Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi GERD

GERD terjadi akibat ketidakseimbangan faktor ofensif dan defensif dari sistem pertahanan
esofagus dan bahan refluksat lambung yang berulang. Faktor defensif sistem pertahanan esofagus
adalah LES, mekanisme bersihan esofagus, dan epitel esofagus (Perkumpulan Gastroenterologi
Indonesia, 2013).
LES merupakan strukur anatomi berbentuk sudut yang memisahkan esofagus dengan
lambung yang berwujud otot polos yang berkontraksi untuk mencegah kembalinya makanan dari
lambung. Pada keadaan normal, tekanan LES akan relaksasi saat menelan sehingga terjadi aliran
antegrade dari esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan menyebabkan terjadinya
aliran retrograde dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi LES pada GERD disebabkan oleh
turunnya tekanan LES akibat penggunaan obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan
struktural (Guarner,Lazaroetall, 2008).
Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan dirinya dari
bahan refluksat lambung. Mekanisme bersihan esofagus adalah faktor gravitasi, gaya peristaltik
esofagus, bersihan saliva, dan bikarbonat dalam saliva. Pada GERD, mekanisme bersihan esofagus
terganggu sehingga bahan refluksat lambung akan kontak ke dalam esofagus. Durasi lama panjanan
asam lambung di esofagus akan memperbesar risiko esofagitis. Selain itu, refluks pada malam hari
akan meningkatkan risiko esofagitis lebih besar. Penyebab kenaikan risko ini karena tidak adanya
gaya gravitasi saat berbaring. Mekanisme ketahanan epitel esofagus terdiri dari membran sel,
intercellular junction yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran darah esofagus
yang menyuplai nutrien-oksigen dan bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO, sel esofagus
mempunyai kemampuan mentransport ion H+ dan Cl intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat
ekstraseluler (AW, Sudoyo et all, 2009).
Faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung, dilatasi lambung atau obstruksi gastric
outlet, distensi lambung dan pengosongan lambung yang terlambat, tekanan intragastrik dan
intraabdomen yang meningkat. Beberapa keadaan yang mempengaruhi tekanan intraabdomen antara
lain hamil, obesitas, dan pakaian terlalu ketat (Media Aesculapius, 2014).

Gambar x. Patofisiologi GERD


GERD sendiri merupakan penyakit multifactorial dimana berdasarkan etiologinya dapat
dibagi menjadi dua sebab yaitu penyebab primer seperti obesitas, kehamilan pengunaan obat beta-
antagonis calcium channel blockers, antikolinergik, dan makanan iritan seperti asam, pedas cokelat,
alkolhol, kopi makanan berlemak. Penyebab sekunder dari GERD merupakan penyakit autoimun
seperti scelodema dan penyakit hernia hiatus (Harding, Matthew et all, 2013).
Beberapa penyeab GERD ini ada yang mengakibatkan perubahan strukturan dari lambung
dan perubahan fisiologis baik dari lambung dan esofagus. Perubahan struktural dari lambung
merupakan faktor ofensif dimana makan makanan berlemak dan minum minuman dengan kadar gula
yang tinggi seperti minuman kaleng yang bersoda dapat meningkatkan penumpukan lemak pada
organ viseral. Selain itu, kandungan CO2 pada minuman bersoda dapat menyebabkan distensi pada
dinding lambung. Distensi pada dinding lambung akibat makan berlebihan akan menyebabkan
incisura fundus mendatar ditambah meningkatnya tekanan intraabdominal karena penumpukan lemak
viseral pada obesitas dan kehamilan dapat meningkatkan faktor ofensif GERD. Peningkatan faktor
ofensif dengan penyebab tersebut diawali dari pengiriman sinyal saraf aferen nervus fagus akibat
distensi intraabdominal yang disampaikan ke pusat vomiting di batang otak dimana hal tersebut akan
meningkatkan kontraksi diafragma, kontraksi lambung, penutupan epiglotis, peningkatan kontraksi
peristaltik di esofagus dan yang paling penting adalah relaksasi dari LES dan UES (Upper
Eshophageal Spingter) (Harding, Matthew et all, 2013).
Gangguan fisiologi dari lambung juga akan meningkatkan faktor ofensif GERD. Gangguan
fisiologi ini dimulai makan terlalu banyak makanan berlemak yang akan memperlambat motilitas usus
ditambah makan makanan iritan pedas dan asam akan meingkatkan sekresi HCL. Peningkatan HCL
juga dapat disebabkan oleh beberapa obat-obatan seperti antikolinergik dan calcium channels blocker
yang memblock reseptor muskarinik di otot polos LES sehingga otot polos LES akan relaksasi. Selain
itu, penggunaan obat jenis NSAID akan menghambat pembentukan prostaglandin dimana penurunan
pembentukan prostaglandin tersebut akan meningkatkan HCL karena prostaglandin memiliki reseptor
di sel mukosa lambung yang dapat mensekresi mukosa dan bikarbonat sebagai penetral dari HCL.
Pada sel parietal lambung penghasil HCL juga terdapat reseptor prostaglandin yang dapat
menghambat pembentukan HCL (Harding, Matthew et all, 2013).
Perubahan struktural lambung dan gangguan fisiologis lambung yang menyebabkan
peningkatan faktor offensif yang berulang dan persistesn akan menyebabkan relaksasi dari LES dan
refluk HCL ke esofagus. Reflek esofagus ini akan mengiritasi mukosa esofagus dan menyebabkan
inflamasi. Inflamasi pada esofagus akan menimbulkan heartburn rasa terbakar pada daerah dada
diamana orang tersebut tidak memiliki faktor risiko pennyakit jantung. Iritasi pada esofagus juga akan
merangsang nervus aferen untuk mengirim sinyal ke pusat vomiting di batang otak dan pada akhirnya
akan menimbulkan perasaan mual dan ingin muntah atau vomiting. Iritasi yang kronis akan
menyebakan perubahan epitel squamosal menjadi epitel columnar yang merupakan awal dari Barret’s
esofagus. Barret’s esofagus dapat proges menjadi adenocarcinoma. Pendarahan dan striatur atau
penyumbatan pada esofagus juga dapat menyebabkan muntah darah dan disfagia. Refluk HCL yang
masuk ke laring akan menyebabkan iritasi pada laring dan menyebabkan batuk kronik, asma dan suara
yang serak (Harding, Matthew et all, 2013).
Daftar pustaka :

Harding, Matthew et all. 2013. Pathology and Clinical Finding of Gastroesophageal Reflux
Disease. Pdf. Availaible from:www.thecalgaryguide.com
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2013. Revisi konsensus nasional penatalaksanaan
penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease/ GERD) di Indonesia. Jakarta:
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia.
Guarner,Lazaroetall. 2008. Map of digestive disorders and diseases. World Gastroenterology
Organization [Internet]. Availablefrom:http://www.worldgastroenterology.org/UserFile/-2008-map-
of-digestive-disorders.pdf.
AW, Sudoyo et all.2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing.
Media Aesculapius. 2014. Kapita selekta kedokteran jilid II. 4th ed. Jakarta: Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai