Anda di halaman 1dari 44

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN

PERIODE 27 Agustus – 3 November 2012


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

DYSFUNCTIONAL UTERINE
BLEEDING (DUB)
REFERAT

Penyusun: KARTIKA (20080710013)


Group 47
Pembimbing: dr. Bonaventura Dofifisire, Sp.OG

2012
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Daftar Isi
BAB I – PENDAHULUAN................................................................................................ 1
I. Introduksi.................................................................................................................. 1
II. Epidemiologi ........................................................................................................... 2
BAB II – DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING ................................................. 5
I. Patogenesis ............................................................................................................... 5
II. Gejala Klinis ............................................................................................................ 9
III. Diagnosis ..............................................................................................................12
IV. Komplikasi ...........................................................................................................22
BAB III – MANAJEMEN DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING...................23
Referensi .............................................................................................................................40

20080710013 i
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

BAB I – PENDAHULUAN

I. Introduksi
Setelah penyebab organic dari abnormal uterine bleeding (AUB)
atau pendarahan uterus abnormal dikeluarkan, terminology
dysfunctional uterine bleeding (DUB) atau pendarahan uterus
disfungsional digunakan. Setiap sebab dari anovulasi dengan kadar
estrogen normal dapat timbul sebagai dysfunctional uterine bleeding.
Biasanya pasien memiliki pendarahan yang irregular dan tidak bisa
diprediksi tanpa gejala ovulasi seperti nyeri payudara, perubahan mood,
atau dismenore. Siklus anovulatori dianggap normal pada tahun
pertama setelah menarche dan saat perimenopause, pada saat itu tidak
diperlukan evaluasi hormonal lebih lanjut. Namun, penyebab siklus
anovulatory diluar kedua waktu tersebut pada masa reproduktif wanita
patut di investigasi lebih lanjut. pendarahan disfungsional atau
dysfunctional bleeding dapat terjada pada saat transisi ke kegagalan
ovum premature seperti pada waktu menopause fisiologik. Pendarahan
uterus disfungsional adalah gejala yang sering dari kelebihan hormon
androgen, pada wanita dengan pendarahan disfungsional dan bukti
adanya hirsutism dan jerawat, penyebab yang paling memungkinkan
adalah polikistik ovari sindrom.2
Bila tidak ada bukti prolacyinemia, hipotiroidism, kegagalan
ovum premature, atau kelebihan hormon androgen, pendarahan
disfungsional dari uterus dikarakterisasi dengan disfungsi hipotalamik.
Pasien menjadi anovulatori dapat disebabkan karena stress, peneurunan
berat badan, olahraga, atau idiopatik. Pasien ini dapat dipastikan kalau

20080710013 1
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

selama mereka “withdraw” saat pemberian progestin, tidak ada


penyebab serius dari anovulasi nya.2
Konsekuensi jangka panjang dari anovulasi kronik adalah
hyperplasia endometrial dan karsinoma. Wanita yang mengalami
anovulasi kronik memiliki 3 kali kemungkinan lebih untuk resiko
terjadinya kanker endometrial. Hyperplasia endometrial terjadi pada
5% dan kanker endometrial terjadi pada 0.5% wanita premenopause
yang menjalani sampling saat mengalami pendarahan disfungsional
uterus. Factor resikonya adalah umur 45 tahun ke atas, berat 90 kg
atau lebih, memiliki sejarah infertilitas, riwayat keluarga dengan kanker
kolon, dan nuliparitas.2

II. Epidemiologi
Hingga satu setengah wanita yang mengalami pendarahan
uterus abnormal akan mengalami pendarahan uterus disfungsional. Dari
80-90% perdarahan disebabkan oleh disfungsi dari aksis hipotalamus-
pituitari-ovarium yang menyebabkan anovulasi. Karena siklus
anovulatori tidak memproduksi progesterone untuk menstabilisasi
pemberhentian siklus estrogen yang menyiapkan endometrium, episode
perdarahan menjadi ireguler dan sering terjadi amenore, metrorrhagia,
dan menorraghia. Sebagai contoh, banyak wanita dengan anovulasi
mengalami amenorrhea selama beberapa minggu hingga bulan diikuti
dengan perdarahan yang irregular, lama, dan berat.1
Pada 10 hingga 20 % wanita lainnya yang mengalami perdarahan
uterus disfungsional , ovulasi tetap terjadi dan menorraghia terjadi
karena adanya defek pada mekanisme kontrol menstruasi.1

20080710013 2
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

DUB paling sering terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif wanita:
20% kasus terjadi pada masa remaja, dan lebih dari 50% terjadi pada wanita
berumur 40-50 tahun. Factor resiko terjadinya DUB berupa obesitas, polikistik
ovari sindrom, endometriosis, pemakaian estrogen atau progesterone jangka
panjang, stress, jam tidur tidak teratur, overwork, dan pemakaian obat-obatan,
alcohol dapat mengganggu keseimbangan hormon yang dapat mengakibatkan
DUB. Insidensi dari DUB yaitu 10% terjadi pada wanita di masa
reproduktifnya.20

20080710013 3
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

20080710013 4
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

BAB II – DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING

I. Patogenesis
Siklus menstruasi normal yaitu 28 hari dan dimulai pada hari pertama mens.
Pada 14 hari pertama (fase folikular) dari siklus menstruasi, endometrium
menebal di bawah pengaruh estrogen. Merespon terhadap peningkatan kadar
estrogen, kelenjar pituitari mensekresi follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH) yang menstimulasi pengeluaran ovum pada
pertengahan siklus. Sisa kapsul folikel lalu membentuk korpus luteum. Setelah
ovulasi, fase luteal dimulai dan dikarakterisasi dengan produksi dari
progesterone oleh korpus luteum. Progesterone lalu mematangkan lapisan
uterus dan membuatnya lebih ramah dan siap menerima implnatasi. Bila
implantasi tidak terjadi, karena tidak adanya human chorionic gonadotropin
(hCG), korpus luteum lalu mati dan diikuti oleh penurunan secara drastis dari
progesterone dan estrogen yang mneyebabkan vasokonstriksi pada arteriole
spiralis pada endometrium yang akhirnya menyebabkan mens yang terjadi
tepatnya 14 hari setelah ovulasi saat lapisan endometrila yang mengalami
iskemik menjadi nekrosis dan hancur.5

20080710013 5
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Dysfunctional uterine bleeding merupakan diagnosa eksklusi. Terdiri dari


perdarahan ovulatori dan anovulatori, didiagnosa setelah kehamilan,
medikasi, penyebab iatrogenic, patologi traktus genital, malignancy, dan
penyakit sistemik telah dibuang berdasarkan investigasi yang sesuai.
90% dari dysfunctional uterine bleeding disebabkan oleh anovulasi, dan
10 % disebabkan oleh siklus ovulatori.6

Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada


uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa
gangguan perdarahan yan dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena
persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan

20080710013 6
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hyperplasia endometrium


karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus-menerus. Penjelasan ini
masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan
disfungsional.3

Akan tetapi, penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan


disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium,
yakni endometrium atrofik, hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris, dengan
endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian
endometrium dalam endometrium jenis sekresi dan non sekresi penting
artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatori
dan ovulatori. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis
perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan
membutuhkan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang
anovulator gangguan dianggap berasal dari factor-faktor neuromuscular,
vasomotorik, atau hematologic, yang mekanismenya belum seberapa
dimengerti, sedang perdarahan anovulator biasanya dianggap bersumber pada
gangguan endokrin.3

Anovulatori DUB

Saat ovulasi tidak terjadi, tidak ada progesterone yang diproduksi dan
endometrium tetap berada pada fase proliferative. Pada jaringan, endometrium
yang tetap proliferative sering berhubungan dengan penghancuran stroma,
pengurangan densitas arteriol, dan peningkatan kapilari yang berdilatasi dan
unstabil. Pada sel, kadar asam arachidonic dikurangi dan produksi
prostaglandin terganggu. Karena alasan tersebut, perdarahan yang

20080710013 7
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

berhubungan dengan anovulasi dipikirkan disebabkan oleh perubahan struktur


vascular dari endometrium dan konsentrasi prostaglandin dan meningkatnya
respon endometrium disebabkan oleh prostaglandin yang bervasodilating.1

Ovulatori DUB

Bila pada anovulatori DUB disebabkan oleh gangguan pada tonus dan
arsitektur vascular, DUB ovulatori dipikirkan disebabkan terutama karena
dilatasi vascular. Sebagai contoh, wanita dengan perdarahan ovulatori
kehilangan darah pada kecepatan tiga kali lebih cepat daripada wanita dengan
menstruasi normal, namun jumlah arteriole spiral tetap sama atau tidak
meningkat. Sehingga pada wanita dengan DUB ovulatori dipikirkan bahwa
pembuluh yang mensuplai endometrium mengalami penurunan tonus vascular
sehingga terjadi peningkatan kehilangan darah dari terjadinya dilatasi vascular.
Beberapa penyebab dari perubahan tonus vascular ini telah dipikirkan dan
prostaglandin dipikirkan menjadi penyebab kuat.1

Pasien dengan dysfunctional uterine bleeding telah mengalami


kerusakan pada siklus stimulasi endometrial yang berasal dari siklus ovulatori.
Sebagai hasil, pasien ini mengalami kadar estrogen yang konstan yang terus
menstimulasi pertumbuhan endometrium. Proliferasi tanpa peluruha
menyebabkan suplai pembuluh darah endometrium terus bertumbuh. Jaringan
endometrium lalu rusak dan keluar melalui uterus. Penyembuyhan sendiri dari
endometrium adalah irregular dan disinkron. Stimulasi kronik oleh kadar
estrogen rendah akan menghasilkan DUB yang jarang dan ringan. Stimulasi
kronik dari kadar estrogen yang tinggi akan meneybabkan episode perdarahan
yang sering dan berat.21

20080710013 8
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

II. Gejala Klinis


Terminologi yang sering digunakan untuk mendeskripsikan dysfunctinal uterine
bleeding :

- menorraghia - perdarahan uterus pada interval yang regular namun


mengalami perpanjangan ( > 7 hari) atau perdarahan yang masive (>80
ml per hari)
- metroraghia – perdarahan uterus yang terjadi pada interval iregular dan
lebih sering daripada interval yang normal
- menometroraghia – perdarahan uterus yang terjadi dengan interval
iregular lebih sering dari normal dan mengalami perpanjangan atau
perdarahan yang masive
- intermenstrual bleeding – perdarahan uterus dengan jumlah bervariasi
terjadi diantara periode mens reguler
- midcycle spotting atau flek – flek terjadi tepat sebelum ovulasi,
terutama dari estrogen level yang turun
- postmenopause bleeding – perdarahan berulang yang terjadi pada
wanita menopause minimal 6 bulan hinggal 1 tahun setelah berhentinya
mens
- amenorrhea – tidak adanya perdarahan uterus selama 6 bulan atau
lebih

Perdarahan ovulator

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional


dengan gejala siklus pendek (polimenorrhea) atau panjang (oligomenorrhea).
Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulator, perlu dilakukan kerokan

20080710013 9
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur,
siklus haid tidak dikenali lagi , maka kadang-kadang kurve suhu badan basal
dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organic, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya :3

1. Korpus luteum persisten; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-


kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus
dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persisten dapat juga menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular
shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni
menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu
ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia, atau polimenorrhea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesterone disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsy endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yangs seharusnya didapat pada hari
siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan
gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.

20080710013 10
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Perdarahan anovulatori

Stimulasi dengan estrogen menimbulkan tumbuhnya endometrium. Dengan


menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang
kadang bersifat siklis, kadang tidak teratur sama sekali.3

Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut pautnya dengan jumlah folikel


yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan
estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel
baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus , dan dari
endometrium yang mula-mula prolifertif dapat terjadi endometrium yang
bersifat hyperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang didapat
dari kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulator.3

Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi setiap waktu dalam


kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada
masa pubertas dan masa premenopause. Pada masa pubertas sesudah
menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau
terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa
pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada
wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak
selalu berjalan lancar.3

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulator, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa
pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak dibutuhkan kerokan
untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.3

20080710013 11
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita


dengan penyakit metabolic penyakit endokrin, penyakit darah, penyekit umum
yang menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya. Akan tetapi, di samping
itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya
penyakit-penyakit tersebut dia atas. Dalam hal ini stress yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun diluar pekerjaan, kejadian-
kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan,
kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain,
dapat menyebabkan perdarahan anovulator. Biasanya kelainan dalam
perdarahan ini hanya untuk sementara saja.3

III. Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu
ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus
yang pendek atau oleh oliomenorrhea/amenorrhea, sifat perdarahan
(banyak ataus edikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke
arah kemungkinan penyakit metabolic, penyakit endokrin, penyakit
menhaun, dan lain-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut
hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan yang lebih
teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik
perlu dlihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organic yang menyebabkan
perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Dalam
hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di negeri kita
keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita yang
belum kawin, meskipun kadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal

