Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan
tentang Teori Kebijakan Dividen dengan baik meskipun banyak kekurangan. Kami sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai Etika dalam berbisnis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran, dan usulan demi berbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan
datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempura tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disususn ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membaca. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata dan penulisan
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dimasa depan.

Denpasar, 15 April 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan dengan


keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan deviden adalah keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang
saham dalam bentuk deviden atau akan ditahan untuk menambah modal guna
pembiayaan investasi dimasa yang akan datang.

Kebijakan deviden merupakan salah satu kebijakan dalam perusahaan yang


harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara seksama. Dalam kebijakan deviden
ditentukan jumlah alokasi laba yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham
(deviden) dan alokasi laba yang dapat ditahan perusahaan. Semakin besar laba yang
ditahan, semakin kecil laba yang akan dibagikan pada para pemegang saham. Dalam
pengalokasian laba tersebut timbul lah berbagai masalah yang dihadapi.

Keuntungan perusahaan merupakan faktor pertama yang biasanya menjadi


pertimbangan direksi, walaupun untuk membayar deviden perusahaan rugipun dapat
melaksanakannya, karena adanya cadangan dalam bentuk laba ditahan. Namun
demikian hubungan antara keuntungan perseroan dengan keputusan deviden masih
merupakan suatu hubungan yang vital (Robert, 1997). Perusahaan selalu berusaha
meningkatkan citranya dengan cara setiap peningkatan laba akan diikuti dengan
peningkatan porsi laba yang dibagi sebagai deviden dan juga dapat mendorong
peningkatan nilai saham perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kebijakan dividen?


2. Apa itu Signaling Theory?
3. Apa yang itu Clientele Theory?
4. Bagaimana kestabilan dividen?
5. Bagaimana kebijakan dividen dalam praktek?
6. Apa itu residual dividend model?
7. Apa faktor – faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu kebijakan dividen.


2. Untuk mengetahui apa itu Signaling Theory.
3. Untuk mengetahui apa itu Clientele Theory.
4. Untuk mengetahui apa itu kestabilan dividen.
5. Untuk mengetahui apa itu kebijakan dividen dalam praktek.
6. Untuk mengetahui apa itu residual dividend model.
7. Untuk mengetahui apa itu faktor – faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan
dividen.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Kebijakan Dividen


Menurut Lukas Setia Atmaja (2010:110) menyebutkan ada lima teori dari preferensi
investor yaitu:
1. Dividen Tidak Relevan
Ketidak relevanan DPR adalah berdasarkan ide bahwa pada saat terdapat
kesempatan investasi yang menguntungkan dan sebelum dividen dibayarkan, dana
yang dibayarkan perusahaan harus ditempatkan kembali oleh dana yang diperoleh
melalui pembelanjaan eksternal. Menurut Modigliani dan Miller, nilai suatu
perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tetapi ditentukan oleh laba
bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Beberapa asumsi penting
yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional.
2) Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru.
3) Tidak ada pajak.
4) Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Ketidakseimbangan informasi terjadi dengan adanya asumsi tidak
adanya pajak. Jika ada pajak maka penghasilan investor dari dividen dan dari
capital gains (kenaikan harga saham) lah sama, investor cenderung lebih suka
menerima capital gains daripada dividen diakui.
2. Bird-in-the-hand theory,
Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan
naik jika Devidend Payout Ratio (DPR) rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih
suka menerima deviden daripada capital gains. Berbeda dengan pandangan
Modigliani dan Miller, pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan
dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki
risiko yang hampir sama.
3. Tax preference theory
Litzenberger dan Ramaswamy menyatakan bahwa karena adanya pajak
terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital
gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor
mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang
memberikan dividen yield tinggi, capital gains yang rendah daripada saham dengan
dividen yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividen lebih besar
dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.
4. Information content or signaling hypothesis
Jika terdapat kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham.
Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun.
Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai
dividen daripada capital gains. Tapi Modigliani dan Miller berpendapat bahwa
suatu kenaikan dividen yang di atas biasanya merupakan suatu sinyal kepada para
investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di
masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang
di bawah kenaikan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan
menghadapi masa sulit di waktu mendatang.
5. Clientele effect
Teori ini menyatakan bahwa kelompok pemegang saham yang berbeda akan
memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan.
Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih
menyukai suatu Dividend Payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok
pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika
perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan
pajak bagi individu maka kelompok pemegang saham yang dikenai pajak tinggi
lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok
ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebaliknya kelompok
pemegang saham yang dikenai pajak relative rendah cenderung menyukai dividen
yang besar.

