BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Teori
2.2.1 Umum
Karakteristik fisik partikulat yang paling utama adalah ukuran dan distribusinya.
Secara umum partikulat berdasarkan ukurannya dibedakan atas dua kelompok,
yaitu partikel halus (fine particles, ukuran < 2,5 μm) dan partikel kasar (coarse
Total Suspended Particulate (TSP) atau disebut juga dengan partikel debu
tersuspensi terdapat di udara dengan ukuran berkisar antara kurang dari 1 mikron
hingga maksimal 500 mikron. Keberadaan debu ini akan memberi dampak buruk
bagi kesehatan manusia terutama untuk saluran pernafasan. Selain dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu
daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara.
Pengukuran konsentrasi TSP di udara diukur dengan menggunakan High Volume
Sampler (HVS) (Puriwigati, 2010).
Karakteristik fisik partikulat yang paling utama adalah ukuran dan distribusinya.
Secara umum partikulat berdasarkan ukurannya dibedakan atas dua kelompok,
yaitu partikel halus (fine particles, ukuran 2,5 μm) dan partikel kasar (coarse
particles, ukuran >2,5 μm ). Perbedaan antara partikel halus dan partikel kasar
terletak pada sumber, asal pembentukan, mekanisme penyisihan, sifat optiknya,
dan komposisi kimianya. Partikel halus dan partikel kasar ini dikelompokkan ke
dalam partikel tersuspensi yang dikenal dengan Total Suspended Particulate (TSP)
yaitu partikel dengan ukuran partikel <100 μm. Selain itu, juga dikenal PM10
yaitu partikel dengan ukuran <10 μm yang berhubungan langsung dengan
kesehatan manusia (Ruslinda, 2009).
Komposisi kimia merupakan hal yang penting dalam karakteristik kimia partikulat.
Distribusi ukuran partikulat, komposisi kimia dalam partikulat masing-masingnya
berbeda-beda. Kandungan senyawa kimia utama partikulat halus adalah sulfat,
nitrat, amonium, Pb dan C yang umumnya berasal dari reaksi fasa gas dan dari
proses pembakaran seperti sulfat, nitrat, amonium, karbon, senyawa aromatik dan
logam-logam berat seperti Cd, Cu, Zn, Se. Kandungan senyawa kimia partikel
kasar adalah kandungan logam Fe, Ca, Na, Si, Al serta senyawa Cl (Ruslinda,
2009).
Kriteria berikut ini dapat dipakai dalam penentuan suatu lokasi pemantauan
kualitas udara ambien (SNI 19-7119.6-2005):
1. Area dengan konsentrasi pencemar tinggi. Daerah yang didahulukan untuk
dipantau hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar yang tinggi.
Satu atau Iebih stasiun pemantau mungkin dibutuhkan di sekitar daerah yang
emisinya besar;
2. area dengan kepadatan penduduk tinggi. Daerah-daerah dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, terutama ketika terjadi pencemaran yang berat;
3. daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan untuk kawasan studi maka
stasiun pengambil contoh uji perlu ditempatkan di sekeliling daerah/ kawasan;
RAISA WIDYA PUTRI 1610941002
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4. daerah proyeksi. untuk menentukan efek akibat perkembangan mendatang
dilingkungannya, stasiun perlu juga ditempatkan di daerah-daerah yang
diproyeksikan;
5. mewakili seluruh wilayah studi. Informasi kualitas udara di seluruh wilayah
studi harus diperoleh agar kualitas udara diseluruh wilayah dapat dipantau
(dievaluasi).
Kandungan TSP, SO2 dan NO2 di udara dalam kadar tinggi dapat memberikan
dampak negatif pada kesehatan manusia, tergantung dari ukuran dan komposisi
kimiawinya. TSP dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan bagian atas
maupun bawah, disamping juga dapat menyebabkan menurunnya daya tembus
pandang mata dan terjadinya berbagai reaksi fotokimia di atmosfer yang tidak
diharapkan. Efek sinergistik juga dapat terjadi apabila TSP dengan ukuran 0,1 –
10 mikron yang cenderung lebih lama tinggal melayang di udara, bereaksi dengan
SO2 dan masuk ke dalam alveoli paru, sehingga menyebabkan kerusakan fungsi
paru (Sucipto, 2007).
Ada tiga golongan komposisi kimia debu yang ditinjau berdasarkan sifatnya
(Sucipto, 2007):
1. Inert dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada
paru-paru. Efeknya sangat sedikit sekali pada penghirupan normal. Reaksi
jaringan pada paru-paru terhadap jenis debu ini adalah :
a. Susunan saluran nafas tetap utuh
b. Tidak terbentuk jaringan parut ( fibrosis ) di paru-paru
c. Reaksi jaringan potensial dapat pulih kembali dan tak menyebabkan
gangguan paru – paru.
2. Profilferative dust
Golongan debu ini di dalam paru-paru akan membentuk jaringan parut
(fibrosis). Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli
sehingga mengganggu fungsi paru. Contoh debu ini yaitu debu silika, kapur,
asbes dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Puriwigati, Astiti. 2010. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Alat Pengukur Total
Suspended Particulate (TSP) dengan Metode Hidh Volume Air Sampling.
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Qosthalan, F.A, 2014, “Metode Gravimetri dalam Alat High Volume Air Sampler (HVAS)
Sebagai Cara Kuantitatif Mengukur Kualitas Debu dalam Udara”. Depok:
Universitas Indonesia
Ruslinda, Yenni dkk. 2007. Karakteristik Fisik dan Kimia Partikulat di Udara
Ambien Daerah Urban dan Non Urban Kota Padang. Padang: Universitas
Andalas
Sucipto, Edy. 2007. Hubungan Pemaparan Partikel Debu Pada Pengolahan Batu
Kapur Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru. Semarang: Tesis
UNDIP