Anda di halaman 1dari 20

LUMPUR PEMBORAN

1.1. Definisi

Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-cairan berbusa, gas
bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan membersihkan dasar
lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan demikian pemboran dapat
berjalan dengan lancar. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari
pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan
berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan. Selain lumpur
pemboran, digunakan pula gas atau udara sebagai fluida pemboran.

1.2 Komposisi Lumpur Pemboran

Komposisi dari lumpur pemboran disusun dari berbagai bahan kimia yang masing-masing
mempunyai fungsi secara individual, dan diharapkan saling bekerja secara sinergik untuk
mendapatkan sifat-sifat lumpur yang di harapkan Bahan-bahan kimia penyusun lumpur tidak
hanya berfungsi tunggal melainkan dapat berfungsi ganda. Fungsi pertama disebut primary
fungtion sedangkan fungsi keduanya disebut secondary fungtion.

Lumpur pemboran yang paling banyak digunakan adalah lumpur pemboran dengan bahan dasar
air (water base mud) dimana air sebagai fasa cair kontinyu dan sebagai pelarut atau penahan
materi–materi didalam lumpur.

Empat macam komposisi atau fasa yang umum digunakan di dalam lumpur pemboran adalah
sebagai berikut :

1. Fasa cair (air atau minyak)

2. Reactive solids (padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid )

3. Inert solids (zat padat yang tidak bereaksi)

4. Fasa kimia

Dari keempat komponen ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur
pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang ditembus.

1.2.1 Fasa Cair

Fasa cair adalah komponen utama lumpur pemboran. Fungsi dari fasa cair adalah sebagai fasa
dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat mengalir. Disamping itu bila bereaksi dengan
reaktif solid akan membentuk koloid yang viscositasnya tertentu sehingga lumpur dapat
mengangkat serpih bor. Fasa cair yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan
kondisi formasi yang yang dibor. Fasa cair yang biasa digunakan adalah air tawar, air garam,
minyak dan emulsi antara minyak dan air.

1.2.2 Reactive Solids

Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air
tawar seperti bentonite mengisap (absorp) air tawar dan membentuk lumpur. Istilah “yield”
digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar
viskositaslumpurnya 15 cp.

Bentonite digunakan antara lain sebagai bahan dasar lumpur pemboran, pada dasarnya Bentonite
dibuat dari bahan lempung ( clay ) yang besifat Na-Monntmorillonite dan Ca-Monntmorillonit.
Na-Monntmorillonite sangat baik digunakan sebagai bahan dasar lumpur pemboran karena
mampu mengembang ( Swelling ) sampai 8 kali jika direndam dalam air. Kemampuan
mengembang yang cukup besar, akan membentuk suatu larutan dengan viscositas yang cukup
besar, hal ini penting untuk membersihkan dasar lubang sumur dan juga membentuk suatu
lapisan dinding yang elastic yang akan melindungi dinding lubang agar tidak runtuh.

Bentonite merupakan gabungan lempung ( Clay ) yaitu kumpulan mineral dan bahan bahan
seperti illit, kaolinit, siderite dan terbanyak adalah montmorillnite ( 85 – 90 % ) dan logam alkali
tanah.

Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin dan
karenanya digunakan untuk pemboran dengan “salt water muds”. Baik bentonite atau
attapulgiteakan memberikan kenaikan viskositas pada lumpur. Untuk oil base mud, viskositas
dinaikkan dengan penaikan kadar air dan penggunaan asphalt.

1.2.3. Inert Solids

Inert solid adalah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan dengan komponen lainnya dalam
lumpur, dimana material ini tidak tersuspensi. Fungsi utama dari material ini adalah berkaitan
erat dengan densitas lumpur berguna untuk menambah berat ata berat jenis dari lumpur, yang
tujuannya untuk menahan tekanan dari tekanan formasi dan tidak banyak pengaruhnya dengan
sifat fisik lumpur yang lain. Material inert ini antara lain adalah barite atau barium sulfate
(BaSO4), besi oxida (Fe2O3), calcite atau calsium sulfate (CaSO4) dan galena (PbS), dimana
kebanyakan dari zat-zat ini berfungsi sebagai material pemberat.

Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur
sepertichert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini bukan disengaja untuk
menaikkandensitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (dapat menyebabkan abrasi dan
kerusakan pompa).
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur bor, adalah :

• Barite (BaSO4)

• Oksida Besi (Fe2O3)

• Kalsium Karbonat (CaCO3)

• Galena (PbS)

1.2.4. Fasa Kimia

Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat – sifat lumpur
misalnya menyebarkan partikel- partikel clay (disepertion), menggumpalkan partikel – partikel
clay (flocculation) yang akan berefek pada pengkoloidan partikel clay itu sendiri. Banyak sekali
zat kimia yang dapat digunakan untuk menurunkan kekentalan, mengurangi water loss,
mengontrol fasa kolid yang disebut dengan surface active agent.

Zat kimia yang dapat menurunkan kekentalan dan mendispersi partikel clay biasa disebut thiner.
Thiner yang dapat menurunkan kekentalan atau mengencerkan partikel clay diantaranya adalah :

1. Quobracho (dispersant)

2. Phosphate

3. Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)

4. Lignosulfonate

5. Lignite

Sedangkan zat-zat yang dapat menaikkan kekentalan antara lain :

1. C.M.C

2. Starch

3. Drispac

Zat-zat kimia tersebut diatas bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur
tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan – muatan listrik clay, menyebabkan dispertion
dan lain sebagainya.
1.3. Jenis Lumpur Pemboran

Pada umumnya lumpur pemboran dibagi dalam dua sistem, yaitu lumpur bor dengan bahan
dasar air (water base mud) dan lumpur bor dengan bahan dasar minyak (oil base mud). Lumpur
bor berdasarkan fasa cairnya yaitu air dan minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Water base mud

Lumpur jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur ini
terbagi atas fresh water mud dan salt water mud, dan apabila dilihat dari komposisinya lumpur
ini terbagi lagi sebagai berikut :

a) Gel spud mud

Komposisinya adalah sebagai berikut :

- 20 – 25 lb/bbl bentonite

- 0.25 – 0.5 lb/bbl caustic soda

Lumpur ini digunakan pada awal pemboran dimana pemeliharaannya dengan cara
menjalankan desander dan desilter secara terus menerus selama sirkulasi lumpur.

b) Lignosulfonate mud

Lumpur ini dalah salah satu jenis fluida pemboran yang serba guna, dan dalam prakteknya
lumpur ini akan menajadi optimal bilamana beberapa syarat penting harus kita perhatikan, antara
lain :

• Berat Jenis tinggi ( > 14ppg )

• Tahan Panas ( 121 – 150o )

• Toleransi padatan yang tinggi

• Tapisan yang rendah ( < 10 cc )

• Toleransi terhadap garam, anhydrite, gypsum

• Tahan kontaminasi semen

Komponen dasarnya meliputi air tawar atau air asin, bentonite, Chrome Lignosulfonat, lignite,
caustic soda, CMC, atau modified Starch. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan di dalam
penggunaan lumpur Lignosulfonat :

• Sifat inhibitive akan rusak paa suhu 300o F


• Sifat pengontrolan laju tapisan akan rusak pada temperatur 350o F

• Pada temperatur > 400o F lignosulfonat akan pecah

• Viscositas akan berkurang seiring kenaikan temperatur

• Lignosulfonate tidak efektif dalam menstabilkan shale

• Filtrat lumpur Lignosulfonat dianggap mempinya peranan merusak formasi yang produktif

• Lumpur Lignosulfonat yang sudah terkontaminasi semen akan mengental

Tergolong lumpur medium sampai berat, temperatur kerja 250 – 300 °F, mempunyai toleransi
tinggi terhadap konsentrasi garam, anhidrit gipsum dan semen.

