2. Rentang Respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal
adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
(Keliat, 1997).
3. Penyebab
Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi,
1 Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan,
meliputi :
a) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, riwayat penyakit atau
trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
b) Faktor Psikologis
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis
terhadap stimulus eksternal, internal maupun
lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustrasi. Frustrasi terjadi apabila keinginan
individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat, seperti kesehatan fisik yang terganggu, hubungan
social yang terganggu. Salah satu kebutuhan manusia adalah
“berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat
dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan
muncul adalah individu tersebut berperilaku destruktif.
c) Faktor Sosiokultural
Fungsi dan hubungan sosial yang terganggu disertai
lingkungan sosial yang mengancam kebutuhan individu yang
mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan
marah. Norma budaya dapat mempengaruhi individu untuk
berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat
dipelajari secara langsung melalui proses sosialisasi (social
learning theory), merupakan proses meniru dari lingkungan
yang menggunakan perilaku kekerasan sebagai cara
menyelesaikan masalah.
2 Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan
pada setiap individu bersifat unik, berbeda satu orang dengan
orang yang lain. Stresor tersebut dapat merupakan penyebab yang
bersifat faktor eksternal maupun internal dari individu.
b. Data Objektif:
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain
5. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri,orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/membahayakan diri,orang lain dan lingkungan.
Data Subyektif :
2. Perilaku kekerasan
Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
Data Subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.
IV.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko Perilaku Kekerasan
Tindakan Keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang Perawat sukai,
serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang disukai
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan : apa yang Perawat akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f) Tunjukkan sikap empati
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang menyebabkan
perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.
3) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara:
a. Verbal
b. terhadap orang lain
c. terhadap diri sendiri
d. terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
VI.EVALUASI
a. Evaluasi kemampuan pasien risiko perilaku kekerasan berhasil apabila
pasien dapat:
1) Menyebutkan penyebab, tanda dan gejalaperilaku kekerasan,
perilaku kekerasan yangbiasadilakukan, dan akibat dari perilaku
kekerasan.
2) Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:
a) secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur
b) secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan mengungkapkan
perasaan dengan cara baik
c) secara spiritual
d) terapi psikofarmaka
3) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah
perilaku kekerasan
REFERENSI
2. Rentang Respon
ADAPTIF MALADAPTIF
Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapat kan stressor dan
mampu untuk berprilaku adaftif, maka pola perawatan yang
dilakukan klien seimbang, kliem masih melakukan perawatan diri.
Kadang perawatan diri kadang tidak saat klien mendapatkan
stressor kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan
dirinya.
Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bias melakukan perawat saat stressor.
3. Penyebab
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya deficit perawatan diri,
meliputi:
1) Faktor prediposisi
a) Biologis : penyakit fisik dan mental yang menyebabkan pasien
tidak mampu melakukan perawatan diri dan faktor herediter
b) Psikologis : factor perkembangan dimana keluarga terlalu
melindungi dan memanjakan pasien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu. Kemampuan realitas turun. Pasien
gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
c) Sosial : kurang dukungan dan situasi lingkungan
mempengaruhi kemampuan dalam perawatan diri.
2) Faktor Presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan
diri adalah penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau
persepsi, cemas, lelah, lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri.
5. Akibat
Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.
6. Fase
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan,
kecemasan dimana-mana, tidak mungkin mengembangkan kehangatan
emosional, dan hubungan positif dengan orang lain yang melibatkan
diri dalam situasi yang baru. Ia terus berusaha mendapatkan rasa aman.
Begitu menyakitkan sehingga rasa nyaman itu tidak tercapai. Hal ini
menyebabkan ia membayangkan nasionalisasi dan mengaburkan
realitas dari pada kenyataan. Keadaan dimana seorang individu
mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam
mengalami stressor interval atau lingkungan dengan adekuatnya.
Data Subyektif :
Pasien merasa lemah
Malas untuk beraktivitas
Merasa tidak berdaya.
Data Obyektif :
Rambut kotor, acak – acakan
Badan dan pakaian kotor dan bau
Mulut dan gigi bau.