20080710013 12
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan


menggunakan anestesi umum.3

Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak dilakukan


kerokan guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20-40
tahun kemungkinan terbesar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma
submukosum, dan sebagainya. Disisni kerokan diadakan setelah dapat
diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak menggangu kehamilan
yang masih memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam
pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan adalah untuk
memastikan ada tidaknya tumor ganas.3
Prolaktin, folikel stimulating hormin, dan tiroid stimulating
hormon harus diukur pada semua pasien dengan anovulasi, entah
mereka amenore, oligomenore, atau mengalami pendarahan uterus
disfungsional untuk mendeteksi apakah terdapat hiperprolaktinemia,
hipotiroidism, dan premature ovarian failure. Diagnosis sindrom ovari
polikistik bersifat klinik dan berdasarkan adanya sejarah anovulasi,
tanda adanya kelebihan hormon androgen, dan ditemukannya ovarium
polikistik pada saat USG. Konfirmasi laboratorium berdasarkan
terdapatnya peningkatan kadar testosteron bebas atau total. Defisiensi
21-hydroxylase late onset atau terlambat adalah penyebab yang jarang
dari kelebihan hormon andogen, terjadi pada kurang dari 5% wanita
hiperandrogen, dapat dibuktikan dengan adanya kadar 17-
hydoxyprogesterone kurang dari 2ng/mL.2
Biopsy endometrial harus dikonsider untuk semua pasien
dengan pendarahn uterine abnormal dan yang memiliki factor resiko
untuk kanker endometrial, khususnya wanita dengan usia 45 tahun ke

20080710013 13
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

atas, dan yang beratnya 90 kg atau lebih. Beberapa penulis


merekomendasikan bahwa biopsy endometrial dilakukan pada pasien
umur berapa pun yang memiliki sejarah pendarahan anovulasi selama
lebih dari 1 tahun karena didapatkan adanya kanker endometrial pada
wanita muda berumur 15 tahun. Alat sampling endometrial The Pipelle
adalah alat yang direkomendasikan dibandingkan teknik biopsy lainnya.
Itu merupakan prosedur kantor yang mudah dilakukan dan dapat
ditoleransikan. Sensitivitasnya 91% untuk diagnosis karsinoma
endometrial premenopause dan 81% untuk diagnosis hyperplasia
endometrial atipikal, dan spesifisitas untuk keduanya 98%. Walaupun
ditemukan ketebalan endometrial 5 mm atau lebih pada saat USG
transvaginal mendeteksi 96% kanker endometrial pada wanita
postmenopause, tidak terdapat data yang menunjukan perannya dalam
diagnosis kanker endometrial pada wanita premenopause.2

Evaluasi DUB
Evaluasi DUB meliputi menentukan penyebab dan mengeluarkan
kanker endometrial sebagai penyeab. Algoritma dapat digunakan untuk
memulai anamnesa. Faktor yang penting untuk ditanyakan seperti umur
pasien, mens terakhir, mens terakhir yang normal, jumlah dan durasi
perdarahan, perdarahan postcoital, pengobatan (hormon, NSAIDs, atau
warfarin), riwayat kelainan endokrin, gejala kehamilan, gejala
4
koagulopati, riwayat KB, dan riwayat trauma.
Pemeriksaan fisik umum fokus pada gejala endokrinopati seperti
polikistik ovary disease (obesitas dan hiperandrogenism),
hiperprolaktinemia, dan hipotiroidism. Pemriksaan pelvis tidak
diperlukan untuk pasien oligomenorrhea yang tidak aktif secara seksual

20080710013 14
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

dan dalam 18 bulan setelah haid pertama. Pemeriksaan gineklogik


termasuk inspeksi vagina dan cervix untuk melihat adanya lesi (polip,
leimyoma, robekan, malignancy, atau abortus inkomplet) atau infeksi.
Ukuran, bentuk, posisi, dan konsistensi uterus harus diperiksa.
Diperhatikan bila terdapat tanda kehilangan darah. 4

Grafik temperatur basal dapatdigunakan untuk membantu


menetukan kapan dan bila ovulasi terjadi. Pasien dapat mengukur
temperatur mereka kapan saja tiap hari selama dia konsisten dalam
mengukurnya setiap hari secara rutin. Adanya kenaikan temperatur
basal 0.3 – 0.6 derajat merupakan indikasi terjadinya ovulasi. Juga dapat
digunakan dengan mengukur serum progesterone pada fase luteal, bila
lebih dari 3mg/dl mengindikasikan terjadinya ovulasi.4
Pemeriksaan laboratori yang perlu dilakukan pada DUB, test dilakukan
berdasarkan anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik pasien
Test Indikasi (to rule out)
Urine pregnancy test Kehamilan
CBC Anemia
PT/APTT Koagulopati (terutama pada anak
muda)
Pap smear Cervical cancer
FSH >40IU/L suggest ovarian failure
Liver function test Liver disease
TSH Thyroid disease
Prolactin level Pituitary adenoma
DHEAS Polykistik Ovary Disease

20080710013 15
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Diagnostic Test

1. Endometrial biopsy

Merupakan yang paling sering dilakukan untuk diagnosa pada DUB.


Memberikan sampel yang adekuat untuk diagnosis problem di endometrial
pada 90-100% kasus namun gagal untuk mendeteksi polip dan leimyoma.
Indikasi untuk semua wanita dengan DUB pada usia 35 tahun atau lebih karena
resiko mereka untuk terkena malignancy lebih besar. Setiap wanita dengan
amenorrhea selama 1 tahun atau lebih lalu mengalami perdarahan uterus juga
harus dilakukan endometrial biopsy. Endometrial suction curretage yang baru
(Pipelle) memberikan efek samping yang lebih sedikit namun lebih traumatic
daripada metode ang lama. Sebaiknya sample diambil pada akhir siklus agar
dapat diketahui telah terjadi ovulasi atau tidak.4

Indikasi dilakukan biopsy endometrial pada pasien dengan dysfunctional


uterine bleeding :7
- wanita diatas 35 tahun atau lebih
- pasien obesitas
- wanita yang mengalami periode lama terpapar stimulasi estrogen
- wanita dengan anovulasi kronik
Biopsy endometrium juga diindikasikan pada wanita dibawah 35 tahun bila
terdapat factor resiko kanker endometrial seperti obesitas, anovulasi
kronik, riwayat kanker payudara, riwayat pengobatan dengan
tamoxifen, dan adanya riwayat keluarga dengan kanker payudara atau
kanker kolon.10

