Anda di halaman 1dari 29

QAIDAH ASASIDAN QAIDAH DAKHILI

H a s i l m u k t a m a r 2 0 1 5

QAIDAH ASASI PERSISTRI

BAB I

WAJAH DAN WIJHAH

Bagian Pertama

Nama, Wwaktu, dan Kkedudukan

Pasal 1

(1) Jam’iyyah ini bernama Persatuan Islam Istri disingkat Persistri.

(2) Persistri didirikan di Bandung pada hari Jjum’at, tanggal 11 Syawwal 1355 H /25
Desember 1936 M.

(3) Pimpinan Pusat Persistri berkedudukan di tempat Pimpinan Pusat Persatuan Islam.

B a g i a n K e d u a

Visi dan Misi

Pasal 2

Visi Persistri adalah terciptanya masyarakat perempuan yang berpegang teguh pada syariat
Islam berlandaskan Aal- Quran dan As- Sunnah.

Pasal 3

Misi Persistri adalah mendidik muslimath hidup berjamaah, ber-imamah, ber-imarah, tunduk Formatted: Font: Italic
dan taat kepada nizham jam`iyyah yang sejalan dengan Aal-Qur’an dan Aas-Sunnah. Formatted: Font: Italic

B a g i a n K e t i g a

Asas dan Tujuan

Pasal 4

Persistri berasaskan Islam.

Pasal 5

Persistri bertujuan agar anggota memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara kaffah Formatted: Font: Italic
menurut tuntunan Al-Quran dan Aas-Sunnah.
B a g i a n K e e m p a t

Bentuk, Sifat dan Gerakan Ttubuh. Commented [A1]: Apa yang dimaksud gerakan tubuh??? Ini
salah ketik atau ada maksud?
Pasal 6

(1) Persistri adalah jam’iyyah berbentuk bunyanun marshush dalam hidup berjama’ah, Formatted: Font: Italic
ber-imamah, dan ber-imarah sebagai jama’ah muslimaht sesuai tuntunan Rasulullah Formatted: Font: Italic
Saw. Formatted: Font: Italic

(2) Jamiyyah Persistri bersifat harakah tTajdid dalam pemikiran Islam dan penerapannya.

(3) Jam’iyyah Persistri bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah,ekonomi, dan sosial
kemasyarakatan lainnya menurut Al-Qur’an dan Aas-Sunnah.

Formatted: Normal, Left, Indent: Left: 0.6", No bullets or


numbering
(4) B a g i a n K e l i m a Formatted: Font: (Default) Arial, Bold, Expanded by 10.75
pt
Lambang Formatted: Font: (Default) Arial, Bold
Formatted: Normal, Indent: Left: 0.25", No bullets or
Pasal 7 numbering

(1) Lambang Persistri ialah jalur-jalur sinar berbentuk bintang bersudut dua belas, dalam
lingkaran tengahnya bertuliskan Persatuan Islam dengan huruf Arab.

(2) Pada setengah lingkaran bagian atas ditulis ayat

‫واعتصموا بحبل هللا جميعا والتفرقوا‬


QS. Ali Imran : 103

Pada setengah lingkaran bagian bawah ditulis hadits Rasul Saw :

‫خيرمتاع الدنيا المراة الصالحة‬


HR. Muslim

(3) Lambang Persistri berwarna kuning.

B a g i a n K e e n a m

Rencana Jihad

Pasal 8

(1) Memberdayakan dan mengembangkan potensi jamiyyah demi terwujudnya jam’iyyah


sebagai miniatur kehidupan Islam.

(2) Meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam di kalangan anggota khususnya
dan muslimaht umumnya sehingga tercipta al-maratusshalihah.
(3) Meningkatkan kesadaran muslimat untuk bermuamalah secara jama’i dalam segala aspek
kehidupan.

(4) Melakukan penelitian dan pengkajian ilmiah keislaman dalam rangka memelihara dan
mengembangkan ruhul ijtihad.

BAB II Formatted: Font: Not Italic


Formatted: Font: Not Italic
AL-JAMA’AH

Bagian Pertama

Unsur Al Jama’ah

Pasal 9

(1) Al Jama’ah terbangun atas unsur-unsur umat sebagai anggota, pimpinan sebagai
pemegang imamah dan imarah serta syuro sebagai landasan pengambilan keputusan.

(2) Persistri adalah jam’iyyah yang memiliki wawasan al-jama’ah.

Bagian Kedua Formatted: Font: Not Italic

Keanggotaan

Pasal 10

(1) Setiap muslimath yang telah berusia di atas 30 tahun dan bersedia melaksanakan Aal- Formatted: Font: Not Bold
Qur’an dan Aas-Sunnah, dapat diterima sebagai anggota Persistri.

(2) Seseorang yang berusia di bawah 30 tahun dan sudah menikah, dapat menjadi anggota
Persistri apabila dipandang perlu.

Bagiaan Ketiga Formatted: Font: Not Italic

Kewajiban dan Hak Anggota

Pasal 11

(1) Setiap anggota berkewajiban menaati dan melaksanakan Qaidah Asasi dan Qaidah
Dakhili Persistri, serta peraturan dan keputusan jami’yyah.

(2) Setiap anggota berhak mendapat pembinaan, perlindungan dan pembelaan hukum dari
jam’iyyah.

(3) Setiap anggota berhak menyatakan pendapatnya demi kemashlahatan jam’iyyah.


Bagian Keempat Formatted: Font: Not Italic

Pimpinan

Pasal 12

Pimpinan Persistri terdiri atas:

1. Pimpinan Pusat di tingkat nasional.

2. Pimpinan Wilayah di tingkat provpinsi.

3. Pimpinan Daerah di tingkat kabupaten/kota.

4. Pimpinan Cabang di tingkat kecamatan.

5. Pimpinan Ranting di tingkat desa/kelurahan

6. Pimpinan Jamaah di tingkat dusun/RW

Bagian Kelima Formatted: Font: Not Italic

Pembidangan

Pasal 13

(1) Untuk kelancaran pelaksanaan jihad jam’iyyah diadakan pembidangan.


(2) Setiap bidang dapat dibagi menjadi beberapa bidang garapan sesuai kebutuhan.

