Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu peristiwa dalam kehidupan keluarga, khususnya
calon ibu. Selain merupakan anugerah, kehamilan merupakan juga menjadi satu hal
yang mencemaskan. Dalam setiap keluarga, kehamilan diharapkan sebagai sumber
pengharapan terbesar dari keluarga pada calon anak yang akan dilahirkan. Walau
demikian, ada kalanya harapan ini tidak terwujud ketika bayi mengalami kematian
sebelum sempat dilahirkan.
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin yang berkaitan
dengan ekspulsi komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari ibu, pada durasi yang tidak
dapat diperkirakan didalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan
yang tidak di induksi. Di berbagai negara berkembang di dunia, angka kematian janin
semakin bertambah seiring dengan tingkat kesejahteraan rakyat dan kualitas
pelayanan kesehatan di negara tersebut. Laporan angka insiden kematian janin juga
masih terbatas dan belum terdokumentasi dengan baik. Padahal laporan tersebut dapat
menjadi acuan atau rujukan yang berguna dalam memperbaiki kinerja tenaga
kesehatan maternal yang ada.
Angka insidensi kematian janin di dunia diperkirakan mencapai rentang 2,14-3,82
juta jiwa. Angka ini bervariasi tergantung pada kualitas perawatan medis yang
tersedia di negara bersangkutan dan definisi yang digunakan untuk mengelompokkan
kematian janin. Angka insidensi ini pun belum termasuk yang terdapat dinegara-
negara berkembang, dimana resiko kematian maternal dan janinnya lebih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara yang kaya maupun sudah maju. Hal ini dipersulit
dengan kurangnya data pelaporan dan survei penelitian yang memadai tentang
kuantitas, kualitas dan karakteristik angka insidensi IUFD di negara-negara
berkembang, khususnya di Indonesia.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa
sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated
Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap
sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih,
dan bila terjadi pada usia dibawah 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO
menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi
bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 500 gram.

B. Epidemiologi
Secara epidemiologi, angka insidensi kematian janin diseluruh dunia diperkirakan
mencapai rentang 2,14-3,82 juta jiwa. Angka ini mengalami penurunan pada tahun
2009, yaitu sejumlah 14,5% kisaran angka tersebut adalah 18,9 lahir mati per 1000
kelahiran. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh DepKes RI tahun 2003 mengenai
kegagalan yang terjadi delama masa kehamilan, didapatkan data mortalitas perinatal
di Indonesia berkisar 24 dari 1000 kehamilan.

2
C. Etiologi
Penyebab dari kematian janin dalam kandungan yang tidak dapat diketahui
sekitar 25-60%. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau
kelainan patologik plasenta.
1. Faktor Maternal
- Post Term (>42 minggu)
- Diabetes mellitus tidak terkontrol
- Sistemik lupus eritematosus
- Hipertensi
- Preeklamsia
- Eklamsia
- Hemoglobinopati
- Umur ibu tua
- Penyakit rhesus
- Ruptur uteri
- Hipotensi akut ibu
2. Faktor Fetal
- Hamil kembar
- Intra Uterine Growth Restriction
- Kelainan kongenital
- Kelainan genetik
- Gerakan janin berlebihan
- Infeksi janin
3. Faktor Plasenta
- Solusio plasenta

3
- Plasenta previa

- Vasa previa

- Ketuban pecah dini


- Kelainan tali pusat
4. Sedangkan Faktor Resiko Terjadinya IUFD meningkat pada usia ibu >40 tahun,
pada ibu infertil, kemokonsentrasii pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan
lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.

D. Patofisiologi
Sesuai dengan etiologi dari kematian janin dalam kandungan atau intra uterine
fetal death (IUFD), kematian janin disebabkan oleh tiga permasalahan pokok yaitu
kausa fetal, kausa maternal, dan kausa dari plasenta.

