Millenium Development Goals (MDG 5) yang diadopsi pada puncak tahun 2000.
Dua target untuk menilai kemajuan dari peningkatan kesehatan maternal (MDG 5)
adalah dengan menurunkan angka kematian maternal selama 3 periode diantara
tahun 1990 dan 2013, dan mendapatkan akses universal untuk kesehatan
reproduksi pada tahun 2015.[1]
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah
besar di Negara berkembang. Di Negara miskin, sekitar 25-30% kematian wanita
usia subur disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan
biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak
produktivitasnya Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per
tahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Menanggapi masalah kematian ibu
yang demikian besar, tahun 1987 untuk pertama kalinya di tingkat Internasional
diadakan konferensi tentang Kematian Ibu di Nairobi, Kenya. Lalu pada tahun
1990 ada World Summit for Children di New York, AS, yang membuahkan tujuh
tujuan utama, diantaranya menurunkan angka kematian ibu menjadi separuh pada
tahun 2000. [2]
Pada tahun 1999 WHO meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy
Safer) didukung oleh badan-badan internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan
World Bank. Pada dasarnya, MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat
di setiap Negara untuk :
Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana
pembangunan nasional dan internasional
Menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal
Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal,
keluarga berencana, aborsi legal, baik public maupun swasta
Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan
neonatal serta pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan
lingkungannya
1
Memperbaiki sistem monitoring pelayananan kesehatan maternal dan
neonatal
2
2010 ditargetkan menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Demikian juga dengan
angka kematian perinatal. Perinatal juga telah menunjukkan penurunan, tetapi
untuk Negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia masih menempati peringkat
pertama. Pada tahun 1984 Angka Kematian Perinatal 45 per 1000 kelahiran hidup,
dalam Indonesia Sehat 2010 ditargetkan Angka Kematian Perinatal menjadi 15
per 1000 kelahiran hidup.
Masih tingginya angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal
inilah yang kemudian melatarbelakangi diselenggarakannya audit maternal
perinatal di Rumah Sakit tingkat Kabupaten/Kota. Berangkat dari keprihatinan ini,
beberapa pemimpin sepakat untuk mengikuti prakarsa Safe Motherhood.
Pemerintah Indonesia telah merumuskan kebijakan dan strategi yang dijabarkan
dalam langkah-langkah kegiatan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).
Namun, ternyata sulit untuk mendokumentasikan penurunan AKI yang terukur.
Salah satu upaya untuk mendokumentasikan angka tersebut dan sekaligus
mencegah berulangnya kejadian kesakitan/kematian, yang sebetulnya dapat
dicegah, adalah Audit Maternal Perinatal (AMP). [4]
3
dilakukan sekarang belum seperti yang diharapkan dan belum dilakukan secara
sistematis. Setelah mengikuti beberapa penyelenggaraan audit, baik di tingkat
rumah sakit maupun tingkat kabupaten/kota masih terasa bahwa budaya
melaksanakan audit masih belum seperti yang diharapkan. Masih adanya
kesimpangsiuran persepsi tentang apa yang disebut audit dan sejauh mana
batas-batas kewenangannya. Banyak klinisi yang merasa kurang senang
dengan istilah audit. Dalam pelaksanaan AMP, penting untuk sedapat mungkin
memberikan informasi tentang standar pelayanan dan pedoman baku yang
sudah disepakati. Begitu pula mekanisme yang tepat yang diharapkan dari satu
audit dan penggunaan praktis satu audit memerlukan penjelasan. Informasi dan
klarifikasi tentang AMP sering masih belum dipahami. Kegiatan AMP harus
dilandasi satu idealism untuk perbaikan kualitas pelayanan maternal-perinatal.
[4]
1. DEFINISI
Audit merupakan suatu penilaian yang berkesinambungan meliputi
pengamatan dan evaluasi dari suatu situasi. Suatu audit informasi haruslah
dikumpulkan secara sistematis dan kemudian dipresentasikan secara utuh
agar dapat dimengerti. Audit medik dapat membantu kita untuk menemukan
masalah dan kemudian membuat rencana untuk menemukan solusinya. [5]
Secara umum, pengertian audit medik seperti yang diinformasikan
oleh The British Government adalah analisis yang sistematis dan kritis
tentang kualitas pelayanan medik, termasuk di dalamnya: [4]
Kualitas hidup dan luaran (outcome) untuk pasien
Prosedur yang dipakai untuk mendiagnosis dan mengobati
4
Penggunaan sumber-sumber; dengan tujuan pelayanan yang diberikan
kepada pasien
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa audit
maternal perinatal adalah kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan
ibu, perinatal dan neonatal guna mencegah kesakitan dan atau kematian
serupa di masa yang akan datang. [6]
Menurut Kementerian Kesehatan RI Audit Maternal Perinatal (AMP)
adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan
perinatal serta penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi
dan pengalaman dari kelompok terkait, untuk mendapatkan masukan
mengenai intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan
kualitas pelayanan KIA di suatu RS atau wilayah. AMP merupakan suatu
kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan kematian ibu dan perinatal
dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang akan datang.
Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan
antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang
terjadi. Kegiatan ini membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh
keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. [7]
Istilah audit mungkin merupakan kata yang kurang menguntungkan
dalam konteks AMP; karena audit disini tidak seperti audit akuntansi, dimana
pihak luar ikut serta. Kata audit membuat para klinisi, yang sudah sibuk
dengan kegiatan sehari-hari menjadi curiga. Beberapa Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota telah menggantikan kata ini dengan terminology lain,
misalnya Assessment. [4]
5
Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan
perinatal secara teratur dan berkesinambungan yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kota, Rumah Sakit Kabupaten dan Puskesmas
Menentukan intervensi untuk masing-masing pihak yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan
dalam mengatasi pembahasan kasus.
Mengembangkan mekanisme koordinasi antara DKK, Rumah Sakit
Kabupaten/Daerah dan Puskesmas dalam perencanaan,
pelaksanaan, pematauan dan evaluasi terhadap intervensi yang
disepakati.
Tentukan standar
Audit ulang
Rekomendasi
yang disetujui Disiminasi standar
AUDIT
Proses Audit
6
Langkah-langkah dan Kegiatan AMP
A. Persiapan
1. Pembentukan tim AMP
Susunan disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Secara umum
susunan tim yang disarankan :
Pelindung : Bupati/Walikota
Ketua : Kepala Dinas Kesehatan
Wakil Ketua : Direktur Rumah Sakit Dati II
Sekretaris : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan Rumah Sakit, Dokter Spesialis Anak
Rumah Sakit
2. Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP.
Menyampaikan informasi dan menyamakan persepsi dengan pihak
terkait mengenai pengertian dan pelaksanaan AMP
3. Menyusun rencana kegiatan AMP
4. Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP
B. Pelaksanaan AMP
1. Persiapan pelaksanaan
Menentukan :
Kasus yang menarik
Lokasi dilakukan AMP
Format pencatatan dan pelaporan
2. Pelaksanaan Kegiatan AMP
Secara berkala dilakukan pelaksanaan AMP dengan melibatkan Kepala
Puskesmas dan pelaksana pelayananan KIA di puskesmas. Dokter
spesialis kandungan dan dokter spesialis anak Rumah Sakit
Kabupaten/Kota dan staf pengelola yang terkait, kepala dinas kesehatan
dan staf pengelola yang terkait, pihak lain yang terkait, misalnya bidan
praktik swasta, petugas rekam medic Rumah Sakit Kabupaten.
7
3. Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan AMP.
Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam
pertemuan AMP.
8
- Pemantauan melalui laporan masalah yang ditemukan dalam
pelaksanaan AMP
- Pemantauan kegiatan tindak lanjut kegiatan AMP
2. Supervisi
Bila terdapat keterbatasan tenaga, dana dan sarana, supervise dilakukan
secara acak, disesuaikan dengan masalah.
3. Evaluasi
Dilakukan dengan menggunakan indicator :
Kecenderungan case facility rate (CFR) dari setiap jenis
komplikasi/gangguan ibu dan perinatal yang diperlukan
Proporsi tiap jenis kesakitan ibu/perinatal yang dipantau
Cakupan pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan
Frekuensi pertemuan audit di Kabupaten dalam satu tahun
Frekuensi pertemuan tim AMP di Kabupaten dalam satu tahun
9
Sekretariat kemudian berkoordinasi dengan Koordinator untuk
mengagendakan pertemuan pengkaji dan menyiapkan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pertemuan tersebut.
10
Namun, dalam pelaksanaannya Audit Maternal Perinatal masih
memiliki beberapa kekurangan yang menyebabkan tidak berjalannya AMP
dengan baik. Pada suatu penelitian khusus disebutkan bahwa bahkan pada
Negara-negara yang mempunyai sistem registrasi yang baik pun sekitar
50% kematian maternal tidak dilaporkan karena tidak terklasifikasikan.