Komposisinya adalah sebagai berikut :

- Bentonite 20 – 25 lb/bbl

- Spersene 2 lb/bbl

- Xp – 20 1 lb/bbl

- Barite secukupnya sesuai dengan kebutuhan

c) Polimer mud

Komposisinya adalah sebagai berikut :

- Menggunakan air tawar

- 0.25 lb/bbl soda ash

- Bentonite

- Caustic soda

d) Sea water mud

Adalah lumpur lignosulfonate yang mempergunakan prehydrated bentonite untuk dasar


pengental didalam air asin, formulasinya berkisar 2 ppb caustic soda, 1.5 ppb kapur (lime), 2-4
ppb lignosulfonate, 1-2 ppb lignite dan larutan prehydrated bentonitesecukupnya. Biasanya
alkalinity pf 1.3-3.00 cc dijaga dengan caustic soda, pm 3.0-8.0 cc dengan kapur dan tapisan
dipembuat lumpur. Konsentrasi garam dalam air laut berkisar 30-35,000 ppm dengan berbagai
ion-ion lain (Mg+2, Ca+2).
2. Oil base mud

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyunya, komposisinya diatur agar kadar
airnya rendah (3-5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap contaminant. Tetapi
airnya adalah contaminant karena memberikan efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk
mengontrol viskositas, gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate
loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.

Faedah oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak, karena itu tidak
akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi biasa maupun formasi
produktif. Kegunaan terbesar dari oil base nud ini adalah pada completion dan work over sumur.
Kegunaan yang lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit , mempermudah
pemasangan casing dan liner. Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk
menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan supaya tidak kotor dan bahaya api
berkurang.

Kerugian penggunaan oil base mud adalah :

- dapat mengkontaminasi lingkungan terutama untuk daerah operasi offshore.

- solid kontrol sulit dilakukan bila dibandingkan dengan water base mud.

- Elektrik logging tidak dapat dilakukan.

- Biayanya relatif lebih mahal.

3. Emulsion mud

Terbagi atas oil in water emulsion dan water in oil emulsion tergantung dari fasa apa yang
terdispersi. Fungsi lumpur ini adalah untuk menambah ROP, mengurangi filtration loss,
menambah pelumasan dan mengurangi torque, dimana lumpur ini banyak digunakan dalam
directional drilling. Komposisinya adalah lumpur dasar ditambah minyak mentah atau minyak
solar 2-15% atau lumpur dengan dasar minyak ditambahkan air 24-45% air.
3.2. Komposisi Lumpur Pemboran

Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran
cutting. Kemudian dengan berkembangnya sistem pemboran, lumpur mulai digunakan untuk
memperbaiki sifat-sifat, dan zar-zat kimia yang ditambahkan dan akhirnya digunakan pula udara
dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap bertahan.
Secara umum lumpur pemboran dapat di pandang sebagai tiga komponen atau fasa, yaitu:
1. Komponen cair.
2. Komponen Solid.
a. Reaktif solids.
b. Inert solids.
3. Additive.
Ketiga kelompok ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur
pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang akan ditembus.

