Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakawin adalah karya sastra yang termasuk didalam salah satu kasusastraan Bali.
Kakawin menggunakan Bahasa Jawa Kuno yang lebih dikenal dengan sebutan bahasa Kawi.
Karya sastra dalam bentuk kakawin memiliki aturan-aturan yang mengikat kakawin itu
sendiri, seperti guru, lagu, matra, dan lain-lain. Contoh kakawin antara lain : kakawin
sutasoma, kakawin siwaratrikalpa, kakawin nitisastra, kakawin putra sasana, dan masih
banyak lagi jenis-jenis kakawin yang bisa kita temui.

Kakawin didalam Dharma Gita termasuk ke dalam Sekar Agung. Di Bali, banyak orang
yang senang menembangkan kakawin untuk tujuan tertentu, seperti untuk upacara yadnya,
menenangkan diri, dan hanya sekedar untuk menghibur diri. Namun akhir-akhir ini kakawin
secara perlahan mulai ditinggalkan karena kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Generasi penerus di Bali cenderung lebih tertarik pada musik-musik modern. Dan terkadang
orang luar Balilah yang melestarikan dan mempelajari kakawin itu sendiri disamping
memang ada orang Bali yang masih perduli dengan keajegan kakawin, namun itu hanya
segelintir orang.

Diantara orang-orang yang menekuni kakawin, masih ada beberapa orang yang tidak
mengetahui apa-apa saja yang terdapat dalam kakawin itu sendiri. Mereka cenderung hanya
menembangkan dan melantunkannya saja tanpa memperhatikan makna apa yang terdapat
dalam kakawin yang mereka tembangkan. Perlu kita ketahui, kakawin merupakan karya
sastra sejenis puisi yang diikat oleh aturan dan didalamnya ada bagian-bagian yang perlu
diteliti, seperti manggala, epilog, corpus, colophon, unsur-unsur instrinsik, unsur-unsur
ekstrinsik, persandian, dan imbuhan. Didalam makalah ini akan dijabarkan sedikit tentang
bagian-bagian diatas secara sederhana. Yang kami teliti didalam salah satu kakawin, yaitu
kakawin Sutasoma.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini antara lain :
1. Apa itu manggala dan bagian mana yang dimaksud manggala dalam kakawin
Sutasoma ?
2. Apa itu epilog dan Bagian mana yang dimaksud epilog dalam kakawin Sutasoma ?
3. Apa itu colophon dan bagian mana yang dimaksud colophon dalam kakawin
Sutasoma ?
4. Apa itu corpus dan bagian mana yang dimaksud corpus dalam kakawin Sutasoma ?
5. Apa saja unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam kakawin Sutasoma ?
6. Imbuhan-imbuhan apa saja yang terdapat dalam kakawin Sutasoma ?
7. Apa itu persandian dan Persandian apa saja yang terdapat dalam kakawin Sutasoma ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Bahasa Kawi 1.
2. Mengetahui apa itu manggala dan bagian mana yang dimaksud manggala dalam
kakawin Sutasoma.
3. Mengetahui apa itu epilog dan Bagian mana yang dimaksud epilog dalam kakawin
Sutasoma.
4. Mengetahui apa itu colophon dan bagian mana yang dimaksud colophon dalam
kakawin Sutasoma.
5. Mengetahui apa itu corpus dan bagian mana yang dimaksud corpus dalam kakawin
Sutasoma.
6. Mengetahui apa saja unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam kakawin Sutasoma.
7. Mengetahui Imbuhan-imbuhan yang terdapat dalam kakawin Sutasoma.
8. Mengetahui apa itu persandian dan persandian-persandian yang terdapat dalam
kakawin Sutasoma.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Manggala

Yang dimaksud dengan Manggala adalah bait awal pada Kakawin. Didalam bagian ini
biasanya terdapat beberapa bagian, seperti salam pembuka (ditandai dengan kata “ Om
Awignamastu... ), pemujaan terhadap dewa dan raja tertentu, perendahan diri dari sang
pembuat kakawin, dan memuji keindahan ciptaan Tuhan. Di bawah ini adalah Manggala
yang terdapat dalam Kakawin Sutasoma.

