Anda di halaman 1dari 10

OUTLINE PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN BERGIZI

DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PURWAHARJA I KOTA BANJAR

OLEH:

DEWI NURDIANI

NIM: 4007120006

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

BINA PUTERA BANJAR

2014
A. Identifikasi Masalah

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4

dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Pada tahun 2010, pendapatan nasional kotor per kapita adalah USD 3.956 dan

umur harapan hidup rata-rata adalah 71,5 tahun (UNDP, 2010). Walaupun

demikian, beberapa indikator keberhasilan pembangunan masih

memprihatinkan. Salah satu indikator yang diupayakan percepatan

pencapaiannya adalah penurunan jumlah penduduk miskin. Tingkat

kemiskinan telah menurun dari 14,1 persen pada tahun 2009 menjadi 13,3

persen pada tahun 2010 (BPS), namun masih diperlukan kerja keras untuk

mengakselerasi pencapaian Millenium Development Goals (MDGs).

Menurutcatatan UNICEF, di Indonesia umlah anak balita penderita gizi

buruk dari 1,8 juta (2005) menjadi 2,3 juta (2006). Di luar 2,3 juta anak balita

gizi buruk ini, masihada 5 juta lebih yang juga mengalami gizi kurang. Jumlah

bayi berstatus gizi buruk dan gizi kurang ini sekitar 28% dari total

bayiseluruhnya. Dari total bayi berstatus gizi buruk dan gizi kurang ini, sekitar

10% berakhir dengan kematian. Dari angka kematian bayi yang 37 per 1000

kelahiran, separuhnya adala hakibat kurang gizi. (Soetjiningsih, 2006 dalam

Hadrawi 2011)

Pada tahun 2007 prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang

dan pertumbuhan tinggi anak balita kurang menurun masing-masing 18,4

persen dan 36,8 persen sehingga Indonesia termasuk di antara 36 negara di

dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi dunia (UN-SC on


Nutrition,2008). Walaupun pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek

menurun menjadi masing-masing 17,9 persen dan 35,6 persen, tetapi masih

terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang

sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas, 2010).

Berdasarkan data dari pemprov jabar didapatkan hasil bahwa saat ini

sekitar 11,5 persen bayi yang lahir di Jawa Barat memiliki berat badan kurang

dari 2.500 gram. Atau setidaknya ada sekitar 7.000 bayi yang memiliki berat

badan rendah. Kondisi bobot yang kurang itu sangat rentan terhadap gizi buruk

(www.pemprovjabar.go.id).

Selanjutnya menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Alma Lucyati

pada 2009 jumlah balita yang mengalami gizi buruk sekitar 0,96 persen dari

jumlah balita yang lahir, yakni sekitar 1 juta balita. Sedangkan, di 2010 jumlah

balita yang mengalami gizi buruk turun menjadi 0,93 persen. Pada tahun 2013

di Kota Banjar terdapat 22 orang (0,53%) kasus gizi buruk pada bayi dari 4140

orang sedangkan pada balita terdapat 55 orang (0,35%) dengan gizi buruk dari

15.726 orang balita yang terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Banjar (Laporan

Tahunan Bidang BINKESMAS, 2013).

Pada tahun 2013 di wilayah kerja Puskesmas Purwaharja I yaitu:

Keluharan Purwaharja dan Karangpanimbal Kota Banjar terdapat 3 orang

(0,74%) kasus gizi buruk pada bayi dari 270 orang sedangkan pada balita

terdapat 3 orang (0,29%) dengan gizi buruk dari 1.024 orang (Laporan

Tahunan Bidang BINKESMAS, 2013).


Upaya pemerintah melalui Badan Pemberdayaan Gizi Masyarakat

Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu memiliki program

meningkatkan indeks pembangunan masyarakat melalui program perbaikan

gizi untuk mensukseskan program nasional Indonesia Sehat 2014. Pelaksanaan

program ini ditingkat puskesmas yaitu dengan meningkatkan angka kunjungan

ibu ke posyandu untuk melakukan pemeriksaan status gizi balita.Meningkatkan

peran serta kader kesehatan dalam mempromosikan program-program yang

telah dicanangkan oleh pemerintah.

Banyak faktor yang mempengaruhi terhadap status gizi balita. Faktor-

faktor yang mempengaruhi status gizi balita menurut Sandjaja (2011) adalah:

Pendidikan, Pengetahuan, Sosial Ekonomi, Sosial budaya, Status kesehatan,

Pola makan/pemberian makan.

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa masalah gizi adalah

masalah intergenerasi, yaitu ibu hamil kurang gizi akan melahirkan bayi

kurang gizi. Pada hakekatnya masalah gizi dapat diselesaikan dalam waktu

relatif singkat. Intervensi paket kegiatan untuk mengatasi masalah tersebut

yang dilaksanakan melalui pelayanan berkelanjutan (continum care) pada

periode kesempatan emas kehidupan (window of opportunity), yaitu sejak janin

dalam kandungan, dan bayi baru lahir sampai anak berusia 2 tahun

(Soetjiningsih, 2004 dalam Hadrawi 2011).

Pendidikan merupakan suatu proses membentuk perilaku seseorang

dalam kajian ini berkaitan dengan pemenuhan gizi (Notoatmojo, 2010).

Seorang ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki sikap
yang berbeda dengan seorang ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah

dalam hal pemenuhan status gizi balitanya (Notoamojo, 2010).

Ketidaktahuan orang tua tentang makanan bergizi berhubungan dengan

status gizi balita juga merupakan hal berperan dalam pemenuhan gizi.

Balawati, (2004)menyatakan Ibu adalah seorang yang paling dekat dengan

anak haruslah memiliki pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan minimal yang

harus diketahui seorangibu adalah tentang kebutuhan gizi, cara pemberian

makan, jadwal pemberian makan pada balita, sehingga akan menjamin anak

dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Septiani (2009) menyatakan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang gizi

dengan status gizi Balita di Posyandu “Bunga Lely” Bangunjiwo, Kasihan,

Bantul.

Tugiono, (2011) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang

makanan bergizi dapat dilihat dari: 1) Keseimbangan tentang gizi makanan

yang diberikan. 2) Variasi makanan bergizi. 3) Kebersihan makanan dan 4)

Cara pengolahan makanan.

Tugiono, (2011) menyatakan bahwa gizi makanan yang diberikan

kepada balita harus seimbang dalam menu 4 sehat 5 sempurna, kemudian

dalam proses pemberian makanan harus memperhatikan variasi pemberian

untuk menghindari kebosanan anak, selain itu hal yang penting lainnya adalah

kebersihan makanan yang diberikan baik dari segi bahan, pengolahan dan

penyajiannya.
Hal yang penting yang berhubungan dengan status gizi balita yaitu

tingkat pengetahuan dalam pengolahan makanan yang bergizi tersebut.

Makanan harus diolah dengan cara yang benar dengan tujuan agar kandungan

zat gizinya tidak hilang. Setiap jenis makanan harus diolah sesuai dengan sifat-

sifatnya. Sebagai contoh beras. Beras mengandung banyak vitamin B1.

Vitamin ini sifatnya mudah larut dalam air. Sebaiknya, beras tidak dicuci

terlalu lama dan tidak diremas-remas. Mencuci beras terlalu lama, apalagi

dengan meremasnya akan melarutkan vitamin tersebut. Vitamin itu akan

terbuang. Memasak sayuran pun ada aturannya. Kandungan gizi dalam sayuran

dapat dipertahankan jika diolah secara benar (Tugiono, 2011).

Pertumbuhan ekonomi suatu Negara berdampak terhadap indeks

pembangunan masyarakat. Status ekonomi seseorang berpengaruh terhadaa

daya beli seseorang dan pemanfaatan sarana kesehatan.Seseorang dengan

status ekonomi yang tinggi cenderung memiliki dayabeli yang tinggi pula

termasuk pemenuhan akan gizi dan pemanfaatan sarana kesehatan yang

berkualitas begitu juga sebaliknya dengan seseorang dengan status ekonomi

yang rendah (Soetjiningsih, 2004 dalam Hadrawi 2011).

Perbedaan budaya juga memiliki pengaruh terhadap pemenuhan gizi

seseorang. Menurut Soetjiningsih (2004) dalam Hadrawi (2011) masyarakat

perkotaan lebih mementingkan kualitas dalam penyajian makanan seimbang

yang meliputi 4 sehat 5 sempurna. Sebaliknya, masyarakat pedesaan lebih

mementingkan kuantitas/jumlah kalori yaitu nasi dan lebih cenderung

menghiraukan sumber gizi esensial lainnya.


Status kesehatan seseorang juga memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap pemenuhan gizinya. Orang yang sedang sakit mengalami penurunan

nafsu makan dikarenakan penurunan kondisi tubuh secara patologis. Perbedaan

pola makan antara perempuan dan laki-laki juga berpengaruh terhadap gizi

individu.Dimana seorang perempuan lebih memperhatikan jumlah asupan

makanan yang dikonsumsinya hal ini berbeda denganl aki-laki yang lebih

bebas mengkonsumsi setiap makanan yang ada (medicastore.com).

Wright (2008) dalam risetnya mengenai pengaruh gizi kehamilan

dengan kelahiran berat bayi lahir rendah memperlihatkan angka yang

signifikan. Hal ini berpotensi sekali terjadi di Negara berkembang termasuk

Indonesia sebagaisalahsatu Negara yang sedangberkembang yang memiliki

jumlah penduduk miskin terbanyak ke 6 di wilaya Asia (Indocostia, 2011).Gizi

buruk pada balita dapat menyebabkan gangguan pada beberapa proses tubuh

balita, yaitu; a) Pertumbuhan, b) Produksi tenaga, c) Pertahanan tubuh,

d)Struktur dan fungsi otak (Almatsier, 2001).

Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 ibu, 6 diantaranya kurang

mengerti tentang keseimbangan makanan yang diberikan, hal tersebut dapat

dilihat dari kebiasaan orang tua yang memberikan makanan dengan proporsi

kalori yang banyak tidak seimbang dengan gizi esensial lainnya. Sebagian ibu

menyatakan anaknya kurang napsu makan, dan hal tersebut terjadi karena

adanya kebosanan anak karena tidak bervariasinya makanan yang diberikan.

Kemudian ibu tidak mengetahui cara pengolahan makanan yang baik.


Berdasarkan latar belakang tersebut, status gizi buruk yang terjadi di

wilayah kerja Puskesmas Purwaharja I terjadi karena tingkat pengetahuan ibu

tentang makanan bergizi kurang, oleh sebab itu penulis tertarik untuk

melakukan penelitian lebih dalam dengan judul “Hubungan Pengetahuan Ibu

tentang Makanan Bergizi dengan Status Gizi Balita di wilayah kerja

Puskesmas Purwaharja I Kota Banjar.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diketahui di wilayah kerja

Puskesmas Purwaharja I Kota Banjar masih terdapat masalah yang berkaitan

dengan status gizi balita.

Status gizi buruk tersebut berdampak pada gangguan pada beberapa

proses tubuh balita, yaitu;Pertumbuhan, Perkembangan, Produksi tenaga,

Pertahanan tubuh, Struktur dan fungsi otak, hal tersebut terjadi diduga karena

tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi masih kurang.

Fokus kajian dalam penelitian ini adalah tentang hubungan tingkat

pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan status gizi balita.Septiani

(2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi Balita di Posyandu “Bunga

Lely” Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, sebesar 0.301. Oleh sebab itu masih

terdapat kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, dimana pemerintah

mengharapkan Indonesia terbebas dari gizi buruk kenyataannya masih

terdapat gizi buruk di Indonesia khususnya di wilayah kerja Puskesmas

Purwaharja I Kota Banjar.


Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, masalah yang akan diteliti

yaitu: “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi

dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Purwaharja I Kota

Banjar?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat

pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan status gizi balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Purwaharja I Kota Banjar.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang makanan bergizi di

Wilayah Kerja Puskesmas Purwaharja I Kota Banjar

b. Mengetahui status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Purwaharja

I Kota Banjar

c. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan

bergizi dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Purwaharja I Kota Banjar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan diperoleh adalah:

1. Manfaat Teoritis
Memberikan tambahan pemahaman kepada penulis dalam pelayanan

kesehatan khususnya dalam mata kuliah gizi dan terapi diet khususnya

tentang status gizi balita.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Wilayah Kerja Puskesmas Purwaharja I Kota Banjar

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang

bagaimana meningkatkan pembangunan masyarakat melalui

perbaikan status gizi balita yang ada di wilayah kerjanya.

b. Bagi Dinas Kesehatan Kota Banjar

Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang status gizi balita di

Kota Banjar, sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan

morbilitas balita akibat kekurangan gizi dengan upaya peningkatan

status gizi masyarakatnya terutama masyarakat yang beresiko yaitu

balita.

c. Ibu

Penelitian ini memberikan masukan kepada ibu tentang makanan

bergizi bagi balitanya. Sehingga semakin ibu mengetahui manfaatnya

semakin meningkat pula status gizi anaknya.

d. peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar dalam melakukan penelitian

selanjutnya yang lebih luas. Misalnya mengenai Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Kota Banjar.

Anda mungkin juga menyukai