Kulit kusam dan kotor
Kuku panjang dan tidak terawat
3. Isolasi Sosial
Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, apatis, menolak berhubungan, kurang
memperhatikan kebersihan.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri
Tindakan Keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya dengan cara:
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan
pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya di mana.
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri , perawat dapat
melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
3) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
4) Melatih pasien makan dan minum secara mandiri
Untuk melatih makan dan minum pasien, perawat dapat melakukan
tahapan sebagai berikut:
a) Menjelaskan kebutuhan (kebutuhan makan perhari dewasa 2000-
2200 kalori ( untuk perempuan ) dan untuk laki-laki antara 2400-
2800 kalori setiap hari makan minum 8 gelas (2500 ml setiap hari)
dan cara makan dan minum
b) Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib.
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan dan minum setelah
makan dan minum
d) Mempraktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
5) Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK secara mandiri
Perawat dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai
tahapan berikut:
a) Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
d) Mempraktikkan BAB dan BAK dengan baik
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien Defisit Pearawatan
Diri
VI. EVALUASI
a. Evaluasi kemampuan pasien defisit perawatan diri berhasil apabila
pasien dapat
1) Mandi , mencuci rambut, menggosok gigi dan menggunting
kuku dengan benar dan bersih
2) Mengganti pakaian dengan pakaian bersih
3) Membereskan pakaian kotor
4) Berdandan dengan benar
5) Mempersiapkan makanan
6) Mengambil makanan dan minuman dengan rapi
7) Menggunakan alat makan dan minum dengan benar
8) BAB dan BAK pada tempatnya
9) BAB dan BAK dengan bersih.
b. Evaluasi kemampuan keluarga defisit perawatan diri berhasil apabila
keluarga dapat :
1) Mengenal masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
(pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit
perawatan diri )
2) Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh
pasien
3) Merawat dan membimbing pasien dalam merawat diri :
kebersihan diri , berdandan (wanita), bercukur (pria), makan dan
minum, BAB dan BAK.
4) Follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan rujukan.
REFERENSI
Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic
Course). EGC: Jakarta
1 Pengertian
Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung
dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Individu
secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga melakukan tindakan-
tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Risiko bunuh diri
terdiri dari 3 kategori,yakni:
a. Isyarat bunuh diri
b. Ancaman bunuh diri
c. Percobaan bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan perilaku tidak langsung
(gelagat) ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong
jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu
akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini pasien mungkin sudah
memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai
dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus
asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif
tentang diri sendiri yang menggambarkan risiko bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri
kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.
Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini
pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau
melukai diri untuk mengakhiri kehidupan. Pada kondisi ini, pasien
aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara. Beberapa cara bunuh
diri antara lain gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
2 Rentang Respon
3 Penyebab
Proses terjadinya risiko bunuh diri akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri,
meliputi:
1) Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya faktor
herediter, riwayat bunuh diri, riwayat penggunaan Napza,
riwayat penyakit fisik, nyeri kronik, dan penyakit terminal.
2) Faktor Psikologis
Pasien risiko bunuh diri mempunyai riwayat kekerasan masa
kanak-kanak, riwayat keluarga bunuh diri, homosekual saat
remaja, perasaan bersalah, kegagalan dalam mencapai harapan,
gangguan jiwa.
3) Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan risiko bunuh diri
antara lain perceraian, perpisahan, hidup sendiri dan tidak
bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri meliputi : perasaan terisolasi
karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak
dapat menghadapi stress, perasaan marah/bermusuhan. Bunuh diri
dapat merupakan cara pasien menghukum diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan.
b. Data Objektif:
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Ada bekas percobaan bunuh diri
5 Akibat
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya atau mencederai dirinya, orang lain maupun
lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot,
membakar rumah, dll.
Tanda dan gejala:
a. Memperlihatkan permusuhan.
b. Keras dan menuntut.
c. Mendekati orang lain dengan ancaman.
d. Memberi kata-kata ancaman.
e. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan.
f. Rencana melukai diri sendiri dan orang lain
Data Subyektif :
menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.
Data Obyektif :
Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.
