DYSFUNCTIONAL UTERINE
BLEEDING (DUB)
REFERAT
2012
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Daftar Isi
BAB I – PENDAHULUAN................................................................................................ 1
I. Introduksi.................................................................................................................. 1
II. Epidemiologi ........................................................................................................... 2
BAB II – DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING ................................................. 5
I. Patogenesis ............................................................................................................... 5
II. Gejala Klinis ............................................................................................................ 9
III. Diagnosis ..............................................................................................................12
IV. Komplikasi ...........................................................................................................22
BAB III – MANAJEMEN DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING...................23
Referensi .............................................................................................................................40
20080710013 i
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
BAB I – PENDAHULUAN
I. Introduksi
Setelah penyebab organic dari abnormal uterine bleeding (AUB)
atau pendarahan uterus abnormal dikeluarkan, terminology
dysfunctional uterine bleeding (DUB) atau pendarahan uterus
disfungsional digunakan. Setiap sebab dari anovulasi dengan kadar
estrogen normal dapat timbul sebagai dysfunctional uterine bleeding.
Biasanya pasien memiliki pendarahan yang irregular dan tidak bisa
diprediksi tanpa gejala ovulasi seperti nyeri payudara, perubahan mood,
atau dismenore. Siklus anovulatori dianggap normal pada tahun
pertama setelah menarche dan saat perimenopause, pada saat itu tidak
diperlukan evaluasi hormonal lebih lanjut. Namun, penyebab siklus
anovulatory diluar kedua waktu tersebut pada masa reproduktif wanita
patut di investigasi lebih lanjut. pendarahan disfungsional atau
dysfunctional bleeding dapat terjada pada saat transisi ke kegagalan
ovum premature seperti pada waktu menopause fisiologik. Pendarahan
uterus disfungsional adalah gejala yang sering dari kelebihan hormon
androgen, pada wanita dengan pendarahan disfungsional dan bukti
adanya hirsutism dan jerawat, penyebab yang paling memungkinkan
adalah polikistik ovari sindrom.2
Bila tidak ada bukti prolacyinemia, hipotiroidism, kegagalan
ovum premature, atau kelebihan hormon androgen, pendarahan
disfungsional dari uterus dikarakterisasi dengan disfungsi hipotalamik.
Pasien menjadi anovulatori dapat disebabkan karena stress, peneurunan
berat badan, olahraga, atau idiopatik. Pasien ini dapat dipastikan kalau
20080710013 1
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
II. Epidemiologi
Hingga satu setengah wanita yang mengalami pendarahan
uterus abnormal akan mengalami pendarahan uterus disfungsional. Dari
80-90% perdarahan disebabkan oleh disfungsi dari aksis hipotalamus-
pituitari-ovarium yang menyebabkan anovulasi. Karena siklus
anovulatori tidak memproduksi progesterone untuk menstabilisasi
pemberhentian siklus estrogen yang menyiapkan endometrium, episode
perdarahan menjadi ireguler dan sering terjadi amenore, metrorrhagia,
dan menorraghia. Sebagai contoh, banyak wanita dengan anovulasi
mengalami amenorrhea selama beberapa minggu hingga bulan diikuti
dengan perdarahan yang irregular, lama, dan berat.1
Pada 10 hingga 20 % wanita lainnya yang mengalami perdarahan
uterus disfungsional , ovulasi tetap terjadi dan menorraghia terjadi
karena adanya defek pada mekanisme kontrol menstruasi.1
20080710013 2
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
DUB paling sering terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif wanita:
20% kasus terjadi pada masa remaja, dan lebih dari 50% terjadi pada wanita
berumur 40-50 tahun. Factor resiko terjadinya DUB berupa obesitas, polikistik
ovari sindrom, endometriosis, pemakaian estrogen atau progesterone jangka
panjang, stress, jam tidur tidak teratur, overwork, dan pemakaian obat-obatan,
alcohol dapat mengganggu keseimbangan hormon yang dapat mengakibatkan
DUB. Insidensi dari DUB yaitu 10% terjadi pada wanita di masa
reproduktifnya.20
20080710013 3
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 4
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
I. Patogenesis
Siklus menstruasi normal yaitu 28 hari dan dimulai pada hari pertama mens.