Bagian Keenam Formatted: Font: Not Italic

Penasiehat Formatted: Font: Not Italic

Pasal 14

Penasiehat adalah pemberi pertimbangan, nasiehat, dan pemikiran kepada ketua pimpinan
jam’iyyah.

Bagian Ketujuh

Lembaga dan Badan Usaha

Pasal 15

Untuk menunjang kelancaran jihad dan pengembangan jam’iyyah dalam memberikan


pelayanan kepada masyarakat umum, dapat dibentuk lembaga dan badan usaha.
Bagian Kkedelapan Formatted: Font: Not Italic
Formatted: Font: Not Italic
PERMUSYAWARATAN DAN KEDAULATAN

Pasal 16

(1) Permusyawaratan dalam jami’yyah terdiri atas:


a. Muktamar
b. Musyawarah Wilayah.
c. Musyawarah Daerah.
d. Musyawarah Cabang.
e. Musyawarah Ranting
f. Musyawarah Jamaah.
g. Musyawarah Pimpinan.

(2) Muktamar adalah pemegang kedaulatan tertinggi.

BAB III

KEKAYAAN DAN PEMBIAYAAN

Pasal 17

(1) Kekayaan jam’iyyah diperoleh dari Iuran wajib anggota, Zzakat, Infak, Sedekah, dan
usaha-usaha lain yang halal dan tidak mengikat.

(2) Kekayaan jam’iyyah terdiri atas harta bergerak dan tidak bergerak.

(3) Kekayaan jamiyyah dipergunakan untuk membiayai kegiatan jam’iyyah.

BAB IV

KEDARURATAN

Pasal 18

(1) Dalam keadaan Ketua Pimpinan Jam’iyyah berhalangan tetap atau mengundurkan diri,
pimpinan jam’iyyah berhak menyelenggarakan musyawarah khusus untuk menetapkan
ketua pengganti yang bertugas sampai akhir masa jihad.

(2) Dalam keadaan darurat, Pimpinan Pusat dapat menyelenggarakan musyawarah yang
berkedudukan setara dengan Muktamar.

BAB V

ATURAN PERALIHAN DAN KHATIMAH

Bagian Pertama

Aturan Peralihan
Pasal 19

(1) Qaidah Aasasi ini hanya dapat diubah oleh Muktamar.

(2) Hal-hal yang belum jelas dalam Qaidah Asasi, diatur dalam Qaidah Dakhili.

(3) Qaidah Asasi produk Muktamar XI tahun 2010-2015 dinyatakan tidak berlaku sejak
diberlakukannya Qaidah Asasi produk Muktamar XII tahun 2015-2020

Bagian Kedua

Khatimah

Pasal 20

Qaidah Asasi ini disempurnakan dari Qaidah Asasi terdahulu dan disahkan oleh Muktamar XII
Persistri tanggal 10 Safar 1437 H /22 November 2015 M .dan berlaku sejak disahkannya.
QAIDAH DAKHILI

BAB I

WAJAH DAN WIJHAH

Bagian Pertama

Lambang, Bendera, dan Semboyan

Pasal 1

(1) Lambang Persistri berupa jalur-jalur sinar berbentuk bintang bersudut dua belas berwarna
kuning di atas dasar hijau bermakna nur Al- Qur’an dan As-Sunnah.

(2) Di tengah lingkaran lambang jam’iyyah terdapat tulisan PERSATUAN ISLAM dengan huruf
Arab berwarna kuning.

(3) Bendera Persistri berwarna hijau, berbentuk segi panjang dengan perbandingan 2 : 3,
lambang di tengahnya, dan di bawah lambang terdapat tulisan PERSATUAN ISLAM ISTRI
berwarna kuning;

(4) Semboyan Persistri adalah :

‫واعتصموا بحبل هللا جميعا والتفرقوا‬


(QS. Ali Imron : 103)

Dan

‫خيرمتاع الدنيا المراة الصالحة‬

(HR. Muslim)

Semboyan pertama bermakna pegangan dan titik tolak perjuangan jam’iyyah. Semboyan kedua Formatted: Font: Not Italic
bermakna keharusan menjadi Almar’atus Shalihah dan Uswatun Hasanah dalam kehidupan
berjamaah, ber-imamah dan ber-imarah di jJam’iyyah Persatuan Islam Istri. Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Not Italic
BAB II

AL-JAMA’AH

Bagian Pertama

Makna Al Jama’ah Formatted: Font: Not Italic

Pasal 2

(1) Al-Jama’ah merupakan sekumpulan orang yang mempunyai kesadaran dan


komitmen untuk menegakkan syariah Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-
Sunah secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan, adalah wajib adanya.
(2) Al-Jama’ah dalam jam’iyyah Persistri terwujud sebagai akibat atas kesatuan
pemahaman, pemikiran, pengamalan, dan sikap para anggota terhadap Al-Qur’an dan
As-Ssunnah dalam mewujudkan tujuan, rencana jihad, visi dan misi jam’iyyah.
(3) Keberadaan al-Jama’ah lebih ditentukan oleh perkembangan jajaran jam’iyyah yang Formatted: Font: Not Italic
tetap ber-i’tisham kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Bagian Kedua

Keanggotaan dan Jenisnya

Pasal 3

(1) Keanggotaan Persistri terdiri atas anggota biasa, anggota tersiar dan anggota kehormatan.

(2) Anggota biasa adalah anggota yang tergabung dalam Ccabang atau Ranting di lingkungan
tempat tinggalnya.

(3) Anggota tersiar adalah anggota biasa yang di daerahnya belum ada Cabang atau Ranting.

(4) Anggota kehormatan adalah orang yang secara siyasah dianggap penting oleh pimpinan
untuk menunjang pencapaian tujuan jam’iyyah.

Pasal 4

(1) Untuk menjadi anggota biasa harus mengisi formulir permohonan keanggotaan kepada
Pimpinan Pusat melalui Pimpinan Cabang setempat dengan kesaksian tertulis dari dua
anggota.

(2) Keanggotaan anggota biasa diperbaharui setiap lima tahun.