4
1. Kausa Fetal
Dari 25-40% kasus kematian janin, penyebab terseringnya adalah karena faktor
janin itu sendiri. Kausa pada janin tersebut mencakup cacat genetik atau
malformasi kongenital mayor, infeksi janin, gestasi multipel.
Malformasi kongenital mayor merupakan adanya kelainan kromosom autosom.
Beberapa dari kelainan tersebut antara lain neural-tube defect, hidrosefalus,
penyakit jantung kongenital, hidrops dll. Malformasi kongenital mayor ini
merupakan kelainan genetis yang mengancam hidup janin dan mengganggu kerja
organ-organ vital.
Infeksi janin merupakan kausa yang konsisten dengan tingkat kegawatdaruratan
janin. Semakin parah morbiditas dan virulensi dari infeksi yang diderita janin,
semakin buruk kemungkinan janin untuk hidup di dalam uterus. Beberapa infeksi
janin yang dapat membahayakan janin antara lain infeksi TORCH (CMV,
Toxoplasma, Rubella), malaria, infeksi streptococcus grup A dan streptococcus
grup B, Salmonelosis atau demam thypoid, hingga gangguan pembekuan darah
dan syok.
2. Kausa Maternal
Kasus kematian janin yang diakibatkan oleh faktor maternal ternyata hanya
memiliki peranan yang kecil. Beberapa penyakit dari ibu yang mempunyai kausa
tersering berupa hipertensi dan diabetes pada kehamilan. Penyakit-penyakit lain
seperti autoantibodi, SLE, penyakit rhesus merupakan sebab yang jarang jumlah
kejadiannya. Kasus kematian janin yang disebabkan oleh kausa ibu diakibatkann
oleh adanya gangguan sistemik pada ibu, dimana gangguan sistemik tersebut
mengganggu perfusi darah dari ibu ke janin.
Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi tiga jenis yaitu hipertensi
gestasional, pre-eklampsia, dan eklampsia. Ketiga jenis kipertensi kehamilan ini
merupakan bagian yang berurutan sesuai dengan tingkat keparahan. Hipertensi
gestasional merupakan peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau
lebih untuk pertama kali saat kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria.
Hipertensi gestasional yang memberat akan menyebabkan terjadi pre-eklamsia.
Pre-eklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospame dan aktivitas endotel disertai dengan adanya kombinasi
antara hipertensi dan proteinuria yang nyata selama kehamilan. Bila pre-eklamsia
tidak segera ditangani dengan baik, akan menimbulkan stadium pre-eklamsia

5
berat yang akhirnya mengakibatkan eklamsia. Eklamsia terjadinya kejang grand
mal pada seorang wanita dengan pre-eklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh
hal lain.
Hipertensi kehamilan sejatinya mengakibatkan vasospasme dan iskemia dalam
pembuluh darah ibu. Pada hipertensi gestasional, terjadi peningkatan curah
jantung yang bermakna. Hal ini mengakibatkan adanya peningkatan afterload
jantung. Hal ini akan menjadi parah bila mencapai tahap pre-eklamsia, dimana
terjadi peningkatan resistensi perifer akibat vasospasme yang berlebihan dan
berakibat pada penurunan mencolok curah jantung. Bila keadaan ini terus
dibiarkan, maka akan mengganggu perfusi utero-plasenta dan mengakibatkan
hipoksia janin. Hal ini berakibat pada kematian janin.
Diabetes mellitus tipe 2 lebih merupakan faktor penyulit medis tersering
kehamilan. Pasien dipisahkan menjadi golongan yang mengidap diabetes sebelum
hamil (overt), dan yang mengidap saat hamil (gestasional). Diabetes gestasional
mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan, yang mungkin terjadi
akibat perubahan-perubahan fisiologis pada metabolisme glukosa.
Hiperinsulinemia pada janin yang disebabkan oleh hiperglikemia ibu pun
akhirnya akan merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan. Ibu diabetes
akan mengalami hiperglikemi yang menyebabkan hiperglikemi pada janin (difusi
melalui plasenta). Bila glukosa dapat berdifusi melalui plasenta, sebaliknya
insulin ibu tidak dapat ditransfer ke janin. Hal ini menyebabkan pankreas janin
terangsang untuk memproduksi insulin sendiri. Hasilnya adalah hiperinsulinemia
pada janin segera setelah lahir terjadi pemutusan aliran darah ibu ke janin,
akibatnya suplai glukosa dari ibu juga terhenti. Namun insulin masih tetap
diproduksi oleh pankreas bayi sebagai adaptasi terhadap kondisi hiperglikemia
sebelumnya, hal ini menyebabkan hipoglikemia pada bayi baru lahir. Umumnya
wanita penderita diabetes melahirkan bayi yang besar (makrosemia) maupun
distosia bahu yang disebabkan karena aliran glukosa dalam aliran darahnya,
pankreas yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk menanggulangi kadar
gula yang tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi menjadi besar. Bayi
besar atau makrosemia menimbulkan masalah sewaktu melahirkan dan kadang-
kadang mati sebelum lahir