Pada 14 hari pertama (fase folikular) dari siklus menstruasi, endometrium
menebal di bawah pengaruh estrogen. Merespon terhadap peningkatan kadar
estrogen, kelenjar pituitari mensekresi follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH) yang menstimulasi pengeluaran ovum pada
pertengahan siklus. Sisa kapsul folikel lalu membentuk korpus luteum. Setelah
ovulasi, fase luteal dimulai dan dikarakterisasi dengan produksi dari
progesterone oleh korpus luteum. Progesterone lalu mematangkan lapisan
uterus dan membuatnya lebih ramah dan siap menerima implnatasi. Bila
implantasi tidak terjadi, karena tidak adanya human chorionic gonadotropin
(hCG), korpus luteum lalu mati dan diikuti oleh penurunan secara drastis dari
progesterone dan estrogen yang mneyebabkan vasokonstriksi pada arteriole
spiralis pada endometrium yang akhirnya menyebabkan mens yang terjadi
tepatnya 14 hari setelah ovulasi saat lapisan endometrila yang mengalami
iskemik menjadi nekrosis dan hancur.5
20080710013 5
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 6
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Anovulatori DUB
Saat ovulasi tidak terjadi, tidak ada progesterone yang diproduksi dan
endometrium tetap berada pada fase proliferative. Pada jaringan, endometrium
yang tetap proliferative sering berhubungan dengan penghancuran stroma,
pengurangan densitas arteriol, dan peningkatan kapilari yang berdilatasi dan
unstabil. Pada sel, kadar asam arachidonic dikurangi dan produksi
prostaglandin terganggu. Karena alasan tersebut, perdarahan yang
20080710013 7
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Ovulatori DUB
Bila pada anovulatori DUB disebabkan oleh gangguan pada tonus dan
arsitektur vascular, DUB ovulatori dipikirkan disebabkan terutama karena
dilatasi vascular. Sebagai contoh, wanita dengan perdarahan ovulatori
kehilangan darah pada kecepatan tiga kali lebih cepat daripada wanita dengan
menstruasi normal, namun jumlah arteriole spiral tetap sama atau tidak
meningkat. Sehingga pada wanita dengan DUB ovulatori dipikirkan bahwa
pembuluh yang mensuplai endometrium mengalami penurunan tonus vascular
sehingga terjadi peningkatan kehilangan darah dari terjadinya dilatasi vascular.
Beberapa penyebab dari perubahan tonus vascular ini telah dipikirkan dan
prostaglandin dipikirkan menjadi penyebab kuat.1
20080710013 8
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Perdarahan ovulator
20080710013 9
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur,
siklus haid tidak dikenali lagi , maka kadang-kadang kurve suhu badan basal
dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organic, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya :3
20080710013 10
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Perdarahan anovulatori
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulator, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa
pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak dibutuhkan kerokan
untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.3
20080710013 11
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
III. Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu
ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus
yang pendek atau oleh oliomenorrhea/amenorrhea, sifat perdarahan
(banyak ataus edikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke
arah kemungkinan penyakit metabolic, penyakit endokrin, penyakit
menhaun, dan lain-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut
hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan yang lebih
teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik
perlu dlihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organic yang menyebabkan
perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Dalam
hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di negeri kita
keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita yang
belum kawin, meskipun kadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal
20080710013 12
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 13
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Evaluasi DUB
Evaluasi DUB meliputi menentukan penyebab dan mengeluarkan
kanker endometrial sebagai penyeab. Algoritma dapat digunakan untuk
memulai anamnesa. Faktor yang penting untuk ditanyakan seperti umur
pasien, mens terakhir, mens terakhir yang normal, jumlah dan durasi
perdarahan, perdarahan postcoital, pengobatan (hormon, NSAIDs, atau
warfarin), riwayat kelainan endokrin, gejala kehamilan, gejala
4
koagulopati, riwayat KB, dan riwayat trauma.