Data Subyektif :
Data Obyektif ;
Data Subyektif:
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data Obyektif:
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko Bunuh Diri
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Resiko Bunuh Diri
Tujuan:
1) Pasien ancaman/percobaan bunuh diri: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Aman dan selamat
2) Pasien isyarat bunuh diri: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengontrol pikiran bunuh diri melalui pikiran positif diri
c) Mengontrol pikiran bunuh diri melalui pikiran positif keluarga dan
lingkungan
d) Menyusun rencana masa depan
e) Melakukan kegiatan rencana masa depan
Tindakan Keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara:
2.3.6 EVALUASI
a. Evaluasi kemampuan pasien risiko bunuh diri berhasil apabila pasien
1) Ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri, dapat aman dan
selamat.
2) Isyarat bunuh diri dapat
a) Berpikir positif terhadap diri
b) Berpikir positif terhadap keluarga dan lingkungan
c) Menyusun kegiatan rencana masa depan
d) Melakukan kegiatan dalam mencapai masa depan
e) Merasakan manfaat untuk mengatasi risiko bunuh diri
b. Evaluasi kemampuan keluarga risiko bunuh diri berhasil apabila
keluarga:
1) Pasien acaman atau melakukan percobaan bunuh diri:
melindungi pasien dan menciptakan lingkungan yang aman dan
nyaman.
REFERENSI
Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. 3th ed. St. Louis:
Mosby
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic
Course). EGC: Jakarta
Stuart,G.W.& Sundeen, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric
nursing. 8th ed. Missouri: Mosby.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
2 Rentang Respon
3 Penyebab
Proses terjadinya Isolasi sosial pada pasien akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi.
1. Faktor predisposisi
b) Faktor Psikologis
Pada pasien yang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan
pengalaman negatif pasien terhadap gambaran diri,
ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki,
kegagalan dalam mencapai harapan atau cita-cita, krisis
identitas dan kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri
maupun lingkungan, yang dapat menyebabkan gangguan
dalam berinteraksi dengan orang lain, yang akhirnya menjadi
masalah isolasi sosial.
2. Faktor Presipitasi
5 Akibat
Perilaku Isolasi sosial : Menarik diri dapat berisiko terjadinya
perubahan persepsi sensori : Halusinasi (Towsend.M, 1998:156).
III. A. POHON MASALAH/DIAGNOSA
Data Subjektif
Data Objektif
Data subyektif
Data subyektif
VI. EVALUASI
a. Evaluasi kemampuan pasien isolasi sosial berhasil apabila pasien dapat:
1) Menjelaskan kebiasaan interaksi.
2) Menjelaskan penyebab tidak bergaul dengan orang lain.
3) Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
4) Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
5) Memperagakan cara berkenalan dengan orang lain.
6) Bergaul/berinteraksi dengan perawat, keluarga, tetangga.
7) Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari
8) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial
9) Menyampaikan perasaan setelah interaksi dengan orang lain.
10) Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.
11) Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi sosial
REFERENSI
2. Rentang Respon
3. Penyebab
Proses terjadinya harga diri rendah pada pasien akan dijelaskan
dengan menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi
stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi,
a) Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya harga diri rendah,
meliputi:
1) Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, riwayat
penyakit atau trauma kepala.
2) Faktor Psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat
ditemukan adanya pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan, seperti penolakan dan harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan berulang; kurang mempunyai
tanggungjawab personal; ketergantungan pada orang lain;
penilaian negatif pasien terhadap gambaran diri, krisis
identitas,peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis;
pengaruh penilaian internal individu.
3) Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budayameliputi penilaian negatif dari
lingkungan terhadap pasien yang mempengaruhi penilaian
pasien,sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan
pada tahap tumbuh kembang anak, dan tingkat pendidikan
rendah.
b) FaktorPresipitasi
Faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
1. Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi
yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai
frustasi.
3. Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan.
4. Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian.
5. Transisi peran sehat-sakit:sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat dan keadaan sakit. Transisi ini dapat
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh; perubahan
ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh; perubahan
fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal;
prosedur medis dan keperawatan.
b. Data Objektif:
Penurunan produktivitas
Tidak berani menatap lawan bicara
Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
Bicara lambat dengan nada suara lemah
5. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun
tidak mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi
sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan
kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang
maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(DEPKES RI, 1998 : 336).
Isolasi Sosial
Koping Individu Tidak Efektif Harga Diri Rendah Kronis (Core Problem)
1. Menarik diri
Data Obyektif :
Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul.
