari
lima penelitian kohort dari negara berpenghasilan rendah dan menengah menunjukkan
bahwa adanya hubungan yang kuat antara kemiskinan di masa kanak-kanak dan nanti
ketika dewasa, termasuk tinggi badan yang dicapai, pencapaian sekolah, pendapatan
ekonomi dan keturunan, serta dengan perkembangan kognitif yang rendah di usia
lanjut.

2.2.2 Referensi Jurnal Lainnya


Menurut jurnal internasional Inequities in under-five child malnutrition in South
Africa mendukung bahwa kesenjangan ekonomi dapat mempengaruhi status stunting di
Afrika Selatan. Tingkat kasus stunting lebih tinggi pada golongan masyarakat miskin
dibandingkan masyarakat yang mampu, dimana anak-anak dari 10% rumah tangga
termiskin memiliki tingkat berat badan kurang dan stunting, masing-masing sekitar tiga
dan delapan kali lipat dari yang terkaya 10%. Angka untuk stunting dan bobot kurang
menunjukkan ketidaksetaraan yang signifikan secara statistik, yaitu anak-anak di strata
sosio-ekonomi terendah menanggung beban gizi buruk yang lebih besar.
Dalam penelitian jurnal ini juga dibahas mengenai tingkat ekonomi bahwa
peningkatan pendapatan keluarga akan mempengaruhi probabilitas anak menderita
stunting yakni semakin kecil . Namun, dalam jurnal juga membahas letak geografis tempat
tinggal di daerah desa dan kota dengan status ekonomi mereka . Masyarakat desa memiliki

12
kemungkinan lebih kecil terhadap kasus stunting dibandingkan dengan masyarakat kota .
Kemungkinan masyarakat kota terkena stunting bahkan bisa jadi dua kali lipat dibanding
masyarakat yang tinggal di desa. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah masyarakat
kota miskin dibandingkan yang miskin di desa. Kehidupan metropolitan dalam kota
menimbulkan tingkat persaingan ekonomi semakin ketat . Maka banyak dari warga kota di
Afrika selatan yang masuk dalam kategori masyarakat miskin .
Hal yang menarik dari jurnal ini adalah adanya pembanding sosial yakni anak dari
afrika selatan yang berkulit hitam dengan anak kulit putih mengenai kasus stunting.
Ternyata hasilnya sangat signifikan yakni anak kulit hitam bisa lima kali beresiko
menderita kurang BBLR dan stunting dibandingkan dengan anak berkulit putih . Hal ini
menjadi stigma sosial baru bahwa kulit putih lebih baik daripada kulit hitam.

13
BAB III
SOLUSI

Dalam menentukan bagaimana bentuk solusi kelompok kami mengunakan


framework yang ditonjolkan oleh penulis . Terdapat tiga tingkat yang digambarkan, dari
pemegang pengaruh yang menonjol yaitu determinan Socioeconomic and Position yang
menyebabkan Differential exposure dan Differential vulnerability . Untuk Differential
vulnerability sendiri dapat menjadi Differential outcomes dan Differential Consequences .
Berikut bagan yang menjadi konsep pembentukan solusi kami :

Category (Level) Solution Target Description


Regulasi sitem
pemerintah daerah
Pemerintah dan pemerintah pusat
Socio-economic Penguatan Sistem
Daerah dan mengenai food safety
Context and Ketahanan Pangan
Pemerintah Pusat goals . Merancang
Position
langkah-langkah
untuk

14
penangggulangan
masalah
Melakukan
pemberdayaan bagi
Kelompok
kelompok masyarakat
masyarakat
Peningkatan taraf dengan memanfaatkan
(keluaga) yang
ekonomi keluarga dan mengolah hasil
mengalami
bumi atau produk
masalah nutrisi
lokal sebagai sumber
penghasilan mereka

kegiatan memfasilitasi
masyarakat daerah
pinggir yang
kebanyakan adalah
Pemerintah dan masyarakat miskin
Akses mudah air bersih
Instansi terkait untuk bantuan air
bersih sebagai
konsumsi dan
kegiatan mereka
Differential sehari-hari.
exposure Penyediaan rumah
susun yang sesuai
standar sanitasi
hunian layak dengan
Pemerintah dan syarat harus
Rumah Susun
Instansi terkait mengikuti pelatihan
dan edukasi tentang
personal hygiene
sebelum penempatan
pada rumah susun.

