Anda di halaman 1dari 36

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

A. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

1. Definisi

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan, usaha

kesehatan sekolah adalah upaya membina dan mengembangkan kebiasaan

hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan

dan pelayanan kesehatan disekolah, perguruan sekolah serta usaha-usaha

yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan pemeliharaan kesehatan

diasekolah. (Effendy, 1998: 111).

Pendapat lain tentang usaha kesehatan sekolah (UKS) yang

dikemukakan oleh Azrul Azwar menyatakan, usaha kesehatan sekolah

(UKS) adalah bagian dari usaha kesehatan pokok yang menjadi beban

usaha puskesmas yang ditujukan kepada sekolah-sekolah dengan anak

beserta lingkungan hidupnya, dalam rangka mencapai keadaan kesehatan

anak sebaik-baiknya dan sekaligus meningkatkan prestasi belajar anak

sekolah setinggi-tingginya. (Effendy, 1998: 112).

2. Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah

Alasan perlunya upaya kesehatan sekolah karena anak usia sekolah

merupakan kelompok umur yang rawan terhadap masalah kesehatan, usia

sekolah juga sangat peka menanamkan pengertian dan kebiasaan hidup

sehat, sekolahpun merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi

1
dengan baik, dan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh

terhadap prestasi belajar yang dicapai, anak sekolah merupakan kelompok

terbesar dari kelompok usia anak-anak yang wajib belajar, pendidikan

kesehatan melalui anak-anak sekolah sangat efektif untuk merubah

perilaku dan kebisaan ibu sehat umumnya.

3. Tujuan Kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

a. Tujuan Umum UKS

Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat

kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan sehat sehingga

memunkinkan pertumbuhan perkembangan anak yang harmonis dan

optimal dalam rangka pertumbuhan manusia Indonesia seutuhnya.

b. Tujuan Khusus UKS

Untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat

kesehatan peserta didik yang mencakup:

1) Menurunkan angka kesakitan anak sekolah

2) Meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental maupun

social

3) Agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan

untuk melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta berpartisipasi

aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah.

4) Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak

sekolah.

2
5) Meningkatkan daya tangkap dan daya hayat terhadap pengaruh

buruk narkotika, rokok, alkohol dan obat berbahaya lainnya.

4. Program Kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan

peserta didik dilakukan upaya penanaman prinsip hidup sehat sedini

mungkin melalui Tri Program UKS. Menurut Nasrul Effendy (1998: 112),

kegiatan utama usaha kesehatan sekolah disebut dengan Trias UKS, yang

terdiri dari:

a. Pendidikan kesehatan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan

untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau

masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh

pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003).

Sedangkan pendidikan kesehatan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh kembang sesuai, selaras,

seimbang dan sehat baik fisik, mental dan sosial melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan yang diperlakukan bagi

peranannya di masa yang akan datang. (Tim Pembina UKS Kota

Depok). Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan kesehatan adalah

aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan

Menurut Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah Kota Depok

pendidikan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan, agar peserta didik

memiliki: pengetahuan tentang ilmu kesehatan termasuk cara hidup

3
sehat dan teratur, nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup

sehat, keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaiatan dengan

pemeliharaan, pertolongan dan perawatan kesehatan, kebiasaan hidup

sehari-hari yang sesuai dengan syarat kesehatan, dan kemampuan

untuk melaksanakan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.

1) Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan melalui:

a) Kegiatan Intrakulikuler, maksudnya adalah pendidikan

kesehatan merupakan bagian kurikulum sekolah, dapat berupa

mata pelajaran yang berdiri sendiri seperti mata pelajaran ilmu

pengetahuan kesehatan atau disisipkan dalam ilmu-ilmu lain

seperti olahraga dan kesehatan, ilmu pengtahuan dan

sebagianya.

b) Kegiatan Ekstrakulikuler, maksudnya adalah pendidikan

kesehatan di masukkan dalam kegiatan-kegiatan

ekstrakulikuler dalam rangka menanamkan perilaku sehat

peserta didik.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat berupa penyuluhan

kesehatan dari petugas puskesmas yang berkaitan dengan higiene

personal yang meliputi pemeliharaan gigi dan mulut, kebersihan

kulit dan kuku, mata, telinga dan sebagainya, lomba poster sehat,

dan perlombaan keberihan kelas, dsb.

2) Materi Mata Pelajaran Pendidikan Kesehatan di SD/ MI meliputi:

a) Kesehatan pribadi, termasuk kesehatan pribadi

b) Makan dan minum sehat

4
c) Pengetahuan tentang UKS

d) Pencegahan penyakit (penyakit menular, tidak menular, dan

imunisasi)

e) Kesehatan lingkungan

f) Pendidikan keselamatan

g) Pemeriksaan kesehatan

h) Keseimbangan antara gerak dan istirahat

i) P3K dan P3P

Disamping diberikan melalui mata pelajaran pendidikan

jasmani dan kesehatan juga dapat diintegrasikan kedalam mata

pelajaran lain yang relevan misalnya pendidikan agama, karena

pada sub pokok bahasan pendidikan agama banyak juga yang

berhubungan dengan masalah kesehatan.