(3) Anggota yang berusia 60 tahun ke atas tidak perlu memperbaharui keanggotaannya.
Pasal 5

(1) Untuk menjadi anggota tersiar harus mengajukan permohonan tertulis kepada Pimpinan
Pusat melalui pimpinan jam’iyyah terdekat.

(2) Anggota tersiar dibina oleh Pimpinan Pusat.

(3) Pimpinan Pusat dapat mendelegasikan secara tertulis pembinaan anggota tersiar
kepada pimpinan jam’iyyah terdekat.

(4) Anggota tersiar berkewajiban mengembangkan paham Al-Quran dan Aas-Ssunnah di


lingkungannya serta mengusahakan terbentuknya Pimpinan Ranting atau Pimpinan
Cabang.

(5) Anggota tersiar wajib melaporkan kegiatannya kepada Pimpinan Pusat melalui pimpinan
jam’iyyah terdekat.

(6) Keanggotaan anggota tersiar diperbaharui setiap tiga3 tahun.

Pasal 6

Keanggotaan anggota kehormatan diperoleh dengan pengajuan tertulis dari Pimpinan


Jam’iyyah setempat kepada Pimpinan Pusat.

Bagian Ketiga

Pengesahan Keanggotaan

Pasal 7

(1) Keanggotaan anggota biasa dan tersiar disahkan oleh Pimpinan Pusat dengan diberi
kartu tanda sah anggota.

(2) Anggota kehormatan dianggap sah apabila mendapat surat pernyataan dari Pimpinan
Pusat.

Bagian Keempat

Rangkap Keanggotaan

Pasal 8
1. Setiap anggota tidak dibenarkan merangkap keanggotaan dan atau pimpinan pada
ormas keagamaan lainnya.
2. Setiap Anggota yang akan merangkap keanggotaan atau pimpinan pada organisasi
politik harus dengan persetujuan Musyawarah Pimpinan Harian Pimpinan Pusat
Persistri
3. Anggota Pimpinan Pusat yang akan merangkap keanggotaan atau pimpinan pada
organisasi politik harus dengan persetujuan Musyawarah Lengkap Pimpinan Pusat
Persistri.

Bagian Kelima

Kewajiban Anggota

Pasal 9

Setiap anggota Persistri berkewajiban :

a. Mempelajari, mengamalkan, dan mengembangkan pemahaman Al-Quran dan As-


Ssunnah sebagai landasan ibadah.

b. Memahami dan manaati nizham jamiyyah sebagai landasan perjuangan. Formatted: Font: Not Italic

c. Mengusahakan keikutsertaan anggota keluarga dalam kegiatan yang ada hubungannya


dengan jam’iyyah.

d. Mengembangkan pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah di lingkungan tempat tinggal


dan atau di lingkungan kerjanya.

Pasal 10

Hak Anggota

Setiap anggota Persistri berhak:

(1) Menyatakan pendapat (hak bicara).

(2) Memilih dan dipilih (hak suara).

(3) Mendapat pembinaan, perlindungan dan pembelaan hukum dari jam’iyyah dalam
rangka meningkatkan pemahaman dan pengamalan Al-Quran dan Aas-Ssunnah.

(4) Penggunaan hak anggota diatur Pimpinan Pusat.


Bagian Keenam

Sanksi Jam’iyyah

Pasal 11

(1) Jam’iyyah dapat menjatuhkan sanksi terhadap anggota yang :

a. Melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

b. Melanggar nizham jam’iyyah. Formatted: Font: Not Italic

(2) Sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, sanksi yang dijatuhkan dapat berupa :

a. Peringatan.

b. Pemberhentian sementara atau menskorsing dari jabatan atau anggota.

c. Pemberhentian selamanya.

Pasal 12

Pelaksanaan Sanksi

(1) Peringatan diberikan langsung secara lisan dan tulisan oleh Ppimpinan Ccabang dengan
tembusan kepada PD, PW, PP dan Penasiehat setelah mendengar :

a. Laporan PJ atau dua anggota lainnya.

b. Penjelasan langsung dari anggota yang bersangkutan (ybs).

c. Point a dan b dibuktikan dengan adanya notulen persidangan.

(2) Pelaksanaan pemberhentian sementara atau selamanya dilakukan oleh Pimpinan Pusat
setelah:

a. Menerima pengaduan langsung dari PC.

b. Menerima penjelasan dari anggota yang bersangkutan.

c. Anggota yang bersangkutan sudah mendapat peringatan.

Bagian Ketujuh

Pembelaan Diri keanggotaan

Pasal 13
(1) Pimpinan Jam’iyyah memberikan kesempatan kepada anggota yang mendapat sanksi
organisatoris untuk membela diri di musyawarah lengkap pimpinan.
(2) Jika tidak selesai, bisa disampaikan di Musyawarah Jamaah, Ranting,Cabang,
Daerah, Wilayah, hingga di Muktamar.

Pasal 14

Rehabilitasi Keanggotaan

1. Setelah masa pemberhentian sementara berakhir, keanggotaan anggota yang


mendapat sanksi tersebut harus dipulihkan.
2. Apabila pada pembelaan diri (seperti dimaksud pasal 13) ternyata tidak bersalah, maka
keanggotaannya harus dipulihkan.

Bagian Kedelapan

Pembatalan Keanggotaan

Pasal 15

Keanggotaan dalam jam`iyyah Persistri dinyatakan batal apabila anggota yang


bersangkutan :
1. Meninggal dunia.
2. Mengundurkan diri secara tertulis ke PP Persistri.
3. Dibatalkan keanggotaannya oleh Pimpinan Pusat.

Bagian Kesembilan

Susunan Pimpinan

Pasal 16

(1) Jam’iyyah disusun dan dibina secara bertahap dari satuan hidup terkecil hingga terbesar
secara berjamaah, ber-imamah dan ber-imarah. Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
(2) Susunan pimpinan jam’iyyah diatur sebagai berikut:

a. Pimpinan Jamaah disingkat PJ untuk dusun/RW.

b. PimpinanRanting disingkat PR untuk tingkat desa/kelurahan

c. Pimpinan Cabang disingkat PC untuk tingkat kecamatan.

d. Pimpinan Daerah disingkat PD untuk tingkat kabupaten/kota.


e. Pimpinan Wilayah disingkat PW untuk tingkat provpinsi.

f. Pimpinan Ppusat disingkat PP untuk tingkat Nasional.