15
Praktek langsung
pengolahan bahan
pangan yang baik dan
Kelompok
benar . Mulai dengan
Demo masak masyarakat
pemilihan bahan,
(keluarga)
penyimpanan, hingga
masak, dan penyajian
makanan.

Adanya sistem
monitoring yang
berkelanjutan,
Sebagai contoh
posyandu yang secara
Jaminan Kesehatan teratur memberikan
Program
(pangan) bagi bayi dan vaksin dan kontrol
Puskesmas
balita. pertumbuhan bayi dan
balita . Bisa juga
kegiatan cepat
tanggap balita kurang
Differential
gizi dengan intervensi
vulnerability
dan bantuan pangan
Kegiatan
pendampingan pasca
program yang telah
diterapkan. Seperti
Program pemeriksaan rutin,
Kunjungan berkelanjutan
Puskesmas edukasi pemberian
ASI Eksklusif,
sharing antar ibu-ibu
dengan masalah
pengasuhan anak,

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Data dari hampir 100 negara menunjukkan bahwa anak-anak dan ibu yang miskin
tertinggal jauh di belakang tingkat kematian dan gizi yang lebih baik. Ketidakadilan
dalam hasil kesehatan ini berasal dari kenyataan bahwa anak-anak miskin, lebih mungkin
terkena agen penyebab penyakit. Begitu mereka terpapar, mereka lebih rentan karena
resistensi yang rendah dan cakupan intervensi preventif yang rendah; dan begitu mereka
mendapatkan penyakit yang memerlukan perawatan medis, mereka cenderung tidak
memiliki akses terhadap layanan, kualitas layanan ini cenderung lebih rendah, dan
perawatan yang menyelamatkan jiwa kurang tersedia. Terdapat sedikit pengecualian
terhadap pola ini, yaitu untuk masalah obesitas anak dan praktik menyusui yang tidak
memadai adalah satu-satunya kondisi yang lebih sering dilaporkan di kalangan orang
kaya daripada orang miskin. Pelayanan kesehatan juga memainkan peran utama dalam
terciptanya perbedaan ini. Hal ini disebabkan karena tidak adanya tindakan proaktif
untuk mengatasi kebutuhan kesehatan orang miskin dan cenderung lebih berpihak pada
orang kaya, seperti biaya pengguna.

4.2 Saran
Sebaiknya layanan kesehatan lebih memastikan akses terhadap kesehatan anak-anak
yang berasal dari keluarga miskin. Selain itu diperlukan tanggung jawab kepada berbagai
program dan pemangku kepentingan, baik di dalam maupun di luar sektor kesehatan,
yang dapat membantu mengatasi faktor penentu sosial. Sehingga dapat menyediakan
ruang bagi berbagai sektor untuk berkontribusi guna menciptakan kesetaraan dalam
mencapai kesehatan dan gizi anak. Perlu adanya intergrasi yang kuat antara tenaga
kesehatan yang langsung menangani masyarakat yang bermasalah dengan pemerintah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier,S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan KEMENKES RI. 2013. Riset Kesehatan
Dasar. Website :
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.p
df. Diakses pada 23 Maret 2018.
Branca, Francesco Direktur WHO. 2016. Ending malnutrition in all its forms? A decade of
opportunity. Website : http://www.who.int/mediacentre/commentaries/ending
malnutrition-opportunity/en/. Diakses pada 23 Maret 2018.
Branca, Francesco Direktur WHO. 2016. Malnutrition: It's about more than hunge. Website :
http://www.who.int/mediacentre/commentaries/malnutrition/en/. Diakses pada 23
Maret 2018.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar.
Jakarta: Depkes RI.
Inequities in under-five child malnutrition in South Africa dalam http://www.bvsde.ops-
oms.org/texcom/nutricion/eyob.pdf. diakses pada 04 Maret 2018.
KEMEKES RI Direktorat Jenral Kesehatan Masyarakat.2016. Hasil Pemantauan Status Gizi
(PSG). Website : www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir.../Buku-Saku-Hasil-
PSG-2016_842.pdf
Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Supriasa, I. D. N., Bakri, B., dan Fajar, I. 2002. Penilaian status gizi. Jakarta : EGC.

WHO. 2017. Malnutrition. Website:


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/malnutrition/en/ diakses pada 23 Maret
2018.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai