Anda di halaman 1dari 9

LABORATORIUM KUALITAS UDARA

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling

Pengambilan sampel pada praktikum Total Suspended Particulate (TSP) ini


dilakukan di lapangan parkir Jurusan Teknik Lingkungan-Teknik Industri
Fakultas Teknik Universitas Andalas. Praktikum ini dilakukan pada hari Selasa,
10 April 2018 pukul 09.31 – 10.31 WIB. Lokasi sampling berada pada koordinat
0°54’45,9” LS dan 100°27’48,1” BT dengan elevasi tempat pengambilan sampel
adalah 277 meter di atas permukaan laut. Kondisi meteorologi suhu rata-rata
lokasi sampling adalah 34,110C dengan kelembapan udara 51,3%, tekanan udara
rata-rata 28,88 inHg, kecepatan angin 0,87 m/detik dan arah angin bergerak dari
barat menuju timur. Sampling dilakukan pagi hari saat kegiatan perkuliahan di
kampus sedang berlangsung, di sekitar lokasi sampling banyak terdapat
pepohonan dan juga gedung perkuliahan serta aktivitas transportasi. Kondisi
cuaca cukup cerah, tanah di sekitar lokasi kering dan angin yang bertiup tidak
terlalu kencang.

2.2 Teori

2.2.1 Umum

Perubahan lingkungan udara disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya zat


pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/ aerosol) ke dalam udara. Zat
pencemar masuk kedalam udara dapat secara alamiah (asap kebakaran hutan,
akibat gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut) dan aktivitas
manusia (transportasi, industri pembuangan sampah). Konsentrasi pencemaran
udara di beberapa kota besar dan daerah industri Indonesia menyebabkan adanya
gangguan pernafasan, iritasi pada mata dan telinga, timbulnya penyakit tertentu
serta gangguan jarak pandang (Ratnani, 2008).

Karakteristik fisik partikulat yang paling utama adalah ukuran dan distribusinya.
Secara umum partikulat berdasarkan ukurannya dibedakan atas dua kelompok,
yaitu partikel halus (fine particles, ukuran < 2,5 μm) dan partikel kasar (coarse

RAISA WIDYA PUTRI 1610941002


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
particles, ukuran > 2,5 μm ). Perbedaan antara partikel halus dan partikel kasar
terletak pada sumber, asal pembentukan, mekanisme penyisihan, sifat optiknya
dan komposisi kimianya. Partikel halus dan partikel kasar ini dikelompokkan ke
dalam partikel tersuspensi yang dikenal dengan Total Suspended Particulate (TSP)
yaitu partikel dengan ukuran partikel < 100 μm. Selain itu, juga dikenal PM10
yaitu partikel dengan ukuran < 10 μm yang berhubungan langsung dengan
kesehatan manusia (Ruslinda, 2007).

2.2.2 Total Suspended Particulate (TSP)

Total Suspended Particulate (TSP) atau disebut juga dengan partikel debu
tersuspensi terdapat di udara dengan ukuran berkisar antara kurang dari 1 mikron
hingga maksimal 500 mikron. Keberadaan debu ini akan memberi dampak buruk
bagi kesehatan manusia terutama untuk saluran pernafasan. Selain dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu
daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara.
Pengukuran konsentrasi TSP di udara diukur dengan menggunakan High Volume
Sampler (HVS) (Puriwigati, 2010).

Karakteristik fisik partikulat yang paling utama adalah ukuran dan distribusinya.
Secara umum partikulat berdasarkan ukurannya dibedakan atas dua kelompok,
yaitu partikel halus (fine particles, ukuran 2,5 μm) dan partikel kasar (coarse
particles, ukuran >2,5 μm ). Perbedaan antara partikel halus dan partikel kasar
terletak pada sumber, asal pembentukan, mekanisme penyisihan, sifat optiknya,
dan komposisi kimianya. Partikel halus dan partikel kasar ini dikelompokkan ke
dalam partikel tersuspensi yang dikenal dengan Total Suspended Particulate (TSP)
yaitu partikel dengan ukuran partikel <100 μm. Selain itu, juga dikenal PM10
yaitu partikel dengan ukuran <10 μm yang berhubungan langsung dengan
kesehatan manusia (Ruslinda, 2009).