Komunikasi kurang atau tidak ada.
Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
Berdiam diri dikamar/ tempat terpisah ; klien kurang mobilisasi.
Menolak berhubungan dengan orang lain.
Tidak melakukan kegiatan sehari- hari.
Data Subyektif
Data Subyektif
o Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh, tidak
tahu apa-apa.
o Klien megungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
Data Subyektif
Klien mengatakan malu terhadap dirinya sendiri.
Tindakan Keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b) Perkenalkan diri dengan pasien: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan pasien yang disukai.
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
f) Tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
a) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif
pasien (buat daftar kegiatan)
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang
negatif setiap kali bertemu dengan pasien.
3) Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
4) Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan
daftar kegiatan yang dapat dilakukan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
b) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
VI. EVALUASI
a. Evaluasi kemampuan pasien harga diri rendah berhasil apabila pasien
dapat:
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan
4) Membuat jadual kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadual kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga
diri rendah
REFERENSI
2 Fase-fase halisinasi
a. Comforting, Ansietas sedang : halusinasi menyenangkan
b. Condemning, Ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikkan
c. Controling, Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi
berkuasa
d. Consquering, Panik : Umumnya menjadi melebur dalam
halusinasinya.
3 Rentang Respon
4 Penyebab
Proses terjadinya halusinasi pada pasien akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor
dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah:
1 Faktor Biologis :
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.
2 Faktor Psikologis
Pada pasien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan
adanya kegagalan yang berulang, korban kekerasan, kurangnya
kasih sayang, atau overprotektif.
3 Sosiobudaya dan lingkungan
Pasien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi
rendah,riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan
anak, tingkat pendidikan rendah dan kegagalan dalam hubungan
sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik
antar masyarakat.
b. Data Objektif:
a) Bicara atau tertawa sendiri
b) Marah-marah tanpa sebab
c) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
d) Menutup telinga
e) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
f) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan
tertentu.
h) Menutup hidung.
i) Sering meludah
j) Muntah
k) Menggaruk-garuk permukaan kulit
6 Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri,orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena klien dibawa halusinasinya yang
meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya.
Do:
Do :
Agitasi
Menjauh dari
Meninju
orang lain
Membanting
Katatonia
Melempar
Mendengar
Ada tanda / jejas
suara-suara
Perilaku kekerasan
Merasa orang lain
pada anggota tubuh
mengancam
2 Halusinasi Ds: Ds:
Do: Do:
Do:
Do:
Menyendiri
Mematung
Mengurung diri
Mondar-mandir
Tidak mau
tanpa arah
bercakap-cakap
Tidak berinisiatif
dengan orang lain
berhubungan
dengan orang lain
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PSP : Halusinasi
Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang
disukai pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
VI. EVALUASI
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Di lakukan untuk
pasien halusinasi adalah sebagai berikut
a. Pasien mampu:
1) Mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya
2) Menjelaskan waktu dan frekuensi halusinasi yang dialami.
3) Menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi
4) Menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi
5) Menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi:
a) Menghardik halusinasi
b) Mematuhi program pengobatan
c) Bercakap dengan orang lain di sekitarnya bila timbul halusinasi
d) Menyusun jadual kegiatan dari bangun tidur di pagi hari sampai
mau tidur pada malam hari selama 7 hari dalam seminggu dan
melaksanakan jadual tersebut secara mandiri
6) Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan
halusinasi
b. Keluarga mampu:
1) Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
2) Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi melalui empat cara
mengontrol halusinasi yaitu menghardik, minum obat,cakap-cakap dan
melakukan aktivitas di rumah
3) Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
4) Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah pasien
5) Mnilai dan melaporkan keberhasilannnya merawat pasien
REFERENSI
3. Penyebab
b. Faktor Presipitasi
Faktor sosial budaya :waham dapat dipisu karena adanya
perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari
kelompok.
Faktor biokimia : dopamin, norepineprin, dan zat halusinogen
lainnay diduga dapat menjadi penyebab waham pada
seseorang.
Faktor psikologis : kecemasan yang memenjang dan
terbatsanya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga
klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang menyenangkan.
7. Akibat
Risiko mencederai
REFERENSI
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000