6
3. Kausa Plasenta
Kasus kematian janin yang dikaitkan dengan kausa plasenta relatif bersifat
dependent, tidak bisa berdiri sendiri atau tergantung dari adanya penyebab yang
lainnya. Kasus-kasus yang sering menyebabkan kematian janin anatara lain
solusio plasenta, plasenta previa, infeksi plasenta dan ketubahan maupun vasa
plasenta.
Solusio plasenta diawali perdarahan ke dalam desidual basalis. Desidua kemudian
terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium.
Akibatknya, proses ini pada tahap paling awal akan memperlihatkan
pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan
destruksi plasenta di dekatnya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya perfusi darah
ke janin melalui plasenta dan berakibat pada kematian janin..
Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami ruptur sehingga
menyebabkan hematom retro plasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak
pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Karena masih teregang oleh hasil
konsepsi, uterus tidak dapat berkintraksi untuk terus menjepit pembuluh darah
yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar
dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul
sebagai perdarahan eksternal atau tetap dalam uterus.

E. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan janin
sangat berkurang
b. Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau
kehamilan tidak seperti biasanya
c. Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit
seperti mau melahirkan
d. Penurunan berat badan
e. Perubahan pada payudara atau nafsu makan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat
terutama pada ibu yang kurus

7
- Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
- Terhentinya perubahan payudara
b. Palpasi
- Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya usia kehamilan
- Tidak teraba gerakan-gerakan janin
- Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang
kepala janin
c. Auskultasi
- Baik memakai stetoskop monoral maupun dengan dopler tidak terdengar
DJJ
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Penurunan kadar serial β-Hcg
b. Kemungkinan terjadi hipofibrigenemia
Kematian janin dalam kandungan >4 minggu dapat menyebabkan kelainan
darah (hipofibrigenemia) pada ibu karena itu pemeriksaan pembekuan darah
harus dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi hipofibrigenemia
bahayanya adalah perdarahan post partum.
4. Rontgen Foto Abdomen
a. Tanda Nojosk: adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
b. Tanda Gerhard: adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
c. Tanda Spalding: overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disentegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak kepala janin kelihatan seperti
kantong berisi benda padat.
5. Ultrasonografi
a. Tidak terlihat DJJ dan gerakan-gerakan janin

F. Penatalaksanaan
1. Penanganan Pasif
- Menunggu persalinan spontan dalam waktu kurang lebih 2 minggu
- Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu
2. Penanganan Aktif
- Untuk usia rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan
dilatasi atau kuretase

8
- Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi persalinan
dengan oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan serviks dengan
pemasangan kateter foley intra uterus selama 24 jam

Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam kandungan, sebaiknya


diobservasi dahulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis. Selama
observasi 70-90% akan terjadi persalinan yang spontan. Dukungan emosional perlu
diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekat,
yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervagina.
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif. Penanganan aktif pada serviks matang dengan melakukan induksi
persalinan menggunakan oksitosin atau prostaglandin. Jika serviks belum matang
lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan
jangan lakukan amniotomi karena beresiko infeksi.
Mekanisme kerja kateter foley adalah untuk membantu mematangkan serviks.
Secara teknis, kateter foley ukuran no 18 dimasukkan hingga ke ostium uteri
internum, mengembangkan balon kateter dengan aquades 30 mL, dan
mempertahankan selama 8-12 jam. Dari sini, akan terjadi pemisahan antara selaput
ketuban dengan segmen bawah rahim. Hal ini akan menimbulkan pelepasan lisosom
oleh desidua basalis dan pelepasan enzim lithik fosfolipase A yang akan membentuk
asam arakhidonat yang akan meningkatkan pembentukan prostaglandin, sehingga
serviks menjadi matang.
Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang maka matangkan serviks dengan misoprostol. Tempatkan
misoprostol 25 mcg di puncak vagina dapat diulang sesudah 6 jam dan jika tidak ada

9
respon sesudah 2x25 mcg misoprostol naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
Jika ada tanda infeksi berikan antibiotik, jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7
menit atau bekuan mudah pucat, waspada koagulopati. Bila setelah 3 minggu
kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosis pasien belum ada
tanda untuk partus maka lakukan induksi persalinan dengan memberikan estrogen
untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan pemberian oksitosin drip.
- Embriotomy
adalah sejumlah tindakan pembedahan obstetri yang bertujuan untuk
memperkecil ukuran kepala, memperkecil ukuran bahu atau volume rongga dada pada
janin mati dengan tujuan agar dapat dilahirkan pervaginam. Saat ini embriotomi
merupakan tindakan yang jarang dilakukan. Syarat-syarat embriotomi adalah
pembukaan >7, janin mati, konjugata vera 6 cm, ketuban sudah pecah, jalan lahir
normal, tidak ada ancaman ruptur uteri. Indikasinya adalah janin mati dan ibu dalam
keadaan bahaya (maternal distress) atau janin mati dan tak mungkin lahir secara
spontan atau janin dengan kelainan kongenital misalnya hidrosefalus

10
Jenis tindakan embriotomy adalah
Kraniotomi : Memperkecil ukuran kepala janin dengan cara melubangi tengkorak
janin dan mengeluarkan isinya sehingga kepala janin mengecil
Dekapitasi : Memisahkan kepala janin dari tubuhnya dengan jalan memotong
lehernya
Kleidotomi : Memotong/mematahkan tulang klavikula janin sehingga lingkar bahu
mengecil
Eviserasi : Tindakan merusak dinding abdomen/thora dan mengeluarkan organ-
organ visera
Spondilotomi : Memotong ruas tulang belakang
Pungsi : Mengeluarkan cairan tubuh janin

- Operasi seksio caesar


Tindakan ini dilakukan bila induksi mengalami kegagalan, pada kasus bekas
seksio caesar korporal dimana bila dilakukan induksi dengan oksitosin ada ancaman
ruptur uteri.

G. Komplikasi
Kematian janin dalam kandungan akan menyebabkan desidua plasenta menjadi
rusak. Plasenta yang rusak akan menghasilkan tromboplastin yang masuk ke dalam
peredaran darah ibu yang mengakibatkan pembekuan intravaskuler yang dimulai dari
endotel pembuluh darah oleh trombosit sehingga terjadi pembekuan darah yang
meluas (Disseminated intravascular coagulation atau DIC).

11
Dampak dari adanya DIC tersebut adalah terjadinya hipofibrinogenemia.
Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen <100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah
IUFD. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat
kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi perdarahan post partum. Perdarahan post
partum biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.
Selain dari komplikasi fisik yang serius pada ibu, dampak secara kejiwaan pun
dapat terjadi. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu
mempengaruhi kesehatan jiwa ibu. Faktor resiko terjadinya depresi pada ibu hingga
psikosis dapat terjadi dan terjadi infeksi bila ketuban pecah.

