1.1. Definisi
Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-cairan berbusa, gas
bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan membersihkan dasar
lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan demikian pemboran dapat
berjalan dengan lancar. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari
pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan
berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan. Selain lumpur
pemboran, digunakan pula gas atau udara sebagai fluida pemboran.
Komposisi dari lumpur pemboran disusun dari berbagai bahan kimia yang masing-masing
mempunyai fungsi secara individual, dan diharapkan saling bekerja secara sinergik untuk
mendapatkan sifat-sifat lumpur yang di harapkan Bahan-bahan kimia penyusun lumpur tidak
hanya berfungsi tunggal melainkan dapat berfungsi ganda. Fungsi pertama disebut primary
fungtion sedangkan fungsi keduanya disebut secondary fungtion.
Lumpur pemboran yang paling banyak digunakan adalah lumpur pemboran dengan bahan dasar
air (water base mud) dimana air sebagai fasa cair kontinyu dan sebagai pelarut atau penahan
materi–materi didalam lumpur.
Empat macam komposisi atau fasa yang umum digunakan di dalam lumpur pemboran adalah
sebagai berikut :
4. Fasa kimia
Dari keempat komponen ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur
pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang ditembus.
Fasa cair adalah komponen utama lumpur pemboran. Fungsi dari fasa cair adalah sebagai fasa
dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat mengalir. Disamping itu bila bereaksi dengan
reaktif solid akan membentuk koloid yang viscositasnya tertentu sehingga lumpur dapat
mengangkat serpih bor. Fasa cair yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan
kondisi formasi yang yang dibor. Fasa cair yang biasa digunakan adalah air tawar, air garam,
minyak dan emulsi antara minyak dan air.
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air
tawar seperti bentonite mengisap (absorp) air tawar dan membentuk lumpur. Istilah “yield”
digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar
viskositaslumpurnya 15 cp.
Bentonite digunakan antara lain sebagai bahan dasar lumpur pemboran, pada dasarnya Bentonite
dibuat dari bahan lempung ( clay ) yang besifat Na-Monntmorillonite dan Ca-Monntmorillonit.
Na-Monntmorillonite sangat baik digunakan sebagai bahan dasar lumpur pemboran karena
mampu mengembang ( Swelling ) sampai 8 kali jika direndam dalam air. Kemampuan
mengembang yang cukup besar, akan membentuk suatu larutan dengan viscositas yang cukup
besar, hal ini penting untuk membersihkan dasar lubang sumur dan juga membentuk suatu
lapisan dinding yang elastic yang akan melindungi dinding lubang agar tidak runtuh.
Bentonite merupakan gabungan lempung ( Clay ) yaitu kumpulan mineral dan bahan bahan
seperti illit, kaolinit, siderite dan terbanyak adalah montmorillnite ( 85 – 90 % ) dan logam alkali
tanah.
Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin dan
karenanya digunakan untuk pemboran dengan “salt water muds”. Baik bentonite atau
attapulgiteakan memberikan kenaikan viskositas pada lumpur. Untuk oil base mud, viskositas
dinaikkan dengan penaikan kadar air dan penggunaan asphalt.
Inert solid adalah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan dengan komponen lainnya dalam
lumpur, dimana material ini tidak tersuspensi. Fungsi utama dari material ini adalah berkaitan
erat dengan densitas lumpur berguna untuk menambah berat ata berat jenis dari lumpur, yang
tujuannya untuk menahan tekanan dari tekanan formasi dan tidak banyak pengaruhnya dengan
sifat fisik lumpur yang lain. Material inert ini antara lain adalah barite atau barium sulfate
(BaSO4), besi oxida (Fe2O3), calcite atau calsium sulfate (CaSO4) dan galena (PbS), dimana
kebanyakan dari zat-zat ini berfungsi sebagai material pemberat.
Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur
sepertichert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini bukan disengaja untuk
menaikkandensitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (dapat menyebabkan abrasi dan
kerusakan pompa).
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur bor, adalah :
• Barite (BaSO4)
• Galena (PbS)
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat – sifat lumpur
misalnya menyebarkan partikel- partikel clay (disepertion), menggumpalkan partikel – partikel
clay (flocculation) yang akan berefek pada pengkoloidan partikel clay itu sendiri. Banyak sekali
zat kimia yang dapat digunakan untuk menurunkan kekentalan, mengurangi water loss,
mengontrol fasa kolid yang disebut dengan surface active agent.
Zat kimia yang dapat menurunkan kekentalan dan mendispersi partikel clay biasa disebut thiner.
Thiner yang dapat menurunkan kekentalan atau mengencerkan partikel clay diantaranya adalah :
1. Quobracho (dispersant)
2. Phosphate
4. Lignosulfonate
5. Lignite
1. C.M.C
2. Starch
3. Drispac
Zat-zat kimia tersebut diatas bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur
tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan – muatan listrik clay, menyebabkan dispertion
dan lain sebagainya.
1.3. Jenis Lumpur Pemboran
Pada umumnya lumpur pemboran dibagi dalam dua sistem, yaitu lumpur bor dengan bahan
dasar air (water base mud) dan lumpur bor dengan bahan dasar minyak (oil base mud). Lumpur
bor berdasarkan fasa cairnya yaitu air dan minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Lumpur jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur ini
terbagi atas fresh water mud dan salt water mud, dan apabila dilihat dari komposisinya lumpur
ini terbagi lagi sebagai berikut :
- 20 – 25 lb/bbl bentonite
Lumpur ini digunakan pada awal pemboran dimana pemeliharaannya dengan cara
menjalankan desander dan desilter secara terus menerus selama sirkulasi lumpur.
b) Lignosulfonate mud
Lumpur ini dalah salah satu jenis fluida pemboran yang serba guna, dan dalam prakteknya
lumpur ini akan menajadi optimal bilamana beberapa syarat penting harus kita perhatikan, antara
lain :
Komponen dasarnya meliputi air tawar atau air asin, bentonite, Chrome Lignosulfonat, lignite,
caustic soda, CMC, atau modified Starch. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan di dalam
penggunaan lumpur Lignosulfonat :
• Filtrat lumpur Lignosulfonat dianggap mempinya peranan merusak formasi yang produktif
Tergolong lumpur medium sampai berat, temperatur kerja 250 – 300 °F, mempunyai toleransi
tinggi terhadap konsentrasi garam, anhidrit gipsum dan semen.
- Bentonite 20 – 25 lb/bbl
- Spersene 2 lb/bbl
- Xp – 20 1 lb/bbl
c) Polimer mud
- Bentonite
- Caustic soda
Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyunya, komposisinya diatur agar kadar
airnya rendah (3-5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap contaminant. Tetapi
airnya adalah contaminant karena memberikan efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk
mengontrol viskositas, gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate
loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.
Faedah oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak, karena itu tidak
akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi biasa maupun formasi
produktif. Kegunaan terbesar dari oil base nud ini adalah pada completion dan work over sumur.
Kegunaan yang lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit , mempermudah
pemasangan casing dan liner. Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk
menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan supaya tidak kotor dan bahaya api
berkurang.
- solid kontrol sulit dilakukan bila dibandingkan dengan water base mud.
3. Emulsion mud
Terbagi atas oil in water emulsion dan water in oil emulsion tergantung dari fasa apa yang
terdispersi. Fungsi lumpur ini adalah untuk menambah ROP, mengurangi filtration loss,
menambah pelumasan dan mengurangi torque, dimana lumpur ini banyak digunakan dalam
directional drilling. Komposisinya adalah lumpur dasar ditambah minyak mentah atau minyak
solar 2-15% atau lumpur dengan dasar minyak ditambahkan air 24-45% air.
3.2. Komposisi Lumpur Pemboran
Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran
cutting. Kemudian dengan berkembangnya sistem pemboran, lumpur mulai digunakan untuk
memperbaiki sifat-sifat, dan zar-zat kimia yang ditambahkan dan akhirnya digunakan pula udara
dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap bertahan.
Secara umum lumpur pemboran dapat di pandang sebagai tiga komponen atau fasa, yaitu:
1. Komponen cair.
2. Komponen Solid.
a. Reaktif solids.
b. Inert solids.
3. Additive.
Ketiga kelompok ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur
pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang akan ditembus.
Banyak sekali additive yang dapat digunakan untuk menurunkan viscositas, mengurangi water-
loss, mengontrol fasa koloid (disebut surface active agent = surfactant). Additive-additive tersebut
antara lain :
Phospate
Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)
Surfactant
Lignosulfonate dan lignite
CMC serta Starch (Thinner)
5.2 Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran
Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah berada dalam kondisi
yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung dengan baik. Hal ini dapat dicapai
apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara kontinyu dalam setiap tahap operasi
pemboran. Selain hal tersebut di atas pengukuran dan pengamatan sifat - sifat kimia juga harus
dilakukan dengan seksama.Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur
pemboran.
Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh suatu kolom lumpur,
karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan hidrostatik yang sesuai dengan
tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan akan menyebabkan enterusi fluida formasi
kedalam lubang dan hal ini akan menyebabkan kerontokan dinding lubang, kick dan blow out.
Lumpur yang terlalu berat akan dapat menyebabkan problema Lost Circulation.
1. Viscositas
Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk laminar flow. Alat
untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.
Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gesekan antara
sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah satu parameter kenaikan solid
yang ada dalam lumpur.
Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya elektrokimia antara
padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.
4. Gel – Strength
Gel – strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila dalam keadaan diam, dan
makin lama akan bertambah kental. Sifat ini dikenal juga sebagai sifat “THIXOTOPIC”.
Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah abrasi
Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah penebalan mud cake dan
drill pipe sticking.
Kandungan solid di dalam lumpur bila tidak dikontrol dengan baik akan mempunyai akibat –
akibat yang buruk antara lain :
Solid dapat berasal dari penambahan weighting agent dapat pula berasal dari drilled cutting
formasi.
Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak dengan media porous
seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang bekerja padanya, makan akan terjadi
perembesan zat cair kedalam media porous tesebut.
5.2.7 PH
PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat dalam lumpur yang akan
mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang digunakan dalam lumpur.
3.3. Sifat Fisik Lumpur Pemboran
Semua fungsi Lumpur pemboran dapat berlangsung dengan baik apabila sifat-sifat Lumpur
tersebut selalu dijaga dan selalu diamati secara kontinyu dalam setiap operasi pemboran.
Untuk mempermudah pengertian, maka terdapat tiga fisik lumpur pemboran yaitu densitas
(berat jenis), viskositas dan gel stregth serta filtration loss. Selain itu terdapat pula sifat lumpur
pemboran yang lain, seperti pH lumpur bor, Cl content, sand content serta resisvity lumpur bor.
Lumpur pemboran sebagai benda cair mempunyai berat jenis. Berat jenis suatu benda
adalah berat benda dibagi volumenya pada temperatur dan tekanan tertentu. Satuan (Dimensi)
yang dipakai adalah kg/l, gr/cc dan lb/gal. Berat jenis lumpur pemboran diukur dengan alat
timbangan lumpur (mud balance) yaitu semacam alat penimbang yang disatu ujungnya berskala
dan ujungnya yang lainnya terdapat mangkuk tempat akan ditentukan densitasnya. Kalibrasi alat
tersebut dapat dilakukan dengan air biasa harus menunjukkan angka 8,33 lb/gal (ppg), 62,4
lb/cuft, 1 spesifik gravitasi dan 433 psi/1000 ft. Hasil pengukuran yang lengkap dicatat dalam
satuan-satuan tersebut diatas.
Berat jenis lumpur harus dikontrol agar dapat memberikan tekanan hidrostatik yang cukup
untuk mencegah masuknya cairan formasi kedalam lubang bor, tetapi tekanan tersebut jangan terlalu
besar sehingga menyebabkan formasi pecah dan lumpur hilang ke formasi. Oleh karena itu berat jenis
lumpur pemboran perlu direncanakan sebaik-baiknya dan disesuaikan dengan keadaan tekanan formasi.
Tekanan hidrostatik lumpur didasar lubang adalah fungsi dari berat jenis lumpur itu sendiri dan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
ρ x 0.433 x D
Ph = 0,052 . ρ. D ................................................................. (3-3)
8.33
Dimana :
Tekanan hidrostatik lumpur didasar lubang akan mempengaruhi kemampuan daripada formasi
dibawahnya yang akan dibor. Semakin besar Ph atau semakin mampat sehingga merupakan hambatan
tambahan terhadap kemampuan pahat untuk mengoreknya, sehingga kemajuan pahat akan semakin
lambat. Hubungan antara kecepatan pemboran dengan tekanan hidrostatik lumpur di dasar lubang
dapat dilihat dengan grafik di bawah ini (gambar 3.2).
3.3.2 Viskositas.
Viskositas suatu cairan adalah ukuran tahanan dalamnya terhadap aliran suatu gerakan.