3) Faktor-faktor yang dapat menentukan keberhasilan pendidikan

kesehatan adalah:

a) Keteladanan dan dorongan

Faktor keteladanan dan dorongan dari tenaga kependidikan

(Kepala sekolah/madrasah, guru, dan pegawai

sekolah/madrasah) disekolah/madrasah, orang tua di rumah

maupun masyarakat mempunyai dampak positif terhadap

keberhasilan pendidikan kesehatan. Kepala sekolah, guru dan

pegawai sekolah dituntut untuk selalu dapat menjadi contoh

tauladan dan mampu mendorong peserta didik, baik dalam

perbaikan, berpenampilan maupun bertingkah laku yang baik.

5
Dengan demikian dapat diharapkan peserta didik akan

mencontohnya atau paling tidak merasa bersalah bila tidak

bertingkah laku yang baik, berpakaian dan berpenampilan

sesuai dengan yang dilakukan para tenaga kependidikan

tersebut. Akhirnya dalam diri peserta didik akan tertanam

kebiasaan yang baik pula

b) Kerjasama antar guru

Mengingat keberhasilan pendidikan kesehatan tergantung dari

pelaksanaan pendidikan yang terus menerus, yaitu tidak hanya

diberikan pada jam pelajaran yang tersedia, tetapi juga

dilanjutkan dengan pengamatan dan bimbingan hidup sehat

untuk semua murid tidak mungkin dilakukan hanya oleh guru

Penjaskes.

c) Hubungan Guru dengan Orang Tua

Kesinambungan hubungan antara guru dan orang tua peserta

didik hendaknya harus tetap terjaga dengan baik dalam

pengertian apa yang diberikan oleh guru disekolah, hendaknya

juga ditunjang oleh orang tua dirumah. Dengan cara ini peran

guru dan orang tua dalam mengupayakan hal pendidikan

kesehatan diharapkan dapat saling menunjang dan dapat saling

melengkapi.

6
d) Peran Serta Siswa

Pendidikan ksehatan adalah pendidikan yang menekankan

pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat. (Tim Pembina

Usaha Kesehatan Sekolah Kota Depok)

b. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan upaya kesehatan untuk

menigkatkan derajat kesehatan peserta didik agar dapat tumbuh dan

berkembang secara sehat, yang pada akhirnya dapat meningatkan

produktivitas belajar dan prestasi belajar.

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh usaha kesehatan sekolah

(UKS), meliputi peningkatan kesehatan (promotif) berupa penyuluhan

kesehatan dan latihan keterampilan memberikan pelayanan kesehatan.

Kegiatan pencegahan (preventif) berupa kegiatan peningkatan daya

tahan tubuh, kegiatan pemutusan rantai penularan penyakit dan kegiatan

penghentian proses penyakit pada tahap dini sebelum timbul kelainan.

Kegiatan penyembuhan (kuratif) dan kegiatan pemulihan kesehatan

(rehabititatif) berupa kegiatan mencegah komplikasi dan kecacatan

akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta

didik yang cedera/cacat agar dapat berfungsi optimal. (Kegiatan

Pemeliharaan Petugas KIA, KB-KRR, UKS dan Pertemuan AMP serta

JUMBARA, 2005).

7
1) Tujuan pelayanan kesehatan di sekolah adalah untuk :

a) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakukan

tindakan hidup sehat dalam rangka membentuk perilaku hidup

bersih dan sehat

b) Meningkatkan daya tahan tubuh peserta didik terhadap penyakit

dan mencegah terjadinya penyakit, kelainan dan cacat

c) Menghentikan proses penyakit dan pencegahan komplikasi

akibat penyakit/ kelainan pengembalian fungsi dan peningkatan

kemampuan peserta didik yang cedera/cacat agar dapat berfungsi

optimal.

2) Pelayanan kesehatan terhadap peserta didik dilakukan di:

a) Sekolah/madrasah dilakukan melalui kegiatan ekstrakulikuler

b) Puskesmas serta instansi kesehatan jenjang berikutnya sesuai

kebutuhan/dengan program.

3) Pelayanan kesehatan di sekolah/ madrasah dilakukan sebagai berikut:

a) Kegiatan pelayanan kesehatan yang didelegasikan kepada guru.

Sebagian pelayanan kesehatan dapat didelegasikan kepada

guru apabila di sekolah/ madrasah sudah ada guru yang telah

dibimbing tentang UKS oleh puskesmas. Kegiatan yang

didelegasikan itu ialah kegiatan promotif, preventif dan

pengobatan sederhana yang diperlukan pada saat terjadi

kecelakaan atau penyakit. Dlam hal ini kegiatan tersebut selain

menjadi kegiatan pelayanan, juga menjadi kegiatan pendidikan.

8
b) Kegiatan pelayanan kesehatan oleh petugas puskesmas

Kegiatan pelayanan kesehatan hanya boleh dilakukan oleh

petugas puskesmas dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang

telah direncanakan secara terpadu (antara Kepala

Sekolah/Madrasah dan Petugas Puskesmas).

c. Pemeliharaan lingkungan sekolah sehat

Lingkungan sekolah adalah bagian dari lingkungan yang menjadi

wadah / tempat kegiatan pendidikan. Lingkungan sekolah sehat adalah

lingkungan sekolah yang kondisinya dapat mendukung penanaman

perilaku hidup bersih dan sehat serta peningkatan derajat kesehatan

peserta didik.