H. Tingkat Maserasi Janin


Kematian janin dalam kehamilan yang telah lanjut, maka akan mengalami
perubahan-perubahan sebagai berikut:
1. Rigor Mortis (tegang mati) : berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian lemas
kembali
2. Stadium Maserasi I : Timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula
terisi cairan jernih, tetapi kemudian mnejadi merah coklat.
3. Stadium Maserasi II : Timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban
menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah janin mati.
4. Stadium Maserasi III : Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin
sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema dibawah
kulit.
I. Pencegahan
Beberapa pencegahan yang dianjurkan dari beberapa pustaka yang ada antara lain
sebagai berikut:
1. Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai nutrisi dan keseimbangan
diet makanan
2. Hindari merokok, tidak meminum minumam beralkohol, jamu, obat-obatan
dan hati-hati terhadap infeksi yang berbahaya
3. Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisis IUFD dan pemberian
pengobatan
4. Mendeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distress

12
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pribadi
Nama : Marlina
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 31 Tahun
Alamat : Simpang dua, Kec. Darul Makmur
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 20-Mei-2015
No. CM : 81-44-78
Suami
Nama : Agus Suriadi
Umur : 41 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta

2. Anamnesa Penyakit
a. Keluhan Utama : Tidak ada gerakan janin sejak tgl 17 mei 2015
b. Telaah : Os baru masuk kiriman RSU Nagan Raya dengan keluhan
tidak ada gerakan janin sejak tgl 17 mei 2015, menurut bidan
yang merujuk djj tidak terdengar.
c. Riwayat Kehamilan: G3P2A0, Os mengatakan anak pertama lahir normal, anak
kedua sectio caesarea atas indikasi preeklamsia sejak 7 tahun
yang lalu.
d. Riwayat Penyakit: Os mengalami penyakit diabetes mellitus sejak 4 tahun yang
lalu dan selama hamil Os mengkonsumsi obat DM.

13
e. Riwayat menstruasi:
Usia Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Banyaknya haid : 3 kali ganti duk
Lamanya haid : 8 hari
HPHT : 25-08-2014
TTP : 02-06-2015
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Sensorium : Compos mentis Anemia : (-)
Tekanan darah : 110/70 mmHg Ikterus : (-)
Respiratore rate : 22 x/i Sianosis : (-)
Heart rate : 80 x/i Dispnue : (-)
Suhu : 36,5 °C Edema : (-)
b. Status Obstetri
L1 : TFU 25
L2 : PU-KI
L3 : Flooting
L4 : Presentasi Kepala
DJJ : (-)
VT : 1 cm
His : (-)
Ketuban : (+)

4. Diagnosa Sementara
- Intra Uterine Fetal Death
- Missed abortion

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin (20-05-2015)
- Clotting time : 9 menit
- Bleeding time : 6 menit
- KGdS : 310 mg/dl

14
Pemeriksaan USG (tgl 20-05-2015)
- Janin tunggal
- DJJ (-)
- Gerak Janin (-)
- Usia Kehamilan 26-28 minggu
Kesan kematian janin dalam kandungan

6. Diagnosa Kerja
- Intra Uterine Fetal Death

7. Penatalaksanaan
- Ivfd RL + drip oxitocin 10 Iu
- Invitec 1 tab / fornix / 4 jam
- Inj Cefotaxime 1 gr/12 jam
- Folley kateter (tgl 21-06-2015)

Rencana
- Kurretage (30-06-2015)

Laporan Kurretage
Dilakukan Evaluasi oleh dr. Armansyah Harahap, Sp.OG didapatkan bahwa keadaan
letak plasenta rendah sehingga menutupi jalan keluarnya janin / ostium uretra interna
dan dilakukan pengeluaran plasenta dan tali pusat dalam keadaan hancur, coba
lakukan ekstraksi janin keluar tungkai, lengan, bahu, dan kepala. Bayi lahir dalam
keadaan meninggal dunia dengan berat bayi 6500 gr dalam stadium maserasi III
kemudian dilakukan kurretage dengan kesan bersih selanjutnya pasien diistirahatkan.