20080710013 16
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

2. Uterine ultrasound

Terutama transvaginal ultrasonografi dapat memberikan informasi mengenai


problem structural seperti fibroid tumor. Diindikasikan bila pada pemeriksaan
fisik ditemukan kelainan pada aanatomi ginekoligi, terutama pada ovarium.
Endometrial stripe assesmen pada transvaginal ultrasound dapat memberikan
informasi mengenai stage ovulatori dari endometrium yang memiliki 93%
korelasi dengan diagnosis histologis. Ketebalan endometrium yang kurang dari
4 sampai 7 mm jarang diasosiasikan dengan kanker dan endometrial sampling
tidak perlu dilakukan pada pasien tersebut.4 Wanita dengan ketebalan
endometrial normal yaitu 5 – 12 mm mungkin membutuhkan biopsy, terutama
bila mereka memiliki faktor resiko untuk kanker endometrial, factor resikonya
adalah umur 45 tahun ke atas, berat 90 kg atau lebih, memiliki sejarah
infertilitas, riwayat keluarga dengan kanker kolon, dan nuliparitas.2 Saat
ketebalan endometrial lebih dari 12 mm, biopsy harus dilakukan.7

3. Dilatation & curettage


Memberikan sample yang lebih banyak dari kavitas uterus dan memiliki
keuntungan diagnostik dan terapeutik. Merupakan terapi pilihan saat
perdarahan banyak dan dibutuhkan transfusi darah. Memiliki sensitivitas
yang lebih besar daripada biopsy endometrial, terutama dengan lesi in situ
yang lebih kecil. Sering digunakan saat endometrial biopsy tidak cukup atau
terjadi stenosis pada cervical os atau penanganan DUB gagal. Saat D&C
dikombinasikan dengan biopsy endometrial, tingkat deteksinya mencapai
100%. D&C fraksional biasanya tidak digunakan pada remaja karena
mereka jarang memilki kanker endometrial dan prosedurnya yang dapat

20080710013 17
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

merusak cervix atau uterus. D&C juga dibutuhkan untuk staging occult
cancer.4
D&C terbagi menjadi D&C diagnostik dan fraksional. D&C diagnostik
berguna untuk mengevaluasi histology dari endometrium, sedangkan D&C
fraksional juga berguna untuk mengevaluasi endocervix dan untuk
melakukan biopsy ektocervix dan zona transformasi.11
Indikasi untuk diagnostik D&C yaitu:11,12
- abnormal uterine bleeding : menorraghia suspek malignancy atau pre
malignancy
- intremenstrual bleeding, post menopausal bleeding
- abnormal cytology (cone biopsy untuk karsinoma cervix)
- terdapat sisa materi di kavitas endometrium
- untuk mengevaluasi temuan di dalam uterus setelah imaging seperti
polip, atau fibroid
- mengevaluasi dan menyingkirkan sisa cairan dalam kavitas endometrium
(hematometra, pyometra) dan untuk mengurangi cervical stenosis
- bila endometrial biopsy dalam lingkungan office gagal dilakukan karena
cervical stenosis atau sample yang diambil kurang untuk diagnostik atau
sat USG terdapat bayangan karena adanya pelvic mass, leimyoma, atau
usus
- untuk mengambil sample endometrial bersamaan dengan histeroskopi,
laparoskopi
- dismenorrhea, oligomenorrhea
- infertilitas

20080710013 18
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

D&C juga memiliki indikasi therapeutic yaitu :11,12

- mengambil sisa konsepsi (abortus inkomplit, missed abortion, abortus


septic) atau polip
- prosedur suction untuk manajemen perdarahan uterus atau
menometroraghia
- dysmenorrhea
- penanganan dan evaluasi untuk gestational tropoblastic disease
- perdarahan yang tidak merespon terhadap terapi hormon
- bersamaan dengan ablasi endometrial untuk mengevaluasi histology
dari endometrium
- postpartum bleeding dan adanya sisa
- hematometra
- pencarian IUD yang hilang
- untuk memasukan zar radioaktif sebagai terpai pada malignancy uterus
dan cervix

Pada wanita dibawah usia 35-40 tahun yang mengalami perdarahan uterus,
penanganan yang pertama dilakukan harus terapi hormon selama beberapa
siklus dan bukan D&C.13

Sedangkan kontraindikasi absolut untuk dilakukannya D&C adalah:11

- cervical os tidak terlihat


- kehamilan
- obstruksi vagina

20080710013 19
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

4. Hysteroscopy
Histeroskopi lebih banyak diindasikan daripada D&C dan dapat
memberikan visualisasi langsung kavitas endometrial dengan biopsy yang
terarah. Hysteroskopi lebih sensitive dibandingkan D&C fraksional,
terutama untuk mendiagnosa polip dan submukosal leimyoma, namun
endometritis dapat tidak terdeteksi. Bila dikombinasikan dengan biopsy
endometrial, akurasi nya mencapai 100% dalam mendiagnosa displasia
endometrial dan kanker. Kadang juga dibutuhkan untuk staging occult
cancer. Seperti biopsy endometrial, histeroskopi juga dapat dilakukan di
office setting dan dapat digunakan sebagai penanganan DUB.4
Histeroskopi dilakukan dengan memasukan tabung kecil melalui cervix ke
dalam uterus kemudian udara atau cairan dimasukan ke dalam uterus
agarmemperbesar uterus dan terlihat bagian dalam uterus. Sample jaringan
dapat diambil. Digunakan anestesi untuk mengurangi ketidaknyamanan
selama prosedur berlangsung. Kebanyakan histeroskopi dilakukan
bersamaan dengan D&C.

5. Saline Infusion Sonography (sonohysterography)


Pada test ini, dilakukan transvaginal USG setelah cairan saline sterile
dimasukkan ke dalam uterus. Prosedur ini memberikan gambaran yang
lebih jelas mengenai bagian dalam uterus dan dapat lebih mendeteksi lesi
kecil. Namun, karena sample jaringan tidak dapat diambil pada prosedur
ini, diagnosis final biasanya tidak dapat dibuat dan dibutuhkan evaluasi lebih
yaitu dnegan histeroskopi disertai D&C.10

20080710013 20
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

20080710013 21
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

IV. Komplikasi
Konsekuensi jangka panjang dari anovulasi kronik adalah hyperplasia
endometrial dan karsinoma. Wanita yang mengalami anovulasi kronik memiliki
3 kali kemungkinan lebih untuk resiko terjadinya kanker endometrial.
Hyperplasia endometrial terjadi pada 5% dan kanker endometrial terjadi pada
0.5% wanita premenopause yang menjalani sampling saat mengalami
pendarahan disfungsional uterus. Factor resikonya adalah umur 45 tahun ke
atas, berat 90 kg atau lebih, memiliki sejarah infertilitas, riwayat keluarga
dengan kanker kolon, dan nuliparitas.2. Dysfunctional uterine bleeding juga
dapat mengakibatkan komplikasi infertillitas akibat gangguan keseimbangan
hormon kronik yang memblok terjadinya ovulasi.10 Komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah anemia defisiensi besi yang terjadi akibat perdarahan yang hebat
dan lama.5 Anemia defisiensi besi terjadi pada 30% wanita yang menderita
DUB.

VI. Prognosis

Kontrasepsi hormonal dapat mengurangi kehilangan darah hingga 40-70% saat


digunakan jangka panjang. Ablasi endometrial dapat menjadi efektif namun
untuk waktu yang tidak lama, setelah 48 bulan prosedur ablasi, 29% individu
memerlukan prosedur lainnya. Walaupun terapi medical sering digunakan pada
awalnya, namun lebih dari setengah wanita dengan dysfunctional uterine
bleeding menjalani histerektomi dalam 5 tahun.8 Histerektomi efektif dalam
menangani masalah DUB pada 94.4% wanita.

20080710013 22
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

BAB III – MANAJEMEN DYSFUNCTIONAL UTERINE


BLEEDING
TERAPI

Terapi dari perdarahan uterus disfungsional meliputi asam tranexamic


(antifibrinolitik), NSAIDs, COCs, progestin, androgen, dan agonis GnRH.

1. NSAIDs

Pengobatan ini efektif dan ditolensi dengan baik untuk terapi DUB. Penggunaan
NSAIDS berdasarkan dipikirkannya peran prostaglandin pada patogenesis
DUB. Beberapa penelitian telah menemukan efektivitas dari NSAIDs sebagai
terapi menorraghia yang disebabkan oleh DUB. Tidak ada perbedaan efikasi
pada beberapa jenis NSAIDs.1

Wanita kehilangan 90% dari volume darah menstruasi pada 3 hari


pertama men’s. NSAIDS paling efektif bila digunakan pada onset mens dan
diteruskan selama men’s berlangsung. Menjadi salah satu keuntungan dari
NSAIDs bahwa hanya perlu dikonsumsi selama menstruasi berlangsung.
Keuntungan lainnya adalah bahwa dismenorrhea juga membaik dengan
digunakannya NSAIDs.1

NSAIDs konvensional secara tidak spesifik menghambat kedua


cyclooxygenase-1 (COX-1), enzim yang penting untuk kadar platelet normal,
dan cyclooxygenase-2 yang menjadi mediator respon inflamasi. Mereka adalah
analgesik yang efektif namun pengunaannya pada perdarahan dapat menjadi
tidak ideal disebabkan konsider efek inhibitorinya pada fungsi platelet. Kelas
lain dari NSAIDs yang hanya menghambat COX-2 dan tidak mengganggu

20080710013 23
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

agregasi platelet dan hemostasis dipikirkan lebih efektif untuk menangani


menorraghia namun belum ada penelitian yang mebuktikannya. Namun
sekarang terdapat pemikiran bahwa penggunaan jangka panjang dari inhibitor
COX-2 meningkatkan kejadian infark miokard, stroke, dan gagal jantung
sehingga dibutuhkan peneelitian lebih lanjut sebelum penggunaan rutin
inhibitor COX-2 direkomendasikan untuk menorraghia.1

NSAID
Mefenamic Acid 500 mg tid for 5 days, beginning Bonnar, 1996
with menses
Naproxen 550 mg on first day of menses, Hall, 1987
then 275 mg daily
Ibuprofen 600 mg daily throughout Makarainen, 1986a
menses
Flurbiprofen 100 mg bid for 5 days, beginning Andersch, 1988
with menses
Meclofenamate 100 mg tid for 3 days, beginning Vargyas, 1987
with menses
Other Classes
COCs One orally daily Agarwal, 2001
Tranexamic acid 1 g qid for 5 days, beginning Bonnar, 1996
with menses
Norethindrone 5 mg tid days 5 through 26 of Irvone, 1998
cycle (ovulatory DUB). 5 mg tid Higham, 1993
days 15 through 26 of cycle
(anovulatory DUB)
Danazol 100 mg or 200 mg daily Chimbira, 1980b

20080710013 24
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

throughout cycle
GnRH agonists 3.75 mg IM each month Shamonki, 2000
(maximum 6 months of use)
LNG-IUS Intrauterine placement Reid, 2005

* all agents are administered orally except GnRH agonist and LNG-IUS.

Bid=twice daily; qid=four times daily; tid=twice daily

COC=combination oral contraceptive pills; LNG-IUS=levonorgestrel-


containing intrauterine system

Data from Lethaby, 1998a, 1998b, 2000, 2004, 2005, and Beaumont,
2002, with permission

2. Asam Tranexamic

Merupakan obat antifibrinolitik yang bekerja dengan memblok binding dari


lysine pada plasminogen menyebabkan berkurangnya kadar plasmin dan
menghilangkan aktvitas fibrinolitik dalam pembuluh endometrium untuk
mencegah perdarahan. Obat ini tidak memiliki efek pada proses koagulasi lain
seperti jumlah platelet, aPTT, dan PT.1

Pada wanita dengan DUB, terdapat peningkatan aktivitas fibrinolitik


dalam endometrium bila dibandingkan dengan wanita dengan menstruasi
normal. Secara klinis, obat ini telah menunjukan efikasi dalam mengurangi
pendarahan pada setengah wanita dengan menorraghia yang disebabkan oleh

20080710013 25
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

DUB. Asam Tranexamic hanya diberikan pada saat menstruasi dan memiliki
efek samping yang minor sepeti fungsi gastrointestinal.1

Asam Tranexamic disetujui sebagai terapi DUB di Jepang, Eropa, dan


Australia dan Negara lainnya tapi tidak di Amerika Serikat karena
penggunaannya dibatasi karena dipikirkan memiliki komplikasi menyebabkan
peningkatan aktivitas trombotik sistemik. 1

3. Etamsylate (ethamsylate)

Agen hemostatik ini merupakan garam diethylammonium dari dihydroxy-2,5


benzenesulphonate. Sudah digunakan sebagai terapi klinis selama lebih dari 30
tahun namun mekanisme aksi nya masih belum diketahui secara jelas.
Dipikirkan bekerja pada awal hemostasis dengan meningkatkan agregasi dan
adesi platelet. Efektivitas nya bervariasi pada penelitian dari tidak ada hingga
50% mengurangi. Karena itu di Amerika Serikat ethamsylate tidak mempunyai
peran. 1

4. Progestin Oral

Seperti didiskusikan sebelumnya, stimulasi estrogen yang tidak seharusnya


berasal dari siklus anovulatori menyebabkan proliferasi endometrium dan
menyebabkan perdarahan erratic. Progestin memperlambat pertumbuhan
endometrium dan pengeluaran yang terorganisasi dari endometrium. Sehingga
terapi progestin pada wanita dengan DUB anovulatori biasanya berhasil. Dari
jenis progestin oral seperti norethindrone/norethistherone atau
medroxyprogesterone acetate 10 mg dimakan sekali sehari selama 10 hari.

20080710013 26
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Diikuti dengan pengurangan perdarahan 3-5 hari setelah terapi komplet. Untuk
terapi jangka panjang, dosis yang sama diberikan selama 16-25 hari mengikuti
siklus awal menstruasi.1

Sebagai kontras, menorraghia ovulatori tidak disebabkan oleh defisiensi


progestin namun dapat disebabkan oleh gangguan sintesis prostaglandin atau
disrupsi dari hemostasis. Menorraghia ovulatori tidak merespon terhadap
progestin oral.1

5. Pil kontrasepsi oral kombinasi / COC

Bukti menyebutkan bahwa kontrasepsi hormonal ini efektif untuk menangani


DUB dan bila digunakan jangka panjang, mengurangi hingga 40-70%.
Keuntungan dari COC meliputi dapat juga mengurangi dysmenorrhea dan
memberi fungsi kontrasepsi. Metode mereka adalah atrofi endometrium.
Dapat juga memberi fungsi menghilangkan sintesis prostaglandin dan
mengurangi fibrinolisis endometrial.1

Sebagai tambahan darri penggunaan kronik untuk menangani DUB,


COC dapat digunakan untuk mengatasi menorraghia akut. Pil mengandung
minimal 30 mikrogram ethinyl estradiol haris diresepkan. Bila terdapat
perdarahan aktif, regimen dimulai dengan 4 pil tiap 6 jam hingga perdarahan
stop selama minimal 24 jam. Antiemetic dapat digunakan untuk mualnya.
Untuk kebanyakan wanita, pendarahan akan menghilang dalam 48 jam. Setelah
perdarahan stop, dosis COC dikurangi menjadi 3 pil per hari selama 3 hari
kedepan , lalu diikuti dnegan 2 pil per hari untuk 3 hari. Lalu selanjutnya
diberikan regimen sehari sekali selama 21 hari. Hingga menstruasi berkurang.

20080710013 27
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Setelah itu COC dapat di stop atau dilanjutkan untuk mengontrol siklus.
Sebagai alternatif, dosis lebih jarang atau lebih rendah dapat efektif untuk
terapi menorraghia akut. 1

6. Estrogen

Estrogen dosis tinggi dapat berguna dalam mengontrol perdarahan akut karena
ia memicu pertumbuhan endometrial secara cepat untuk menutupi permukaan
yang botak. Estrogen equine terkojugasi diberikan secara oral pada dosis
hingga 10 mg setiap hari dibagi menjadi 4 dosis. Dapat juga diberikan secara
intavena 20 mg tiap 4 jam hingga 3dosis per hari. Setelah perdarahan
berkurang, pengobatan dapat digantikan dengan COC oral.1

7. Androgen (Danazol dan Gestrinone)

Danazol adalah derivatif isoxazole dari steroid sintetik 17 alfa-ethinyl


testosterone. Danazol menyebabkan lingkungan yang hypoestrogenic
hyperandrogenic, salah satunya adalah atrofi endometrial. Sebagai hasil,
kehilangan darah dikurangi hingga setengah, dan dapat hingga menyebabkan
amenorrhea pada beberapa wanita.1

Untuk perdarahan menstruasi berat, direkomendasikan dosis 100-200


mg diberikan per oral setiap hari. Namun obat ini memiliki efek samping
androgenic seperti penambahan berat badan, muka bermunyak, dan jerawat.
Jadi seringnya dipakai sebagi obat pilihan kedua / second-line untuk penggunaan
jangka pendek sebelum operasi.1

20080710013 28
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Gestrinone adalah derivat sintetik dari nucleus steroid 19-


nortestosterone. Mekanisme aksi, efek samping, dan indikasinya untuk terapi
menorraghia sama dengan danazol. Dosis rekomendasi nya untuk terapi
menorraghia adalah 2.5 mg setiap hari nya tiap 3-4 hari. Obat ini digunakan di
Inggris dan Negara lainnya tapi tidak di Amerika Serikat.1

8. Gonadotropin-Releasing Hormone Agonist

Efek hypoestrogenik yang dihasilkan oleh obat ini memicu atrofi endometrial
dan amenorrhea pada kebanyakan wanita. Efek sampingnya dapat dramatis
termasuk gejala menopause, efek samping jangka panjang berupa hilangnya
masa tulang. Obat jenis ini dapat berguna untuk penggunaan jangka pendek
untuk memicu amenorrhea dan memberi wanita waktu untuk mengumpulkan
kembali sel darah merah setelah operasi.1

Brand Name Geberic Name Dosage


Decapeptyl Triptorelin 3.75 mg depot IM monthly
Lupron Leuprolide Acetate 3.75 mg depot IM monthly
Zoladex Goserelin 3.6 mg depot SC monthly
Synarel Nararelin 200 mg taken twice daily as one
spray into one nostril in the
morning and one spray into the
other nostril in the evening

20080710013 29
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

9. Levonosgestrel-Containing Intrauterine System

Alat intrauterine dibuat untuk fungsi kontrasepsi, namun levonosgestrel


containing intrauterine system juga memberikan efek mengurangi menorraghia
pada beberapa wanita.1

(IUD biasa dan yang mengandung hormon levonorgestrel)

Tambahan progestin untuk mengurangi pergerakan alat intrauterine


ditemukan dapat mengurangi pengeluaran dan meningkatkan aksi kontrasepsi
dan pada beberapa kasus mengurangi menorraghia. Alat ini dibuat untuk
mengambil keuntungan dari efek tersebut diatas dan ditemukan bahwa ia dapat
mengurangi kehilangan darah karena menstruasi hingga 74-97% setelah
penggunaan selama 3 bulan. Alat ini dapat digunakan padas semua wanita

20080710013 30
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

sebagai terapi pilihan pertama untuk menorraghia selain medikasi oral, juga
berguna sebagai kontrasepsi.1

