Anda di halaman 1dari 14

ETIKA BISNIS

“ Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme “

Oleh :

Ni Luh Putu Widya Apriliani (1515251109)


Gede Bagus Januar Mahadiputra (1515251112)
Ni Wayan Dian Ratna Anggelina (1515251113)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM NONREGULER
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN

Utilitarianisme itu berasal dari kata latin yaitu “Utilitis”, yang berarti berguna,
bermanfaat, berfaedah atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori
kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarisme sebagai teori sistematis
pertama kali dipaparkan oleh Jeremy bentham dan muridnya, Jhon Stuart Mill. Utilitarianisme
atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.
Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi baik buruk atau adil tidaknya
suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia
atau tidak. Oleh karena itu tugas hukum adalah menghantarkan manusia menuju the ultimate
good.
Sehingga esensi hukum harus bermanfaat, artinya hukum yang dapat membahagiakan
sebagian terbesar masyarakat (the great happiness for the greatest number of people).
Pandangan ini bersumber dari filsafat Yunani, yaitu HEDONISME, bahwa “Sesuatu yang
enak itulah keinginan seseorang”, Hal itu mirip dengan gagasan Utilitarianisme yang
menyatakan bahwa “Kebahagiaan itu adalah hal yang diinginkan dan satu-satunya tujuan yang
diinginkan, semua hal lain diinginkan untuk mencapai tujuan itu.
Utilitarianisme klasik yang dibawa oleh Jereny Bentham, James Mill, dan anaknya
Jhon Stuart Mill, terdapat tiga penjelasan : Pertama, semua tindakan mesti dinilai benar / baik
atau salah / jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi atau akibat-akibatnya. Kedua, dalam
menilai konsekuensi atau akibat-akibatnya itu, satu-satunya yang penting adalah jumlah
kebahagiaan terbesar ketimbang penderitaan. Ketiga, dalam mengalkulasi kebahagiaan atau
penderitaan yang dihasilkan, tidak boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting
daripada kebahagiaan orang lain. Kesejahteraan setiap orang sama penting dalam penilaian
dan kalkulasi untuk memilih tindakan.
Melihat pentingnya makalah ini maka akan dibahas :
A. Kriteria dan prinsip etika utilitarianisme
B. Nilai positif etika utilitarianisme
C. Utilitarianisme sebagai proses dan standar penilian
D. Analisis keuntungan dan kerugian
E. Kelemahan etika utilitarianisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

A.1 Pengertian Utilitariamisme


Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau
kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk
menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian
besar konsumen atau masyarakat. Dalam konsep ini dikenal juga “Deontologi” yang
berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Deontologi adalah teori etika
yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar baik buruknya suatu perbuatan adalah
kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, sebagaimana keinginan
diri sendiri selalu berlaku baik pada diri sendiri. Menurut paham Utilitarianisme bisnis
adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat.

A.2 Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

1. Menimbang Biaya dan Keuntungan Sosial

Utilitarianisme berasal dari kata latin yaitu utilis, yang berarti berguna, bermanfaat,
berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan
terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme merupakan semua pandangan
yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan
dan biaya yang dibebankan pada masyarakat. Banyak analisa yang meyakini bahwa cara
terbaik untuk mengevaluasi kelayakan suatu keputusan bisnis adalah dengan
mengandalkan pada analisa biaya keuntungan utilitarian. Tindakan bisnis yang secara
sosial bertanggung jawab adalah tindakan yang mampu memberikan keuntungan terbesar
atau biaya terendah bagi masyarakat.
Pendekatan utilitarianisme sering disebut pendekatan konsekuensialis, karena
menekankan pentingnya konsekuensi atas keputusan yang diambil. Misalnya kasus yang
terjadi pada perusahaan mobil Ford. Pada saat posisi penjualan mobil menurun
3
dibandingkan dengan pesaing lain, maka manajer Ford segera melakukan strategi cepat
dengan memfokuskan pada desain, pemanufakturan, dan penjualan yang cepat. Hal ini
dilakukan agar memperoleh kembali pangsa pasar. Akibat proyek yang dilakukan dengan
terburu-buru ini, maka desain teknis pun tidak diperhatikan seperti apabila terjadi tabrakan
maka keselamatan penumpangpun sangat rawan. Alasan manajer tetap memproduksinya
antara lain dikarenakan desain mobil sudah memenuhi semua standar hukum dan peraturan
pemerintah, manajer beranggapan bahwa mobil telah memiliki tingkat keamanan yang
sebanding dengan mobil dari perusahaan lain, serta dikarenakan studi biaya keuntungan
(biaya modifikasi) tidak bisa ditutupi oleh keuntungan yang diperoleh. Jadi utilitarianisme
digunakan untuk semua teori yang mendukung pemilihan tindakan yang memaksimalkan
keuntungan.