Om Awighnamastu

1. Sri bajrajnama sunyatmaka parama siranindya ring rat wisesa,


Lila suddha prtisteng hrdaya jaya-jayangken mahaswargga loka,
Ekacatreng sariranguripi sahana ning bhur bhuwah swah prakirnna,
Saksat candrarkka purnnadbhuta ri wijiliran sangka ring boddha citta.
2. Singgih yan siddha yogiswara wkas-ira sang satmya lawan bhatara,
Sarwwa jna murtti sunyaganal-alit inucap musti ning dharma tatwa,
Sangsiptan pet hulik ri hati sira skungen yoga lawan Samadhi,
Byakta lwir bhranta cittangrasa riwa-riwa ning nirmalacintyarupa.
3. Ndah yeken mangkana santi kinnep i-tutur sang huwus siddha yogi,
Pujan ring jana suddhaparimita sarana ning miket langwa-langwan,
Duran ngwang siddha kawyangidunga iwang-apan tan wruh-ing sastra matra,
Nghing kewran dening-ambek raga-ragan I manah sang kawi rajya-/- gobha. Sobha
4. Purwwa prastawa ning parwwa racana ginlar sangka ring boddha kawya,
Nguni dwapara ring treat krtayuga sirang sarwwa dharmmanggakara,
Tan len hyang brahma wisnwiswara sira matmah bhupati martyaloka,
Mangke praptang kali sri jinapati manurun matyanang kalamurka.

Artinya :

1 a. Sri Bajrajñana, manifestasi sempurna Kasunyatan adalah yang utama di dunia.

1 b. Nikmat dan murni teguh di hati, menguasai semuanya bagai kahyangan agung.

3
1 c. Ia adalah titisan Pelindung tunggal yang menganugrahi kehidupan kepada tri buwana-
bumi, langit dan sorga-seru sekalian alam.

1 d. Bagaikan terang bulan dan matahari sifat yang keluar dari batin orang yang telah sadar.

2 a. Ia yang diterangi, yang manunggal dengan Tuhan, memang benar-benar Raja kaum Yogi
yang berhasil.

2 b. Perwujudan segala ilmu Kasunyatan baik kasar ataupun halus, diajikan dalam sebuah doa
dan puja yang khusyuk.

2 c. Singkatnya, mari mencari-Nya dengan betul dalam hati, didukung dengan yoga dan
samadi penuh.

2 d. Persis bagaikan seseorang yang merana hatinya merasakan rasa kemurnian Yang Tak
Bisa Dibayangkan.

3 a. Maka itulah ketentraman hati yang dituju seorang yogi sempurna.

3 b. Biarkan aku memuja dengan kemurnian dan kebaktian tak tertara sebagai sarana untuk
menulis syair indah.

3 c. Mustahil aku akan berhasil menulis kakawin sebab tiada tahu akan tatacara bersastra.

3 d. Namun, sungguh malu dan terganggu oleh pikiran akan sebuah penyair sempurna di
ibukota.

4 a. Pertama dari semua cerita yang saya gubah diturunkan dari kisah-kisah sang Buddha.

4 b. Dahulukala ketika dwapara-, treta- dan kretayuga, beliau merupakan perwujudan segala
bentuk dharma.

4 c. Tiada lain sang hyang Brahma, Wisnu dan Siwa. Semuanya menjadi raja-raja di
Mercapada (dunia fana).

4
4 d. Dan sekarang pada masa Kaliyuga, Sri Jinapati turun di sini untuk menghancurkan
kejahatan dan keburukan.

