Anda di halaman 1dari 12

PEMBUATAN KOMPOS DAN PUPUK CAIR

ORGANIK DARI KOTORAN DAN URIN SAPI

Dahono

LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (LPTP)


KEPULAUAN RIAU
2012

1
I. PENDAHULUAN

Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat adalah sampah dan
kotoran ternak yang tidak ditangani secara baik dan mengakibatkan lingkungan sekitarnya
tercemar. Sering kali masyarakat disekitar peternakan mengeluh karena bau yang
menyengat yang berasal dari peternakan.
Kotoran ternak bila dibiarkan begitu saja akan mengalami penyusutan unsur kimianya.
Penyusutan bisa disebabkan oleh penguapan, pencucian oleh air hujan. Padahal kotoran
ternak tersebut dapat diamanfaatkan untuk pembuatan kompos serta urinenya dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik.
Kompos adalah hasil dekomposisi bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat dan lembab. Sampai saat ini kompos telah
digunakan secara luas selama ratusan tahun dan telah terbukti mampu menangani limbah
pertanian sekaligus berfungsi sebagai pupuk alami.
Kompos memiliki perananan yang sangat penting bagi tanah karena dapat
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik dan
biologis. Penambahan kompos ke dalam tanah dapat memperbaiki strutur, tekstur, dan
lapisan tanah sehingga akan memperbaiki keadaan aerase, drainase, absorbsi panas,
kemampuan daya serap tanah terhadap air, serta berguna untuk mengendalikan erosi tanah,
dan juga dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman
ketika dipanen atau terbawa aliran air permukaan (erosi).
Di samping kotoran ternak dalam bentuk padat, urin ternak juga merupakan limbah yang
memiliki aroma yang bau dan menyebabkan masyarakat terganggu kenyamannya, sehingga
diperlukan penanganan limbah tersebut dengan beberapa perlakuan agar kedua limbah
tersebut dapat memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

2
II. PROSES PENGOMPOSAN

Keberhasilan pembuatan kompos sangat ditentukan oleh proses yang terjadi selama
pengomposan. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan baku kompos
dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu
tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-
senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu
tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan
o o
peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50 - 70 C. Suhu akan tetap
tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik,
yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan
organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen
akan menguraikan bahan organik menjadi CO , uap air dan panas. Setelah sebagian besar
2

bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini
terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama
proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.
Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

Gambar 1. Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik (dimodifikasi dari Rynk, 1992)

3
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,
dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses
dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik.
Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau
yang tidak sedap.

III. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGOMPOSAN

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan


bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan
bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai
atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau
bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat
menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri Faktor-faktor yang
memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
1. Rasio C/N
2. Ukuran partikel
3. Aerasi
4. Porositas
5. Kandungan air
6. Suhu
7. pH
8. kandungan hara
9. kandungan bahan-bahan berbahaya

Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan
N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk
sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

4
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang
lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi
akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan
(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel bahan tersebut.

Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan
udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi
ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat,
maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi
dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos.

Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini
akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan.
Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses
pengomposan juga akan terganggu.

Kelembaban (Moisture content)


Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat
memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban
40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di
bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume
udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

5
Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan
suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi
o
dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60 C
o
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60 C akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-
benih gulma.

pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya
berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan
pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam,
secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan
produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati
netral.

Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat
di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama
proses pengomposan.

Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan,


metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang. Jenis aktivator yang banyak
beredar di pasaran contohnya adalah orgadec, stardec, probion, starbio, EM 4 dll.

6
IV. TINGKAT KEMATANGAN KOMPOS

Stabilitas dan kematangan kompos adalah beberapa istilah yang sering dipergunakan
untuk menentukan kualitas kompos. Stabil merujuk pada kondisi kompos yang sudah tidak
lagi mengalami dekomposisi dan hara tanaman secara perlahan (slow release) dikeluarkan
ke dalam tanah. Stabilitas sangat penting untuk menentukan potensi ketersediaan hara di
dalam tanah atau media tumbuh lainnya. Kematangan adalah tingkat kesempurnaan proses
pengomposan. Pada kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah
terdekomposisi membentuk produk yang stabil.
Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji
dilaboratorium untuk atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan
cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :

1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari
sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi
anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi
tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum
matang.

2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih
berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut
belum matang.

3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.
Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit,
kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.

7
4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke
dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih
satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau
tanah berarti kompos telah matang.

5. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa
benih (3 – 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan
juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan
kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7
hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam
kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh
banyaknya benih yang berkecambah.

6. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu
o
kompos yang masih tinggi, atau di atas 50 C, berarti proses pengomposan masih
berlangsung aktif.

V. PEMBUATAN KOMPOS

Terdapat beberapa metode pembuatan kompos yang dapat dilakukan. Diantaranya


adalah pembuatan kompos menggunakan aktivator probion, Orgadec, dan Stardec.

a. Kompos dengan Activator Probion


Bahan yang di butuhkan untuk pembuatan pupuk kompos antara lain:
1. Kotoran Sapi 1 ton.
2. Urea 2,5 kg
3. TSP/SP-36 2,5 kg
4. Probion 2,5 kg.