3.2.1. Komponen Cair


Zat cair dari lumpur bor merupakan komponen dasar dari lumpur yang mana dapat
berupa air atau minyak ataupun keduanya yang disebut dengan emulsi. Emulsi ini dapat terdiri
dari dua jenis emulsi minyak didalam air atau emulsi air di dalam minyak.
3.2.1.1. Air
Lebih dari 75 % lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi menjadi dua,
yaitu : air tawar dan air asin, sedangkan air asin dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air asin jenuh
dan air air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini perlu disesuaikan dengan lokasi setempat,
manakah yang mudah didapat dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.
3.2.1.2.Emulsi
Invert emulsion adalah pencampuran minyak dengan air dan mempunyai kompisisi
minyak 50 – 70 % (sebagai komponen yang kontinyu) dan air sebanyak 30 – 50 % (sebagai
komponen diskontinyu), emulsi terdiri dari dua macam, yaitu : Oil In Water Emulsion dan Water
In Oil Emulsion
1. Oil In Water Emulsion
Disini air merupakan komponen yang kontinyu dan minyak sebagai komponen teremulsi. Air
bisa menacapai sekitar 70 % volume, sedangkan minyak sekitar 30 %
2. Water In Oil Emulsion
Disini yang merupakan komponen kontinyu adalah minyak, sedangkan komponen yang
teremulsi adalah air. Minyak bisa mencapai sekitar 50 –70 %, sedangkan air 30 – 50 %.
3.2.1.3.Minyak
Lumpur dengan komponen minyak dikembangkan untuk menanggulangi sifat-sifat
Lumpur dasar air ( water base mud) yang tidak di inginkan. Untuk itu digunakan Lumpur dasar
minyak ( oil base mud ) yang mempunyai keuntungan antara lain : mempunyai sifat lubrikasi
o
yang baik, stabilitas temeperatur yang tahan sampai 500 F, corrosion resistance,
meminimalisasi kerusakan formasi, dan mencegah terjadinya shale problem.
3.2.2. Komponen Solid.
Komponen padatan disini merupakan komponen pembentuk campuran lumpur berupa
padatan reaktif (reaktif solid) dan padatan tidak reaktif (inert solid).
3.2.2.1.Reaktif Solid
Reaktif solid adalah padatan yang apabila bereaksi dengan fasa cair akan membentuk
sifat koloidal pada Lumpur. Salah satu dari material ini adalah bentonite, dimana bila bentonite
dicampur dengan air akan menyebar (terdispersi) karena muatan negatif pada permukaan plat-
plat materialnya akan saling tolak-menolak dan pada saat itu akan menyerap air sehingga
membentuk koloid (suspensi) yang lunak dan volumenya membesar (swelling). Kenaikan
volume ini bisa mencapai 10 kali lipat atau lebih.
3.2.2.2.Inert solid
Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi dengan zat-zat
cair lumpur bor. Dalam kehidupan sehari-hari pasir yang diaduk dengan air dan kita diamkan
beberapa saat, akan turun kedasar bejana dimana kita mengaduknya. Disini pasir disebut inert
solid. Didalam lumpur bor inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur,
yang tujuannya untuk menahan tekanan dari formasi.
Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur
seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini bukan disengaja untuk
menaikkan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (dapat menyebabkan abrasi dan
kerusakan pompa).
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur bor, adalah :
 Barite (BaSO4)
 Oksida Besi (Fe2O3)
 Kalsium Karbonat (CaCO3)
 Galena (PbS)
Barite yang digunakan harus memenuhi standard API, yaitu harus mempunyai berat
minimum sebesar 4,2 gr/cc dan penambahan bahan tersebut terbatas sampai berat tertentu yang
di kehendaki. Maka yang harus diperhatikan adalah pengendalian kandungan padatan inert
lainnya, seperti pasir, silt maupun serbuk bor baik secara pengenceran artinya menambah jumlah
cairan maupun dengan cara-cara mekanikal. Kandungan bahan inert yang berlebihan akan
menyebabkan kenaikan densitas, kerusakan pompa dan problem lain nya yang mana akan
membutuhkan biaya yang besar untuk memperbaikinya. Hubungan antara barite-lempung-berat
lumpur serta kandungan solid dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1.
Kadar Barite-clay dari berat lumpur3)
3.2.3. Additive.
Additive merupakan material atau bahan kimia yang ditambahkan kedalam lumpur pemboran
dan digunakan untuk mengontrol sifat-sifat lumpur secara fisik maupun kimia seperti kekentalan, air
tapisan, serta mengontrol adanya flokulasi (penggumpalan partikel clay), dispersi (penyebaran partikel-
partikel clay).

Banyak sekali additive yang dapat digunakan untuk menurunkan viscositas, mengurangi water-
loss, mengontrol fasa koloid (disebut surface active agent = surfactant). Additive-additive tersebut
antara lain :
 Phospate
 Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)
 Surfactant
 Lignosulfonate dan lignite
 CMC serta Starch (Thinner)
5.2 Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran

Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah berada dalam kondisi
yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung dengan baik. Hal ini dapat dicapai
apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara kontinyu dalam setiap tahap operasi
pemboran. Selain hal tersebut di atas pengukuran dan pengamatan sifat - sifat kimia juga harus
dilakukan dengan seksama.Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur
pemboran.