(3) Pimpinan jam’iyyah adalah penyelenggara jam’iyyah sesuai tingkatan dan


kewenangannya.

Bagian Kesepuluh

Pimpinan Pusat

Pasal 17

(1) Pimpinan Pusat merupakan penyelenggara jam’iyyah tertinggi.

(2) Pimpinan Ppusat dipimpin oleh seorang Ketua Umum yang dipilih dan disahkan oleh
Muktamar.

(3) Pimpinan Pusat terdiri atas : Commented [A2]: Sebelum tanda titik dua ( : ) tidak
menggunakan spasi
a. Pimpinan Harian : Ketua Umum, Ketua Bidang, Sekretaris Umum, Sekretaris
Bidang, Bendahara Umum dan Bendahara Bidang.

b. Pimpinan Inti : Pimpinan Harian ditambah ketua bidang garapan

c. Pimpinan Paripurna adalah pimpinan inti ditambah para penasiehat

d. Pimpinan Lengkap : Pimpinan harian ditambah Ketua Bidang Garapan,


Penasiehat, serta Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah.

(4) Pimpinan Pusat berkewajiban menjabarkan program jihad dan membuat petunjuk
pelaksanaannya.

Bagian Kesebelas

Pimpinan Wilayah

Pasal 18

(1) Pimpinan Wilayah dibentuk untuk memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan jihad
jam`iyyah di provpinsi yang menjadi wilayah kerjanya.
(2) Pimpinan Wilayah dibentuk apabila di satu provpinsi sudah terbentuk sedikitnya tiga
Pimpinan Daerah.
(3) Apabila dipandang perlu, Pimpinan Pusat dapat membentuk Pimpinan Wilayah sekalipun
belum terbentuk tiga Pimpinan Daerah.
(4) Ketua Pimpinan Wilayah dipilih oleh musyawarah wilayah dan disahkan oleh Pimpinan
Pusat untuk masa jihad empat tahun.
(5) Pimpinan Wilayah terdiri atas:
a. Pimpinan harian: Kketua, Wwakil Kketua, Ssekretaris, Wwk. Ssekretaris, Bbendahara
dan Wwk. Bbendahara.

b. Pimpinan Inti: Pimpinan harian ditambah para ketua bidang garapan

c. Pimpinan Paripurna: Pimpinan inti ditambah para penasiehat

d. Pimpinan Llengkap : Pimpinan Paripurna ditambah Ketua serta Sekretaris Pimpinan


Daerah

(6) Pimpinan Wilayah bertanggunbgjawab pada Musyawarah Wilayah dan pertanggung


jawaban yang telah disahkan tersebut, disampaikan kepada Pimpinan Pusat.
(7) Pelantikan PW dilakukan oleh PP.
(8) Ketua PW dan sekretaris PW adalah anggota musyawarah lengkap PP.

Bagian Kedua B Belas

Pimpinan Daerah

Pasal 19

(1) Pimpinan Daerah dibentuk untuk memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan jihad
jam’iyyah di Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah kerjanya.

(2) Pimpinan Daerah dibentuk apabila di suatu Kabupaten/Kota sudah terbentuk sedikitnya
tiga Pimpinan Cabang.

(3) Apabila dipandang perlu, Pimpinan Pusat dapat membentuk Pimpinan Daerah sekalipun
belum terbentuk tiga Pimpinan Cabang.

(4) Ketua Pimpinan Daerah dipilih oleh Musyawarah Daerah dan disahkan oleh Pimpinan
Pusat untuk masa empat tahun.

(5) Pimpinan Ddaerah terdiri dari:

a. Pimpinan harian: Ketua, Wk. Ketua, Sekretaris, Wk. Sekretaris, Bendahara dan Wk.
Bendahara.

b. Pimpinan Inti: Pimpinan harian ditambah para ketua bidang garapan.

c. Pimpinan Paripurna: Pimpinan inti ditambah para penasiehat

d. Pimpinan lengkap: Pimpinan Paripurna ditambah Ketua serta Sekretaris Pimpinaann


Cabang.

(6) Pimpinan Daerah bertanggungjawab pada Musyawarah Daerah dan pertanggungjawaban


yang telah disahkan itu disampaikan kepada Pimpinan Pusat dengan tembusan kepada
Pimpinan Wilayah.
(7) Pelantikan Pimpinan Daerah dilakukan Pimpinan Wilayah.

(8) Jika PW belum terbentuk, pelantikan dilakukan oleh Pimpinan Pusat.

(9) Ketua PD dan sekretaris PD adalah anggota musyawarah lengkap Pimpinan Wilayah

Bagian Ketiga Belas

Pimpinan Cabang

Pasal 20

(1) Pimpinan Cabang dibentuk untuk memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan jihad
jam’iyyah di Kecamatan yang menjadi wilayah kerjanya.

(2) Pimpinan Cabang didirikan apabila di suatu kecamatan terdapat paling sedikit 3 (tiga)
Ranting atau 25 anggota.

(3) Apabila dipandang perlu, PP dapat membentuk PC sekalipun belum terdapat tiga3
pimpinan Pimpinan Rranting atau 25 anggota.

(4) Ketua PC dipilih oleh Musyawarah Cabang dan disahkan oleh PP untuk masa jihad 4
empat tahun.

(5) Pimpinan Ccabang terdiri dari:

a. Pimpinan harian: Kketua, wk Wk. ketuaKetua, sekretarisSekretaris, wk Wk.


sekretarisSekretaris, bendahara Bendahara dan wk Wk. bendaharaBendahara.

b. Pimpinan Inti: Pimpinan harian Harian ditambah para ketua bidang garapan

c. Pimpinan Paripurna: Pimpinan Iinti ditambah para penasiehat

d. Pimpinan Llengkap : Pimpinan Paripurna ditambah Ketua serta Sekretaris PR/PJ...

(6) Pimpinan Cabang bertanggung jawab pada Musyawarah Ccabang dan


pertanggungjawaban yang telah disahkan itu disampaikan kepada Ppimpinan Ppusat
dengan tembusan kepada PD dan PW.

(7) Pelantikan Pimpinan Cabang dilakukan oleh Pimpinan Daerah.