2.2 Epilog

Epilog adalah inti cerita dari kakawin. Inti cerita dari kakawin sutasoma akan dijelaskan
secara singkat dalam bentuk sinopsis seperti di bawah ini :

Sang Hyang Buddha yang menitis kepada putra Prabu Mahaketu, raja Ngastina, yang
bernama Raden Sutasoma. Setelah dewasa, sang raden sangat rajin beribadah, cinta akan
agama Buddha (Mahayana). Ia menolak dikawinkan dan dinobatkan menjadi raja. Pada suatu
malam, sang raden meloloskan diri dari negaranya ketika pintu-pintu yang tertutup terbuka
dengan sendirinya untuk memberi jalan kepadanya.

Ketika kepergian sang raden diketahui, seisi istana gempar. Sang Prabu dan permaisuri
sangat sedih, lalu dihibur oleh orang banyak. Tiba di hutan sang raden memuja dalam sebuah
candi, tidak berapa lama datanglah Bhatari Widyukarali yang bertitah bahwa
persembahyangan sang raden telah diterima. Kemudian sang raden mendaki gunung
Himalaya diantarkan oleh beberapa orang pendeta. Sampai di sebuah pertapaan, sang raden
mendapat penjelasan mengenai riwayatnya dan diceritakan juga adanya seorang raja, titisan
raja raksasa yang gemar memakan manusia. Raja itu bernama Prabu Purusada atau
Kalmasapada.

Sejarah raja ini demikian. Pada suatu hari, daging persediaan santapan raja hilang
dimakan anjing dan babi. Juru masak bingung dan tergesa-gesa mencari daging untuk
pengganti, namun tidak mendapatkannya. Pergilah ia ketempat pembuangan mayat, mengiris
sekerat daging pada paha seorang manusia yang baru saja meninggal kemudian dimasaknya.
Sang Prabu merasa sangat nikmat menyantap daging tersebut, karena ia memang titisan
raksasa. Bertanyalah ia kepada juru masak, daging apakah yang dipersembahkannya itu.
Karena diancam akan dibunuh, kalau ia tidak berterus terang, maka juru masak ini pun
mengatakan bahwa santapan itu adalah daging manusia. Sang Prabu menjadi gemar memakan
daging manusia, penduduk negara habis karena dimakan atau mengungsi ke negeri lain. Sang
Prabu kemudian, atas kehendak Tuhan mengalami luka pada kakinya yang tidak dapat
disembuhkan, malahan ia menjadi raksasa, berdiam di hutan dan menjadi penghulu hutan itu.

5
Pada suau hari, sang Prabu bernazar (berjanji) akan mempersembahkan seratus raja untuk
santapan Bhatara Kala, bila dapat sembuh dari malapetakanya itu. Sang Sutasoma diminta
oleh para pendeta untuk membunuh raja raksasa itu. Akan tetapi, ia tidak mengabulkan
permintaan itu. Sesaat kemudian Bhatari Pertiwi keluar dari dasar bumi dan ikut memohon
sang raden supaya sudi membunuh sang Kalmasapada, namun sang raden tetap menolak.
Malahan ia meneruskan perjalanannya hendak bertapa.

Di tengah jalan berjumpalah sang raden dengan raksasa berkepala gajah yang biasa
makan daging manusia juga. Sang raden hendak dijadikan mangsanya. Ketika dilawan
bergulat raksasa itu jatuh di bawah, tertimpa sang raden serasa tertimpa gunung beratnya.
Raksasa berkepala gajah menyerah kalah dan diberi pelajaran agama Buddha. Kepadanya
diajarkan bahwa ia tidak boleh membunuh dan akhirnya raksasa itu tunduk serta menjadi
muridnya.

Dalam perjalanan selanjutnya, bertemulah sang raden dengan seekor naga yang hendak
menyerang. Raksasa berkepala gajah melemparkan tubuhnya ke depan naga itu untuk
menahannya. Naga yang telah membelit raksasa itu kemudian jatuh lemas dan tidak berdaya
akibat terkenal pengaruh sang raden. Sang Naga pun menjadi muridnya.