2. Utilitarianisme Tradisional

Pendiri Utilitarianisme adalah Jeremy Bentham, dalam menetapkan sebuah kebijakan


dan peraturan sosial, Bentham selalu membuat keputusan tersebut yang mampu
mamberikan norma yang dapat diterima publik. Secara singkat, prinsip utilitarian yaitu :
Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total
utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas sosial yang
dihasilkan oleh tindakan lain yang dapat dilakukan.
Artinya prinsip ini mengasumsikan bahwa keuntungan dan biaya dari suatu tindakan
dapat diukur dengan menggunakan skala numerik biasa, lalu ditambah atau dikurangi
dengan nilai yang diperoleh. Kesalahan anggapan terhadap prinsip Utilitarian antara lain :

 Prinsip utilitarian mengatakan bahwa tindakan yang benar dalam suatu situasi adalah
tindakan yang menghasilkan utilitas lebih besar dibandingkan kemungkinan tindakan
lainnya. Hal ini tidak berarti tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan
utilitas besar bagi orang yang melakukan tindakan tersebut. Akan tetapi, tindakan dianggap
benar jika menghasilkan utilitas paling besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh
tindakan tersebut (termasuk orang yang melakukan tindakan tersebut).
 Prinsip utilitarian tidak menyatakan bahwa tindakan yang dianggap benar sejauh
keuntungan dari tindakan tersebut lebih besar dari biayanya. Namun utilitarianisme
meyakini bahwa ada satu tindakan yang benar yaitu tindakan yang memberikan
keuntungan lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh dari tindakan alternatif lain.
4
 Prinsip utilitarian mewajibkan kita untuk mempertimbangkan konsekuensi langsung dari
tindakan kita. Sebaliknya pengaruh tidak langsungnya juga harus dipertimbangkan.

Dengan demikian ada 3 hal yang harus dilakukan jika dalam situasi tertentu :

1. Menentukan tindakan atau kebijakan alternatif.


Seperti pada perusahan Ford, secara implisit mempertimbangkan 2 alternatif yaitu mendesain
ulang Pinto dengan menambah pelindung karet di sekeliling tangki bahan bakar atau
memutuskan untuk tanpa menggunakan pelindung.
2. Menentukan biaya dan keuntungan langsung maupun tak langsung.
Misalnya pada perkiraan perhitungan Ford atas biaya dan keuntungan yang akan diterima oleh
semua pihak yang terlibat jika desain Pinto dirubah, serta yang akan ditanggung jika desainnya
tidak berubah.
3. Tindakan yang etis tepat adalah yang memberikan utilitas paling besar.
Misalnya saatt manajer Ford memutuskan bahwa tindakan yang memberikan utilitas paling
besar dan biaya paling rendah adalah dengan tidak mengubah desain Pinto.

Utilitarianisme juga sejalan dengan kriteria intuitif yang digunakan orang dalam
membahas perilaku atau tindakan moral. Misalnya pada saat orang memiliki kewajiban moral
untuk melakukan tindakan tertentu, hal ini sering mengacu pada keuntungan atau kerugian
yang nantinya diakibatkan. Moralitas juga mewajibkan seseorang untuk mempertimbangkan
kepentingan orang lain. Utilitarianisme memenuhi persyaratan tersebut selama prinsip tersebut
mempertimbangkan pengaruh tindakan pada orang lain, dan mewajibkan seseorang untuk
memilih utilitas paling besar.
Utilitarianisme juga menjadi dasar teknik analisis biaya-keuntungan ekonomi. Analisis
ini digunakan untuk menentukann tingkat kelayakan investasi dalam suatu proyek dengan
mencari tahu apakah keuntungan ekonomi lebih besar dibandingkan dengan biaya ekonomi
saat ini dan masa mendatang.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa terdapat 3 prinsip etika utilitarianisme (Keraf, 1998:94)
:
 Manfaat , bahwa kebijakan atau tindakan tertentu dapat mendatangkan manfaat atau
kegunaan tertentu.

5
 Manfaat terbesar, sama halnya seperti diatas, mendatangkan manfaat yang lebih besar
dalam situasi yang lebih besar. Tujuannya meminimisasikan kerugian sekecil mungkin.
 Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika utilitarianisme adalah manfaat
terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Dengan kata lain, kebijakan atau tindakan yang
baik dan tepat dari segi etis menurut Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang
membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau tindakan yang memberika
kerugian bagi sekecil orang / kelompok tertentu.

B. Nilai Positif Etika Utilitarianisme

Etika utilitarianisme mempunyai daya tarik tersendiri, yang bahkan melebihi daya tarik
etika deontologis. Etika utilitarianisme tidak memaksakan sesuatu yang asing. Etika ini
menggambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang yang rasional dalam
mengambil keputusan, khususnya keputusan moral, termasuk dalam bidang bisnis.