Berdasarkan kandungannya, partikulat digolongkan atas 2 yaitu (Hendra, 2002):


1. Partikulat organik, contohnya: mikroba, spora, bakteri dan virus;
2. partikulat anorganik, contohnya: embun, dust, smoge, fumes dan fog.

RAISA WIDYA PUTRI 1610941002


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Partikel debu Suspended Particulate Matter (SPM) pada umumnya mengandung
berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang
berbeda pula, tergantung dari mana sumber emisinya. Komposisi partikulat debu
udara yang rumit dan pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan,
karena itu banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan partikulat debu di
udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan
sampel udara seperti: Suspended Particulate Matter (SPM), Total Suspended
Particulate (TSP) (Hendra, 2002).

Komposisi kimia merupakan hal yang penting dalam karakteristik kimia partikulat.
Distribusi ukuran partikulat, komposisi kimia dalam partikulat masing-masingnya
berbeda-beda. Kandungan senyawa kimia utama partikulat halus adalah sulfat,
nitrat, amonium, Pb dan C yang umumnya berasal dari reaksi fasa gas dan dari
proses pembakaran seperti sulfat, nitrat, amonium, karbon, senyawa aromatik dan
logam-logam berat seperti Cd, Cu, Zn, Se. Kandungan senyawa kimia partikel
kasar adalah kandungan logam Fe, Ca, Na, Si, Al serta senyawa Cl (Ruslinda,
2009).

2.4 Metode Pengukuran

Metode sampling yang digunakan adalah adsorbsi pada permukaan filter.


Adsorbsi merupakan peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa,
dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorbsi. Ditinjau
dari bahan yang teradsorbsi dan bahan pengabsorben adalah dua fasa yang
berbeda, materi teradsorbsi akan terkumpul antar muka kedua fasa (Hafidawati,
2002).

Umumnya metode pengumpulan partikulat di udara adalah secara adsorbsi.


Metode ini digunakan untuk pengumpulan gas–gas organik seperti senyawa
hidrokarbon, benzena, toluena, dan berbagai jenis senyawa organik yang mampu
terserap pada permukaan adsorban yang digunakan. Efisiensi pengumpulan gas/
partikulat pencemar pada adsorban tergantung pada (Hendra, 2002):

RAISA WIDYA PUTRI 1610941002


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
1. Konsentrasi gas pencemar/ partikulat di sekitar permukaan adsorban
Semakin tinggi konsentrasi gas pencemar/ partikulat, semakin tinggi efisiensi
pengumpulan
2. Luas permukaan adsorban
Semakin kecil diameter adsorban dan semakin luas permukaannya, semakin
banyak gas atau partikulat yang teradsorbsi
3. Temperatur
Semakin tinggi temperatur, semakin rendah efisiensi pengumpulan analit.
Oleh sebab itu teknik adsorbs jarang digunakan untuk pengumpulan zat
pencemar dari sumber emisi (cerobong) dengan temperatur gas yang tinggi
4. Sifat atau karakterisitik dari adsorban yang digunakan
Harus digunakan jenis adsorban yang sesuai dengan jenis pencemar (gas atau
partikulat) yang kan diukur. Karbon aktif yang bersifat non polar cocok untuk
gas organik yang polaritasnya rendah seperti senyawa hidrokarbon.

2.2.4 Tata Cara Sampling

Menurut SNI 19-7119.6-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji


Pemantauan Kualitas Udara Ambien, lokasi titik pengambilan contoh uji untuk
pemantauan kualitas udara ambien ditetapkan dengan mempertimbangkan:
1. Faktor meteorologi (arah dan kecepatan angin);
2. faktor geografi seperti topografi;
3. tata guna lahan.