Ketika sampai di tepi tebing, bersuaralah sang raden kepada seekor macam betina yang
hendak memangsa anaknya. Sang raden mencegah kehendak induk macan itu, namun induk
macan mengatakan bahwa perutnya sangat lapar, dan tidak lagi mampu menangkap kijang,
atau rusa seekor pun, maka anaknya sendiri akan dijadikan mangsanya. Sang raden berkata :
“Saya sajalah yang dijadikan mangsa, kasihan anakmu”. Macan meraung ganas, sang raden
diterkam, digigit dadanya, diisaplah darahnya sepuas-puasnya dan terasalah badannya
menjadi segar bugar laksana minum tirta-amerta. Akan tetapi, setelah sadar akan
perbuatannya yang jahat itu, sangatlah menyesal ia dalam hatinya dan menangislah di telapak
kaki mayat sang raden, sedianya hanya hendak mati.

Ketika itu, datanglah Bhatara Indra dan sang raden dihidupkan kembali. Sang raden
menyalahkan Bhatara Indra mengapa orang yang sudah merasa senang dan nikmat itu
dihidupkan kembali. Bhatara Indra pun menjawabnya, kalau sang raden itu tidak hidup
kembali dan macan betina terlanjur mati pula, maka belas kasihan pertolongan sang raden
niscaya akan sia-sia saja, sebab anak macan itu akan mati juga oleh karena ditinggalkan
induknya, tidak ada yang menyusui. Setelah berkata demikian, maka Bhatara Indra pun
gaiblah, sang raden lalu memberi pelajaran kepada pengikutnya.

6
Setelah itu sang raden bertapa seorang diri dalam sebuah goa serta teguh dalam menerima
godaan. Bhatara Indra datang sendiri dan menyamar sebagai putri cantik molek. Meskipun
demikian, sang raden tetap teguh, malahan menjelma menjadi Bhatara Buddha Wairocana.
Sesaat kemudian datanglah dewa menghormatinya. Setelah pulih kembali menjadi sang
Sutasoma maka pulanglah ia.

Sang Prabu Dasabahu, saudara sepupu sang raden berperang melawan bala tentara
raksasa Prabu Kalsamapada. Raksasa-raksasa kalah, lari mengungsi kepada sang raden.
Prabu Dasabahu mengejarnya dan sang raden diserangnya juga. Akhirnya, sang Prabu
mengetahui pula bahwa ia berhadapan dengan saudara sepupunya sendiri dan diajaklah sang
raden pulang ke negerinya, dijadikan iparnya. Sehabis perhelatan, pulanglah sang raden ke
Ngastina kemudian ia dinobatkan menjadi raja Ngastina bergelar prabu Sutasoma.

Syahdan Prabu Purusada (Kalmasapada) sudah berhasil menawan 99 orang raja yang
telah dimasukkan ke dalam penjara. Untuk mencapai jumlah seratus raja, ia kekurangan
seorang raja lagi. Pergilah ia memerangi Ngalengka, namun rajanya tidak dapat ditawan
karena gugur di medan perang.

Prabu Purusada kemudian menyamar menjadi pendeta dan datang mengemis kepada raja
Widarba dan Raja Widarba dapat tertawan. Karena jumlah seratus raja telah lengkap, maka
segera dipersembahkan kepada Bhatara Kala, tetapi Bhatara Kala tidak berkenan
menyantapnya karena Bhatara Kala ingin menyantap raja Ngastina, Prabu Sutasoma. Sang
Purusada pergi memerangi Ngastina dan bertempur melawan putra-putra raja yang
mengungsi ke Ngastina.

Akhirnya, sang Sutasoma sendiri berhadapan dengan Purusada. Lama kelamaan, karena
melawan dengan kesabaran saja, Raja Ngastina dapat juga dibawa kehadapan Bhatara Kala.
Prabu Sutasoma bersedia menjadi santapan sang Bhatara, asal para raja lainnya (yang seratus
orang itu) dibebaskan. Bhatara Kala sangat berkenaan hati mendengar ucapan semacam itu.
Sang Purusada pun terharu menyaksikan kerelaan Sang Prabu Sutasoma, ia bertobat dan
berjanji tidak akan makan daging manusia, dan raja yang seratus oang itu pun dibebaskan.

