TUJUAN
DASAR TEORI
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan.
Pemilihan sumber tanaman obat sebagai bahan baku simplisia nabati merupakan
salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu simplisia, termasuk di
dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan
maupun jenis tahan tempat tumbuh tanaman obat.
Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut:
1. Pengeringan
2. Fermentasi
3. Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat dll)
4. Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati)
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
pada:
Waktu panen
2. Sortasi basah
3. Pencucian
Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan.
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu lama
6. Sortasi kering
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan
dalam, antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air,
pengotoran, serangga dan kapang
Klasifikasi tanaman
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak antara lain; amilum, lemak,
tannin, kurkuminoid (zat warna kuning) dan minyak atsiri (Gunawan dkk, 1988).
Minyak atsiri 5% (dengan komponen utama 1-cycloisoprene myrcene 85%).
Kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin (sudarsono dkk,
1996)
Kurkumin adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air, larut dalam
alkohol. Dalam larutan basa, kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna
merah kecokaltan yang apabila ditambahkan larutan asm akan berubah warna
menjadi kuning ( Sudarsono dkk, 1996)
Bentuk kristal kurkumin, adalah batang atau prisma, dengan titik leleh 183-
185oC. Kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut
daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam
asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985)
Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalm larutan, tidak
stabil pada pH dan cahaya sehingga sukar untuk dibuat dalam bentuk sediaan
(Tonnesen dan Karisen, 1997). Kurkumin stabil pada dibawah pH 6,5. Kurkumin
akan terdegradasi di bawah pH 6,5, hal ini disebabkan adanya gugus metilen aktif.
Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (pH 7-10) akan
menghasilkan asm ferulat dan feruloil metan. Akibat degradasi ini, terjadi
perubahan warna larutanya yaitu pada pH 1-7 larutan berwarna kuning, sedang
pada pH 7,5-9,1 larutan berwarna merah jingga.
Deskripsi Simplisia.
Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis
tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut, warna
coklat kuning sampai coklat; bidang irisan berwarna coklat kuning buram,
melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada
batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3 mm sampai 4
mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang
Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam
bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau
gravimetri.
Susut Pengeringan
Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini,
simplisia yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut
mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis
dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode panas langsung,
mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap
melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah kontak
langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini
dilakukan pada tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan (
Claus dan Tyler, 1970).
KLT Densitometri
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat
teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja
tinggi ( Harborne, 1987)
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang
paling cocok untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya
memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif
singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang
minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985)
KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan
densitometer sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara
kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang
gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan
densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag.
Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya
lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan
secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001)
Pembuatan Simplisia
Bahan : Rimpang temulawak sebanyak 2 kg, didapat
Alat : Pisau, Telenan, Pengiris mekanik, Bak Cuci, Alas pengering, Kain
Hitam, Alat penumbuk
Susut Pengeringan
Alat : Cawan petri, kertas saring, timbangan, batu kapur tohor, tempat
eksikator, Pemanas (tara)
Bahan : Serbuk temulawak 1 gram, etanol 95% 5ml, kurkumin standart, Silika gel
60 F 254, kloroform : metanol : asam formiat ( 95 : 5 : 0,5),
Alat : Tabung reaksi, kertas saring, corong, flakon, gelas ukur, chamber,
densitometer
Sistematika Kerja
Hari ke Tanggal Jenis kegiatan
0 28 September 2006 Sortasi basah , pencucian, pengubahan bentuk,
pengeringan
4 2 Oktober 2006 Sortasi keirng, pengepakan, penyimpanan
49 16 November 2006 Penggerusan simplisai temualwak
56 23 November 2006 Penetapan kadar air, susut pengeringan, maserasi
serbuk
70 7 desember 2006 Penetapan kadar minyak atsiri, susut pengeringan,
penetapan kadar zat aktif (KLT-densitometri)
Pembuatan Simplisia
Sortasi basah
Pencucian Simplisia
↓
Sortasi Kering
Penulisan Etiket
Susut Pengeringan
↓
Dihitung volume dan kadar minyak atsiri
Ditambah etanol ad 5 ml
↓
Ditotolkan di KLT 3 μl
Jadi rentang kadar kurva baku adalah 0,5 μg/μl – 1 μg/μl – 2μg/μl – 4 μg/μl
1. Sortasi basah
Berat awal : 2 kg
2. Pencucian
3. Perajangan
Tebal : 3mm-4mm
4. Pengeringan
5. Pengepakan
6. Penyimpanan
7. Randemen simplisia
Bobot basah bahan : 2,1 kg
8. Susut Pengeringan
Susut Pengeringan I
10
10
10
Susut Pengeringan II
10
10
10
Rata-rata susut pengeringan selama 60 menit = 10,9 + 13,1 = 12 %
Toluen 200 ml ditambah 10 ml air, aquadest diambil tersisa 9,6 ml, jadi masih ada
0,4 ml air yang tertinggal di toluen
Volume air dlm serbuk temulawak = Volume air yang menetes – Volume air dlm
toluena
= 1,0 ml –0,4 ml
= 0,6 ml
Penotolan untuk kurva baku satandar kurkumin ; 0,5μl – 1μl – 2μl – 4μl
Hasil KLT
Y = 1,6187x + 0,8055
Jadi dalam 1μl konsentrasi kurkumin = > 24,645 μg/μl = 8,215 μg/μl
= 8,125 mg/ ml
= 0,8125 g/100ml
= 0,8125 % b/v
IV. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada
simplisia rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza rhizhome). Penanganan
pasaca panen ini akan berpengaruh terhadap mutu simplisia yang akan dibuat
bahan baku obat. Untuk mengetahui pengaruh pasca panen tanaman obat terhadap
mutu dan kandungan simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas simplisia. Uji-
uji yang dilakukan dalam praktikum ini meliputi uji kadar minyak atsiri, susut
pengeringan, kadar zat aktif dan uji kadr air. Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai
standarisasi simplisia untuk bahan obat.
Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat simplisia
yang baik, benar dan memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti
pada setiap tahap teknologi pasca panen. Tahap-tahap tersebut meliputi sortasi
basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan,
dan penyimpanan
Pada proses pengeringan, rimpang temulawak yang telah dicuci, dijemur di bawah
sinar matahari secara tidak langsung atau ditutup dengan kain hitam. Secara
umum , pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif
yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar enzimatis seperti hidroliss,
oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan turun. Pengeringan
simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik naik dengan
adanya air dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa pencucian. Dengan
pengeringan, kadar air yang terdapat dalam simplisia akan berkurang sampai pada
titik tertentu yang menyebabkan enzim-enzim menjadi tidak aktif. Selain itu,
dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri. Kapang
sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan kadar air sekitar
18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu simpan
simplisia(Hutapea, 1992). Selain itu pengeringan memudahkan pada tahap
selanjutnya ( ringkas, mudah dikemas, dan mudah disimpan) Penutupan dengan
kain hitam bertuuan untukmenghindari penguapan yang terlalu cepat yang dapt
berakibat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam rimpang temulawak.
Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak
langsung dengan pancaran sinar ultra violet. Simplisia ini ditempatkan pada rak
besi yang tebuka bagian sisi kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi
udara bagus. Selama penjemuran, simplisia terkadang dibalik-balik , agar
pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening, mengingat ketebalan irisan
temulawak sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringa
juga untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan
naungan kain hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat,
jadi harus sering dibalik agar simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur
pada proses pengeringan dapat mempengaruhi komposisi dari zat aktif maupun
minyak atsiri.
