Anda di halaman 1dari 31

PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARISASI MUTU SIMPLISIA

RIMPANG TEMULAWAK ( Curcuma xanthorriza Rhizoma ) dengan


PENGERINGAN SINAR MATAHARI NAUNGAN KAIN HITAM dan
PENYIMPANAN TERBUKA

Filed under: Laporan Praktikum Tempoe Kuliah dulu, Uncategorized — Leave a


comment
December 8, 2011

TUJUAN

1. Mengetahui teknik pasca panen dari rimpang temulawak


2. Mengetahui pengaruh pengeringan sinar matahari dengan naungan kain
hitam dan penyimpanan terbuka terhadap mutu dari simplisia temulawak.

DASAR TEORI

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya,


maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal, dan untuk dapat memenuhi
syarat minimal itu, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain adalah:

1. Bahan baku simplisia


2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku
simplisia
3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia

Pemilihan sumber tanaman obat sebagai bahan baku simplisia nabati merupakan
salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu simplisia, termasuk di
dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan
maupun jenis tahan tempat tumbuh tanaman obat.
Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut:

1. Pengeringan
2. Fermentasi
3. Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat dll)
4. Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati)

Adapun tahapan – tahapan pembuatan simplisia secara garis besar adalah:

1. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
pada:

Bagian tanaman yang digunakan

Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen

Waktu panen

Lingkungan tempat tumbuh

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan


asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang,
daun, akar yang telah rusak serta pengotor-pengotor lainnya harus dibuang

3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya


yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang
mengali
4. Perajangan

Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan.

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu lama

6. Sortasi kering

Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain


yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

7. Pengepakan dan penyimpanan

Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan
dalam, antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air,
pengotoran, serangga dan kapang

Klasifikasi tanaman

Curcuma xanthorriza Roxb.

Sinonim : Curcuma zerumbet majus Rumph.

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma xanthorriza Roxb.

Kandungan kimia tanaman

Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak antara lain; amilum, lemak,
tannin, kurkuminoid (zat warna kuning) dan minyak atsiri (Gunawan dkk, 1988).
Minyak atsiri 5% (dengan komponen utama 1-cycloisoprene myrcene 85%).
Kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin (sudarsono dkk,
1996)

Kurkumin adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air, larut dalam
alkohol. Dalam larutan basa, kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna
merah kecokaltan yang apabila ditambahkan larutan asm akan berubah warna
menjadi kuning ( Sudarsono dkk, 1996)

Bentuk kristal kurkumin, adalah batang atau prisma, dengan titik leleh 183-
185oC. Kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut
daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam
asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985)

Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalm larutan, tidak
stabil pada pH dan cahaya sehingga sukar untuk dibuat dalam bentuk sediaan
(Tonnesen dan Karisen, 1997). Kurkumin stabil pada dibawah pH 6,5. Kurkumin
akan terdegradasi di bawah pH 6,5, hal ini disebabkan adanya gugus metilen aktif.
Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (pH 7-10) akan
menghasilkan asm ferulat dan feruloil metan. Akibat degradasi ini, terjadi
perubahan warna larutanya yaitu pada pH 1-7 larutan berwarna kuning, sedang
pada pH 7,5-9,1 larutan berwarna merah jingga.
Deskripsi Simplisia.

Rimpang temulawak adalah rimpang Curcuma xanthorriza Roxb. Kadar minyak


atsiri tidak kurang dari 6% v/b .

Pemerian. Bau aromatik, rasa tajam dan pahit.

Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis
tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut, warna
coklat kuning sampai coklat; bidang irisan berwarna coklat kuning buram,
melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada
batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3 mm sampai 4
mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang

Parameter standar simplisia

Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan


digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu.
Sebagai parameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum
dalma monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan RI seperti Materia Medika
Indonesia.

Penetapan kadar air

Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam
bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau
gravimetri.

Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada


temperatur105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan
sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka.

Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal


(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan

Penetapan kadar Minyak atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini,
simplisia yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut
mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis
dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode panas langsung,
mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap
melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah kontak
langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini
dilakukan pada tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan (
Claus dan Tyler, 1970).

Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri (7-30%) yang terdiri dari


xanthorrhizol, α-antlatone, borneol, iso-borneol, bisacumol, bisacurol,
bisacurone, bisacurone epoxide, camphene, camphor, d-camphore, cineol, 1,8-
cineol, curzurene, curzerenone,α-curcume, ar-curcumene, curlone, cymene, α-
elemene, δ-elemene, turmerone, ar-turmerone, α-turmerone, β-turmerone,
isofurano-germacrene, phellandrene, cycloisoprene, isoprenemyrcene, myrcene,
p-toluyl-methyl-carbinol, (R)-(–)xanthorrizhol, α-pinen, linalool,α-terpineol,
limonene, β-farnesene, germacrone, β-sesquiphellandrne, bisacurone A,B, 1-
cyclo-isaoprenemyrcene, sinamaldehid ( anonim, 1979; Wagner dkk, 1984)