Menurut Keraf (1998:96) terdapat 3 (tiga) nilai positif etika utilitarianisme, yaitu :

1. Rasional
Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-aturan
kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Etika utilitarianisme
memberikan kriteria yang objektif dan rasional.
2. Otonom
Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral untuk berpikir
dan bertindak dengan hanya memperhatikan tiga kriteria objektif dan rasional seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak
dengan cara tertentu yang tidak diketahui alasannya.
3. Universal
Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi
banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan tersebut memberi
manfaat terbesar bagi banyak orang.

C. Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar Penilaian

6
Etika Utilitarianisme secara umum dapat dipakai ke dalam dua wujud yang berbeda,
yaitu :

1. Sebagai Proses Pengambilan Keputusan


Etika Utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan,
kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak. Dengan kata lain, etika utilitarianisme dipakai
sebagai prosedur untuk mengambil keputusan. Etika ini dipakai untuk melakukan
perencanaan yang mengatur sasaran yang akan dicapai. Etika utilitarianisme menjadi
dasar utama dalam penyusunan program yang menyangkut kepentingan banyak orang.
Kriteria etika utilitarianisme kemudian menjadi kriteria seleksi bagi setiap alternatif yang
bisa diambil.

2. Sebagai Standar Penilaian


Etika utilitarianisme dipakai sebagai standar penilaian baik tindakan atau
kebijaksanaan yang telah dilakukan. Kriteria etika utilitarianisme digunakan untuk
menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan memang baik atau
tidak. Yang paling pokok adalah menilai tindakan atau kebijaksanaan yang telah terjadi
berdasarkan akibat atau konsekuensinya yaitu sejauh mana ia mendatangkan hasil terbaik
bagi banyak orang. Ini berarti etika utilitarianisme sangat tepat digunakan untuk
mengevaluasi tindakan yang sudah dijalankan.

D. Analisis Keuntungan dan Kerugian

1. Keuntungan dan kerugian (cost and benefits) yang dianalisis jangan hanya dipusatkan
pada keuntungan dan kerugian bagi perusahaan. Yang juga perlu mendapat perhatian
adalah keuntungan dan kerugian bagi banyak pihak lain yang terkait dan
berkepentingan, baik kelompok primer maupun sekunder. Jadi, dalam analisis ini
perlu juga diperhatikan bagaimana dan sejauh mana suatu kebijaksanaan dan kegiatan
bisnis suatu perusahaan membawa akibat yang menguntungkan dan merugikan bagi
kreditor, konsumen, pemosok, penyalur, karyawan, masyarakat luas, dan seterusnya.
Ini berarti etika utilitarianisme sangat sejalan dengan apa yang telah kita bahas
sebagai pendekatan stakeholder.

7
2. Seringkali terjadi bahwa analisis keuntungan dan kerugian ditempatkan dalam
kerangka uang (satuan yang sangat mudah dikalkulasi). Yang juga perlu mendapat
perhatian serius adalah bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya
menyangkut aspek financial saja, melainkan juga aspek-aspek moral, hak dan
kepentingan konsumen, hak karyawan, kepuasan konsumen, dan sebagainya. Jadi,
dalam kerangka klasik etika utilitarianisme, manfaat harus ditafsirkan secara luas
dalam kerangka kesejahteraan, kebahagiaan, keamanan sebanyak mungkin pihak
terkait yang berkepentingan.

3. Bagi bisnis yang baik, hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam analisis
keuntungan dan kerugian adalah keuntungan dan kerugian dalam jangka panjang. Ini
penting, karena bisa saja dalam jangka pendek sebuah kebijaksanaan dan tindakan
bisnis tertentu sangat menguntungkan, tetapi dalam jangka panjang merugikan atau
paling kurang tidak memungkinkan perusahaan itu bertahan lama. Karena itu, manfaat
yang menjadi sasaran utama semua perusahaan adalah long term net benefits.

E. Kelemahan Etika Utilitarianisme

1. Masalah Penelitian
Suatu rangkaian masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada
hambatan yang dihadapi saat menilai atau mengukur utilitas. Perbuatan baik dan
etis didasarkan atas kegunaan, manfaat, atau keuntungan. Akan tetapi, pendapat aliran ini
tidak diberlakukan secara universal. Sebab, nilai guna tidak mungkin bermakna seragam
pada semua manusia. Dengan sifat humanistik dan universal yang diembannya, maka
moral tidak akan pernah mungkin dinilai menurut versi kegunaan, manfaat, dan
keuntungan dengan alasan :
a. Bagaimana nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda dapat diukur
dan dibandingkan.
b. Sejumlah biaya dan keuntungan tertentu tampak sangat sulit dinilai, seperti
kesehatan seseorang.
c. Banyak biaya dan keuntungan dari suatu tindakan tidak bisa diprediksi dengan
baik, maka penilaianpun juga tidak dapat dilakukan dengan baik.
d. Masih belum jelas apa yang bisa dihitung sebagai biaya.
8
e. Asumsi utilitarian yang menyatakan bahwa semua barang bisa diukur atau dinilai
mengimplikasikan bahwa semua barang dapat diperdagangkan. Jadi untuk barang
tertentu yang nilainya sebanding, satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah
tersebut adalah menerima penilaian dari suatu kelompok sosial atau kelompok lain.