Menurut teori, pengeringan simplisia sampai kadar airnya kurang dari 10%,
namun dalam praktikum ini tidak dapat ditentukan secara pasti apakah kadar air
simplisia kurang dari 10%. Proses pengeringan dihentikan bila simplisia sudah
kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara. Hal ini dikarenakan titik kekeringan
yang tepat biasanya dapat ditentukan dari kerapuhan dan mudah patahnya bagian
tanaman yang dikeringkan (Claus, 1970)
Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. Sortasi kering ini dengan memilah-
milah simplisia yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan ukuran
simplisia yang memenuhi syarat. Mengingat simplisia dijemur di lingkungan luar,
maka perlu diperhatikan adnaya pencemar. Pencemar tersebut diantaranya adalah
simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam wadah simplisia
temulawak.Serangga yang suka hinggap di simplisia, kotoran hewan dan jenis
sampah-sampah lain. Setelah itu ditimbang berat bersih dari simplisia yaitu 0,45
kg. Rimpang dengan bobot basah mempunyai berat basah sebesar 2,1 kg, tetapi
setelah diolah menjadi simplisia kering yang memenuhi persyaratan bentuk dan
penampilan, didapatkan hasil sebesar 0,45kg. Jadi randemen sebesar 21,48%
1. Susut pengeringan
Pada uji susut pengeringan, dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperatur105oC selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit atau sampai
berat konstan. Pada suhu 105oC ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa
yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga.
Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai prosen terhadap bobot awal. Pada
praktikum ini uji susut pengeringan tidak sampai pada berat konstan karena
keterbatasan waktu. Pada menit ke 60 susut pengeringan sebesar 12%. Pada menit
ke 90 susut pengeringan sebesar 12,15%, dan pada menit ke 120 susut
pengeringan sebesar 12,35%. Dengan begitu, semakin lama pengeringan, semakin
besar nilai susut pengeringannya. Tetapi selisih kenaikan susut pengeringan
amatlah sedikit yaitu sekitar 0,15% – 0,2%. Tujuan mengetahui susut pengeringan
adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang
hilang pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan selama 30 menitnya,
simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawanya sekitar 12%. Untuk 30
menit berikutnya , simplisia akan kehilangan senyawa dengan kenaikan (selisih)
sebesar 0,15% – 0,2%.
Menetapan kadar air pada simplisia kering temulawak digunakan destilasi toluen.
Seperti yang diketahui, simplisia ini sebelumnya mengalami proses pengeringan
sehingga banyak kadar air yang menguap. Sedangkan air yang masih tersisa dalm
simplisia sangat sedikit, dan air tersebut berada di dalam sel. Sehingga perlu
destilasi toluen untuk mengeluarkan air dari dalam sel. Dengan pemansan, air
akan keluar dari sel, ketika keluar, air tidak dapat bercampur dengan toluen,
sehingga air memisah dan dapat diukur volumenya.
Tujuan dari penetapan kadar air ini, untuk mengetahui kadar air dalam simplisia
kering temulawak. Kadar air yang diperbolehkan dalam simplisia untuk
menghambat pertumbuhan jamur dan aktivitas enzim adalah kurang dari 10%,.
Pada proses pengeringan belum diketahui secara pasti apakah kadar air sudah
kurang dari 10%. Walaupun simplisia dinyatakan sudah kering pada pengeringan
matahari, namun simplisia temulawak yang disimpan dalam keadaan terbuka
kemungkinan dapat menyerapa air dari lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan
dalam jangka waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan penetapan kadar air.
Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kadar air dari simplisia temulawak
sebesar 6% . Hal ini sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%. Dari hasil
ini dapat diketahui bahwa ruang penyimpanan mempunyai tingkat kelembapan
yang rendah, jadi, walau simplisia disimpan dalam keadaan terbuka, simplisia
akan sedikt menyerap kelembapan lingkungan. Dari hasil kadar ini menunjukkan
bahwa proses pengeringan sinar matahari naungan kain hitam ( selama 4 hari),
berjalan optimal
Dari hasil praktikum, didapatkan kadar minyak atsiri sebesar 1 %b/v. Menurut
Materia Medika Indonesia III , rimpang temulawak mengandung paling sedikit
6% minyak atsiri. Kadar minyak atsiri yang didapatkan dari hasil percobaan,
sangat kecil bila dibandingkan dengan kadar di MMI. Hal ini mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. minyak atsiri banyak yang hilang pada proses pengeringan. Secara teoritis,
kehilangan minyak atsiri selama pengeringan lebih besar daripada
pengaruh faktor lainnya. Hal ini terjadi karena pada proses pengeringan,
air dalam rimpang basah akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri
dan kemudian menguap. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan
tanaman tidak dapat berjalan secara langsung, karena minyak atsiri
tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui
proses hidrodifusi dengan bantuan air sebagai medium pembawa. Selama
proses pengeringan sebagian besar membran sel akan pecah dan cairan sel
akan keluar masuk dari sel satu ke sel yang lainya membentuk susunan
campuran zat yang baru. Selain itu, selama proses pengeringan akan
terjadi proses oksidasi, renifikasi, dan reaksi kimia lainnya.
2. Minyak atsiri akan dioksidasi karena adanya panas. Peneringan dengan
ditutup dengan kain hitam, panas yang ditimbulkan akan lebih tinggi,
karena kain hitam kan menyerap sinar matahri dan mengubahnya menjadi
panas.
3. Proses peruraian enzimatis dapat menyebabkan penurunan randemen.
Reaksi enzimatis tersebut dapat menguraikan kandungan zat aktif bagian
tanaman yang dikeringkan termasuk minyak atsiri.
4. Proses oksidasi oleh udara yang dapat merusak minyak atsiri. Proses
oksidasi oleh udara ini sangat mungkin terjadi karena simplisia temulawak
dikeringkan di lingkungan luar dan disimpan dalam keadaan terbuka,
Sehingga simplisia kontak langsung denga udara bebas, dan dapat
dimungkainkan terjadinya proses oksidasi minyak atsiri. Penyimpanan
simplisia yang relatif lama ( 45 hari ), dan dalam keadaan terbuka
menyebabkan banyaknya minyak atsiri yang hilang selama penyimpanan.
Selain dari segi penanganan pasca panen, kadar minyak atsiri juga ditentukan
pada waktu panen rimpang temulawak. Simplisia yang mengandung minyak atsiri
lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu
panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa
aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
Pada penetapan kadar minyak atsiri ini adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis-
Densitometer. Kelebihan metode ini adalah ; menghasilkan pemisahan kurkumin
yang cukup baik dari analognya, sensitivitasnya yang cukup baik, mudah dalam
pengerjaanya, dapat mengukur sampel yang abnyak dalam satu lempeng dan
waktu elusi lebih singkat. Kekurangan metode KLT-densitometer ini adalah
repeatability jelek, tidak cocok untuk sampel dengan kadar lebih kecil dari
mikrogram, dan kesalahan manusia yang cukup besar dalam pengambilan sampel.
Setelah simplisia dalam bentuk serbuk, diambil 1 gram serbuk dan dimaserasi
dengan etanol 95%. Hal itu dikarenakan kurkumin sukar larut dalam air, hexana,
dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut
dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985).
Kurkumin bersifat semipolar sehingga lebih terlarut dalam alkohol yaitu etanol .
Diguanakan etanol 95% karena denga kadar alkohol yang relatif tinggi akan
menyari kurkumin secara sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit,
sambil digojog. Menggunakan metode maserasi karena metode maserasi lebih
sederhana dari metode lain. Metode maserasi relatif lebih mudah pengerjaanya,
lebih murah, tidak perlu peralatan yang rumit, dan tidak perlu area yang rumit.
Selain itu, bahan yang akan disari yaitu rimpang temulawak dengan kandungan
senyawa kurkuminoidnya yang tinggi sehingga cukup dengan maserasi pun
senyawa dapat keluar dengan mudahnya. Setelah dimaserasi selama 30 menit, sari
di addkan 5ml dengan etanol, lalu dipekatkan sampai 1ml agar seragam dengan
kelompok lain.