Kadar Zat Aktif

KLT Densitometri
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat
teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja
tinggi ( Harborne, 1987)

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang
paling cocok untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya
memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif
singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang
minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985)

KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan
densitometer sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara
kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang
gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan
densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag.
Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya
lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan
secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001)

Untuk keperluan standarisai sampel yang mengandung kurkumin, dibutuhkan


metode analitik yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid dari bahn-bahan lain
yang terdapat dalam tumbuhan, antara lain dapat dikerjakan dengan KLT dan
KCKT, tetapi sulit diterapkan dalam sampel biologi. Analisa kurkumin yang yang
telah berhasil dilakukan antara lain dengan cara Kromatografi kolom yang dibantu
dengan spektrofotometri ( Srinivasan,k 1953); KLT (Sudibyo, 1996), ataupun
KCKT ( Tonnesen dan Karlsen, 1983)

I. Alat dan Bahan

Pembuatan Simplisia
Bahan : Rimpang temulawak sebanyak 2 kg, didapat

Alat : Pisau, Telenan, Pengiris mekanik, Bak Cuci, Alas pengering, Kain
Hitam, Alat penumbuk

Susut Pengeringan

Bahan : Serbuk temulawak 10 gram

Alat : Cawan petri, kertas saring, timbangan, batu kapur tohor, tempat
eksikator, Pemanas (tara)

Penetapan kadar Minyak Atsiri

Bahan : Serpihan Rimpang temulawak 50 mg, aquadest..

Alat ; Destilasi stahl, flakon

Penetapan Kadar air

Bahan : Serbuk temulawak 10,06gr, toluene 200 ml

Alat : Destilasi toluen

Penetapan kadar zat aktif

Bahan : Serbuk temulawak 1 gram, etanol 95% 5ml, kurkumin standart, Silika gel
60 F 254, kloroform : metanol : asam formiat ( 95 : 5 : 0,5),

Alat : Tabung reaksi, kertas saring, corong, flakon, gelas ukur, chamber,
densitometer

II. Cara Kerja

Sistematika Kerja
Hari ke Tanggal Jenis kegiatan
0 28 September 2006 Sortasi basah , pencucian, pengubahan bentuk,
pengeringan
4 2 Oktober 2006 Sortasi keirng, pengepakan, penyimpanan
49 16 November 2006 Penggerusan simplisai temualwak
56 23 November 2006 Penetapan kadar air, susut pengeringan, maserasi
serbuk
70 7 desember 2006 Penetapan kadar minyak atsiri, susut pengeringan,
penetapan kadar zat aktif (KLT-densitometri)

Pembuatan Simplisia

Penimbangan Curcuma xanthorriza rhizome

Sortasi basah

Pencucian Simplisia

Perajangan Simplisia dengan tebal 3mm-4mm

Simplisia dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditutup kain hitam

Simplisia dibolak-balik, hingga kering merata


Sortasi Kering

Sinplisia ditempatkan di nampan, dan disimpan di tempa terbuka

Penulisan Etiket

Simplisia diserbuk dan dihancurkan

Uji kualitas simplisia

Susut Pengeringan

Panaskan cawan petri kosong

Masukkan dalam desikator

Ditimbang sebagai bobot awal

Simplisia 10 gram dimasukkan dalam cawan petri, lalu ratakan

Petri + simplisia ditmbang lagi


*Masukkan dalam tara (pemanas) selama 1 jam

Tutup dibuka untuk menghilangkan uap panas

Cawan petri + simplisia dimasukkan kembali dalam desikator

Cawan petri + simplisia ditimbang lagi

Ulangi langkah dari * dua kali tapi dengan waktu 30 menit

Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Ditimbang 50 mg serbuk kasar temulawak