8
Cara Membuatnya:
1. Kotoran sapi di tumpuk secara merata setinggi ±20 cm seperti menyerupai bedengan.
2. Campur urea, TSP dan Probion secara merata, lalu taburkan keatas tumpukan kotoran
sapi tersebut.
3. Lanjutkan perlakuan tersebut pada lapisan timbunan berikutnya sampai kotoran ternak
habis.
4. Dilakukan pembalikan 3-4 kali/ minggu untuk mempercepat proses dekomposisi dan juga
agar suhu tidak melebihi 70OC.
5. Biarkan selama 21 hari, agar proses fermentasi berlangsung dengan baik.
6. Kotoran ternak sapi yang telah difermentasi siap untuk dipakai atau boleh di kering
anginkan dan dilakukan pengayakan untuk dikemas dan dipasarkan.

b. Kompos dengan Activator Orgadec


Bahan yang di butuhkan untuk pembuatan pupuk kompos antara lain
1. Kotoran Sapi 1 ton.
2. Orgadec 5 kg
3. Rumput-rumput (gulma)

Cara Pembuatannya

1. Sampah organik (rumput, jeramai, sisa sayuran dll) dicacah dengan ukuran
3-5 cm,
2. Dihamparkan cacahan rumput, jerami atau sisa tanaman lebar bagian
bawah 2 meter dan tinggi 20 cm panjang 6 meter atau tergantung
panjang tempat
3. Taburkan pupuk kandang secara merata diatas tumpukan bahan cacahan
rumput atau jerami atau sisa tanaman
4. Taburkan aktifator Orgadec diatas tumpukan pupuk kandang, Ulangi
sampai tumpukan setinggi 1 meter
5. Biarkan selama 14 hari, agar proses fermentasi berlangsung dengan baik.

9
c. Kompos dengan activator stardec
Bahan yang dibutuhkan adalah:

1. Kotoran sapi 800 kg


2. Abu sekam 100 kg
3. Kalsit (dolomite,) 20 kg
4. Serbuk gergaji 50 kg
5. Stardec 2,5 kg
6. Air secukupnya
Cara Pembuatannya
1. Campur pupuk kandang, abu sekam, kalsit dan serbuk gergeraji dengan merata
2. Semprotkan mikroorganisme secara merata ke dalam campuran tersebut
3. Pertahankan kadar air 50-60 % (cukup lembab)
4. Campuran tersebut disimpan dan ditumpukkan dengan tinggi minimal 1 meter
5. Setiap minggu tumpukan bahan kompos tersebut dibalikkan sambil ditambahkan air
6. Waktu pengolahan kompos selama 21 hari (3 minggu)

VI. PEMBUATAN PPC ORGANIK DARI URINE SAPI

Terdapat beberapa metode dalam pembuatan PPC organik diantaranya adalah

A. Alat dan Bahan yang dibutuhkan adalah

1. Alat yang digunakan


- Ember 1buah
- Pengaduk 1buah
- Saringan 1buah
- Botol Bekas 5buah
- Bakcer Glass 1buah
- Drum Plastik ibuah

2. Bahan yang digunakan


- Urine Sapi (Bison benasus L) 10Liter
- Lengkuas 2ons
- Kunyit 2ons
- Temu Ireng 2ons
- Jahe 2ons
- Kencur 2ons
- Brotowali 2ons
-Tetes tebu/bibit bakteri 0,5Liter

10
3. Pelaksanaan

1. Urine di tampung dan dimasukkna ke dalam drum plastik

2. Lengkuas, kunyit, temu ireng, jahe, kencur, brotowali, ditumbuk sampai halus
kemudiandimasukkan ke dalam drum plastik, maksud penambahan bahan-
bahan ini untuk menghilangkanbau urine ternak dan memberikan rasa yang
tidak disukai hama

3. Masukkan 1 liter EM4, 4 kg gula/molasses dan 220 liter urin sapi kedalam
tong ukuran 250 liter, kemudian diaduk hingga larut

4. Tutup tong rapat hingga udara tidak dapat masuk, buat pipa pengeluaran gas
yang ujungnya dimasukkan kedalam botol yang berisi air. Biarkan tong selama
15 hari.

B. Alat dan Bahan yang dibutuhkan adalah

1. Alat yang digunakan


- Ember 1buah dan penutupnya
- Pengaduk 1buah
- Tangga
- selang
- Saringan 1buah
- Drum Plastik buah
- Aerator

2. – Urine sapi 800 liter


- EM4 2 liter atau Bacillus dan Azotobacter

3. Pelaksanaan

Bahan untuk pembuatan PPC organik seperti urine ternak diletakkan dibak
penampungan, kemudian masukkan fermenter Ruminan Bacillus,
Azotobacter serta urine ternak dengan perbandingan 1 : 1 : 800 . setelah
semua dicampur kemudian diaduk dengan menggunakan aerator selama 3-4
jam. Kemudian permukaan bak/ember/drum ditutup dengan penutup dan
diamkan hingga7 hari, pada hari ke 8 urine diputar pompa sehingga terjadi
naik dengan selang dan turun tangga selama 6-7 jam. Kemudian urine bisa
diambil dan dikemas dalam wadah untuk selanjutnya digunakan dan disimpan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 2008. Pemanfaatan urine Sapi yang Difermentasi sebagai Nutrisi Tanaman. (online),
(http://affandi21.xanga.com/644038359/pemanfaatan-urine-sapi-yang-difermentasi-
sebagai-nutrisi-tanaman/, 20 Januari 2010)

Djaja W. 2008. Langkah jitu membuat kompos dari kotoran ternak dan sampah

Indriani. Y.H. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. PT Penebar Swadaya, anggota IKAPI.
Jakarta 62 halaman.

Krisno A. 2011. Peranan mikroorganisme pada fermentasi pembuatan pupuk kandang dari
urine sapi.http:// aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment (20 Desember 2011)

12

Anda mungkin juga menyukai