Kriteria berikut ini dapat dipakai dalam penentuan suatu lokasi pemantauan
kualitas udara ambien (SNI 19-7119.6-2005):
1. Area dengan konsentrasi pencemar tinggi. Daerah yang didahulukan untuk
dipantau hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar yang tinggi.
Satu atau Iebih stasiun pemantau mungkin dibutuhkan di sekitar daerah yang
emisinya besar;
2. area dengan kepadatan penduduk tinggi. Daerah-daerah dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, terutama ketika terjadi pencemaran yang berat;
3. daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan untuk kawasan studi maka
stasiun pengambil contoh uji perlu ditempatkan di sekeliling daerah/ kawasan;
RAISA WIDYA PUTRI 1610941002
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4. daerah proyeksi. untuk menentukan efek akibat perkembangan mendatang
dilingkungannya, stasiun perlu juga ditempatkan di daerah-daerah yang
diproyeksikan;
5. mewakili seluruh wilayah studi. Informasi kualitas udara di seluruh wilayah
studi harus diperoleh agar kualitas udara diseluruh wilayah dapat dipantau
(dievaluasi).

Beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam pemilihan titik pengambilan


contoh uji yang dapat digunakan dalam pemilihan titik pengambilan contoh uji
adalah menurut SNI 19-7119.6-2005 adalah:
1. Hindari tempat yang dapat merubah konsentrasi akibat adanya absorpsi atau
adsorpsi (seperti dekat dengan gedung-gedung atau pohon-pohonan).
2. hindari tempat dimana pengganggu kimia terhadap bahan pencemar yang akan
diukur dapat terjadi: emisi dari kendaraan bermotor yang dapat mengotori
pada saat mengukur ozon, amoniak dari pabrik retrigerant yang dapat
mengotori pada saat mengukur gas-gas asam;
3. hindari tempat dimana pengganggu fisika dapat menghasilkan suatu hasil yang
mengganggu pada saat mengukur debu (particulate matter) tidak boleh
didekat dengan incinerator baik domestik maupun komersial, gangguan
terhadap peralatan pengambil contoh uji dari jaringan listrik tegangan tinggi;
4. letakkan peralatan di daerah dengan gedung/ bangunan yang rendah dan saling
berjauhan.
Apabila pemantauan bersifat secara kontiniu, maka pemilihan lokasi harus
mempertimbangkan perubahan kondisi peruntukan pada masa datang.

2.2.5 Metode Analisis


Metode analisis yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode Gravimetri.
Metode gravimetri ini adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan
kuantitas suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur
berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis
gravimetri melibatkan proses isolasi dan pengukuran berat
suatu unsur atau senyawa tertentu. Penerapan untuk metode ini pada alat high
volume air sampler untuk mengukur kualitas debu dalam suatu daerah dengan

RAISA WIDYA PUTRI 1610941002


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
menghisap udara sekitar dengan cara filtrasi lalu jumlah partikel yang
terakumulasi dalam filter dianalisa kandungannya dengan gravimetrik. Hasil
analisis yang diperoleh kemudian dapat dijadikan sebagai tolak ukurtingkat
pencemaran udara dalam lingkungan tersebut (Qosthalan, 2014).

2.2.6 Dampak dan Pengendalian TSP

Kandungan TSP, SO2 dan NO2 di udara dalam kadar tinggi dapat memberikan
dampak negatif pada kesehatan manusia, tergantung dari ukuran dan komposisi
kimiawinya. TSP dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan bagian atas
maupun bawah, disamping juga dapat menyebabkan menurunnya daya tembus
pandang mata dan terjadinya berbagai reaksi fotokimia di atmosfer yang tidak
diharapkan. Efek sinergistik juga dapat terjadi apabila TSP dengan ukuran 0,1 –
10 mikron yang cenderung lebih lama tinggal melayang di udara, bereaksi dengan
SO2 dan masuk ke dalam alveoli paru, sehingga menyebabkan kerusakan fungsi
paru (Sucipto, 2007).

Ada tiga golongan komposisi kimia debu yang ditinjau berdasarkan sifatnya
(Sucipto, 2007):
1. Inert dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada
paru-paru. Efeknya sangat sedikit sekali pada penghirupan normal. Reaksi
jaringan pada paru-paru terhadap jenis debu ini adalah :
a. Susunan saluran nafas tetap utuh
b. Tidak terbentuk jaringan parut ( fibrosis ) di paru-paru
c. Reaksi jaringan potensial dapat pulih kembali dan tak menyebabkan
gangguan paru – paru.

2. Profilferative dust
Golongan debu ini di dalam paru-paru akan membentuk jaringan parut
(fibrosis). Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli
sehingga mengganggu fungsi paru. Contoh debu ini yaitu debu silika, kapur,
asbes dan sebagainya.