Dimasukkan ke dalam labu

Ditambahkan air secukupnya hingga serbuk terendam

Dipanaskan dengan destilasi selama 2 jam


Dihitung volume dan kadar minyak atsiri

Penetapan Kadar air

Serbuk temulawak 10,06 gr dimasukkan dalam labu

Ditambah 200 toluen murni yang talah dijenuhkan

Tunggu sampai mendidih

Hitung sakal air yang terkumpul

Penetapan Kadar Zat aktif

Ditimbang 1 gram serbuk temulawak

Maserasi dalam 5 ml etanol

Dgojog selama 30 menit

Masukkan dalm flakon

Ditambah etanol ad 5 ml

Larutan/maserat diuapkan sampai 1 ml

Ditotolkan di KLT 3 μl

Orientasi Kuva Baku Kurkumin

Randemen ekstrak menurut MMI = 3,5 %

Kadar Kurkumin ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi = 1,55%

Jadi dalam 1 gram temulawak terdapat

3,5% x 1000mg = 35 mg sari ekatrak

Dalam 1 gram temulawak terdapat

1,55% x 35 mg = 0,54 mg kurkumin

ekstrak etanolik diaddkan sampai 1 ml => kadar kurkumin 0,54mg/ml = 0,54


μg/μl

Jadi dengan pengambilan 1μl kadar kurkumin = 0,54 μg/μl

Stok kadar kurkumin standar adalah 1 μg/μl

Jadi rentang kadar kurva baku adalah 0,5 μg/μl – 1 μg/μl – 2μg/μl – 4 μg/μl

Volume penotolan adalah 0,5 μl – 1 μl – 2μl – 4 μl

Volume penotolan sampel adalah 3 μl

III. HASIL PERCOBAAN


Pembuatan Simplisia

1. Sortasi basah

Berat awal : 2 kg

Jenis pencemar : tanah, debu, akar

2. Pencucian

Berat awal : 2kg

Berat setelah dicuci : 2,1 kg

Masalah yang dihadapi : –

3. Perajangan

Jenis alat : mekanik

Tebal : 3mm-4mm

4. Pengeringan

Jenis : Sinar matahari di tutup kain hitam

Lama pengeringan : 4 hari

5. Pengepakan

Tidak dikemas, ditempatkan di nampan

6. Penyimpanan

Jenis : Penyimpanan terbuka

7. Randemen simplisia
Bobot basah bahan : 2,1 kg

Bobot kering simplisia : 0,45 kg

Perhitungan randemen ; 0,45/2,1 x 100% = 21,428%

8. Susut Pengeringan

Susut Pengeringan I

Berat sampel temulawak = 10 gram

Bobot petri kosong = 85,32 gram

Pemansan oven = 105 o C

Menit ke Berat petri kosong + serbuk temulawak


0 95,34g
60 94,23g
90 94,20g
120 94,17g

Susut pengeringan selama 60 menit

10- (94,23 – 85,32) gram x 100% = 10,9 %

10

Susut pengeringan selama 90 menit

10- (94,20 – 85,32) gram x 100% = 11,2 %

10

Susut pengeringan selama 120 menit


10- (94,17 – 85,32) gram x 100% = 11,5 %

10

Susut Pengeringan II

Berat sampel temulawak = 10 gram

Bobot petri kosong = 84,66 gram

Pemansan oven = 105 o C

Menit ke Berat petri kosong + serbuk temulawak


0 94, 59g
60 93,35g
30 93,35g
30 93,34g

Susut pengeringan selama 60 menit

10- (93,35 – 85,32) gram x 100% = 13,1 %

10

Susut pengeringan selama 90 menit

10- (93,35 – 85,32) gram x 100% = 13,1 %

10

Susut pengeringan selama 120 menit

10- (93,35 – 85,32) gram x 100% = 13,2 %

10
Rata-rata susut pengeringan selama 60 menit = 10,9 + 13,1 = 12 %

Rata-rata susut pengeringan selama 90 menit = 11,5 + 13,1 = 12,5%

Rata-rata susut pengeringan selama 120 menit = 11,5 + 13,2 = 12,35 %

9. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Berat serbuk kasar = 50 mg

Volume minyak atsiri = 0,5 ml

Kadar minyak atsiri = 0,5ml/ 50 mg = 1 % b/v

Warna minyak atsiri = bening agak kuning muda

Bau minyak atsiri = khas, getir

Penetapan Kadar air

Toluen 200 ml ditambah 10 ml air, aquadest diambil tersisa 9,6 ml, jadi masih ada
0,4 ml air yang tertinggal di toluen

Berat serbuk : 10,06 gram

Volume toluene : 200ml

Volume air dlm serbuk temulawak = Volume air yang menetes – Volume air dlm
toluena
= 1,0 ml –0,4 ml

= 0,6 ml

Kadar air = 0,6 ml/ 10,0 gr x 100 % = 6 % v/b

Penetapan Kadar Zat aktif

Penetapan kadar zat aktif secara KLT-Densitometri

Fase diam : Silika gel 60 F 254

Fase gerak : Kloroform : Metanol : asam formiat

Kadar kurkumin standar : 1 μg/μl

Penotolan untuk kurva baku satandar kurkumin ; 0,5μl – 1μl – 2μl – 4μl

Penotolan sampel ekstrak etanolik temulawak sampel adalah ; 3μl

Hasil KLT

no Rf Sinar tampak UV 254 UV 366


1 2,3 / 8 = 0,28 Kuning
2 3,4 / 8 = 0,42 Kuning
3 5,3 / 8 = 0,66 Kuning

Data Kurva Baku

Konsentrasi kurkumin ( μg/μl) Luas area


0,5 1, 10014 x 104
1 2,07481 x 10 4
2 5, 46830 x 104
4 6, 71978 x 10 4
Persamaan Kurva baku :a = 0,8055 ; b = 1,6187 ; r = 0,930