(8) Jika PD belum terbentuk, pelantikan dilakukan oleh pimpinan di atasnya.

(9) Ketua PC dan sekretaris PC adalah anggota musyawarah lengkap Pimpinan Daerah.

Bagian Keempat Belas

Pimpinan Ranting
Pasal 21 Formatted: Font: Not Italic

(1) Pimpinan Ranting dibentuk untuk memimpinn dan mengkoordinasikan pelaksanakaan


jihad jamiyyah di desa atau kelurahan yang menjadi wilayah kerjanya.

(2) Pimpinan Ranting didirikan apabila di suatu desa/kelurahan terdapat paling sedikit 10
sepuluh anggota.

(3) Apabila dipandang perlu Pimpinan Cabang dapat membentuk Pimpinan Ranting
sekalipun belum terdapat 10 sepuluh anggota.

(4) Ketua PR dipilih oleh Mmusyawarah Ranting dan disahkan oleh Pimpinan Cabang.,
Aapabila dipandang perlu Pimpinan Cabang dapat membentuk Pimpinan Ranting untuk
masa jihad 4 empat tahun.

(5) Pimpinan Ranting terdiri atas:

a. Pimpinan Hharian: Kketua, Wwk. Kketua, Ssekretaris, dan Bbendahara.

b. Pimpinan Inti : Pimpinan harian Harian ditambah para ketua bidang garapan yang
dipandang perlu.

c. Pimpinan Paripurna : Pimpinan Iinti ditambah para penasiehat.

d. Pimpinan lengkap: Pimpinan Paripurna ditambah Ketua serta Sekretaris PJ.

(6) Pimpinan Ranting bertanggung jawab pada Mmusyawarah Ranting dan


pertanggungjawaban yang telah disahkan itu disampaikan kepada Pimpinan Cabang.

(7) Pelantikan Pimpinan Ranting dilakukan oleh Pimpinan Cabang.

(8) Ketua PR dan Sekretaris PR adalah anggota musyawarah lengkap Pimpinan Cabang.

Bagian Kelima B Belas

Pimpinan Jama’ah

Pasal 22

(1) Pimpinan Jama`ah dibentuk untuk membantu PR dalam pelaksanaan jihad jam`iyyah di
suatu dusun atau RW.

(2) Pimpinan Jama`ah memimpin kelompok anggota yang berjumlah paling sedikit 3 tiga
orang.

(3) Ketua PJ dipilih oleh Musyawarah Jama`ah dan disahkan oleh Pimpinan Cabang untuk
masa jihad 4 empat tahun.

(4) Pimpinan Jama’ah terdiri atas Kketua, Ssekretaris dan Bbendahara.


(5) Pimpinan Jama’ah bertanggung jawab pada musyawarah Musyawarah Jjamaah dan
pertanggungjawaban yang telah disahkan itu disampaikan kepada Pimpinan Cabang.

(6) Ketua PJ dan Sekretaris PJ adalah anggota musyawarah Musyawarah Llengkap


Pimpinan Ranting.

Bagian Keenam B Belas

Rangkap Jabatan

Pasal 23

(1) Rangkap jabatan dalam jam’iyyah tidak dibenarkan.


(2) Rangkap jabatan diperbolehkan jika jumlah anggotanya kurang dari kelengkapan tTasykil. Formatted: Font: Italic

Bagian Ketujuh Belas

Pembatasan Masa Jihad Pimpinan

Pasal 24

Ketua pimpinan jam’iyyah tidak dapat dipilih kembali setelah memimpin dua kali masa jihad.

BAB III

PEMBIDANGAN

Pasal 25

(1) Secara garis besar pelaksanaan jihad jam’iyyah di kelompokkan atas bidang-bidang berikut:
a. Bidang Jam’iyyah terdiri atas bidang garapan (Bidgar) Pembinaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Bidgar Pembinaan dan Pengembangan Organisasi, dan
Bidgar Hubungan antar lembaga Lembaga dan oOrganisasi.
b. Bidang Tarbiyah terdiri atas Bbidgar Pendidikan Anak Usia Dini dan Bbidgar
Konsultasi Keluarga.
c. Bidang Dak’wah terdiri atas Bidgar Pengembangan Dakwah, Bidgar Sumber Daya
Dakwah, serta Bidgar bimbingan Bimbingan haji Haji dan Uumrah;
d. Bidang Maliyah terdiri atas : Bidgar ZIS, Bidgar Ekonomi, Bidgar Sosial, dan Bidgar Formatted: Font: Italic
Kelestarian Lingkungan Hidup.

e. Bidang Kkesekretariatan di bawah koordinasi Sekretaris Umum membawahi Bidgar


Komunikasi dan Informasi dan Bidgar Urusan Rumah Tangga. (no 1)

f. Bidang Keuangan di bawah koordinasi Bendahara Umum dan Wakil Bendahara. (no 2) Formatted: Font: Not Italic

(3) PP dapat membagi kelima bidang di atas menjadi beberapa bidgar sesuai kebutuhan.
(4) Setiap bidang dapat mengangkat staf sesuai dengan kebutuhan atas persetujuan Ketua
Umum.

BAB IV

PENASEHATPENASIHAT

Pasal 26

(1) Penasiehat diangkat oleh ketua pimpinan jam’iyyah.

(2) Penasiehat dipimpin oleh seorang kordinator yang ditunjuk oleh ketua pimpinan
jJam’iyyah.

(3) Untuk kelancaran tugasnya, penasiehat membuat kaifiyat kerja yang disahkan pimpinan Formatted: Font: Not Italic
jam’iyyah.

Pasal 27

KEWAJIBAN SERTA HAK PENASIHAT

(1) Penasiehat berkewajiban memberikan pertimbangan, nasiehat, dan pemikiran kepada


ketua pimpinan jami’yyah di jenjangnya.

(2) Penasiehat berkewajiban memberikan pemikiran kepada ketua pimpinan jam’iyyah


antara lain tentang pendidikan, dakwah, ekonomi, sosial, budaya dan politik.

(3) Penasiehat berhak mengadakan permusyawaratan dengan sepengetahuan ketua


pPimpinan jam’iyyah.

BAB V

LEMBAGA DAN BADAN USAHA

Bagian Pertama

Pembentukan Lembaga

Pasal 28

(1) Lembaga dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada Pimpinan Pusat


(2) Ketua Lembaga diangkat oleh Ketua Umum atas usul Ketua Bidang atau Bidang
Garapan terkait.

Pasal 29

Sifat lembagaLembaga

(1) Lembaga merupakan badan kegiatan yang sifatnya operasional dan memberikan
pelayanan langsung kepada jamaah atau umat.

(2) Lembaga membuat kaifiyat kerja sendiri yang disahkan oleh Pimpinan Pusat. Formatted: Font: Not Italic

Bagian Kedua

Pembentukan Badan Usaha

Pasal 30

(1) Badan usaha adalah badan pengelola kegiatan bidang garapan ekonomi yang dalam
pelaksanaannya berkaitan erat dengan dunia usaha.

(2) Badan Usaha dibentuk dan bertanggung jawab kepada pimpinan jam’iyyah di
jenjangnya melalui bidang maliyah atau bidgar ekonomi. Formatted: Font: Italic

(3) Pimpinan jam’iyyah menunjuk seorang atau beberapa orang pimpinan atau anggota
biasa yang memiliki keahlian untuk mendirikan suatu badan usaha.

(4) Pimpinan Badan Usaha diangkat oleh ketua pimpinan jam’iyyah atas usul bidang
maliyah atau bidgar ekonomi. Formatted: Font: Italic

(5) Pimpinan jamiyyah mengusahakan modal awal untuk pembentukan dan pengelolaan
suatu badan usaha.

(6) Pimpinan jam’iyyah membuat pokok-pokok kebijakan dalam pengelolaan suatu badan
usaha.

Pasal 31

Komposisi Kkepemilikan Bbadan Uusaha

(1) Kepemilikan /kesertaan saham dalam badan usaha ditetapkan sebagai berikut:

a. Sekurang-kurangnya 51% dari seluruh saham menjadi milik jam`iyyah yang tidak dapat
diganggu gugat.
b. Kurang lebih 19% untuk usahawan yang berminat menanam modal.
c. Kurang lebih 10% dicadangkan untuk pengelola.
d. Kurang lebih 20% dicadangkan untuk karyawan secara kolektif
(2) Saham atas nama jam’iyyah dalam badan usaha diwakili oleh orang yang ditunjuk
pimpinan jam’iyyah.
(3) Keuntungan saham diserahkan setelah badan usaha memberikan laporan kepada
pemegang saham.
(4) Pengalihan saham kepada pihak lain harus mendapat persetujuan tertulis dari pimpinan
jam’iyyah.

Pasal 32

Hak dan Kkewajiban Bbadan Uusaha

(1) Pendiri dan atau pengelola badan usaha wajib membuat Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga untuk mendapat persetujuan pimpinan jam`iyyah dan didaftarkan pada
instansi berwenang yang ditunjuk oleh pimpinan Pimpinan Ppusat.
(2) Pendiri dan atau pengelola badan usaha wajib melaporkan secara periodik perkembangan
badan usaha kepada pimpinan jam`iyyah melalui bidang Bidang Maliyah atau Bidgar
Ekonomi.
(3) Pengelola badan usaha berhak mengelola badan usaha sepenuhnya secara profesional
dengan menerapkan prinsip perusahaan yang tidak bertentangan dengan kebijakan pokok
yang ditetapkan pimpinan jam`iyyah.

Pasal 33

Pengawasan badan Badan usahaUsaha

(1) Pengawasan badan usaha dilakukan oleh pimpinan jam`iyyah dalam kedudukan sebagai
komisaris atau pengawas badan usaha.
(2) Apabila pengawasan seperti dimaksud ayat (1) dianggap belum cukup, pimpinan jam`iyyah
dapat membentuk badan pengawas atau badan pemeriksa keuangan tersendiri.

BAB VI

PERMUSYAWARATAN

Bagian Pertama

Pedoman Umum

Pasal 34

(1) Musyawarah dapat diselenggarakan apabila mencapai kuorum yaitu dihadiri oleh lebih
dari setengah peserta yang berhak hadir.

(2) Apabila tidak mencapai kuorum, musyawarah ditunda sedikitnya 15 menit untuk
mengupayakan tercapainya kuorum.

(3) Jika dalam 2 dua kali penundaan tidak mencapai kuorum, pimpinan dapat
menyelenggarakan musyawarah atau mengambil kebijakan.
(4) Setiap keputusan musyawarah diusahakan secara mufakat. Apabila tidak tercapai
mufakat maka dilakukan pemungutan suara

(5) Keputusan dengan pemungutan suara dinyatakan sah apabila disetujui oleh lebih dari
setengah jumlah peserta yang hadir.

(6) Pemilihan ketua jam’iyyah dilakukan satu tahap atau dengan pencalonan melalui
pemungutan suara secara tertulis dan rahasia.

(7) Musyawarah diselenggarakan dengan memperhatikan tata tertib jam’iyyah.

(8) Setiap peserta musyawarah mempunyai hak bicara dan hak suara.

(9) Peninjau boleh berbicara apabila dipandang perlu oleh pimpinan sidang.

(10) Setiap peserta musyawarah memiliki satu suara.

Bagian Kedua

Muktamar

Pasal 35

(1) Muktamar diselenggarakan setiap lima tahun.

(2) Muktamar dihadiri oleh anggota tasykil PP, utusan PW, PD, PC,dan PR, serta wakil Formatted: Font: Italic
anggota tersiar, dan undangan yang dipandang penting.

(3) Muktamar menilai laporan pertanggung jawaban Pimpinan Pusat.

(4) Muktamar menetapkan Qaidah Asasi, Qaidah Dakhili, Program Jihad Jjam`iyyah dan
Produk Muktamar lainnya.

(5) Muktamar memilih dan menetapkan seorang ketua umum untuk masa jihad lima tahun
mendatang.

Bagian Keempat Commented [A3]: BAGIAN KETIGA TIDAK ADA. DATA HILANG
ATAU TIDAK MASUK. (PASAL 35)
Pemilihan Ketua Umum/Ketua PP

Pasal 37

(1) Pemilihan Ketua Umum/Ketua PP dipimpin oleh panitia pemilihan yang dipilih dalam
Muktamar.