Viskositas dapat pula didefinisikan sebagai perbandingan antara shear stress (tekanan penggeser)
dan shear rate (laju penggeseran). Untuk cairan yang termasuk Newtonian seperti air,
perbandingan shear rate dengan shear stress ini sebanding dan konstan, sedangkan lumpur
pemboran adalah termasuk cairan Non-newtonian dimana perbandingan shear stress dengan
shear rate tidak konstan, disebut viskositas semu (appearent viscosity) serta memberikan
hubungan variasi yang luas (gambar 3.3)
18
16
Drilling rate - feet/hour
14
12
10
8
6
4
2
0
0 1 2 3 4 5
Hydrostatic pressure - 190 psi
Gambar 3.2.
Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh memompakan lumpur
dengan daya yang besar, karena formasi bisa pecah. Misalnya sirkulasi berhenti untuk penggantian bit.
Agar formasi tidak pecah didasar lubang bor, maka sirkulasi dilakukan dengan secara bertahap, dan
sebelum melakukan sirkulasi, rotary table diputar terlebih dahulu untuk memecah gel.
Gel Strength yang terlampau kecil akan menyebabkan terendapnya cutting/pasir pada saat
sirkulasi lumpur berhenti, sedangkan gel strength yang terlampau tinggi mempersulit usaha pompa
untuk memulai sirkulasi lagi.
Gel strngth jangan dikacaukan dengan pengertian Yield Point (minimum Shear stress yang harus
dilampaui sebelum ada geseran) walaupun yield point yang tinggi berhubungan dengan gel strength
yang tinggi.
Walupun seharusnya gel strength pada saat nol menit setelah agitasi harus sama dengan yield
point, pada kenyataannya tidaklah demikian, hal ini karena :
1. Pada Shear rate yang rendah, lumpur tidak benar-benar bersifat plastic (Bingham)
2. Kesalahan pengukuran dimana tidak mungkin memulai pengukuran pada waktu nol sebenarnya.
Sifat Yield point adalah sifat dinamis (ada aliran,gerak) sedangkan sifat gel strength adalah sifat
statis (tidak ada gerakan).
Seperti apa yang telah dapat diduga sebelumnya, viskositas yang tinggi berhubungan dengan gel
strength yang tinggi pula (pada umumnya), hal ini dikarenakan baik sifat viskositas maupun gel strength
dengan sifat tarik menarik plate-plate pada clay.
3.3.4. Filtration loss
Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen cair. Karena pada umumnya
dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, komponen Cair dari lumpur akan masuk kedalam dinding
lubang bor. Zat cair yang masuk ini disebut filtrat. Padatan dari lumpur akan menempel pada permukaan
dinding lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding
lubang, maka cairan yang masuk kedalam formasi juga berhenti.
Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan akibat negatif,
akibat-akibat itu antara lain, sebagai berikut :
c. Water blocking
Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari formasi kedalam lubang sumur jika
filtrat dari lumpur banyak.
d. Differential sticking
Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan tebal. Diwaktu sirkulasi
berhenti ditambah lagi dengan berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam
didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding
lubang.
1. Mud cup
2. Gelas ukur
3. Tabung sumber tekanan
4. Kertas saringan
Filtrat loss yang besar mempunyai efek buruk terhadap formasi maupun lumpurnya, karena
dapat menyebabkan terjadinya formation damage (pengurangan permeabilitas efektif minyak/gas) dan
lumpur akan kehilangan banyak cairan.
Filtrat loss yang besar dalam lumpur dapat dicegah dengan penambahan :
1. Koloid (bentonite)
2. Starch, CMC – Driscose
3. Minyak (buruk terhadap dynamic loss)
4. Q – Broxin (baik untuk dinamik maupun statistik loss)
Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan akibatnya bagi suatu pekerjaan
pemboran, maka dapatlah ditemukan cara untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Dalam perubahan ini, invasi filtrat yang masuk ke dalam formasi produktif dapat
menyebabkan produktivitas sumur tersebut menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan
terhadap laju filtrasi, maka diperlukan :
1. Membatasi jumlah cairan yang masuk kedalam formasi.
2. Laju filtrasi dapat mempengaruhi ketebalan serta sifat-sifat mud cake.
pH lumpur pemboran dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur
bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8,5 sampai 12 jadi lumpur pemboran yang digunakan
adalah dalam suasana basa. Kalau lumpur bor dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang
bor akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata
bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain dari pada itu peralatan-
peralatan yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi mudah berkarat. Kalau lumpur bor terlalu basa
juga tidak baik, karena akan menaikkan viskositas dan gel strength dari lumpur.
Dalam menentukan lumpur bor yang akan digunakan dalam operasi pemboran harus
diperhatikan beberapa faktor utama untuk memilih lumpur bor tersebut, yaitu :