1) Pemeliharaan lingkungan sekolah perlu dilaksanakan karena:

a) Lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan fisik maupun mental

b) Lingkungan sekolah yang sehat merupakan kondisi yang

mendukung keberhasilan proses belajar mengajar secara

keseluruhan

c) Lingkungan sekolah yang sehat merupakan suatu kondisi yang

menunjang penanaman perilaku sehat peserta didik (kondisi yang

menunjang keberhasian pendidikan kesehatan).

Pemeliharaan lingkungan kehidupan sekolah sehat

dilaksanakan dalam rangka menjadikan sekolah/ perguruan agar

sebagai institusi pendidikan yang dapat menjamin berlangsungnya

9
proses belajar mengajar yang mampu menumbuhkan kesadaran,

kesanggupan dan keterampilan peserta didik untuk menjalankan

prinsip hidup sehat.

2) Lingkungan sekolah dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:

a) Lingkungan fisik, yang meliputi lokasi, bangunan, halaman,

lapangan olahraga, kebun, ruang kelas, ruang kepala sekolah,

ruang guru, ruang UKS, ruang koperasi, kamar mandi, tempat

wudhu, WC/ jamban/ kakus, kantin sekolah dan sebagainya

b) Lingkungan non fisik (mental dan social), yang meliputi

hubungan antara kepala sekolah, guru, pegawai sekolah, peserta

didik, masyarakat sekitarnya dan sebagainya.

3) Kegiatan pemeliharaan lingkungan kehidupan sekolah sehat

mencakup:

a) Pemeliharaan Lingkungan Fisik Sekolah

(1) Penyediaan air bersih, pada prinsipnya harus tersedia pada

tiap sekolah. Sebagai sumber air bersih dapat dipakai/diambil

dari PAM atau sumur (sumur gali maupun sumur pompa).

Agar airnya tetap bersih maka sumber air tersebut perlu

selalu dipelihara sehingga tidak tercemar. Sumber air bersih

yang yang berasal dari sumur gali dibuatkan dinding

pengaman dan lantai yang baik tidak licin di sekitar sumur.

(2) Disediakan/dibuatkan penampungan air bersih yang baik dan

bertutup serta mudah dibersihkan. Tempat penampungan air

bersih selalu dipelihara kebersihannya dengan cara sekali

10
seminggu air dibuang dan dinding serta tutupnya di sikat atau

dibersihkan, bila ada bagian yang rusak harus diperbaiki.

(3) Tiap ruangan sebaiknya disediakan tempat pembuangan

sampah, yang tertutup (bila mungkin) atau terbuka (karena

sampah sekolah umumnya sampah kering). Setiap hari

sampah dalam kotak/bak sampah ini dibuang dan

dikumpulkan ditempat penampungan sampah yang lebih

besar (dapat permanen) sampai petugas pembuangan sampah

datang mengambilnya atau dapat juga sampah dibakar

selanjutnya abu ditimbun tanah. tempat pembuangan sampah

yang lebih besar/permanen sebaiknya jauh dari kegiatan

peserta didik (ruang kelas, tempat bermain dan sebagainya)

(4) Untuk pembuangan air limbah perlu dibuatkan saluran yang

baik agar dapat mengalir lancar sehingga tidak ada genangan

air. Setiap hari saluran tersebut sebaiknya dibersihkan dan

kegiatan ini dapat dilakukan oleh penjaga sekolah, tetapi

dapat pula pada waktu-waktu tertentu dilakukan oleh peserta

didik dibawah bimbingan guru (kerja bakti). Mendidik murid

dengan melibatkan mereka secara langsung adalah metode

yang paling tepat untuk pendidikan kesehatan lingkungan.

(5) Kamar mandi, tempat wudhu, WC, dan paturasan setiap hari

dibersihkan, antara lain: lantainya disapu dan disikat agar

bersih dan tidak licin, serta tidak berbau. Dindingnya

dibersihkan dan dalam waktu tertentu dikapur ulang/dicat

11
agar lebih bersih, tidak banyak coretan, dan tampak terang.

Aiar dalam bak harus sering diganti dngan yang baru.

(6) Ruangan-ruangan (kelas, perpustakaan, laboratorium) perlu

dijaga kebersihannya misalnya disapu, dilap dan sebagainya.

Keindahannya juga perlu sering diperhatikan seperti

penempatan lukisan-lukisan yang berhubungan dengan

pendidikan, misalnya hasil karya anak-anak yang baik,

gambar tokoh-tokoh pendidikan dan sebagainya digantung di

dinding kelas. Paku tempat menggantungkan gambar

hendaknya lebih tinggi dari anak yang tertinggi.

(7) Halaman dan kebun sekolah perlu dijaga kebersihan,

keindahan dan kerindangannya. Pelaksanaan dapat dilakukan

melalui penghijauan dengan menanam tanaman yang

bermanfaat dan dapat menambah keindahan, misalnya

ditanami tanaman yang bergizi, yang berkaitan dengan obat-

obatan tradisional (apotik hidup), tanaman yang rindang

tetapi tidak membahayakan dan sebagainya.