Pemeriksaan fisik umum fokus pada gejala endokrinopati seperti
polikistik ovary disease (obesitas dan hiperandrogenism),
hiperprolaktinemia, dan hipotiroidism. Pemriksaan pelvis tidak
diperlukan untuk pasien oligomenorrhea yang tidak aktif secara seksual
20080710013 14
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 15
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Diagnostic Test
1. Endometrial biopsy
20080710013 16
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
2. Uterine ultrasound
20080710013 17
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
merusak cervix atau uterus. D&C juga dibutuhkan untuk staging occult
cancer.4
D&C terbagi menjadi D&C diagnostik dan fraksional. D&C diagnostik
berguna untuk mengevaluasi histology dari endometrium, sedangkan D&C
fraksional juga berguna untuk mengevaluasi endocervix dan untuk
melakukan biopsy ektocervix dan zona transformasi.11
Indikasi untuk diagnostik D&C yaitu:11,12
- abnormal uterine bleeding : menorraghia suspek malignancy atau pre
malignancy
- intremenstrual bleeding, post menopausal bleeding
- abnormal cytology (cone biopsy untuk karsinoma cervix)
- terdapat sisa materi di kavitas endometrium
- untuk mengevaluasi temuan di dalam uterus setelah imaging seperti
polip, atau fibroid
- mengevaluasi dan menyingkirkan sisa cairan dalam kavitas endometrium
(hematometra, pyometra) dan untuk mengurangi cervical stenosis
- bila endometrial biopsy dalam lingkungan office gagal dilakukan karena
cervical stenosis atau sample yang diambil kurang untuk diagnostik atau
sat USG terdapat bayangan karena adanya pelvic mass, leimyoma, atau
usus
- untuk mengambil sample endometrial bersamaan dengan histeroskopi,
laparoskopi
- dismenorrhea, oligomenorrhea
- infertilitas
20080710013 18
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Pada wanita dibawah usia 35-40 tahun yang mengalami perdarahan uterus,
penanganan yang pertama dilakukan harus terapi hormon selama beberapa
siklus dan bukan D&C.13
20080710013 19
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
4. Hysteroscopy
Histeroskopi lebih banyak diindasikan daripada D&C dan dapat
memberikan visualisasi langsung kavitas endometrial dengan biopsy yang
terarah. Hysteroskopi lebih sensitive dibandingkan D&C fraksional,
terutama untuk mendiagnosa polip dan submukosal leimyoma, namun
endometritis dapat tidak terdeteksi. Bila dikombinasikan dengan biopsy
endometrial, akurasi nya mencapai 100% dalam mendiagnosa displasia
endometrial dan kanker. Kadang juga dibutuhkan untuk staging occult
cancer. Seperti biopsy endometrial, histeroskopi juga dapat dilakukan di
office setting dan dapat digunakan sebagai penanganan DUB.4
Histeroskopi dilakukan dengan memasukan tabung kecil melalui cervix ke
dalam uterus kemudian udara atau cairan dimasukan ke dalam uterus
agarmemperbesar uterus dan terlihat bagian dalam uterus. Sample jaringan
dapat diambil. Digunakan anestesi untuk mengurangi ketidaknyamanan
selama prosedur berlangsung. Kebanyakan histeroskopi dilakukan
bersamaan dengan D&C.
20080710013 20
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 21
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
IV. Komplikasi
Konsekuensi jangka panjang dari anovulasi kronik adalah hyperplasia
endometrial dan karsinoma. Wanita yang mengalami anovulasi kronik memiliki
3 kali kemungkinan lebih untuk resiko terjadinya kanker endometrial.