5.2.1 Berat Jenis

Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh suatu kolom lumpur,
karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan hidrostatik yang sesuai dengan
tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan akan menyebabkan enterusi fluida formasi
kedalam lubang dan hal ini akan menyebabkan kerontokan dinding lubang, kick dan blow out.
Lumpur yang terlalu berat akan dapat menyebabkan problema Lost Circulation.

5.2.2 Rheology dan Gel – Strength

1. Viscositas

Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk laminar flow. Alat
untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.

2. Plastic Viscosity (Pv)

Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gesekan antara
sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah satu parameter kenaikan solid
yang ada dalam lumpur.

3. Yield Point (Yp)

Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya elektrokimia antara
padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.

4. Gel – Strength

Gel – strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila dalam keadaan diam, dan
makin lama akan bertambah kental. Sifat ini dikenal juga sebagai sifat “THIXOTOPIC”.

5.2.3 Sand Content

Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah abrasi
Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah penebalan mud cake dan
drill pipe sticking.

5.2.4 Solid Control

Kandungan solid di dalam lumpur bila tidak dikontrol dengan baik akan mempunyai akibat –
akibat yang buruk antara lain :

• Memperlambat peneteration rate

• Susah mengatur sifat – sifat rheologi

• Bit dan peralatan lainnya cepat aus.

• Treatment menjadi lebih mahal.

Solid dapat berasal dari penambahan weighting agent dapat pula berasal dari drilled cutting
formasi.

5.2.5 Alkalinity Filtrate

Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui kontaminan – kontaminan


terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat berasal dari formasi yang di bor maupun
dari air yang digunakan untuk pembuatan lumpur.

5.2.6 Fluid (Water) Loss

Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak dengan media porous
seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang bekerja padanya, makan akan terjadi
perembesan zat cair kedalam media porous tesebut.

5.2.7 PH

PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat dalam lumpur yang akan
mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang digunakan dalam lumpur.
3.3. Sifat Fisik Lumpur Pemboran

Semua fungsi Lumpur pemboran dapat berlangsung dengan baik apabila sifat-sifat Lumpur
tersebut selalu dijaga dan selalu diamati secara kontinyu dalam setiap operasi pemboran.

Untuk mempermudah pengertian, maka terdapat tiga fisik lumpur pemboran yaitu densitas
(berat jenis), viskositas dan gel stregth serta filtration loss. Selain itu terdapat pula sifat lumpur
pemboran yang lain, seperti pH lumpur bor, Cl content, sand content serta resisvity lumpur bor.

3.3.1. Berat Jenis

Lumpur pemboran sebagai benda cair mempunyai berat jenis. Berat jenis suatu benda
adalah berat benda dibagi volumenya pada temperatur dan tekanan tertentu. Satuan (Dimensi)
yang dipakai adalah kg/l, gr/cc dan lb/gal. Berat jenis lumpur pemboran diukur dengan alat
timbangan lumpur (mud balance) yaitu semacam alat penimbang yang disatu ujungnya berskala
dan ujungnya yang lainnya terdapat mangkuk tempat akan ditentukan densitasnya. Kalibrasi alat
tersebut dapat dilakukan dengan air biasa harus menunjukkan angka 8,33 lb/gal (ppg), 62,4
lb/cuft, 1 spesifik gravitasi dan 433 psi/1000 ft. Hasil pengukuran yang lengkap dicatat dalam
satuan-satuan tersebut diatas.
Berat jenis lumpur harus dikontrol agar dapat memberikan tekanan hidrostatik yang cukup
untuk mencegah masuknya cairan formasi kedalam lubang bor, tetapi tekanan tersebut jangan terlalu
besar sehingga menyebabkan formasi pecah dan lumpur hilang ke formasi. Oleh karena itu berat jenis
lumpur pemboran perlu direncanakan sebaik-baiknya dan disesuaikan dengan keadaan tekanan formasi.