(8) Kantin/warung sekolah perlu diadakan yang pengelolaannya

dilakukan oleh sekolah baik oleh guru ataupun penjaga

sekolah, dengan pengawasan sekolah, dan orang luar dengan

arahan kepala sekolah. Yang perlu mendapatkan perhatian

dan pengawasan antara lain makanan yang dijual hendaknya

bergizi, penyajian makanan hendaknya tertutup, alat-alat dan

12
perabot yang bersih (memenuhi syarat kesehatan), harga

terjangkau (relative murah) oleh sebagian besar peserta didik.

(9) Hendaknya sekolah/ madrasah berpagar dan dibuat dari

bahan yang tidak membahayakan dan mempunyai pintu yang

mudah ditutup dan dapat dikunci. Pagar juga perlu dijaga

keindahanya dan kebersihannya dengan jalan bila terbuat dari

benda mati setiap saat dicat dan bagian yang rusak

diperbaiki/diganti. Bila pagar terbuat dari tumbuh-tumbuhan

hendaknya selalu dipelihara misalnya dipotong, disiram dan

sebagainya.

Pemeliharaan lingkungan fisik dapat dilakukan oleh

penjaga sekolah, dan pada waktu-waktu tertentu (misalnya kerja

bakti) dapat dilakukan oleh peserta didik dibawah bimbingan

guru, dapat juga oleh guru, peserta didik dan orang tua terutama

bila kegiatan tersebut memerlukan dana.

b) Pemeliharaan Lingkungan Non Fisik (mental dan social)

Pemeliharaan lingkungan mental dan sosial yang sehat

dilakukan melalui upaya pemantapan sekolah sebagai lingkungan

pendidikan (Wawasan Wiyata Mandala).

Pemeliharaan lingkungan mental dan sosial dilakukan

dalam berbagai bentuk kegiatan antara lain: kepramukaan, PMR,

dokter kecil, bakti sosial masyarakat sekolah terhadap

lingkungannya, perkemahan dan penjelajahan, karnaval, bazaar,

lomba, shalat berjamaah disekolah, dan sebagainya.

13
Program pemeliharaan tersebut akan dapat mencapai

sasaran dan berhasil baik bila seluruh anggota masyarakat

sekolah (guru, pegawai sekolah, peserta didik dan orang tua

peserta didik) turut aktif berperan serta (Kegiatan Pemeliharaan

Petugas KIA, KB-KRR, UKS dan Pertemuan AMP serta

JUMBARA, 2005).

B. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

1. Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Menurut Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah Depok, perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah Praktek kebiasaan hidup bersih dan

sehat yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari selama sisiwa berada

didalam kelas maupun diluar kelas (di lingkungan sekolah).

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk

memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi

perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur

komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan

pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan

masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu

masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam tatanan

rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka

menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya. (Sinaga et al,

2005).

14
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah tindakan yang

dilakukan oleh perorangan, kelompok atau masyarakat yang sesuai dengan

norma-norma kesehatan, menolong dirinya sendiri dan berperan aktif

dalam pembangunan kesehatan untuk memperoleh derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya.

2. Jenis- jenis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yaitu:

Jenis-jenis perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yaitu tatanan

rumah tangga, tatanan institusi pendidikan dasar negeri/ swasta seperti

Ibtidaiyah, tatanan institusi kesehatan, tatanan tempat umum, tatanan

yempat kerja

3. Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Institusi

Pendidikan

Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau

permasalahan kesehatan di institusi pendidikan. Indikator institusi

pendidikan adalah Sekolah Dasar negeri maupun swasta (SD/MI). Sasaran

PHBS tatanan institusi pendidikan adalah sekolah dan siswa dengan

indikator (Kegiatan Pemeliharaan Petugas KIA, KB-KRR, UKS dan

Pertemuan AMP serta JUMBARA, 2005) :

a. Tersedia jamban yang bersih dan sesuai dengan jumlah siswa

b. Tersedia air bersih atau air keran yang mengalir di setiap kelas

c. Tidak ada sampah yang berserakan dan lingkungan sekolah yang

bersih dan serasi

15
d. Ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik

e. Siswa menjadi anggota dana sehat (JPKM)

f. Siswa pada umumnya (60 %) kukunya pendek dan bersih

g. Siswa tidak merokok

h. Siswa ada yang menjadi dokter kecil atau promosi kesehatan sekolah

(minimal 10 orang). (BAPELKES Salaman Magelang, 2004).

4. Perilaku

a. Pengertian perilaku

Menurut Setiawati (2008: 43) perilaku adalah seluruh aktivitas

atau kegiatan yang dapat dilihat ataupun tidak pada diri seseorang

sebagai hasil dari proses pembelajaran. Pendapat lain yang

dikemukakan oleh Notoatmojo (2003) menyebutkan perilaku adalah

apa yang dikerjakan oleh organisme baik yang dapat diamati secara

langsung maupun dapat dimati secara tidak langsung.

b. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon

organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar

subjek tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam, yakni:

1) Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,

misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

Misalnya seorang siswa yang menganjurkan temannya untuk

16
membuang sampah pada tempatnya meskipun dia tidak

melakukannya. Dari contoh itu, siswa tersebut telah mempunyai

sikap positif untuk mendukung kebersihan lingkungan meskipun

siswa tersebut belum melakukan secara konkret. Oleh sebab itu

perilaku siswa ini masih terselubumng (covert behavior).

2) Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di observasi

secara langsung. Misalnya pada contoh di atas siswa tersebut sudah

membuang sampah pada tempatnya. Oleh karena perilaku siswa

tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut

(overt behavior).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan

sikap adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan yang masih bersifat terselubung (covert behavior).

Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang

terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behavior.

c. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Menurut WHO, perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3

bagian antara lain:

1) Perubahan alamiah

Perilaku yang dihasilkan dari proses belajar sangat tergantung dari

stimulus dan lingkungan saat proses belajar berlangsung. Secara

alamiah perubahan perilaku seseorang bergeser karena banyak

17
stimulus baru dan lingkungan dimana ia tinggal pun akan sangat

mempengaruhi perubahan tersebut.

2) Perubahan terencana

Perubahan perilaku yang benar-benar direncanakan.

3) Kesediaan untuk berubah

Kesediaan untuk berubah bagi setiap orang sangatlah berbeda-

beda. Perbedaan individu berupa bio, psiko, social, cultural,

spiritual sangat mempengaruhi pengambilan keputusan bagi

individu dalam perubahan perilakunya.

d. Perilaku kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari skinner tersebut, maka

perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,

system pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta

lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon

dan stimulus atau rangsangan. Respon atau reaksi manusia, baik

bersifat positif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat

aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau

rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakti: sakit dan penyakit,

system palayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara

lebih terinci perilaku kesehatan mencakup (Notoatmodjo, 1997):

1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana

manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan

18
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di

luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan

dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan

penyakit ini sendirinya sesuai dengan tingkatan-tingkatan

pencegahan penyakit, yakni:

a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan, (health promotion behavior), misalnya makan

makanan yang bergizi, olahraga, dan sebagainya.

b) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior),

adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit,

misalnya: tidur memakai kelambu unuk mencegah gigitan

nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga

perilaku untuk tudak menularkan penyakit kepada orang lain.

c) Perilaku sehubungan dengan pencarian kesehatan (health

seeking behaviour) yaitu perilaku untuk melakukan atau

mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri

penyakitnya, atau mencari pengobatan kefasilitas kesehatan

modern (puskesmas, mantra, dokter praktek, dan sebagainya),

maupun kefasilitas pengobatan tradisional (dukun, sinshe, dan

sebagainya).

d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan

dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari

19
penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi abjuran-anjuran

dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.

2) Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon

seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi

kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan

praktek kita terhadap makanan serta unsure-unsur yang terkandung

didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya

sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita.

3) Perilaku terhadap system pelayanan kesehatan, adalah respon

seseorang terhadap system pelayanan kesehatan baik system

pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini

menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan,

petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam

pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan pelayanan kesehatan,

petugas, dan obat-obatan.

4) Perilaku Kesehatan Lingkungan (environmental health behavior)

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun social budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan

tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. dengan perkataan lain,

begaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak

mengganggu kesehatan sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.

Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum,

tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.

20
e. Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku manusia kedalam 3

wilayah yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tapi pada

perkembangannya teori Bloom dimodifikasi menjadi:

1) Pengetahuan

a) Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu“ dan ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhap suatu objek

tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia,

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

b) Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup

di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yaitu :

(1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

di pelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Tahu ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang

digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu antara lain:

21
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,

dan sebagainya.

(2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan

terhadap objek yang dipelajari.

(3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip

dalam konteks atau situasi yang lain.

(4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen,

tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan

masih ada kaitannya satu sama lain.

(5) Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

22
sintesis itu merupakan suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

(6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman prilaku

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang

mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan yaitu:

(1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari

dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus

(objek).

(2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek

tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

(3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap

responden sudah lebih baik lagi.

23
(4) Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

(5) Adoption, di mana subjek telah berprilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap

stimulus.

2) Sikap (Attitude)

a) Pengertian sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo,

2003). Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap suatu objek. Menurut Sunaryo (2004), sikap

merupakan kecenderungan bertindak dari individu, berupa

respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu.

b) Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap memiliki 4 tingkatan

antara lain:

(1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

(2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi

24
dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepaskan dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah

berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

(3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga.

(4) Bertanggungjawab (Responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

c) Pembentukan Sikap

Sebagaimana diketahui bahwa sikap tidak dibawa sejak

lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman

individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada

manusia sebagai makhluk sosial, pembentukan sikap tidak

lepas dari pengaruh interaksi manusia satu dengan yang lain

(eksternal). Di samping itu, manusia juga sebagai makhluk

individual sehingga apa yang datang dari dalam dirinya

(internal), juga mempengaruhi pembentukan sikap di

antaranya:

(1) Faktor internal

Faktor ini berasal dari dalam individu. Dalam hal ini

individu menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu

25
yang datang dari luar, serta akan menentukan mana yang

akan diterima dan mana yang tidak. Oleh karena itu, faktor

individu merupakan faktor penentu pembentukan sikap.