10. Tablet besi

Pasien dengan perdarahan massive hingga terjadi penurunan hematokrit dapat


diberikan tablet sulfas ferrous 325 mg tid.5

Manajemen dysfunctional uterine bleeding berdasarkan ketebalan


endometrium9

20080710013 31
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Sebuah penelitian dilakukan untuk melihat efektivitas manajemen dysfunctional


uterine bleeding berdasarkan ketebalan endometrium buakn berdasarkan
gejala dan hasil dari penelitian tersebut adalah metode ini efektive untuk
mengurangi gejala DUB. Penelitian dilakukan pada 49 pasien yang dilaporkan
mengalami perdarahan selama minimal 8 hari, kemudian mereka dibagi
berdasarkan ketebalan endometrial dari transvaginal USG menjadi kurang dari
6 mm, 6-11 mm, dan lebih dari 11 mm. Ketiga grup kemudian diberi terapi
dengan COC (combined oral contraceptive) atau OCP, conjugated estrogen
plus progesterone, serta megestrol. Pasien yang diberi megestrol juga
menjalani biopsi endometrial sebelum diterapi. Pasien mencatat tingkat
keparahan perdarahan setiap harinya selama 1 bulan sejak terapi dimulai. Hasil
dari penelitian adalah nilai rata-rata ketebalan endometrial pada grup COC,
conjugated estrogen plus progesterone, dan megestrol adalah 4, 8, dan 14
mm. COC mengurangi perdarahn dari 46 ke 8 hari. Conjugated estrogen plus
progesterone mengurangi lamanya hari perdarahan dari rata-rata 41 hari ke 9
hari. Megestrol mengurangi perdarahan dari 54 hari ke 3 hari. 52% dari pasien
yang diberikan megestrol mengalami hiperplasia endometrial. Berdasarkan hasil
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa menangani pasien DUB berdasarkan
ketebalan endometrialnya adalah efektif.

20080710013 32
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

OPERASI

Untuk banyak wanita, penanganan medik konservatif dapat tidak berhasil atau
berhubungan dnegan efek samping yang signifikan. Untuk itu, manajemen
operasi untuk menorraghia termasuk prosedur untuk menghancurkan
endometrium dan histerektomi.1

1. Dilatation dan Curetage

Curet jarang digunakan untuk terapi jangka panjang karena efeknya hanya
sementara. Pada beberapa wanita, D&C dilakukan untuk menghentikan
perdarahan massif yang disebabkan pemberian estrogen dosis tinggi.1

2. Prosedur Penghancuran Endometrium (table 8-4 dan 8-5)

Walaupun terapi medis tetap merupakan pilihan pertama, lebih dari setengah
wanita yang mengalami menorraghia menjalani hysterectomy setelah 5 tahun
berobat ke ginekologis. Pada sepertiga wanita ini, uterus yang normal secara
anatomis dibuang.

Merupakan masalah bila jaringan endometrial memiliki kemampuan


regenerasi yang bagus. Karena alasan ini, untuk menjadi sukses, prosedur
destruktif harus menghilangkan fungsionalis dan juga basalis endometrium
sedalam 3mm miometrium. Namun, persistensi dan regenerasi dari
endometrium tetap mungkin. Jadi wanita premenopause harus dikonseling
1
sebelum operasi mengenai perlunya kontrasepsi post operasi yang adekuat.

20080710013 33
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

American Collge of Obstetricians merekomendasikan sampling endometrial


sebelum dilakukan operasi. Wanita dengan hyperplasia dan kanker
endometrium tidak boleh menjalani ablasi. 1

Prosedur yang dipakai untuk reseksi atau ablasi endometrial


menggunakan laser, radiofrekuensi, elektrik, atau energi thermal. Mereka
dideskripsikan sebagai teknik generasi pertama atau kedua, keduanya sama
efektifnya. 1

Kedua teknik generasi pertama dan kedua memiliki prosedur yang


membutuhkan dilatasi dari cervix untuk memasukan alat ablasi. Dillakukan
menggunakan anestesi general atau analgesic konduksi. Namun, beberapa
menggunakan blok paracervical dan atau sedasi intravena untuk prosedur
generasi kedua. Beberapa waktu yang lalu, Marsh dan kawan-kawan
mendeskripsikan pengunaan hanya ibuprofen untuk ablasi balon termal atau
thermal balloon ablation.1

Terdapat tiga metode untuk teknik generasi pertama. Dua dari nya
adalah laser neodymiumttrium-aluminium-garnet (Nd-YAG) dan rollerball yang
menghancurkan endometrium. Sebagai kontras, metode ketiga yaitu
transcervical resection of endometrium (TCRE) yang membuangnya secara
operasi. Ketiga teknik membutuhkan kemampuan untuk operasi histeroskopi
yang sulit dan membutuhkan medium distensi cairan atau fluid distention
medium. Komplikasi dari kelebihan absorbsi sistemik dari media ini dapat
menjadi fatal yaitu dapat terjadinya imbalans elektrolit, emboli, serta akibat
dari histeroskopi itu sendiri dapat menyebabkan perforasi uterus, laserasi,
infeksi, dan peritonitis.14

20080710013 34
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

(ablasi endometrium dengan histeroskopi menggunakan rollerball16)

Teknik prosedur generasi kedua dibentuk untuk mengurangi perlunya


media distensi dan kemampuan histeroskopi yang sulit. Namun tetap
diperlukan evaluasi histeroskopi untuk kavitas endometrial sebelum ablasi.
Teknik dan kontaindikasinya dibahas pada table 8-4 dan 8-5. 1

Teknik Ablasi endometrium Generasi kedua


Hot liquid balloons
- thermaChoice I, II, dan III
- Cavaterm dan Cavaterm plus
- Thermablate
Hydrothermablation
Cryoablation (Her option)
Microwave endometrial ablation
Impendance Controlled ablation (Novasure)

Kontraindikasi absolut untuk Ablasi Endometrial


Malignansi traktus genital

20080710013 35
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Wanita yang masih mau fertile


Hamil
Keinginan untuk amenorrhea
Infeksi pelvis akut
Operasi uterus sebelumnya – sectiocesarea klasik, transmural myomectomy
Setelah reseksi atau ablasi, 70-80% wanita mengalami penurunan
pendarahan yang signifikan dan 15-35% mengalami amenorrhea. Peningkatan
terjadinya kegagalan karena regenerasi endometrium terjadi berhubungan
dengan lamanya waktu setelah prosedur dilakukan. Sebagai contoh, Martyn dan
kawan-kawan melaporkan bahwa kegagalan meningkat dari 13% pada 2 tahun
setelah operasi dan 27% setelah 5 tahun operasi. 20% wanita akhirnya
menjalani histerektomi. 1

Walaupun angka sukses untuk terapi perdarahan berat tidak setinggi


hysterectomy, kepuasan pasien dilaporkan sesuai. Reseksi dan ablasi jua
memiliki kemungkinan komplikasi yang lebih rendah dibandingkan
histerektomi.1