Tekanan hidrostatik lumpur didasar lubang adalah fungsi dari berat jenis lumpur itu sendiri dan dapat
dirumuskan sebagai berikut :

ρ x 0.433 x D
Ph =  0,052 . ρ. D ................................................................. (3-3)
8.33

Dimana :

Ph = tekanan hidrostatis lumpur

 = densitas lumpur, ppg


D = kedalaman, ft

Tekanan hidrostatik lumpur didasar lubang akan mempengaruhi kemampuan daripada formasi
dibawahnya yang akan dibor. Semakin besar Ph atau semakin mampat sehingga merupakan hambatan
tambahan terhadap kemampuan pahat untuk mengoreknya, sehingga kemajuan pahat akan semakin
lambat. Hubungan antara kecepatan pemboran dengan tekanan hidrostatik lumpur di dasar lubang
dapat dilihat dengan grafik di bawah ini (gambar 3.2).

3.3.2 Viskositas.

Viskositas suatu cairan adalah ukuran tahanan dalamnya terhadap aliran suatu gerakan.
Viskositas dapat pula didefinisikan sebagai perbandingan antara shear stress (tekanan penggeser)
dan shear rate (laju penggeseran). Untuk cairan yang termasuk Newtonian seperti air,
perbandingan shear rate dengan shear stress ini sebanding dan konstan, sedangkan lumpur
pemboran adalah termasuk cairan Non-newtonian dimana perbandingan shear stress dengan
shear rate tidak konstan, disebut viskositas semu (appearent viscosity) serta memberikan
hubungan variasi yang luas (gambar 3.3)

18
16
Drilling rate - feet/hour

14
12
10
8
6
4
2
0
0 1 2 3 4 5
Hydrostatic pressure - 190 psi

Gambar 3.2.

Hubungan Tekanan Hidrostatik Lumpur vs Laju Pemboran7)


3.3.3. Gel Strength

Di waktu lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas. Sedangkan diwaktu


sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan menjadi agar atau
menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara
partikel-partikel padatan lumpur. Gaya menjadi agar inilah yang disebut gel strength.
Di waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang
dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar jangan turun. Akan tetapi kalau gel strength
terlalu tinggi akan menyebabkan terlalu berat kerja pompa lumpur pemboran untuk memulai sirkulasi
kembali.

Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh memompakan lumpur
dengan daya yang besar, karena formasi bisa pecah. Misalnya sirkulasi berhenti untuk penggantian bit.
Agar formasi tidak pecah didasar lubang bor, maka sirkulasi dilakukan dengan secara bertahap, dan
sebelum melakukan sirkulasi, rotary table diputar terlebih dahulu untuk memecah gel.

Gel Strength yang terlampau kecil akan menyebabkan terendapnya cutting/pasir pada saat
sirkulasi lumpur berhenti, sedangkan gel strength yang terlampau tinggi mempersulit usaha pompa
untuk memulai sirkulasi lagi.

Gel strngth jangan dikacaukan dengan pengertian Yield Point (minimum Shear stress yang harus
dilampaui sebelum ada geseran) walaupun yield point yang tinggi berhubungan dengan gel strength
yang tinggi.

Walupun seharusnya gel strength pada saat nol menit setelah agitasi harus sama dengan yield
point, pada kenyataannya tidaklah demikian, hal ini karena :

1. Pada Shear rate yang rendah, lumpur tidak benar-benar bersifat plastic (Bingham)
2. Kesalahan pengukuran dimana tidak mungkin memulai pengukuran pada waktu nol sebenarnya.
Sifat Yield point adalah sifat dinamis (ada aliran,gerak) sedangkan sifat gel strength adalah sifat
statis (tidak ada gerakan).

Seperti apa yang telah dapat diduga sebelumnya, viskositas yang tinggi berhubungan dengan gel
strength yang tinggi pula (pada umumnya), hal ini dikarenakan baik sifat viskositas maupun gel strength
dengan sifat tarik menarik plate-plate pada clay.
3.3.4. Filtration loss

Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen cair. Karena pada umumnya
dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, komponen Cair dari lumpur akan masuk kedalam dinding
lubang bor. Zat cair yang masuk ini disebut filtrat. Padatan dari lumpur akan menempel pada permukaan
dinding lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding
lubang, maka cairan yang masuk kedalam formasi juga berhenti.

Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan akibat negatif,
akibat-akibat itu antara lain, sebagai berikut :

a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.


Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air, maka ikatan antara partikel
formasi akan melemah, sehinga dinding lubang cenderung untuk runtuh.

b. Menyalahi interpretasi dari logging.


Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari formasi cairan atau fluida yang
dikandung oleh formasi tersebut. Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging adalah
resistivity dari filtrat.

c. Water blocking
Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari formasi kedalam lubang sumur jika
filtrat dari lumpur banyak.

d. Differential sticking
Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan tebal. Diwaktu sirkulasi
berhenti ditambah lagi dengan berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam
didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding
lubang.

e. Channeling pada semen.


Di waktu penyemenan, mud cake yang tebal kalau tidak dikikis akan menyebabkan ikatan antara
semen dengan dinding lubang tidak baik.
Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum adalah standar filtration press,
terdiri dari :

1. Mud cup
2. Gelas ukur
3. Tabung sumber tekanan
4. Kertas saringan
Filtrat loss yang besar mempunyai efek buruk terhadap formasi maupun lumpurnya, karena
dapat menyebabkan terjadinya formation damage (pengurangan permeabilitas efektif minyak/gas) dan
lumpur akan kehilangan banyak cairan.

Filtrat loss yang besar dalam lumpur dapat dicegah dengan penambahan :

1. Koloid (bentonite)
2. Starch, CMC – Driscose
3. Minyak (buruk terhadap dynamic loss)
4. Q – Broxin (baik untuk dinamik maupun statistik loss)
Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan akibatnya bagi suatu pekerjaan
pemboran, maka dapatlah ditemukan cara untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Pengaturan komposisi lumpur.


2. Pengaturan tekanan.
Dalam hal pengaturan komposisi lumpur, terjadinya filtration loss yang besar buruk efeknya
terhadap formasi maupun lumpurnya, karena dengan besarnya filtration loss akan terjadi filtration
damage ( pengurangan permaebilitas efektif minyak/gas ) dan lumpur akan kehilangan cairan.

Dalam perubahan ini, invasi filtrat yang masuk ke dalam formasi produktif dapat
menyebabkan produktivitas sumur tersebut menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan
terhadap laju filtrasi, maka diperlukan :
1. Membatasi jumlah cairan yang masuk kedalam formasi.
2. Laju filtrasi dapat mempengaruhi ketebalan serta sifat-sifat mud cake.

3.3.5. Derajat Keasaman (pH)

pH lumpur pemboran dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur
bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8,5 sampai 12 jadi lumpur pemboran yang digunakan
adalah dalam suasana basa. Kalau lumpur bor dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang
bor akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata
bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain dari pada itu peralatan-
peralatan yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi mudah berkarat. Kalau lumpur bor terlalu basa
juga tidak baik, karena akan menaikkan viskositas dan gel strength dari lumpur.

Alat yang digunakan untuk mengukur pH lumpur adalah sebagai berikut :

a. pH indikator, Sering juga dikatakan kertas lakmus atau pH paper.


b. pH meter, dengan mencelupkan alat pH meter maka akan diketahui berapa pH dari lumpur tersebut.
5.5 Faktor Utama Dalam Pemilihan Lumpur Bor

Dalam menentukan lumpur bor yang akan digunakan dalam operasi pemboran harus
diperhatikan beberapa faktor utama untuk memilih lumpur bor tersebut, yaitu :

 Bahan dasar pembuatannya air tawar, air asin dan minyak.


 Sifat formasi yang akan ditembus.
 Problem yang akan terjadi dan yang berhubungan dengan lumpur diusahakan sekecil
mungkin.
 Dibutuhkan atau tidaknya peralatan pengontrol padatan yang efektif.
 Kestabilan terhadap temperatur dan kontaminasi yang terjadi (misalnya semen, air tawar).
 Pengaruh terhadap total biaya pemboran.

Anda mungkin juga menyukai