(2) Faktor eksternal

Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk

membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat

bersifat langsung, misalnya individu dengan individu,

individu dengan kelompok. Dapat juga bersifat tidak

langsung, yaitu melalui perantara, seperti : alat komunikasi

dan media masa baik elektronik maupun non elektronik.

C. Konsep Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)

1. Definisi

Anak usia antara 6-12 tahun, periode yang kadang-kadang disebut

sebagai masa anak-anak pertengahan atau masa laten, mempunyai

tantangan baru. Kekuatan kognitif atau memikirkan banyak faktor secara

simultan memberikan kemampuan pada anak usia sekolah untuk

mengevaluasi diri sendiri dan merasakan evaluasi dari teman-temannya.

Sebagai akibatnya, penghargaan terhadap diri sendiri menjadi masalah

sentral. Tidak seperti bayi dan anak pra sekolah, anak-anak usia sekolah

dinilai menurut kemampuannya untuk menghasilkan hasil yang bernilai

sosial, seperti nilai-nilai atau pekerjaan yang baik. Karenanya Erikson

menidentifikasikan masalah sentral psikososial pada masa ini sebagai

krisis antara keaktifan dan infeoritas. Perkembangan kesehatan

26
membutuhkan peningkatan pemisahan dari orang tua dan kemampuan

menemukan penerimaan dalam kelompok yang sepadan serta

merundingkan tantangan yang ada di dunia luar (Richard E.

Behrman,1999:69).

Menurut Erik H. Erikson dalam Suliswati (2006:83) anak usia

sekolah dimulai dari usia 6-12 tahun dimana pada usia ini anak terdorong

untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapinya secara sempurna dan

menghasilkan karya tertentu. Pada usia ini anak tentu saja harus

menyesuaikan diri dengan aturan-aturan baru di lingkungan sekolah selain

dari lingkungan di dalam keluarga. Orang tua tidak lagi menjadi satu-

satunya sumber identifikasi anak. Anak mulai mulai melihat dan

mengagumi orang lain, orang tua teman dan sebagainya. Guru sekolah

dalam periode perkembangan ini menjadi sangat penting peranannya

dalam perkembangan anak. Seringkali anak lebih percaya pada gurunya

daripada kepada orang tuanya. Sikap atau perilaku guru sering ditiru anak

di rumah oleh karena itu orang tua dan guru harus dapat menjadi figur

dewasa yang saling melengkapi.

Periode usia 5-12 tahun disebut dengan periode laten atau masa

tenang. Pada periode ini anak mengalami perkembangan pesat pada aspek

motorik dan kognitif. Penggunaan koping anak dan mekanisme pertahanan

diri muncul pada waktu ini, ketertarikan seksual mungkin disublimasi

melalui bermain yang giat dan perolehan ketrampilan (Sigmund Freud,

dalam Suliswati, 2005:79).

27
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak usia Sekolah

Pengertian tumbuh kembang anak sebenarnya mencakup 2 hal

kondisi yang berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu

pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah berkaitan dengan

masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan dimensi tingkat sel,

organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran

panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Hal ini

menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,

organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga

masing masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk di dalamnya adalah

perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi

dengan lingkungannya.

Pertumbuhan berdampak terhadap aspek fisik sedangkan

perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ dan individu.

Kedua kondisi tersebut terjadi sangat berkaitan dan saling mempengaruhi

dalam setiap anak.

Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang menurut Soetjiningsih

(1995), secara umum terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap

tumbuh kembang anak yaitu:

a. Faktor genetik: faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai

hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui maturasi genetic

28
yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan

kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai denagn intensitas dan

kecepatan pembelahan, derajat sensitifitas jaringan terhadap

rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.

Termasuk faktor genetik antara lain adalah faktor bawaan yang normal

dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa.

b. Faktor lingkungan: lingkungan merupakan faktor yang menentukan

tercapainya atau tidakanya potensi bawaan.

Adapun tumbuh kembang anak usia sekolah, meliputi (Potter, Patricia,

2005:679):

a. Perkembangan Fisik

Selama masa usia sekolah terjadi pertumbuhan skelet yang

mantap pada tubuh dan ekstremitas, dan osifikasi tulang kecil dan

panjang terjadi tetapi tidak komplek sampai usia 12 tahun. Tulang

wajah bertumbuh dan membentuk, yang dibuktikan oleh adanya sinus

frontal pada usia 8 atau 9 tahun. Pertumbuhan gigi selama usia sekolah

menonjol. Pada usia 12 tahun, semua gigi primer telah tanggal dan

mayoritas gigi permanen telah tumbuh.