2.2 Teori Sinyal (Signalling Theory)


Teori sinyal didasarkan pada asumsi bahwa informasi yang diterima oleh
masing-masing pihak tidak sama. Dengan kata lain, teori sinyal berkaitan dengan
asimetri informasi. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara
manajemen perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi.
Untuk itu, manajer perlu memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan
melalui penerbitan laporan keuangan. Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana
seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan.
Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain
yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain.
Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka
menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih
berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-
besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan
aktiva yang tidak overstate. Informasi yang diterima oleh investor terlebih dahulu
diterjemahkan sebagai sinyal yang baik (good news) atau sinyal yang jelek (bad news).
Apabila laba yang dilaporkan oleh perusahaan meningkat maka informasi
tersebut dapat dikategorikan sebagai sinyal baik karena mengindikasikan kondisi
perusahaan yang baik. Sebaliknya apabila laba yang dilaporkan menurun maka
perusahaan berada dalam kondisi tidak baik sehingga dianggap sebagai sinyal yang
jelek. Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa isyarat adalah suatu tindakan
yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang
bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek
yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan
setiap modal yang baru diperlukan dengan cara-cara lain. Sedangkan dengan prospek
yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual saham.

2.3 Clientele Theory


Clientele adalah kelompok pemegang saham yang memilih kebijakan dividen
yang berbeda. Jika perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali penghasilan
daripada membayar dividen, maka hal ini akan merugikan pemegang saham yang
membutuhkan current income. Nilai saham mereka akan meningkat, tetapi mereka
dapat mengalami masalah dan pengeluaran atas penjualan beberapa saham mereka
untuk memperoleh kas. Sebaliknya, pemegang saham yang lebih memilih untuk saving
daripada membagikan dividen akan lebih menyukai kebijakan dividen yang rendah.
Oleh karena itu, kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat
ini akan menanamkan dananya pada perusahaan dengan kebijakan dividen yang tinggi.
Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini
akan menanamkan dananya pada perusahaan dengan kebijakan dividen yang rendah.
Berdasarkan penjelasan tersebut, menunjukkan bahwa terjadi clientele effect yang
berarti perusahaan memiliki clientele yang berbeda-beda yang memiliki preferensi
berbeda, dan oleh sebab itu perubahan kebijakan dividen tidak akan disukai oleh
clientele yang dominan sehingga berdampak negatif terhadap harga saham. Perusahaan
harus mempertahankan kestabilan atas kebijakan dividen agar tidak mengganggu
clientele mereka (Brigham dan Houston, 2007).

2.4 Kestabilan Dividen


Stabilitas Deviden adalah pembayaran deviden yang satbil dalam jangka waktu
yang lama, sedang kebalikannya adalah pembayaran deviden yang sesuai dengan
persentase tetap dari penghasilan perusahaan. Apabila semua factor antara dua
perusahaan sama tetapi pembayaran devidennya berbeda maka harga saham perusahaan
yang membayar deviden secara stabil akan lebih tinggi daripada harga saham
perusahaan yang membayar deviden tidak stabil.

2.5 Kebijakan Dividen dalam Praktek


Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah
yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar
disebabkan oleh asumsi bahwa :
a. Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa
perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat
perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak menurunkan
pembayaran dividen.
b. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi (
dividen yang stabil ).

Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend Payout Ratio


tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada penghasilan bersih
perusahaan ( EAT ). Jika DPR dijaga kestabilannya, misalnya ditetapkan sebesar
50 % dari waktu ke waktu, tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran dividen
juga akan berfluktuasi.
Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan
dimana mereka yakin dapat mempertahankannya diveden masa mendatang. Artinya
jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun, perusahaan masih dapat
mempertahankan pembayaran dividen – nya.

Pada prakteknya ada perusahaan yang menggunakan model “ residual


dividend “ dimana dividen ditentukan dengan cara :

1. Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan.


2. Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan
besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi.
3. Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal sendiri
tersebut semaksimal mungkin.
4. Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.
Dengan demikian, besarnya dividen bersifat fluktuatif. Model “
Residual Dividend “ ini berkembang karena perusahaan lebih senang
menggunakan laba ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk
memenuhi kebutuhan modal sendiri, alasannya :
- Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham ( flotation cost )
- Menruut teori “ signaling hypothesis “ penerbitan saham baru sering
salah artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan
sehingga menyebabkan penurunan harga saham.
Model “ Residual dividend “ men;yebabkan dividen bervariasi jika
kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi ( fluktuasi ) , Jika kita percaya
pada teori “ signaling hypothesis “. maka model ini sebaiknya tidak diguanakn
secara kaku untuk menetapkan besarnya dividen secara “ year to year basis “.
Model ini lebih banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran
payout ratio jangka panjang yang memungkinkan perusahaan memenuhi kebutuhan
akan modal sendiri dengan laba ditahan.
Pada praktiknya, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi manajemen
dalam menentukan kebijakan dividen :
1. Perjanjian Hutang , pada umumnya perjanjian hutang antara paerush
dengan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya, dividen hanya
dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi perusahaan dan atau
rasio – rasio keuangan menunjukkan bank dalam kondisi sehat.
2. Pembatasan dari saham Preferen , tidak ada pembayaran dividen untuk
saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar.
3. Tersedianya Kas, Dividen berupa uang tunai ( cash dividend ) hanya dapat
dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika likuiditas baik,
perusahaan dapat membayar dividen.
4. Pengendalian , Jika manajemen ingin mempertahankan kontrol terhadap
perusahaan, ia cenderung untuk segan menjual saham baru sehingga lebih
suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan dana / baru. Akibatkanya
dividen yang dibayar menjadi kecil. Faktor ini menjadi penting pada
perusahaan yang relatif kecil.
5. Kebutuhan dana untuk Investasi , Perusahaan yang berkembang selalu
membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek – proyek yang
menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri ( equity
) dapat berupa penjualan sham baru dan laba ditahan. Manajemen
cenderung memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham baru
menimbulkan biaya peluncuran saham ( flotation cost ) . Oleh karena itu
semakin besar kebutuhan dana investasi, semakin kecil dividen payout
ratio.
6. Fluktuasi Laba, Jika laba perusahaan dapat membagikan dividen yang
relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen jika laba tiba – tiba
merosot. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi, dividen sebaiknya
kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu, perusahaan dengan laba yang
berfluktuasi sebaiknya tidak banyak menggunakan hutang guna mengurangi
risiko kebangkrutan. Konsekuensinya laba ditahan menjadi besar dan
dividen mengecil.

2.6 Residual Dividend Model


Teori dividen residual, perusahaan menetapkan kebijakan dividen setelah
semua investasi yang menguntungkan habis dibiayai. Dengan kata lain, dividen yang
dibayarkan merupakan ‘sisa’ (residual) setelah semua usulan investasi yang
menguntungkan habis dibiayai. Inti dari teori residual adalah perusahaan akan
membayar deviden setelah dana dana investasi terpenuhi, dengan kata lain jika ada
pendapatan tersisa atau pendapatan residual maka deviden baru akan dibagikan.
Menurut teori tersebut, manajer keuangan akan melakukan langkah- langkah
berikut ini :
1. Menetapkan penganggaran modal yang optimum. Semua usulan investasi yang
mempunyai NPV yang positif akan diterima ( dilaksanakan).
2. Menentukan jumlah saham yang diperlukan untuk membiayai investasi baru
tersebut sambil menjaga struktur modal yang ideal (target).
3. Menggunakan dana internal untuk mendanai kebutuhan dana dari saham
tersebut .
4. Membayarkan dividen hanya jika ada sisa dari dana internal, setelah semua
usulan investasi, setelah semua usulan investasi dengan NPV positif didanai.

Karena itu, dengan menggabukan kebijakan deviden Residual dan pembayaran


deviden yang stabil, yaitu kebijakan smoothed residual dividend policy.

Dengan metode ini, perusahaan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memperkirakan pendapatan dan kesempatan investasi untuk jangka waktu


panjang, missal 5-10 tahun mendatang
2. Menghitung rata-rata sisa kas yang bisa dibagikan sebagai deviden dalam
jangka waktu tertentu
3. Menetapkan target rasio pembayaran deviden selama jangka waktu tersebut.

Dengan demikian smoothed residual dividend policy dipakai untuk


memperkirakan target rasio pembayaran dividen jangka panjang, bukannya untuk tahun
tertentu.