Sistem registrasi tergantung pada identifikasi yang tepat dari penyebab
kematian maternal yang terjadi pada fasilitas kesehatan, hal tersebut
diidentifikasi dengan pemeriksaan patologi post-mortem dan dilaporkan
dalam otopsi verbal. Otopsi verbal adalah informasi tentang sebab
kematian, digunakan untuk menentukan prioritas kesehatan masyarakat,
pola penyakit, tren penyakit, dan untuk evaluasi dampak upaya preventif
ataupun promotif. Seringkali ditemukan kematian di masyarakat dan
dilaporkan sesudah terjadinya kematian. [1]
III. KESIMPULAN
11
Adanya AMP mendekatkan para pelaku kesehatan maternal di beberapa
tingkat pelayanan; dengan menyatukan para pelaku kesehatan maternal
perinatal di tingkat RS yang fasilitasnya lebih baik dengan para pelaku
kesehatan maternal perinatal di tingkat komunitas dalam mengatasi kasus
mortalitas morbiditas di masing-masing wilayahnya.
Hubungan antara Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit serta Puskesmas dan
Bidan di desa dapat semakin serasi dan rujukan dapat lebih lancar tanpa ada
rasa khawatir salah dari para pelaku kesehatan.
Sebaliknya, dengan diketahuinya masalah yang timbul di masyarakat, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan rekomendasi yang tepat
kepada petugas kesehatan yang berada di wilayah supervisinya untuk
perbaikan pengelolaan kasus maternal-perinatal.
Di tingkat provinsi, AMP berguna karena mengikutsertakan para pakar
obstetric dan pediatric/perinatal yang mungkin tidak dipunyai oleh daerah
tertentu, sehingga dapat diciptakan pedoman pelaksanaan yang lebih jelas dan
tepat bagi daerah tertentu tersebut, termasuk di sini adalah saran tentang siapa
yang perlu diikutsertakan dalam tim dan siapa yang bertanggung jawab.
Pengikutsertaan pemuka desa, para ulama dan orang lain yang dituakan di
dalam AMP, meningkatkan upaya intersektoral dalam rangka Safe
Motherhood. Pendekatan ini meskipun lebih baik, tetapi harus dilakukan
secara hati-hati, apalagi bila menyangkut kerahasiaan profesi
Meskipun AMP tidak mencari kesalahan, tetapi terkesan bahwa dalam sistem
sekarang ini, bidan desa banyak dipojokkan. Apapun yang terjadi, bidan di
desa sebetulnya merupakan kunci pelayanan maternal perinatal di desanya.
Kenyataan bahwa banyak sangsi dilimpahkan ke para bidan menunjukkan
besarnya tanggung jawab yang dipikulnya. Sebaliknya, dokter ahli kebidanan,
yang hanya ada satu di daerah, pendapatnya tidak ada yang menentang.
Umumnya, kesimpulan akhir dari satu AMP merupakan opini dokter
kebidanan, dan bukan kesepakatan dari tim. Tidak boleh ada pihak yang
disalahkan, upaya safe motherhood adalah kegiatan bersama dalam
meningkatkan kesehatan maternal perinatal.
12
Kerahasiaan adalah inti dari satu audit meskipun diperlukan satu keterbukaan
dami perbaikan pelayanan. Audit menjadi berharga bila para profesi pelaku
kesehatan yang terkait yakin bahwa hasil audit tidak disalahgunakan untuk
masalah legal atau tuntutan lain. Yang jelas pengembangan proses AMP tidak
mudah dan cara pelaksanaan dari sistem pelaporan perlu segera
disempurnakan
Bila mungkin dapat pula ditanyakan kepada keluarga/pasien tentang apakah
pelayanan yang telah diberikan sesuai dengan keinginan.
Selama ini AMP lebih memusatkan pada kejadian-kejadian yang ada di
komunitas dengan bidan desa sebagai pusat perhatian. Kurangnya otoritas dan
kurangnya pengetahuan seorang bidan di desa tentang prosedur pelayanan
medic di fasilitas yang lebih tinggi, membuatnya merasa serba salah. Rekam
Medik dan pelaporan hasil pun berbeda. Pelayanan di tingkat fasilitas yang
lebih baik sangat mempengaruhi upaya untuk mencegah kematian maternal
perinatal. Seyogyanya upaya pencegahan di tingkat komunitas patut juga
dihargai.
Selama ini audit mempunyai tujuan untuk mencari penyebab kematian ibu-
bayi. Dari pengamatan AMP di daerah di Indonesia, perdarahan dan penyakit
hipertensi adalah penyakit yang paling sering dilaporkan sebagai penyebab
utama kematian maternal.
13