Y = bx + a <=> y = 1,6187x + 0,8055

Luas area sampel kurkumin = 40,69958 x 104

Jadi konsentrasi kurkumin

Y = 1,6187x + 0,8055

40,69958 = 1,6187x + 0,8055

x = 24, 645 μg/μl

Volume pengambilan 3μl = > 24,645 μg/μl

Jadi dalam 1μl konsentrasi kurkumin = > 24,645 μg/μl = 8,215 μg/μl

= 8,125 mg/ ml

= 0,8125 g/100ml

= 0,8125 % b/v

IV. Pembahasan

Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada
simplisia rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza rhizhome). Penanganan
pasaca panen ini akan berpengaruh terhadap mutu simplisia yang akan dibuat
bahan baku obat. Untuk mengetahui pengaruh pasca panen tanaman obat terhadap
mutu dan kandungan simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas simplisia. Uji-
uji yang dilakukan dalam praktikum ini meliputi uji kadar minyak atsiri, susut
pengeringan, kadar zat aktif dan uji kadr air. Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai
standarisasi simplisia untuk bahan obat.

Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat simplisia
yang baik, benar dan memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti
pada setiap tahap teknologi pasca panen. Tahap-tahap tersebut meliputi sortasi
basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan,
dan penyimpanan

Pada sortasi basah, Rimpang temulawak harus dipisahkan dari Pencemar-


pencemar lain seperti gulma, rumput, tanah, kerikil, bagian rimpang yang rusak
dan bahn tanaman lain atau jenis rimpang lain. Tanah mengandung bermacam-
macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia
dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Pada sortasi basah
ini juga dipisahkan rimpang dari akar dan batang dari tanaman temulawak.
Setelah didapatkan rimpang yang utuh dan bebas dari pencemar, rimpang tersebut
ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.. Berat awal didapatkan sebesar 2,1
kg.

Tahap selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dilakukan di air yang mengalir


yaitu dari sumur dan ledeng. Pencucian menggunakan air sumur perlu
memperhatikan pencemar yang mungkin timbul akibat mikroba. Beberapa bakteri
pencemar air yang perlu diketahui adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococus,
Streptococcus, Bacillus, Enterobacter, dan Escheria coli. Dari hasil penelitian
yang diklakukan oleh Frazier (1978) dilaporkan bahwa untuk pencucian sayuran
yang dilakukan sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanak
25%. Namun pencucian yang dilakukan sebanyak tiga kali akan menurunkan
mikroba sebanyak 58%. Pada rimpang dalam keadaan basah mungkin masih
terbapat pencemar mikroba. Namun setelah pengeringan nanti pencermar tersebut
akan berkurang secara drastis, akibat sedikitnya kandungan air. Pencucian
menggunakan fasilitas air air PAM (ledeng) sering tercemar dengan kapur khlor.
Jika airnya mengandung kapur klor, akan menyebabkan suasana basa, sehingga
kemungkinkan, kandungan kurkumin dalam rimpang dapat terdegradasi menjadi
asam ferulat dan feruloil metan.

Tahap pengubahan bentuk dilakukan dengan merajang rimpang secara melintang


dengan tebal kira-kira 3mm-4mm. Tujuan perajangan ini adalah untuk
memeperluas permukaan bahan baku, sehingga waktu pengeringan cepat kering.
Irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat
berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan
rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak dihindari
perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri.
Dengan perajangan, akan terbentuk simplisia temulawak yang mempunyai bentuk
yang teratur, mudah dikemas dan mudah disimpan

Pada proses pengeringan, rimpang temulawak yang telah dicuci, dijemur di bawah
sinar matahari secara tidak langsung atau ditutup dengan kain hitam. Secara
umum , pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif
yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar enzimatis seperti hidroliss,
oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan turun. Pengeringan
simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik naik dengan
adanya air dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa pencucian. Dengan
pengeringan, kadar air yang terdapat dalam simplisia akan berkurang sampai pada
titik tertentu yang menyebabkan enzim-enzim menjadi tidak aktif. Selain itu,
dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri. Kapang
sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan kadar air sekitar
18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu simpan
simplisia(Hutapea, 1992). Selain itu pengeringan memudahkan pada tahap
selanjutnya ( ringkas, mudah dikemas, dan mudah disimpan) Penutupan dengan
kain hitam bertuuan untukmenghindari penguapan yang terlalu cepat yang dapt
berakibat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam rimpang temulawak.
Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak
langsung dengan pancaran sinar ultra violet. Simplisia ini ditempatkan pada rak
besi yang tebuka bagian sisi kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi
udara bagus. Selama penjemuran, simplisia terkadang dibalik-balik , agar
pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening, mengingat ketebalan irisan
temulawak sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringa
juga untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan
naungan kain hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat,
jadi harus sering dibalik agar simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur
pada proses pengeringan dapat mempengaruhi komposisi dari zat aktif maupun
minyak atsiri.