1) Tinggi dan Berat Badan

Laju pertumbuhan selama tahun sekolah awal lebih lambat

daripada setelah lahir tetapi meningkat secara terus-menerus. Pada

anak tertentu mungkin tidak mengikuti pola secara tepat. Anak usia

29
sekolah tampak lebih langsing daripada anak pra sekolah, sebagai

akibat perubahan distribusi dan ketebalan lemak (Edelman dan

Mandle,1994 dalam Potter, Patricia, 2005:679). Laju pertumbuhan

berbeda setiap anak dan waktu yang berbeda. Rata-rata tinggi

badan meningkat 5 cm per tahun dan berat badan yang lebih

bervariasi, meningkat 2-3,5 kg per tahun. Banyak anak yang berat

badannya dua kali lipat selama tahun pertengahan masa kanak-

kanak.

Pemeriksaan fisik yang biasanya diperlukan selama kelas

pertama merupakan kesempatan yang baik bagi perawat untuk

mendiskusikan dengan anak dan orang tua tentang pengaruh

genetik, nutrisi, dan olah raga terhadap tinggi dan berat badan.

Pengukuran tahunan tinggi dan berat badan dapat menemukan

adanya perubahan dalam pertumbuhan yang dapat merupakan

gejala berbagai penyakit anak-anak.

Anak laki-laki sedikit lebih tinggi dan lebih berat daripada

anak perempuan selama tahun pertama sekolah. Kira-kira dua

tahuns ebelum pubertas, anak mengalami peningkatan

pertumbuhan yang cepat. Anak perempuan lebih dulu mengalami

pubertas, mulai melampaui anak lak-laki dalam tinggi dan berat

badan, yang menyebabkan rasa malu bagi keduanya. Perubahan ini

mulai paling awal usia 9 tahun pada anak perempuan tetapi

biasanya tidak terjadi pada anak laki-laki sebelum 12 tahun.

30
2) Fungsi Kardiovaskular

Fungsi kardiovaskular baik dan stabil selama tahun usia

sekolah. Denyut jantung rata-rata 70-90 denyut per menit, tekanan

darah normal kira-kira 110/70 mmHg dan frekuensi pernafasan

stabil 19-21 kali/menit. Pertumbuhan paru minimal dan pernafasan

menjadi lambat, lebih dalam, dan lebih teratur. Akan tetapi, pada

periode ini, jantung 6 kali ukurannya saat lahir dan umumnya

sudah mencapai ukuran dewasa.

3) Fungsi Neuromuskular

Anak usia sekolah menjadi lebih lentur karena koordinasi

otot besar meningkat dan kekuatannya dua kali lipat. Banyak anak

mulai melatih keterampilan motorik kasar seperti berlari,

melompat, menyeimbangkan gerak tubuh, melempar, dan

menangkap selama bermain menghasilakn peningkatan fungsi dan

ketrampilan neuromuskular. Keterampilan motorik halus terlambat

tertinggal oleh keterampilan motorik kasar tetapi berkembang kira-

kira dalam kecepatan yang sama, saat kontrol terhadap jari jemari

dan pergelangan tangan tercapai, anak menjadi pandai dalam

melakukan berbagai aktifitas. Kemampuan meningkatkan motorik

halus pada anak dalam masa pertengahan masa kanak-kanak

membuat mereka menjadi sangat mandiri untuk mandi, berpakaian,

dan merawat kebutuhan personal lain.

31
b. Perkembangan Kognitif

Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada

kemampuan untuk berpikir dengan cara logis tentang di sini dan saat

ini dan bukan tentang abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi

didominasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk

memahami dunia secara luas. Sekitar usia 7 tahun anak memasuki

tahap Piaget ketiga yaitu perkembangan kognitif, yang dikenal sebagai

operasional konkret, ketika mereka mampu menggunakan simbol

secara operasional (aktivitas mental) dan pemikiran bukan kerja.

Mereka mulai menggunakan proses pemikiran yang logis dengan

materi konkret (objek, manusia dan peristiwa ynag dapat mereka lihat

dan sentuh).

Anak dalam tahap operasional konkret cenderung sedikit

egosentris daripada anak yang lebih kecil dan mengembangkan

kemampuan yang decenter yang memungkinkan mereka untuk

berkonsentrasi lebih dari satu aspek situasi. Decentering berkembang

jika anak dapat melihat dua garis antara titik yang berbeda panjangnya

dan mengenali garis-garis tersebut memiliki jumlah titik yang sama

meskipun jarak antar titik berbeda. Mereka juga mengembangkan

reversibilitas, kemampuan mencari cara memikirkan kembali suatu hal

pada asalnya. Proses mental klasifikasi menjadi lebih komplek selama

usia sekolah.

32
Pada masa anak-anak tengah, anak dapat menggunakan

keterampilan kognitif yang baru dikembangkan untuk memecahkan

masalah. Beberapa individu lebih baik daripada yang lain dalam

memecahkan masalah karena intelegensi, pendidikan, dan pengalaman

alami tetapi tidak semua anak dapat meningkatkan keterampilan ini.

c. Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa sangat cepat selama masa kanak-kanak

tengah dan pencapaian berbahasa tidak lagi sesuai usianya. Rata-rata

anak usia 6 tahun memiliki kosa kata sekitar 3000 kata yang cepat

berkembang dengan meluasnya pergaulan dengan teman sebaya dan

orang dewasa serta meningkatnya kemampuan membaca. Anak

meningkatkan penggunaan berbahasa dan mengembangkan

pengetahuan strukturalnya. Mereka menjadi lebih menyadari aturan

sintaksis, aturan merangkai kata menjadi frase dan kalimat.

d. Perkembangan Psikososial

Tugas perkembangan anak usia sekolah adalah industry versus

inferioritas. Selama masa ini anak berjuang untuk mendapatkan

kompetensi dan keterampilan yang penting bagi mereka untuk

berfungsi sama seperti dewasa. Anak usia sekolah yang mendapat

keberhasilan positif merasa adanya perasaan berharga. Anak-anak

yang menghadapi kegagalan dapat merasakan mediokritas (biasa saja)

atau perasaan tidak berharga, yang dapat mengakibatkan menarik diri

dari sekoalh dan teman sebaya.