Hyperplasia endometrial terjadi pada 5% dan kanker endometrial terjadi pada
0.5% wanita premenopause yang menjalani sampling saat mengalami
pendarahan disfungsional uterus. Factor resikonya adalah umur 45 tahun ke
atas, berat 90 kg atau lebih, memiliki sejarah infertilitas, riwayat keluarga
dengan kanker kolon, dan nuliparitas.2. Dysfunctional uterine bleeding juga
dapat mengakibatkan komplikasi infertillitas akibat gangguan keseimbangan
hormon kronik yang memblok terjadinya ovulasi.10 Komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah anemia defisiensi besi yang terjadi akibat perdarahan yang hebat
dan lama.5 Anemia defisiensi besi terjadi pada 30% wanita yang menderita
DUB.
VI. Prognosis
20080710013 22
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
1. NSAIDs
Pengobatan ini efektif dan ditolensi dengan baik untuk terapi DUB. Penggunaan
NSAIDS berdasarkan dipikirkannya peran prostaglandin pada patogenesis
DUB. Beberapa penelitian telah menemukan efektivitas dari NSAIDs sebagai
terapi menorraghia yang disebabkan oleh DUB. Tidak ada perbedaan efikasi
pada beberapa jenis NSAIDs.1
20080710013 23
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
NSAID
Mefenamic Acid 500 mg tid for 5 days, beginning Bonnar, 1996
with menses
Naproxen 550 mg on first day of menses, Hall, 1987
then 275 mg daily
Ibuprofen 600 mg daily throughout Makarainen, 1986a
menses
Flurbiprofen 100 mg bid for 5 days, beginning Andersch, 1988
with menses
Meclofenamate 100 mg tid for 3 days, beginning Vargyas, 1987
with menses
Other Classes
COCs One orally daily Agarwal, 2001
Tranexamic acid 1 g qid for 5 days, beginning Bonnar, 1996
with menses
Norethindrone 5 mg tid days 5 through 26 of Irvone, 1998
cycle (ovulatory DUB). 5 mg tid Higham, 1993
days 15 through 26 of cycle
(anovulatory DUB)
Danazol 100 mg or 200 mg daily Chimbira, 1980b
20080710013 24
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
throughout cycle
GnRH agonists 3.75 mg IM each month Shamonki, 2000
(maximum 6 months of use)
LNG-IUS Intrauterine placement Reid, 2005
* all agents are administered orally except GnRH agonist and LNG-IUS.
Data from Lethaby, 1998a, 1998b, 2000, 2004, 2005, and Beaumont,
2002, with permission
2. Asam Tranexamic
20080710013 25
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
DUB. Asam Tranexamic hanya diberikan pada saat menstruasi dan memiliki
efek samping yang minor sepeti fungsi gastrointestinal.1
3. Etamsylate (ethamsylate)
4. Progestin Oral
20080710013 26
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Diikuti dengan pengurangan perdarahan 3-5 hari setelah terapi komplet. Untuk
terapi jangka panjang, dosis yang sama diberikan selama 16-25 hari mengikuti
siklus awal menstruasi.1
20080710013 27
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Setelah itu COC dapat di stop atau dilanjutkan untuk mengontrol siklus.