2.7 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen


Menurut Fachrudin (2011:149) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen,
yaitu :
1. Peraturan Hukum
1) Peraturan mengenai laba bersih menentukan bahwa dividen dapat dibayar dan
laba yang terdahulu dan laba sekarang.
2) Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal yang berarti melindungi
para kreditur, dengan melarang pembayaran dividen yang menyedot atau
membagikan investasinya bukan membagikan keuntungan.
3) Peraturan mengenai tak mampu bayar yang berarti perusahaan boleh tidak
membayar dividen jika tidak mampu (bankkrupt) yaitu jumlah hutang lebih
besar dari jumlah harta.
2. Faktor Keuangan dan Ekonomi
1) Posisi Likuiditas merupakan laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk
aktiva yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun-tahun
terdahulu sudah diinvestasikan dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan
dan barang-barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai. Oleh
karena itu, suatu perusahaan yang keuntungannya luar biasa mungkin saja tidak
membayar dividen karena keadaan likuiditasnya.
2) Perlunya membayar kembali pinjaman adalah jika perusahaan telah membuat
pinjaman untuk memperluas usahanya atau untuk pembiayaan lainnya, maka ia
dapat melunasi pinjaman pada saat jatuh tempo atau ia dapat menyisihkan
cadangan-cadangan untuk melunasi pinjaman itu nantinya. Jika diputuskan
bahwa pinjaman itu akan dilunasi, maka biasanya harus ada laba ditahan.
3) Keterbatasan karena pokok pinjaman merupakan kontrak pinjaman apalagi jika
menyangkut pinjaman jangka panjang seringkali membobol kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen tunai. Pembatasan-pembatasan ini
dimaksudkan untuk melindungi para kreditur.
4) Tingkat penjualan aktiva merupakan semakin cepat pertumbuhan perusahaan,
semakin banyak dana yang dibutuhkan di kemudian hari dan semakin banyak
laba yang harus ditahan dan tidak dibayarkan.
5) Tingkat laba merupakan laba dibagikan kepada para pemegang saham atau tetap
ditahan di perusahaan untuk digunakan kembali.
6) Stabilitas laba adalah perusahaan yang labanya relatif teratur seringkali dapat
memperkirakan laba di kemudian hari. Maka perusahaan seperti itu
kemungkinan besar akan membagikan labanya dalam bentuk dividen dengan
persentase yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang labanya
berfluktuasi.
7) Pasar modal adalah perusahaan yang sudah mantap dengan profitabilitas yang
tinggi dan keuntungan yang teratur, dengan mudah masuk ke pasar modal atau
memperoleh macam-macam dana dari luar untuk pembiayaannya, karena itu
perusahaan yang sudah mantap akan mempunyai tingkat dividen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahan kecil atau yang masih baru.
8) Kontrol adalah jika perusahaan hanya memperluas usahanya dari pembiayaan
intern maka pembiayaan dividen akan berkurang. Kebijakan ini dijalankan atas
pertimbangan bahwa menambah modal dengan menjual saham biasa akan
mengurangi control atas perusahaan itu oleh golongan pemegang saham yang
kini sedang berkuasa. Selain itu, penjualan saham tambahan akan memperbesar
risiko berfluktuasinya keuntungan bagi para pemegang saham.
9) Keputusan kebijakan dividen adalah hampir semua perusahaan ingin
mempertahankan dividen per lembar saham pada tingkat yang konstan. Tetapi
nilai dividen selalu terlambat dibandingkan dengan nilai keuntungannya.
Artinya dividen itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya
laba itu benarbenar mantap dan nampak cukup permanen. Sekali dividen naik,
maka segala daya dan upaya yang akan dikerahkan supaya tingkatan yang bayar
itu dapat terus dipertahankan. Jika laba di kemudian hari merosot, tongkat
dividen yang baru itu sementara akan tetap dipertahankan sampai betul-betul
jelas bahwa labanya memang tak mungkin pulih kembali.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ketidak relevanan DPR adalah berdasarkan ide bahwa pada saat terdapat
kesempatan investasi yang menguntungkan dan sebelum dividen dibayarkan, dana yang
dibayarkan perusahaan harus ditempatkan kembali oleh dana yang diperoleh melalui
pembelanjaan eksternal. Menurut Modigliani dan Miller, nilai suatu perusahaan tidak
ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak
(EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Beberapa asumsi penting yang perlu diperhatikan.
Teori sinyal didasarkan pada asumsi bahwa informasi yang diterima oleh
masing-masing pihak tidak sama. Dengan kata lain, teori sinyal berkaitan dengan
asimetri informasi. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara
manajemen perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi.
Untuk itu, manajer perlu memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan
melalui penerbitan laporan keuangan. Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana
seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan.
Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain
yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain.
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/MICROSOFT/Downloads/Documents/eded4fe87702710ed1c34d0
8edca3798.pdf
file:///C:/Users/MICROSOFT/Downloads/Documents/BAB%20II_2.pdf
http://fauzigoes.blogspot.co.id/2012/05/beberapa-teori-kebijakan-deviden.html

Anda mungkin juga menyukai