(2) Pemilihan ketua Umum PP dilakukan secara tertulis, langsung, bebas dan rahasia.
Bagian Kelima

Penetapan, Pengesahan dan Pengukuhan Tasykil PP

Pasal 38

(1) Tasykil PP ditetapkan oleh ketua umum PP terpilih.

(2) Tasykil PP dibai’at oleh ketua Umum PP Persis terpilih dan dikukuhkan dengan SK dari
PP Persis.

Bagian Keenam

Musyawarah Wilayah

Pasal 39

(1) Musyawarah Wilayah (Muswil) diselenggarakan setiap empat tahun oleh PW dengan
persetujuan PP.

(2) Muswil dihadiri oleh anggota PW, utusan PP, dan PD, serta undangan yang dianggap
penting.

(3) Muswil menilai laporan pertanggung jawaban PW.

(4) Muswil menetapkan program jihad jamiyyah dan memilih seorang ketua PW untuk
masa jihad berikutnya.

(5) Peserta Muswil terdiri atas anggota PW dan utusan PD.

(6) Jumlah peserta utusan PD ditetapkan PW dengan mempertimbangkan jumlah PC


yang bersangkutan.

(7) PD dapat mengirimkan peninjau yang jumlahnya ditetapkan PW.

(8) Ketua PW terpilih berhak menyusun tasykil PW. Formatted: Font: Italic

Bagian Ketujuh

Musyawarah Daerah

Pasal 40

(1) Musyawarah Daerah (Musda) diselenggarakan setiap empat tahun oleh PD dengan
persetujuan PP.
(2) Musda dihadiri oleh anggota PD, utusan PP, PW, dan PC serta undangan yang
dianggap penting.

(3) Musda menilai laporan pertanggung jawaban PD.

(4) Musda menetapkan program jihad jamiyyah dan memilih seorang ketua PD untuk masa
jihad berikutnya.

(5) Peserta Musda terdiri atas anggota PD dan utusan PC.

(6) Jumlah peserta utusan PC ditetapkan PD dengan mempertimbangkan jumlah PTPR.

(7) PC dapat mengirimkan peninjau yang jumlahnya ditetapkan PD.

(8) Ketua PD terpilih berhak menyusun tasykil PD

Bagian Kedelapan

Musyawarah Cabang

Pasal 41

(1) Musyawarah Cabang (Muscab) diselenggarakan setiap empat tahun oleh PC dengan
persetujuan PP.

(2) Mucab dihadiri oleh anggota tasykil PC, utusan PW dan PD, serta seluruh anggota yang Formatted: Font: Italic
tercatat di PC,dan undangan yang dipandang penting.

(3) Muscab menilai laporan pertanggung jawaban PC.

(4) Muscab menetapkan program jihad jamiyyah dan memilih seorang ketua PC untuk
masa jihad berikutnya.

(5) Peserta Muscab terdiri atas anggota yang tercatat di PC.

(6) Ketua PC terpilih berhak menyusun anggota Tasykil tasykil PC. Formatted: Font: Italic

Bagian Kesembilan

Musyawarah Ranting

Pasal 42

(1) Musyawarah Ranting (Musran) diselenggarakansetiap empat tahun oleh PR dengan


persetujuan PC.
(2) Musran dihadiri oleh anggota tasykil PR, utusan PD dan PC, anggota Persistri yang Formatted: Font: Italic
tercatat di PR serta undangan yang dipandang penting.

(3) Musran menilai laporan pertanggung jawaban PR.

(4) Musran menetapkan program jihad jamiyyah dan memilih seorang ketua PR untuk
masa jihad berikutnya

(5) Peserta Musran terdiri atas anggota yang tercatat di PR

(6) Ketua PR terpilih berhak menyusun anggota Tasykil PR.

Bagian Kesembilan

Musyawarah Jama`ah

Pasal 43

(1) Musja diselenggarakan oleh PJ setiap empat tahun dengan persetujuan PC.

(2) Musja dihadiri oleh anggota Persistri yang tercatat di PJ yang bersangkutan, utusan PC,
utusanPR, serta undangan yang dipandang penting.

(3) Musja menilai laporan pertanggungjawaban PJ.

(4) Musja menetapkan program jihad jam`iyyah serta memilih seorang ketua PJ untuk masa
jihad berikutnya.

(5) Peserta Musja adalah seluruh anggota yang tercatat di PJ.

(6) Ketua PJ berhak menyusun anggota tasykil. Formatted: Font: Italic

Bagian Kesebelas

Musyawarah Pimpinan

Pasal 44

(1) Pimpinan jam’iyyah di semua jenjang dapat menyelenggarakan musyawarah Musyawarah


Ppimpinan setiap diperlukan.

(2) Musyawarah Ppimpinan antara lain:

a. Musyawarah pimpinan Pimpinan Hharian untuk membicarakan pengambilan kebijakan


internal jenjang.
b. Musyawarah Pimpinan Inti untuk membicarakan pelaksanaan operasional jihad
jam’iyyah.

c. Musyawarah Pimpinan Paripurna untuk membicarakan masalah yang memerlukan


pertimbangan bijaksana dan keahlian.

d. Musyawarah Pimpinan Lengkap untuk membicarakan persoalan pokok yang dihadapi


jam’iyyah.,.

e. Musyawarah Pimpinan Terbatas untuk membicarakan masalah penting yang mendesak,


pesertanya adalah ketua jam’iyyah dan yang dipandang perlu.

f. Musyawarah Khusus untuk membicarakan penggantian ketua jamiyyah apabila


berhalangan tetap atau mengundurkan diri, pesertanya anggota pimpinan lengkap dan
pembina.

g. Musyawarah Kerja untuk membicarakan evaluasi dan rencana program kerja,


pesertanya anggota pimpinan lengkap.

BAB VII

KEKAYAAN DAN PEMBIAYAAN

Bagian Pertama

Kekayaan

Pasal 45

(1) Pimpinan jam’iyyah menginventarisasikan seluruh kekayaan jam’iyyah.