Sebagai alternatif, dosis lebih jarang atau lebih rendah dapat efektif untuk
terapi menorraghia akut. 1
6. Estrogen
Estrogen dosis tinggi dapat berguna dalam mengontrol perdarahan akut karena
ia memicu pertumbuhan endometrial secara cepat untuk menutupi permukaan
yang botak. Estrogen equine terkojugasi diberikan secara oral pada dosis
hingga 10 mg setiap hari dibagi menjadi 4 dosis. Dapat juga diberikan secara
intavena 20 mg tiap 4 jam hingga 3dosis per hari. Setelah perdarahan
berkurang, pengobatan dapat digantikan dengan COC oral.1
20080710013 28
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Efek hypoestrogenik yang dihasilkan oleh obat ini memicu atrofi endometrial
dan amenorrhea pada kebanyakan wanita. Efek sampingnya dapat dramatis
termasuk gejala menopause, efek samping jangka panjang berupa hilangnya
masa tulang. Obat jenis ini dapat berguna untuk penggunaan jangka pendek
untuk memicu amenorrhea dan memberi wanita waktu untuk mengumpulkan
kembali sel darah merah setelah operasi.1
20080710013 29
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 30
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
sebagai terapi pilihan pertama untuk menorraghia selain medikasi oral, juga
berguna sebagai kontrasepsi.1
20080710013 31
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 32
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
OPERASI
Untuk banyak wanita, penanganan medik konservatif dapat tidak berhasil atau
berhubungan dnegan efek samping yang signifikan. Untuk itu, manajemen
operasi untuk menorraghia termasuk prosedur untuk menghancurkan
endometrium dan histerektomi.1
Curet jarang digunakan untuk terapi jangka panjang karena efeknya hanya
sementara. Pada beberapa wanita, D&C dilakukan untuk menghentikan
perdarahan massif yang disebabkan pemberian estrogen dosis tinggi.1
Walaupun terapi medis tetap merupakan pilihan pertama, lebih dari setengah
wanita yang mengalami menorraghia menjalani hysterectomy setelah 5 tahun
berobat ke ginekologis. Pada sepertiga wanita ini, uterus yang normal secara
anatomis dibuang.
20080710013 33
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Terdapat tiga metode untuk teknik generasi pertama. Dua dari nya
adalah laser neodymiumttrium-aluminium-garnet (Nd-YAG) dan rollerball yang
menghancurkan endometrium. Sebagai kontras, metode ketiga yaitu
transcervical resection of endometrium (TCRE) yang membuangnya secara
operasi. Ketiga teknik membutuhkan kemampuan untuk operasi histeroskopi
yang sulit dan membutuhkan medium distensi cairan atau fluid distention
medium. Komplikasi dari kelebihan absorbsi sistemik dari media ini dapat
menjadi fatal yaitu dapat terjadinya imbalans elektrolit, emboli, serta akibat
dari histeroskopi itu sendiri dapat menyebabkan perforasi uterus, laserasi,
infeksi, dan peritonitis.14
20080710013 34
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 35
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 36
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 37
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
saline yang panas diganti dnegan saline dingin. Prosedur ini tidak invasif dan
diindikasikan untuk wanita dengan dysfunctional uterine bleeding yang memiliki
bentuk uterus yang tidak normal dan memiliki fibroid. Prosedur hydrothermal
memakan waktu selama 30 menit dan dapat dilakukan dengan anestesi lokal
atau general.17
20080710013 38
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
(microwave ablation)
3. Histerektomi
20080710013 39
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
Referensi
1. Williams JW. Williams Gynecology. 22nd ed. McGraw-Hill, Medical
Publishing Division; 2008.
2. Eric J. Bieber & Josep S. Anfilipo. Clinical Gynecology. 8th ed. Churchill
Livingstone Elsevier; 2006.
3. Prwarirohardjo,Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta.
4. E J Mayeaux MD. Dysfunctional Uterine Bleeding. Diambil dari
http://www.sh.lsuhsc.edu/fammed/outpatientmanual/dub.htm. Diakses
tanggal 21 September 2012.
5. Amir E Stephan. Medscape. Dysfunctional Uterine Bleeding. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/795587-overview#a0104. Diakses
tanggal 21 September 2012.
6. Tibbles CD. Selected gynecologic disorders. In: Marx JA, Hockberger RS,
Walls RM, Adams JG. Rosen's Emergency Medicine: Concepts and Clinical
Practice. Vol 1. 7th ed. Mosby (Elsevier); 2009:Chap 98.
7. Casablanca Y. Management of dysfunctional uterine bleeding. Obstet
Gynecol Clin North Am. Jun 2008;35(2):219-34, viii.
8. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Abnormal uterine bleeding. In: Williams Gynecology.
McGraw-Hill; 2008:Chap 8.
9. Ozgul Muneyyirci Delale. Pubmed.gov. Management of Dysfunctional
Uterine Bleeding based on Endometrial Thickness. 2010. Diambil dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990898/?tool=pmcentrez.
Diakses tanggal 21 September 2012.
20080710013 40
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 41
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)
20080710013 42