Terapi Post Kurretage


- Ivfd RL
- Obat Oral (+)
Cefodroxil tab 3x1
Metronidazole tab 3x1
Vitamulti tab 1x1
- Diet MBDM

15
- Observasi pendarahan
- Inj. Humalog 6-6-6 30 menit sebelum makan
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam

8. Prognosis

- Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam


- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Fungtionam : Dubia ad Bonam

16
DAFTAR PUSTAKA

Sofian, Amru. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri (Obstetri Operatif dan Obstetri
Sosial), Jilid 2, Jakarta: EGC, 2011.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan, Edisi 3, Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2011.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan, Edisi 4, Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2011.
Surasmi, Asrining. Perawatan Bayi Resiko Tinggi, Jakarta: EGC, 2003.
Cunningham, FG. Obstetri Williams “Kematian Janin”, Vol 2, Edisi 21, Jakarta: EGC,
2005.
POGI. Standar Pelayanan Medis Obstetri dan Ginekologi, Edisi Revisi, Jakarta:
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 2006
Utama, S.Y. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklamsia Berat
pada Ibu Hamil di RS Raden Mattaher Jambi Tahun 2007, Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 2008

17
FOLLOW UP PASIEN

Follow Up Tgl 20-05-2015 Tgl 21-05-2015 Tgl 22-05-2015


KU Sedang Sedang Sedang
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Keluhan His (-) His (-) His (-)
Djj (-) Djj (-) Djj (-)
VT 1 cm, Ketuban (+) VT 1 cm, Ketuban VT 2 cm
pecah warna merah KGDS 270 mg/dl
kehitaman Nyeri ulu hati (+)
Os menggigil Kembung (+)
Vital Sign TD: 120/90 mmhg TD: 140/100 mmhg TD: 140/100 mmhg
HR: 78 x/i HR: 80 x/i HR: 86 x/i
RR: 20 x/i RR: 20 x/i RR: 22 x/i
Temp: 36,7 °C Temp: 39 °C Temp: 37,5 °C
Terapi Ivfd RL + Drip Oxy Ivfd RL + Drip Oxy Ivfd RL
10 iu 10 iu Diet MBDM
Diet MBDM Diet MBDM Folley kateter terpasang
USG : Inj Cefotaxime 1gr/iv Citrosol 1
Janin tunggal, DJJ (-), Citrosol 4 tab/oral tab/fornix/6jam
gerak janin (-), usia Paracetamol 1 tab Inj humalog 3x8 mg
kehamilan 26-28 Folley kateter Levenir 1x10 mg
minggu. terpasang Inj Dexamethason 1
Amp/8 jam
Inj Cefotaxime 1 gr/12
jam
Inj Ranitidin 1 Amp/12
jam
Metronidazole 500
mg/8 jam

18
Follow Up Tgl 23-05-2015 Tgl 24-05-2015 Tgl 25-05-2015
KU Sedang Sedang Sedang
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Keluhan His (-) His (-) His (-)
Djj (-) Djj (-) Djj (-)
VT 2 cm VT 2 cm KGDS 302 gmg/dl
KGDS 233 mg/dl Mules (+)
Diare (+)
Vital Sign TD: 110/80 mmhg TD: 140/110 mmhg TD: 140/100 mmhg
HR: 80 x/i HR: 79 x/i HR: 80 x/i
RR: 20 x/i RR: 20 x/i RR: 20 x/i
Temp: 36,2 °C Temp: 36,5 °C Temp: 37,6 °C
Terapi Ivfd RL + Drip Oxy 5 Ivfd RL + Drip Oxy 5 Ivfd RL + Drip Oxy 5
iu kolf II iu kolf IV iu kolf IV
Diet MBDM Diet MBDM Diet MBDM
Folley kateter terpasang Folley kateter terpasang Folley kateter terpasang
Citrosol 1 tab/Fornix/6 Inj Cefotaxime 1gr/12 Inj Cefotaxime 1gr/12
jam jam jam
Inj Dexamethason 1A/8 Inj Ranitidin 1A/12 jam Inj Ranitidin 1A/12 jam
jam Inj Dexamethason 1A/8 Inj Dexamethason 1A/8
Inj Humalog 3x8 mg ½ jam jam
jam ac Citrosol 1 tab/fornix/6 Citrosol 1tab/fornix/6
Inj Livernir 1x10 mg jam jam
Inj Cefotaxime 1gr/12 Livernir 1x10 mg Livernir 1x10 mg
jam Inj Humalog 3x8 mg ½ Inj Humalog 3x8 mg ½
Inj Ranitidin 1A/12 jam jam ac jam ac
Metronidazole 500mg/8 Metronidazole 500 mg/ Metronidazole 500 mg/
jam 6 jam 6 jam
Obat oral: Lacbon 3x1