2. Tanggapan Utilitarian Terhadap Masalah Penilaian

Para pendukung utilitarianisme memberikan sejumlah tanggapan untuk menghadapi


keberatan-keberatan yang muncul, yakni :
a. Kaum Utilitarian menyatakan bahwa, meskipun penilaian yang akurat dan dapat
dikuantifikasikan atas biaya dan keuntungan. Utilitarianisme hanya menegaskan
konsekuensi dari tindakan wajib dinyatakan dengan tingkat kejelasan dan ketepatan
sebaik mungkin, dan bahwa semua informasi harus relevan.
b. Utilitarianisme juga bisa salah, menurut para kritikus apabila diterapkan pada situasi-
situasi yang berkaitan dengan keadilan sosial.

3. Tanggapan Utilitarian Terhadap Pertimbangan Hak dan Keadilan

Untuk menangani keberatan dalam contoh-contoh yang diajukan oleh para kritikus
utilitarianisme tradisional, kaum utilitarian mengajukan satu versi utilitarianisme alternatif
yang cukup penting dan berpengaruh, yang disebut rule-utilitarianism (peraturan
utilitarianism).Teori rule-utilitarianism memiliki pertimbangan yang dapat diringkas ke
dalam dua prinsip berikut :
a. Suatu tindakan dapat dikatakan benar dari sudut pandang etis, hanya saja
tindakan tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar.
b. Sebuah peraturan moral dikatakan benar jika jumlah utilitas total yang
dihasilkannya dan jika semua orang yang mengikuti peraturan tersebut lebih
besar dari jumlah utilitas total yang diperoleh serta apabila semua orang mengikuti
peraturan moral alternatif lainnya.

Dengan demikian, menurut rule-utilitarianism, fakta bahwa sebuah tindakan tertentu


mampu memaksimalkan utilitas dalam kondisi tertentu, tidak berarti bahwa tindakan itu benar
dari sudut pandang etis. Jadi, terdapat dua batasan utama terhadap metode utilitarian dalam

9
penalaran moral, meskipun tingkat batasan-batasan ini masih kontroversional . Pertama
metode utilitarian cukup sulit digunakan saat menghadapi masalah nilai yang sulit. Kedua
utilitarianisme tampak tidak mampu menghadapi situasi- situasi yang melibatkan masalah hak
dan keadilan.

10
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan per materi :

a. Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau
kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk
menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada
sebagian besar konsumen atau masyarakat.
b. Etika utilitarianisme mempunyai daya tarik tersendiri, yang bahkan melebihi daya tarik
etika deontologis. Etika utilitarianisme tidak memaksakan sesuatu yang asing. Etika
ini menggambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang yang rasional dalam
mengambil keputusan, khususnya keputusan moral.
c. Etika Utilitarianisme secara umum dapat dipakai ke dalam dua wujud yang berbeda,
yaitu sebagai proses pengambilan keputusan dan sebagai standar penilaian.
d. Keuntungan dan kerugian (cost and benefits) yang dianalisis jangan hanya dipusatkan
pada keuntungan dan kerugian bagi perusahaan. Yang juga perlu mendapat perhatian
adalah keuntungan dan kerugian bagi banyak pihak lain yang terkait dan
berkepentingan,
e. Suatu rangkaian masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada
hambatan yang dihadapi saat menilai atau mengukur utilitas. Perbuatan baik dan
etis didasarkan atas kegunaan, manfaat, atau keuntungan. Akan tetapi, pendapat aliran
ini tidak diberlakukan secara universal.

11
Daftar Pustaka

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat (Jakarta : Gramedia, 1996) Burhanuddin Salam, “Pengantar

Filsafat”, Jakarta, Bumi Aksara, 2000, Cetakan IV KATTSOFF. LOVIS O. “Pengantar

Filsafat”. Yogyakarta; Tiara Wacana, Yogya, 2004, cetakan IX. Kertopati, Ton, Dasar –
Dasar Publisistik (Unesco Division Of Development) Mass Media, 1968 Zuhairini, dkk.
“Filsafat Pendidikan Islam” Jakarta, Bumi Aksara, 2004.

12
13
14

Anda mungkin juga menyukai