Menurut teori, pengeringan simplisia sampai kadar airnya kurang dari 10%,
namun dalam praktikum ini tidak dapat ditentukan secara pasti apakah kadar air
simplisia kurang dari 10%. Proses pengeringan dihentikan bila simplisia sudah
kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara. Hal ini dikarenakan titik kekeringan
yang tepat biasanya dapat ditentukan dari kerapuhan dan mudah patahnya bagian
tanaman yang dikeringkan (Claus, 1970)

Pengeringan irisan temulawak ini berlangsung selama 4 hari, dengan pemanasan


sinar matahari pada siang hari dan tanpa tejadinya hujan. Pengeringan sinar
matahari dengan naungan kain hitam, relatif berlangsung lebih lama karena
sirkulasi udar kurang bagus, sehingga transfer uap air keluar dari rimpang menjadi
lebih lambat, jadi kecepatan pengeringan lebih lambat. Pengeringan dengan
matahari mempunyai kelebihan yaitu murah, tetapi mempunyai banyak
kekurangan yaitu suhu dan kelembapan yang tidak dapat dikontrol, perlu area
penjemuran yang luas, mudah terkontaminasi, simplisia mudah hilang, misalnya
diterbangkan angin, dimakan hewan atau mungkin mudah dicuri.

Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. Sortasi kering ini dengan memilah-
milah simplisia yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan ukuran
simplisia yang memenuhi syarat. Mengingat simplisia dijemur di lingkungan luar,
maka perlu diperhatikan adnaya pencemar. Pencemar tersebut diantaranya adalah
simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam wadah simplisia
temulawak.Serangga yang suka hinggap di simplisia, kotoran hewan dan jenis
sampah-sampah lain. Setelah itu ditimbang berat bersih dari simplisia yaitu 0,45
kg. Rimpang dengan bobot basah mempunyai berat basah sebesar 2,1 kg, tetapi
setelah diolah menjadi simplisia kering yang memenuhi persyaratan bentuk dan
penampilan, didapatkan hasil sebesar 0,45kg. Jadi randemen sebesar 21,48%

Tahap selanjutnya adalah pengepakan dan penyimpanan. Simplisia yang telah


kering, harus segera dikemas dan disimpan. Simplisia perlu ditempatkan dalam
suatu wadah agar tidak saling bercampur antar simplisia satu dengan yang lain.
Simplisia temulawak ditempatkan dalam wadah nampan dan disimpan dalam
keadaan terbuka. Simplisia disimpan dalam suhu kamar yaitu pada suhu antara
15o-30oC. Kelembapan tidak diatur. Penyimpanan simplisia temualwak
ditempatkan dalam almari tertutup. Hal ini mempunyai keuntungan yaiu
mencegah angin masuk, Serangga sukar masuk dan simplisia tidak terkena sinar
matahariyang berlebihan, namun sirkulasi udaranya kurang lancar. Penyimpanan
simplisia secara terbuka, kurang begitu melindungi simplisia, karena simplisia
kontak langsung dengan udara luar, sehingga kurang terjaganya kelembapan,
keutuhan zat aktif dan bentuknya. Dalam penyimpanannya simplisia tersebut
harus diberi etiket. Etiket tersebut minimal harus memuat nama simplisia, berat
kering, berat basah, tanggal pembuatan, lama pengeringan , jenis pengeringan,
dan nama pembuat simplisia.

Setelah pembuatan simplisia selesai, maka simplisia tersebut di uji kualitasnya,


apakah memenuhi syarat apa tidak. Uji-uji yang dilakukan pada praktikum ini
diantaranya adalah susut pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan
kadar air, dan penetapan kadar zat aktif. Uji kualitas simplisia setelah
penyimpanan terbuka selam 45 hari.

1. Susut pengeringan
Pada uji susut pengeringan, dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperatur105oC selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit atau sampai
berat konstan. Pada suhu 105oC ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa
yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga.
Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai prosen terhadap bobot awal. Pada
praktikum ini uji susut pengeringan tidak sampai pada berat konstan karena
keterbatasan waktu. Pada menit ke 60 susut pengeringan sebesar 12%. Pada menit
ke 90 susut pengeringan sebesar 12,15%, dan pada menit ke 120 susut
pengeringan sebesar 12,35%. Dengan begitu, semakin lama pengeringan, semakin
besar nilai susut pengeringannya. Tetapi selisih kenaikan susut pengeringan
amatlah sedikit yaitu sekitar 0,15% – 0,2%. Tujuan mengetahui susut pengeringan
adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang
hilang pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan selama 30 menitnya,
simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawanya sekitar 12%. Untuk 30
menit berikutnya , simplisia akan kehilangan senyawa dengan kenaikan (selisih)
sebesar 0,15% – 0,2%.