2.3 Colophon

Yang dimaksud dengan colophon adalah penanggalan kakawin, didalam colophon


terdapat beberapa unsur, yaitu apa judul kakawin ?, ditulis tanggal berapa ?, disalin tanggal
berapa dan oleh siapa ?. Dibawah ini adalah colophon dari kakawin sutasoma :

7
Kakawin Sutasoma digubah oleh mpu Tantular pada masa keemasan Majapahit di bawah
kekuasaan prabu Rajasanagara atau raja Hayam Wuruk. Tidak diketahui secara pasti kapan
karya sastra ini digubah. Oleh para pakar diperkirakan kakawin ini ditulis antara tahun 1365
dan 1389. Tahun 1365 adalah tahun diselesaikannya kakawin Nagarakretagama sementara
pada tahun 1389, raja Hayam Wuruk mangkat. Kakawin Sutasoma lebih muda daripada
kakawin Nagarakretagama.

Kakawin Sutasoma telah diterbitkan dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh
Soewito Santoso. Suntingan teksnya diterbitkan pada tahun 1975. Selain itu di Bali banyak
pula terbitan suntingan teks. Salah satu contohnya yang terbaru adalah suntingan yang
diterbitkan oleh "Dinas Pendidikan provinsi Bali" (1993). Namun suntingan teks ini dalam
aksara Bali dan terjemahan adalah dalam bahasa Bali.

Antara tahun 1959 - 1961 pernah diusahakan penerbitan teks sebuah naskah yang diiringi
dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh I Gusti Bagus Sugriwa. Pada tahun 2009
terbit terjemahan baru dalam bahasa Indonesia beserta teks aslinya dalam bahasa Jawa Kuna.
Suntingan teks dan terjemahan diusahakan oleh Dwi Woro R. Mastuti dan Hastho
Bramantyo.

2.4 Corpus

Yang dimaksud dengan Coprpus adalah bait akhir dari kakawin. Dalam kakawin
Sutasoma ini, bait terakhirnya adalah seperti berikut :

Nahan tatwa nikang kathatisaya boddha caritangiket,

De sang kawyaparab mpu tantular-amarnna kakawin alango,


Kyating rat purusadasanta pangaranya katuturakna,
Dirgayuh sira sang rumengwa tuwi sang mamaca manulisa.

Bhrastang durjjna sunyaka ya kumter mawdi giri-giri,


De sri raja bhupati sang-andiri ratu ri jawa,
Suddhambek sang asawa tan salah-asing pawarah-ira/tinut,
Sok wiradhika mewu yeka magawe resa ning-ari tka.

Ramyang sagara parwwateki saka punpunan-I sira lengong,

8
Mwang tang rajya ri wilwatikta pakarajya nira manupama,
Kirnnekang kawi gita lambang-atuhanwam-umareki haji,
Lwir sanghyang sasi rakwa purnna pangapus nira manuluhi rat.

Bheda mwang damel-ing hulun kadi matanggan-umiber-ing lemah,


Ndan duran madanekapan ngwang-atimuda kumara halango,
Lwir bhrantagati dharma ning kawi turung wruh-ing aji asakatha,
Nghing sang sri rana manggile sira sang titir-anganumata.

2.5 Unsur-unsur intrinsik


1. Tema: kasih sayang.
2. Latar: Tempat:hutan gunung himalaya,goa,tepi tebing,kerajaan ngalengka,
kerajaan ngastinaWaktu:
3. Perwatatakan:Raden sutasoma: teguh pendirian, penyayang, baik hati, suka
menolong sesama, tetap pendirian, welas asih, Prabu Purusada atau Kalmasapada:
kejam,suka memangsa manusia
4. Alur:maju mundur
5. Sudut pandang: orang ketiga
6. Amanat: dengan kesabaran hati dan kasih sayang bisa membersihkan diri dari
sifat-sifat kanibal.
2.6 Imbuhan