19
Follow Up Tgl 26-05-2015 Tgl 27-05-2015 Tgl 28-05-2015
KU Lemas Lemas Lemas
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Keluhan His (-) His (-) His (-)
Djj (-) Djj (-) Djj (-)
Nyeri ulu hati (+) VT 2 cm KGDS 194 gmg/dl
KGDS 233 mg/dl VT 2 jari longgar
Anoreksia (+)
Vital Sign TD: 100/70 mmhg TD: 110/70 mmhg TD: 100/70 mmhg
HR: 84 x/i HR: 80 x/i HR: 80 x/i
RR: 27 x/i RR: 20 x/i RR: 23 x/i
Temp: 36,5 °C Temp: 36,2 °C Temp: 36,5 °C
KGDS: 178 mg/dl KGDS: 223 mg/dl
Terapi STOP Drip, Istirahat 3 Ivfd RL Ivfd RL + Drip Oxy 10
hari Diet MBDM iu kolf IV
Ivfd RL Folley kateter terpasang Diet MBDM
Diet MBDM Inj Humalog 3x6 mg ½ Inj Ceftriaxone 1gr/12
Folley kateter terpasang jam ac jam
Inj Humalog 3x8 mg ½ Obat oral (+) Inj Ranitidin k/p
jam ac Mobilisasi Inj Humalog 3x6 mg ½
Inj Livernir 1x10 mg R/ tgl 28/05/15 induksi jam ac
Inj Ranitidin 1A/12 jam ulang dgn drip oxy Mobilisasi
Obat oral (+) Aff folley kateter
R/ tgl 28/05/15 induksi
ulang dgn drip oxy

20
Follow Up Tgl 29-05-2015 Tgl 30-05-2015 Tgl 31-05-2015
KU Sedang Sedang Baik
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Keluhan His (-) His (-) His (-)
Djj (-) Djj (-) Djj (-)
Nyeri ulu hati (+) VT 2 cm KGDS 194 gmg/dl
KGDS 233 mg/dl
Anoreksia (+)
Vital Sign TD: 100/70 mmhg TD: 110/80 mmhg TD: 110/80 mmhg
HR: 84 x/i HR: 80 x/i HR: 80 x/i
RR: 27 x/i RR: 20 x/i RR: 22 x/i
Temp: 36,5 °C Temp: 36,5 °C Temp: 36,2 °C
KGDS: 375 mg/dl KGDS: 375mg/dl
Terapi Ivfd RL + drip oxy 10 Pre Kuret Ivfd RL
iu Ivfd RL + drip oxy 10 Diet MBDM
Diet MBDM iu Inj Ceftriaxone 1gr/12
Inj Humalog 3x6 mg ½ Diet MBDM jam
jam ac Inj Humalog 3x6 mg ½ Inj Humalog 3x6 mg ½
Inj Ranitidin 1A/12 jam jam ac jam ac
Mobilisasi Inj Ceftriaxone 1gr/12 Mobilisasi
Informed consent rujuk jam
ke Banda Aceh tapi Inj Ranitidin k/p
keluarga menolak Inj pospargin 1A/iv (14.40) Os PBJ
Cek lab (+) normal
USG: R/kuret
Post Kuret
Ivfd RL
Diet MBDM
Inj Humalog 3x6 mg ½
jam ac
Inj Ceftriaxone 1gr/12
jam
Obat oral (+) :
Cefadroxiil
Metronidazole
Vitamulti
Mobilisasi

21

Anda mungkin juga menyukai