Pada simplisia temulawak ini mengandung minyak menguap, jadi susut


pengeringan ini tidak bisa dikatakan identik dengan kadar air, karena berat
simplisia yang berkurang bukan hanya disebabkan kehilangan air, namun juga ada
zat lain seperti minyak atsiri. Sedangkan kurkumin dalam bentuk kristal
mempunyai titik lebur sebesar 183-185oC. Jadi pada suhu 105oC, kristal kurkumin
ini tidak ikut menguap. Jadi pada susut pengeringan ini simplisia temulawak ini
akan kehilangan senyawa sebesar 12, 16% selama proses pengeringan. Senyawa
yang hilang (menguap) paling banyak adalah minyak menguap dan air

2. Penetapan Kadar Air

Menetapan kadar air pada simplisia kering temulawak digunakan destilasi toluen.
Seperti yang diketahui, simplisia ini sebelumnya mengalami proses pengeringan
sehingga banyak kadar air yang menguap. Sedangkan air yang masih tersisa dalm
simplisia sangat sedikit, dan air tersebut berada di dalam sel. Sehingga perlu
destilasi toluen untuk mengeluarkan air dari dalam sel. Dengan pemansan, air
akan keluar dari sel, ketika keluar, air tidak dapat bercampur dengan toluen,
sehingga air memisah dan dapat diukur volumenya.

Tujuan dari penetapan kadar air ini, untuk mengetahui kadar air dalam simplisia
kering temulawak. Kadar air yang diperbolehkan dalam simplisia untuk
menghambat pertumbuhan jamur dan aktivitas enzim adalah kurang dari 10%,.
Pada proses pengeringan belum diketahui secara pasti apakah kadar air sudah
kurang dari 10%. Walaupun simplisia dinyatakan sudah kering pada pengeringan
matahari, namun simplisia temulawak yang disimpan dalam keadaan terbuka
kemungkinan dapat menyerapa air dari lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan
dalam jangka waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan penetapan kadar air.

Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kadar air dari simplisia temulawak
sebesar 6% . Hal ini sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%. Dari hasil
ini dapat diketahui bahwa ruang penyimpanan mempunyai tingkat kelembapan
yang rendah, jadi, walau simplisia disimpan dalam keadaan terbuka, simplisia
akan sedikt menyerap kelembapan lingkungan. Dari hasil kadar ini menunjukkan
bahwa proses pengeringan sinar matahari naungan kain hitam ( selama 4 hari),
berjalan optimal

III. Penetapan kadar minyak atsiri

Simplisia sebelum ditetapkan kadar minyak atsiri, dipotong-potong kecil terlebih


dahulu. Proses perajangan ini berfungsi agar kelenjar minyak dapat terbuka secara
sempurna. Seperti yang kita ketahui bahwa minyak atsiri dalam kelenjar tanaman
dikelilingioleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh kantong minyak atau
rambut glandular, sehingga apabila simplisia dibiarkan utuh, proses ekstraksi
minyak atsiri berjalan lambat dan tidak efektif. Dengan ukuran yang lebih kecil,
difusi yang terjadi berkurang, sehingga pada penyulingan, laju penguapan minyak
atsiri dari simplisia menjadi cukup cepat dan efisien, karena tidak banyak uap
yang lolos. Tetapi pemotongan simplisia juga mempunyai kelemahan yaitu
randemen minyak atsiri akan berkurang, karena penguapan dan komposisi bahan
akan berubah (Guenther, 1987). Jadi simplisia dipotong kecil-kecil dan kasar,
jangan sampai halus sekali. Karena semakin halus, randemen minyak atsiri akan
berkurang.

Penetapan kadar minyak atsiri ini menggunakan destilasi Stahl (penyulingan


dengan air). Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan
air mendidih. Simplisia tersebut terendam dalam air. Air dipanaskan dengan
metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu pemanasan langsung. Ciri khas
metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren,
1987). Rimpang temulawak ditetapkan kadar minyak atsiri menggunakan
destilasi stahl karena alasan sebagai berikut ;Simplisia tersebut dalam keadaan
kering, simplisia tersebut tidak rusak oleh pendidihan, simplisia tersebut mudah
tercelup karena bobot jenisnya tinggi, dan simplisia tersebut mudah bergerak
bebas dalam air mendidih. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu ekstraksi tidak
dapat berlangsung sempurna walaupun bahan dirajang, selain itu ada beberapa
ester yang terhidrolisis, senyawa aldehid mengalami polimerisasi akibat pengaruh
air mendidih (Samhoedi, 1976)

Dari hasil praktikum, didapatkan kadar minyak atsiri sebesar 1 %b/v. Menurut
Materia Medika Indonesia III , rimpang temulawak mengandung paling sedikit
6% minyak atsiri. Kadar minyak atsiri yang didapatkan dari hasil percobaan,
sangat kecil bila dibandingkan dengan kadar di MMI. Hal ini mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

1. minyak atsiri banyak yang hilang pada proses pengeringan. Secara teoritis,
kehilangan minyak atsiri selama pengeringan lebih besar daripada
pengaruh faktor lainnya. Hal ini terjadi karena pada proses pengeringan,
air dalam rimpang basah akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri
dan kemudian menguap. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan
tanaman tidak dapat berjalan secara langsung, karena minyak atsiri
tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui
proses hidrodifusi dengan bantuan air sebagai medium pembawa. Selama
proses pengeringan sebagian besar membran sel akan pecah dan cairan sel
akan keluar masuk dari sel satu ke sel yang lainya membentuk susunan
campuran zat yang baru. Selain itu, selama proses pengeringan akan
terjadi proses oksidasi, renifikasi, dan reaksi kimia lainnya.
2. Minyak atsiri akan dioksidasi karena adanya panas. Peneringan dengan
ditutup dengan kain hitam, panas yang ditimbulkan akan lebih tinggi,
karena kain hitam kan menyerap sinar matahri dan mengubahnya menjadi
panas.
3. Proses peruraian enzimatis dapat menyebabkan penurunan randemen.
Reaksi enzimatis tersebut dapat menguraikan kandungan zat aktif bagian
tanaman yang dikeringkan termasuk minyak atsiri.
4. Proses oksidasi oleh udara yang dapat merusak minyak atsiri. Proses
oksidasi oleh udara ini sangat mungkin terjadi karena simplisia temulawak
dikeringkan di lingkungan luar dan disimpan dalam keadaan terbuka,
Sehingga simplisia kontak langsung denga udara bebas, dan dapat
dimungkainkan terjadinya proses oksidasi minyak atsiri. Penyimpanan
simplisia yang relatif lama ( 45 hari ), dan dalam keadaan terbuka
menyebabkan banyaknya minyak atsiri yang hilang selama penyimpanan.

Pengeringan sinar matahari yang dinaungi kain hitam, setidaknya dapat


mengurangi resiko kehilangan minyak atsiri lebih banyak lagi. Dengan naungan
kain hitam, sinar uv yang sampai ke simplisia berkurang karena sinar tersebut
diserap oleh kain hitam. Sinar UV dapat merusak minyak atsri yang terkandung
dalam rimpang. Sinar uv kemungkinan akan mengkatalisis reaksi oksidasi,
polimerisasi dan resinifikasi, yang akhirnya akan menyebabkan berkurangnya
randemen minyak atsiri.

Selain dari segi penanganan pasca panen, kadar minyak atsiri juga ditentukan
pada waktu panen rimpang temulawak. Simplisia yang mengandung minyak atsiri
lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu
panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa
aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

4. Penetapan kadar zat aktif

Pada penetapan kadar minyak atsiri ini adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis-
Densitometer. Kelebihan metode ini adalah ; menghasilkan pemisahan kurkumin
yang cukup baik dari analognya, sensitivitasnya yang cukup baik, mudah dalam
pengerjaanya, dapat mengukur sampel yang abnyak dalam satu lempeng dan
waktu elusi lebih singkat. Kekurangan metode KLT-densitometer ini adalah
repeatability jelek, tidak cocok untuk sampel dengan kadar lebih kecil dari
mikrogram, dan kesalahan manusia yang cukup besar dalam pengambilan sampel.

Sebelum dipisahkan pada kromatografi lapis tipis, simplisia temulawak


diekstraksi terlebih dahulu. Sebelum diekstraksi, simplisia temulawak diserbuk
terlebih dahulu. Dalm ekstraksi ini diguanakna serbuk temulawak, dikarenakan
serbuk mempunyai ukuran partikel yang kecil sehingga diharapkan akan lebih
banyak kurkuminoid yang tersari. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut,
semakin besar ukuran partikel bahan awal akan semakin tebal lapisan batas,
akibatnya akan semakin panjang jarak yang harus ditempuh oleh cairan penyari
untuk mencapai zat aktif. Sehingga proses penyarian tidak efektif. Meskipun
demikian, serbuk tidak boleh terlalu halus karena, jika dinding sel pecah, zat-zat
yang tidak larut akan keluar (anonim, 1986)

Setelah simplisia dalam bentuk serbuk, diambil 1 gram serbuk dan dimaserasi
dengan etanol 95%. Hal itu dikarenakan kurkumin sukar larut dalam air, hexana,
dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut
dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985).
Kurkumin bersifat semipolar sehingga lebih terlarut dalam alkohol yaitu etanol .
Diguanakan etanol 95% karena denga kadar alkohol yang relatif tinggi akan
menyari kurkumin secara sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit,
sambil digojog. Menggunakan metode maserasi karena metode maserasi lebih
sederhana dari metode lain. Metode maserasi relatif lebih mudah pengerjaanya,
lebih murah, tidak perlu peralatan yang rumit, dan tidak perlu area yang rumit.
Selain itu, bahan yang akan disari yaitu rimpang temulawak dengan kandungan
senyawa kurkuminoidnya yang tinggi sehingga cukup dengan maserasi pun
senyawa dapat keluar dengan mudahnya. Setelah dimaserasi selama 30 menit, sari
di addkan 5ml dengan etanol, lalu dipekatkan sampai 1ml agar seragam dengan
kelompok lain.

Ekstrak pekat etanolik, lalu ditotolkan pada plate KLT dengan fase diam silika gel
60 F 254, dengan fase gerak kloroform : metanol : asam formiat ( 95:5:0,5).
Karena tujuan sebenarnya adalah untuk menentukan kadar kurkumin dalam
simplisia yang diberi perlakuan pengeringan dan penyimpanan tertentu, maka
dibutuhkan kurva baku yang terdiri dari konsentrasi kurkumin standart dengan
rentang kadar tertentu.