33
e. Perkembangan Moral

Kebutuhan kode moral dan aturan sosial menjadi lebih nyata

sesuai peningkatan kemampuan kognitif dan pengalaman sosial anak

usia sekolah. Mereka memandang aturan sebagai prinsip dasar

kehidupan, bukan hanya perintah dari yang memiliki otoritas. Pada

awal tahun sekolah, anak menginterpretasikan secara ketat dan patuh

terhadap aturan. Seiring dengan mereka berkembang, mereka menilai

lebih fleksibel dan mengevaluasi aturan untuk diterapkan pada situasi

yang ada. Anak usia sekolah mempertimbangkan motivasi dan

perilaku aktual saat membuat penilaian tentang bagaimana perilaku

mereka mempengaruhi mereka sendiri dan orang lain. Kemampuan

untuk fleksibel saat menerapkan aturan dan mengambil perspektif

orang lain yang esensial dalam mengembangkan penilaian moral.

Kemampuan ini muncul pada masa awal tetapi tampak lebih konsisten

pada masa usia sekolah berikutnya.

f. Kesehatan

Persepsi sehat sakit berdasarkan fakta yang mudah diobservasi

seperti adanya atau tidak adanya penyakit dan keadekuatan tidur atau

makan. Kemampuan fungsional merupakan standar untuk kesehatan

standard dan kesehatan lain dinilai. Periode usia sekolah merupakan

periode kritis untuk penerimaan latihan perilaku dan kesehatan menuju

kehidupan dewasa yang sehat. Jika tingkat kognisi meningkat pada

34
periode ini, pendidikan kesehatan yang efektif harus dikembangkan

dengan tepat.

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian oleh Pulsus Endrapradana pada tahun 2004 tentang Pelaksanaan

UKS dalam Pemeliharaan Perilaku Kesehatan Para Siswa SD di Beberapa

Sekolah di Kabupaten dan Kotamadya Malang. Tujuan penelitian adalah

untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang perkaitan

antara faktor-faktor eksternal (sumbangan pendidikan, adanya air bersih)

internal (jenis kelamin) dan pengajaran ilmu kesehatan dalam

pemeliharaan perilaku kesehatan pada 4 SD di Malang. Beberapa temuan

dalam penelitian ini menunjukkan pentingnya kerjasama yang erat dari

faktor-faktor ekternal dan internal dalam pembentukan perilaku kesehatan,

namun pelembagaan kebiasaan-kebiasaan kesehatan yang baik, sikap,

motivasi, dan aspirasi-aspirsi yang menguntungkan bagi kesehatan harus

diperhatikan secara sungguh-sungguh dalam pengajaran ilmu kesehatan.

2. Penelitian oleh Citra Rahmawati pada tahun 2001 tentang Pengaruh UKS

Sebagai Model Keperawatan Sekolah terhadap Motivasi Siswa SDN Baru

01 Pagi Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur Dalam Menjaga Perilaku

Sehat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar pengaruh

UKS di SDN Baru 01 Pagi Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur dalam

memotivasi siswanya menjaga periaku sehat. Beberapa temuan dalam

penelitian ini menunjukan pengaruh yang kuat antara internalisasi program

UKS sebagai model keperawatan sekolah dalam meningkatkan motivasi

siswa SD untuk menjaga perilaku sehat.

35
3. Penelitian yang dilakukan oleh Riesmah Oktapriana (2008) dengan judul

“Pengetahuan, Sikap Dan Praktik PHBS Siswa Dan Faktor-Faktor Yang

Berhubungan di SDN 013 Sunter Ugung Jakarta Utara”, dengan jumlah

sampel 258 siswa yang terdiri dari kelas III, IV dan V. penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dengan pengambilan data yang

digunakan adalah crossectional, metode pengambilan sampeladalah

purposive sampling. dari hasil analisis bivariat menujukkan 4 variabel

mempunyai hubungan yang bermakna dan 11 variabel tidak mempunyai

hubungan yang bermakna. hubungan tersebut meliputi karakteristik

demografi responden (jenis kelamin, usia, tingkat kelas, pekerjaan ayah

dan pendidikan ibu) dengan pengetahuan, sikap dan praktik PHBS.

Hubungan yang bermakna antara lain: tingkat kelas dengan pengetahuan

PHBS, tingkat kelas dengan sikap mengenai PHBS, tingkat kelas dengan

praktik PHBS, dan jenis kelamin dengan sikap mengenai PHBS.

36

Anda mungkin juga menyukai