Seperti halnya karya sastra lain, didalam kakawin juga terdapat imbuhan-imbuhan. Unsur-
unsur imbuhan dalam kakawin tidak jauh berbeda dengan karya sastra lainnya. Yaitu adanya
Pangater (awalan), pangiring (akhiran) dan seselan (sisipan). Imbuhan-imbuhan yang terdapat
dalam kakawin sutasoma ini antara lain :

2.6.1 Awalan
Awalan ma-
Contoh:
 Manurun: ma+turun, artinya menuruni
 Malulut: ma+lulut, artinya menyayangi
 Mawuwus: ma+wuwus, artinya berbicara
 Mapatih: ma+patih, artinya mempunyai patih

9
 Magawe: ma+gawe, artinya bekerja
Awalan a-
Contoh:
 Amukti: a+mukti, artinya menjadi bebas
 Agegeh: a+gegeh, artinya menjadi indah
 Ayajna: a+yajna, artinya beryadnya
 Akalis: a+kalis, artinya melepas
 Alayu: a+layu, artinya berlari

Awalan ka-
Contoh:
 Katemu: ka+temu, artinya dilihat
 Kahawang: ka+hawang, artinya disuamikan
 Karengo: ka+rengo, artinya terdengar
 Kahawa: ka+hawa, artinya dihancurkan
 Kahili: ka+hili, artinya dialirkan
Awalan pa-
Contoh:
 Patangguh: pa+tangguh, artinya nasihat
 Pangucap: pa+ucap, artinya ucapan
 Padara: pa+dara, artinya pemuda
 Palaga: pa+laga, artinya peperangan
 pacundang: pa+cundang, artinya kekalahan
2.6.2 Sisipan
Sisipan -in-
Contoh:
 inutus: in+utus, artinya diutus
 pinanah: in+panah, artinya dipanah
 pinuter: in+puter, artinya diputar
 tinugel: in+tugel, artinya dipotong
 winiweka: in+wiweka, artinya dibijaksanai
Sisipan -um-
Contoh:

10
 tumaruna: um+taruna, artinya muda
 rumawuh: um+rawuh, artinya menjatuhkan
 gumuruh: um+guruh, artinya berbunyi gemuruh
 tumurun: um+turun, artinya menurun
 lumihat: um+lihat, artinya melihat
Akhiran -an
Contoh:
 Huripan
 Tanggulan
 Huningan
 Betalan
 Balikan
2.6.3 Akhiran
Akhiran –en
Contoh:
 Tonen: ton+en, artinya tontonan, patut ditonton
 Pagehen: pageh+en, artinya sangat kokoh
 Tuduhen: tuduh+en, artinya patut diberi tahu
 Wangunen: wangun+en, artinyasangat tegak
 Pilihen: pilih+en, artinya patut dipilih

2.7 Persandian

Persandian adalah gabungan dua buah bunyi yang bertemu sehingga menjadi satu suara.
Persandian dapat dibagi menjadi dua, yaitu sandi luar dan sandi dalam.

2.7.1 Sandi luar


Sandi luar terjadi pada dua patah kata, contoh sandi luar dalam kakawin ini antara lain
:
 Kantep: ka+antep,artinya dipersembahkan
 Mojar: ma+ujar, artinya berkata berkata
 Murub: ma+urub, artinya menyala
 Kangkat: ka+angkat, artinya diangkat
 Mamuk:ma+amuk, artinya mengamuk

11
2.7.2 Sandi dalam
Sandi dalam terjadi pada satu patah kata, contoh sandi dalam pada kakawin ini antara
lain :
 Wisniswara: wisnu+iswara
 Narendra: nara+indra
 Yogiswara: yogi+iswara
 Jayendra: jaya+indra
 Mahottama: maha+uttama

12
DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Provinsi Tingkat I Bali, 1994. Alih Aksara Lontar Kakawin Sutasoma, Denpasar :
Kantor Dokumentasi Budaya Bali.

13

Anda mungkin juga menyukai