Untuk menentukan rentang kadar kurva baku yang akan dibuat, maka harus
memperhatikan randemen standart dalam rimpang temulawak dan kadar
kurkumin yang bisanya terdapat dalam ekstrak etanolik. Karena dalam pengerjaan
ekstraksi kurkumin tanpa pemurnian maka, kadar kurkumin yang dimaksudkan
adalah kadar pada ekstrak etanolik tanpa purifikasi. Randemen ekstrak etanolik
menurut MMI edisi III adalah sebesar 3,5%b/v. Sedangkan kadar kurkumin dalam
ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi menurut penelitian-penelitian sebelumnya
adalah sebesar 1,55%. Jadi setelah dihitung, setiap penotolan 1μl terdapat 0,54 μg
kurkumin. Dari data perhitungan itulah dapat digunakan batas-batas perkiraan
konsentrasi kurkumin standar yang akan dibuat kurva baku, agar konsentrasi
sampel tidak mengalami ekstrapolasi atau tidak jauh melesat dari konsentrasi
kurva baku. Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan bahwa konsentrasi
kurva baku kira-kira lebih tinggi dari 0,54μg/μl. Jadi rentang kadar yang
digunakan dalam kurva baku adalah 0,5μg/μl– 1μg/μl – 2μg/μl – 4μg/μl. Karena
kadar stok standar kurkumin adalah 1μg/μl, maka penotolan pada KLT sebesar
0,5μl– 1μl – 2μl – 4μl.
Setelah plate KLT dielusi maka akan muncul tiga bercak dengan daya pemisahan
yang bagus. Bercak tersebut dalam sinar tampak akan berwarna kuning. Bercak
pertama yaitu dengan intensitas warna kuning yang paling rendah (Rf = 0,287),
dalam pustaka disebut dengan bisdesmetoksikurkumin. Bercak kedua yaitu
dengan intensitas warna kuning lebuh tinggi ( Rf = 0,42 ), dalam pustaka disebut
dengan senyawa desmetoksikurkumin. Sedangkan bercak ketiga dengan ketebalan
bercak yang paling tinggi dan intensitas warna kuning paling tinggi (Rf = 0,66).
Senyawa pada Rf inilah yang disebut dengan kurkumin. Pada bercak yang nomor
3 inilah yang akan dihitung kadarnya dengan densitometer.

Dari hasil densitometer densitas bercak dapat digambarkan sebagai luas area.
Dengan perbandingan antara konsentrasi dan luas area didapatkan persamaan y =
1,6187x + 0,8055. Sedangkaan luas area sampel adalah 40,69958 x 104. Jadi
kadar kurkumin pada simplisia temulawak yang dikeringkan sinar matahari
dengan naungan kain hitam dan penyimpanan terbuka adalah 8,125 mg/
ml. Kadar kurkumin dalam sampel tersebut sangatlah tinggi, bahkan ekstrapolasi
terhadap kurva baku. Bila dibandingkan dengan standar, tingginya kadar
kurkumin, cenderung tidak dipengaruhi oleh faktor penanganan pasca panen,
khususnya faktor pengeringan dan penyimpanan. Hal tersebut lebih disebabkan
oleh faktor internal dari rimpang temulawak itu sendiri, yaitu diantaranya:

1. Tempat tumbuh dari tanaman temulawak sangat mempengaruhi


keberadaan dan kadar senyawa aktif kurkumin, misalnya; temulawak di
daerah Imogiri menghasilkan kandungan kurkumin sebesar 0,625%,
sedangkan di daerah samigaluh dan bagelan sebesar 0,37% (Murniwaty,
2003)
2. Identitas jenis, Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat
dikonfirmasikan sampai informasi geneti sebagai faktor internal untuk
validasi jenis
3. Periode pemanenan rimpang temulawak. Waktu panen rimpang sangat erat
hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif yang akan dipanen.
Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung
senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Waktu panen rimpang yang
menghasilkan kadar kurkumin tinggi adalah pada musim kering.
4. Senyawa kurkumin terbentuk secara maksimal di dalam rimpang pada
umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur,
perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contohnya, simplisia
yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan
demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu
dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas sinar matahari.

I. Kesimpulan

1. Penanganan pasca panen rimpang temu lawak meliputi; Sortasi basah,


pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan
penyimpanan
2. Pengeringan simplisia temulawak dengan sinar matahari dan ditutup kain
hitam
3. Penyimpanan simplisia temulawak dengan penyimpanan terbuka sealma
45 hari
4. Prosentase susut pengeringan dari simplisia adalah 12, 16%
5. Kadar air dari simplisia temulawak adalah 6%
6. Kadar minyak atsiri dari simplisia adalah 1 %
7. Kadar zat aktif (Kurkumin) dari simplisia temulawak adalah 8,125 mg/ml
___________________________________________________

* Dokumentasi Laporan Praktikum Teknonolgi Pasca Panen

Anda mungkin juga menyukai