(2) Kekayaan jam’iyyah yang berasal dari iuaran wajib anggota terdiri dari iuaran wajib
bulanan anggota dan Harokah harokah hSunbulah. Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
(3) Jika dipandang perlu, musyawarah dapat membentuk Badan Pemeriksa Keuangan
Formatted: Font: Italic
atau badan lain yang sejenis.

Bagian Kedua

Penggunaan

Pasal 46

(1) Kekayaan dan keuangan jam’iyyah digunakan untuk kelancaran jam’iyyah dan membiayai
pelaksanaan jihad jam’iyyah.
(2) Uang pendaftaran, iuran wajib anggota bulan pertama, dan infak keanggotaan diserahkan
kepada Pimpinan Pusat.

(3) Penggunaan hHarakah sSunbulah dan uang iuran wajib anggota bulan selanjutnya Formatted: Font: Italic
sebagai berikut:

a. 15% untuk membiayai kegiatan PJ

b. 15% untuk membiayai kegiatan PR

c. 15% untuk membiayai kegiatan PC

d. 15 % untuk membiayai kegiatan PD

e. 15 % untuk membiayai kegiatan PW.

f. 25% untuk membiayai kegiatan PP.

(4) Penggunaan uang hHarokah sSunbulah untuk modal usaha. Formatted: Font: Italic

(5) Modal pokok uang hHarokah sSunbulah tidak boleh dipergunakan untuk dana operasional Formatted: Font: Italic
jam’iyyah.

(6) Penyerahan prosentase persentase keuangan yang dimaksud Ayat (3) dilakukan PC
kepada PJ, PR, PD, PW dan PP.

(7) Penyerahan uang pendaftaran dan iuran wajib anggota tersiar langsung diserahkan
kepada PP.

BAB VIII

Pembatalan/Pembekuan PJ, PR, PC, PD, PW

Pasal 47

(1) Pimpinan Jama’ah, Ranting, Cabang, Daerah atau Wilayah dapat dibatalkan/dibekukan
sementara oleh PP apabila tidak memenuhi ketentuan QA/QD atau dapat mengancam
eksistensi jam’iyyah secara keseluruhan.
(2) PJ/PR/PC/PD/PW yang dibatalkan/dibekukan sementara, dibina langsung oleh pimpinan
jam’iyyah diatasnya sehingga dibentuk PJ/PT/PC/PD/PW yang baru atau diaktifkan kembali
pimpinan yang dibekukan tsb.

BAB IX

PENDELEGASIAN TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 48
(1) Dalam keadaan Ketua Pimpinan jam’iyyah berhalangan tidak tetap untuk melaksanakan
tugas-tugasnya, maka yang bersangkutan dapat melimpahkan tugas dan kewenangannya
kepada Ketua-Ketua Bidang sesuai tugasnya masing-masing dan atau menunjuk sebagai
Pejabat Yang Melaksanakan Tugas (PYMT).

(2) Pendelegasian Tugas dan wewenang ini berlaku juga di tingkat PW, PD, PC, PT, dan PJ.

BAB X

KEDARURATAN

Pasal 49

(1). Dalam Keadaan Ketua Umum Pimpinan Pusat berhalangan tidak tetap sehingga tidak
bisa melaksanakan tugas untuk sementara waktu dan yang bersangkutan tidak
memungkinkan menunjuk pPengganti Ketua Umum Sementara, maka kepemimpinan
jam’iyyah dilakukan oleh Presidium Ketua Umum;

(2). Presidium Ketua Umum sebagaimana yang dimaksud ayat (1) adalah kepemimpinan
bersama secara kolektif kolegial yang dilakukan oleh Para Ketua Bidang;

(3). Presidium Pimpinan Pusat dipimpin oleh seorang Ketua yang dipilih anggota Presidium
di antara Para Ketua Bidang;

Pasal 50

(1) Dalam keadaan Ketua Umum Pimpinan Pusat berhalangan tetap sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas-tugasnya, Pimpinan Pusat berhak menyelenggarakan Musyawarah
khusus Khusus untuk menetapkan Ketua Umum Pengganti yang bertugas sampai
Muktamar berikutnya;
(2) Penyelenggarakan Musyawarah Kkhusus untuk menetapkan Ketua Umum Pengganti
sebagaimana dimaksud ayat (1). dilakukan oleh Ketua Presidium Pimpinan Pusat
sebagaimana ketentuan pasal 90 ayat.

Pasal 51

(1) Dalam keadaan darurat Pimpinan Pusat dapat menyelenggarakan musyawarah luar biasa
yang berkedudukan setara dengan muktamarMuktamar;
(2) Musyawarah sebagaimana yang dimaksud ayat (1) sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3
(dua pertiga) pimpinan jam’iyyah tingkat ccabang, ddaerah dan wwilayah.

BAB XI

Pasal 52

Kekuatan Peraturan

(1) Qaidah Asasi disingkat QA merupakan peraturan tertinggi di jam’iyyah Persistri.

(2) Qaidah Dakhili disingkat QD merupakan peraturan tertinggi di bawah QA.

(3) Keputusan dan ketetapan muktamar Muktamar merupakan peraturan di bawah QA dan QD.

(4) Peraturan yang dikeluarkan untuk mengatur kelancaran kegiatan jam’iyyah harus mengacu
pada QA dan QD serta ketetapan muktamarMuktamar.

(5) Peraturan yang dikeluarkan oleh PPimpinan Jamiyyah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan di atasnya.

BAB XII

KHATIMAH

Bagian Pertama

Pasal 53

Peraturan Tambahan

(1) Qaidah Dakhili hanya dapat diubah oleh Muktamar

(2) Hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan QA dan QD diatur oleh PP.

(3) Hal-hak yang belum diatur dalam QD ini diatur kemudian oleh PP.

(4) Qaidah Dakhili produk Muktamar 2010-2015 dinyatakan tidak berlaku sejak diberlakukannya
Qaidah Dakhili produk Muktamar 2015-2020.

Pasal 54

Pengesahan
QD ini disempurnakan dari QD terdahulu serta disahkan oleh Muktamar XII Persistri pada
tanggal 10 Shafar 1437 H/22 November 2015 M di Jakarta berlaku sejak tanggal disahkannya
atau ditetapkannya.

Anda mungkin juga menyukai