RAISA WIDYA PUTRI 1610941002


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3. Debu asam atau basa kuat
Golongan debu yang tidak ditahan dalam paru namun dapat menimbulkan efek
iritasi. Efek yang ditimbulkan bisa efek keracunan secara umum misalnya debu
arsen dan efek alergi, khususnya golongan debu organik.

Debu di dalam udara yang kadarnya melampaui batas, dapat menyebabkan


(Sucipto, 2007) :
1. Keracunan lokal
a. Debu penyebab fibrosis, yaitu karena sifatnya yang tidak larut, masuk ke
dalam nafas bersama - sama udara pernafasan, diendapkan diparu-paru dan
menyebabkan pengerasan jaringan. Contohnya kristal silika bebas, kapur
dan asbes.
b. Debu inert, yaitu debu yang tidak berbahaya tetapi dapat mengganggu
kenyamanan kerja. Contohnya tanah.
c. Debu alergen yaitu debu penyebab alergi. Contohnya debu organic
d. Debu iritan yaitu debu yang dapat mengakibatkan luka secara lokal.
Contohnya flour.
e. Infeksi saluran pernafasan atas, yaitu suatu penyakit yang erat kaitannya
dengan pencemaran yang diakibatkan oleh debu kapur, contohnya infuensa.

2. Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat


menyebabkan gangguan sebagai berikut:
a. Gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan
pelunturan warna bangunan dan pengotoran
b. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori
pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya photo sintesis
c. Merubah iklim global regional maupun internasional
d. Menganggu perhubungan/ penerbangan yang akhirnya menganggu
kegiatan sosial ekonomi di msyarakat
e. Menganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi,
gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru.

Pengendalian terhadap jumlah atau konsentrasi Total Suspended Particulate di


udara dapat dilakukan dengan berbagai cara. Debu atau partikulat di udara dapat
RAISA WIDYA PUTRI 1610941002
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
dihilangkan dari aliran udara dengan menggunakan beberapa alat pengendali.
Terdapat tiga buah alat yang dapat menyisihkan partikulat di udara, yaitu Cyclone,
Electrostatic Precipitator dan Baghouse Filter. Selain itu, proteksi personal juga
dapat dilakukan untuk mengatasi pencemaran udara oleh TSP, menggunakan
masker dan mengurangi aktivitas di luar ruangan juga perlu dilakukan ketika
udara dalam keadaan tercemar. Hal tersebut dapat mengurangi konsentrasi
partikulat berbahaya yang masuk ke dalam tubuh manusia (Hendra, 2002)

RAISA WIDYA PUTRI 1610941002


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS

DAFTAR PUSTAKA

Hafidawati. 2002. Pencemaran Udara. Department of Enviromental Engineering

Hendra, Yulia. 2002. Pengukuran Konsentrasi Policyclic Aromatic Hidrocarbons


(PAHs) Atmosferik Pada Fase Gas dan Partikulat. Department of
Enviromental Engineering

Puriwigati, Astiti. 2010. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Alat Pengukur Total
Suspended Particulate (TSP) dengan Metode Hidh Volume Air Sampling.
Bogor: Institut Pertanian Bogor

Qosthalan, F.A, 2014, “Metode Gravimetri dalam Alat High Volume Air Sampler (HVAS)
Sebagai Cara Kuantitatif Mengukur Kualitas Debu dalam Udara”. Depok:
Universitas Indonesia

Ratnani, R.D. 2008. Teknik Pengendalian Pencemaran Udara yang Disebabkan


oleh Partikel. Semarang: Universitas Wahid Hasyim

Ruslinda, Yenni dkk. 2007. Karakteristik Fisik dan Kimia Partikulat di Udara
Ambien Daerah Urban dan Non Urban Kota Padang. Padang: Universitas
Andalas

Sucipto, Edy. 2007. Hubungan Pemaparan Partikel Debu Pada Pengolahan Batu
Kapur Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru. Semarang: Tesis
UNDIP

SNI 19-7116.6-2005. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Penentuan


Kualitas Udara Ambien.

RAISA WIDYA PUTRI 1610941002

Anda mungkin juga menyukai