Ekstrak pekat etanolik, lalu ditotolkan pada plate KLT dengan fase diam silika gel
60 F 254, dengan fase gerak kloroform : metanol : asam formiat ( 95:5:0,5).
Karena tujuan sebenarnya adalah untuk menentukan kadar kurkumin dalam
simplisia yang diberi perlakuan pengeringan dan penyimpanan tertentu, maka
dibutuhkan kurva baku yang terdiri dari konsentrasi kurkumin standart dengan
rentang kadar tertentu.
Untuk menentukan rentang kadar kurva baku yang akan dibuat, maka harus
memperhatikan randemen standart dalam rimpang temulawak dan kadar
kurkumin yang bisanya terdapat dalam ekstrak etanolik. Karena dalam pengerjaan
ekstraksi kurkumin tanpa pemurnian maka, kadar kurkumin yang dimaksudkan
adalah kadar pada ekstrak etanolik tanpa purifikasi. Randemen ekstrak etanolik
menurut MMI edisi III adalah sebesar 3,5%b/v. Sedangkan kadar kurkumin dalam
ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi menurut penelitian-penelitian sebelumnya
adalah sebesar 1,55%. Jadi setelah dihitung, setiap penotolan 1μl terdapat 0,54 μg
kurkumin. Dari data perhitungan itulah dapat digunakan batas-batas perkiraan
konsentrasi kurkumin standar yang akan dibuat kurva baku, agar konsentrasi
sampel tidak mengalami ekstrapolasi atau tidak jauh melesat dari konsentrasi
kurva baku. Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan bahwa konsentrasi
kurva baku kira-kira lebih tinggi dari 0,54μg/μl. Jadi rentang kadar yang
digunakan dalam kurva baku adalah 0,5μg/μl– 1μg/μl – 2μg/μl – 4μg/μl. Karena
kadar stok standar kurkumin adalah 1μg/μl, maka penotolan pada KLT sebesar
0,5μl– 1μl – 2μl – 4μl.
Setelah plate KLT dielusi maka akan muncul tiga bercak dengan daya pemisahan
yang bagus. Bercak tersebut dalam sinar tampak akan berwarna kuning. Bercak
pertama yaitu dengan intensitas warna kuning yang paling rendah (Rf = 0,287),
dalam pustaka disebut dengan bisdesmetoksikurkumin. Bercak kedua yaitu
dengan intensitas warna kuning lebuh tinggi ( Rf = 0,42 ), dalam pustaka disebut
dengan senyawa desmetoksikurkumin. Sedangkan bercak ketiga dengan ketebalan
bercak yang paling tinggi dan intensitas warna kuning paling tinggi (Rf = 0,66).
Senyawa pada Rf inilah yang disebut dengan kurkumin. Pada bercak yang nomor
3 inilah yang akan dihitung kadarnya dengan densitometer.
Dari hasil densitometer densitas bercak dapat digambarkan sebagai luas area.
Dengan perbandingan antara konsentrasi dan luas area didapatkan persamaan y =
1,6187x + 0,8055. Sedangkaan luas area sampel adalah 40,69958 x 104. Jadi
kadar kurkumin pada simplisia temulawak yang dikeringkan sinar matahari
dengan naungan kain hitam dan penyimpanan terbuka adalah 8,125 mg/
ml. Kadar kurkumin dalam sampel tersebut sangatlah tinggi, bahkan ekstrapolasi
terhadap kurva baku. Bila dibandingkan dengan standar, tingginya kadar
kurkumin, cenderung tidak dipengaruhi oleh faktor penanganan pasca panen,
khususnya faktor pengeringan dan penyimpanan. Hal tersebut lebih disebabkan
oleh faktor internal dari rimpang temulawak itu sendiri, yaitu diantaranya:
I. Kesimpulan