(hot liquid balloons ablation)16

20080710013 36
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

(Impendance Controlled ablation/Novasure)16

Pada teknik ablasi generasi kedua menggunakan hot liquid balloons,


balon steril dimasukan ke dalam uterus lalu cairan steril dipanaskan hingga 188
F dan dipompa ke dalam balon. Cairan yang panas akan merusak lapisan
endometrium tanpa mengganggu bagia uterus dan organ pelvik lainnya.
Prosedur ini memakan waktu selama 8 menit. Pada ablasi menggunakan
Novasure, kipas yang terbuat dari logam dimasukan ke dalam kavitas uterus
selama 90 detik, aliran listrik dari kipas akan merusak lapisan endometrium,
prosedur memakan waktu 30 menit termasuk prosedur administrasi anestesi
lokal atau general. Pasien dapat pulang dalam 1-2 jam dan melanjutkan aktivitas
sehari-hari. Ablasi dengan hot liquid balloons dan Novasure diindikasikan
untuk wanita dnegan dysfunctional uterine bleeding dengan anatomi uterus
yang normal (tanpa fibroid).16

Cara ablasi generasi kedua lainnya yaitu dnegan hydrothermal. Ablasi


hydrothermal dnegan cara memompa atau memasukan cairan saline yang
dipanaskan hingga mengisi rongga uterus, saline yang panas akan merusak
endometrium yang ditandai dnegan adanya perubahan warna pada
endometrium (terlihat dari histeroskopi), setelah terjadi perubahan warna,

20080710013 37
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

saline yang panas diganti dnegan saline dingin. Prosedur ini tidak invasif dan
diindikasikan untuk wanita dengan dysfunctional uterine bleeding yang memiliki
bentuk uterus yang tidak normal dan memiliki fibroid. Prosedur hydrothermal
memakan waktu selama 30 menit dan dapat dilakukan dengan anestesi lokal
atau general.17

(Her Option Cryoablation)

Cryoablation merupakan teknik ablasi dengan cara memasukan jarum


berlubang dimana didalam jarum terdapat cairan yang dapat memancarkan
suhu dingin setelah berada di dalam uterus. Suhu dingin akan merusak lapisan
endometrium.18

20080710013 38
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

(microwave ablation)

Ablasi dengan microwave dengan memasukan instrumen microwave ke


dalam uterus melalui vagina, instrumen lalu akan memancarkan gelombang
micro yang akan merusak lapisan endometrium.19

3. Histerektomi

Pengangkatan ueterus merupakan terapi yang paling efektif untuk perdarahan


dan kepuasan pasien mencapai 85%. Pengurangan dari dysmenorrheal dan
gejala premenstrual juga dilaporkan setelah operasi histerektomi. Kerugian
dari histerektomi termasuk lebih seringnya terjadi komplikasi intraoperasi atau
postoperasi dibandingkan dengan metode lainnya. Dana yang dikeluarkan juga
lebih besar, waktu untuk operasi, rawat inap, dan pemulihan juga lebih besar.1

20080710013 39
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

Referensi
1. Williams JW. Williams Gynecology. 22nd ed. McGraw-Hill, Medical
Publishing Division; 2008.
2. Eric J. Bieber & Josep S. Anfilipo. Clinical Gynecology. 8th ed. Churchill
Livingstone Elsevier; 2006.
3. Prwarirohardjo,Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta.
4. E J Mayeaux MD. Dysfunctional Uterine Bleeding. Diambil dari
http://www.sh.lsuhsc.edu/fammed/outpatientmanual/dub.htm. Diakses
tanggal 21 September 2012.
5. Amir E Stephan. Medscape. Dysfunctional Uterine Bleeding. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/795587-overview#a0104. Diakses
tanggal 21 September 2012.
6. Tibbles CD. Selected gynecologic disorders. In: Marx JA, Hockberger RS,
Walls RM, Adams JG. Rosen's Emergency Medicine: Concepts and Clinical
Practice. Vol 1. 7th ed. Mosby (Elsevier); 2009:Chap 98.
7. Casablanca Y. Management of dysfunctional uterine bleeding. Obstet
Gynecol Clin North Am. Jun 2008;35(2):219-34, viii.
8. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Abnormal uterine bleeding. In: Williams Gynecology.
McGraw-Hill; 2008:Chap 8.
9. Ozgul Muneyyirci Delale. Pubmed.gov. Management of Dysfunctional
Uterine Bleeding based on Endometrial Thickness. 2010. Diambil dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990898/?tool=pmcentrez.
Diakses tanggal 21 September 2012.

20080710013 40
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

10. Wolters Kluwer health. Patient Information : Abnormal Uterine Bleeding


(Beyond the basics). 2012. Diambil dari
http://www.uptodate.com/contents/abnormal-uterine-bleeding-beyond-
the-basics. Diakses tanggal 21 September 2012.
11. Janice L Bacon. Medscape. Diagnostic Dilatation & Curretage. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/1848239-overview. Diakses tanggal
21 September 2012.
12. Jaroslav F Hulka. The Global Library of Woman’s Medicine. Dilatation &
Curretage. Diambil dari
http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_view&articleid=37#r5.
Diakses tanggal 21 September 2012.
13. Speroff L, Glass RH, Kase NG: Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. Baltimore, Williams & Wilkins, 1973.
14. Wikipedia. Hysteroscopy. Diambil dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Hysteroscopy. Diakses tanggal 21 September
2012.
15. Edward M Lichen. Endometrial Ablation The Resectoscope as The Alternative
to Hysterectomy. Diambil dari http://www.usdoctor.com/hystbar2.htm.
Diakses tanggal 21 September 2012.
16. Midlife. Endometrial Ablation Alternative to Hysterectomy. Diambil dari
http://www.midlife-passages.com/pr01.htm. Diakses tanggal 21 September
2012.
17. Health Care for Woman. Hydro-Thermal Ablation. Diambil dari
http://www.hcfw.com/default.aspx?id=767. Diakses tanggal 21 September
2012.
18. Her Option. Cryoablation. Diambil dari http://www.heroption.com/.
Diakses tanggal 21 September 2012.

20080710013 41
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

19. Web MD. Endometrial Ablation (Microwave). Diambil dari


http://www.webmd.boots.com/a-to-z-guides/endometrial-ablation-
microwave. Diakses tanggal 21 September 2012.
20. Medical Dissability Guidelines. Dysfunctional Uterine Bleeding. Diambil dari
http://www.mdguidelines.com/dysfunctional-uterine-bleeding. Diakses
tanggal 21 September 2012.
21. Millie A Behera. Medscape. Dysfunctional Uterine Bleeding. 2011. Diambil
dari http://emedicine.medscape.com/article/257007-overview#a0104.
Diakses tanggal 21 September 2012.

20080710013 42

Anda mungkin juga menyukai