Anda di halaman 1dari 13

PLASENTA PREVIA

A. DEFINISI
Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. (Wiknjosastro (2002)
Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. (Manuaba (1998)
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).

B. ETIOLOGI
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para ahli,
penyebab plasenta previa yaitu :
1. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah
rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang
persisten.
2. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang
2. Darah biasanya berwarna merah segar
3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin
5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila
dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent
bleeding) biasanya lebih banyak.
Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas
(70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20
kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan,
namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut.
Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakkan diagnosis dari placenta previa.
Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau
transvaginal (dengan probe yang dimasukan kedalam vagina namun jauh dari mulut serviks)
mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari
pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan ultrasound
dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta previa
yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus pada perdarahan yang
lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar
melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu
dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi
perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna
merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun
latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena
pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan
dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan
terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan
dalam vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko
perdarahan hebat yang mungkin terjadi.

D. KLASIFIKASI
Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi dalam bentuk
klinis, yaitu:
1. Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri internum pada
pembukaan 4 cm.
2. Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta bersamaan dengan kanalis
servikalis.
3. Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri internum.
4. Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di sekitar pinggir
ostium uteri internum.
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir :
1. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
1. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh
ostium.
2. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan ditutupi
oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian
menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium
bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium
yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya
plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan
keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).

E. FAKTOR RISIKO
1. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta
previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35
tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas
kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan
pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur,
serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu:
1) Umur dan paritas, pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah di Indonesia
plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini
disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana
endometrium masih belum matang.
2) Endometrium yang cacat, endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil
muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan jarak yang pendek
(< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum
bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
2. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta
previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor
risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya :
1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan
parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi).
2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut Sastrawinata
(2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas,
seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab –
sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea,
bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan
plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang
subur (Manuaba, 2001). Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan
kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi
akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini
terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari)
Sastrawinata,(2005).

F. PATOFISIOLOGI
Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester
ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak
plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada
plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa
terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu
saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah
uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada
plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi
cervik tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh
janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam
batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu).
Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).
Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi
dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis
untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin atau spingomyelin [LS] atau
kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi
direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
1. Terapi Ekspektatif
Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil
sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah keadaan
ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak banyak, besarnya pembukaan, dan
tingkat placenta previa.
2. Terapi Aktif
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya:
a) Cara Vaginal Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan demikian
menutup pembuluh – pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta).
b) Cara Sectio caesarea, dengan maksud untuk mengosongkan rahim sehingga dapat
mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan dan juga untuk mencegah
terjadinya robekan cervik yang agak sering dengan usaha persalinan pervaginam
pada placenta previa. Menurut Winkjosastro (2002) prinsip dasar penanganan
placenta previa yaitu, setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera
dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh dikatakan tidak
pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya
masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit,
sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak
daripada sebelumnya, jangan sekali – kali melakukan pemeriksaan dalam keadaan
siap operasi. Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan
yang telah berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan
ibu dan janin (yang masih hidup) dan kehamilannya belum cukup 36 minggu,
atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai,
dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janindapat hidup di luar
kandungan lebih baik lagi (Penanganan Pasif) sebaliknya, kalau perdarahan yang
telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan atau
janinnya, kehamilannya telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah
mencapai 2500 gram, atau persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus
ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam
dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap operasi (Winkjosastro, 2002).
I. KOMPLIKASI
Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba (2001),
adapun komplikasi – komplikasi yang terjadi yaitu:
1. Komplikasi pada ibu, antara lain: perdarahan tambahan saat operasi menembus
plasenta dengan inersio di depan, infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta
di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan
jaringan rapuh dan sulit diketahui.
2. Komplikasi pada janin, antara lain: prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterine
sampai dengan kematian. Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa
terjadi pada ibu dan janin antara lain:
a) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak
plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah
berulang kali, penderita anemia dan syok.
b) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan
mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke
parametrium dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan mungkin
inkerta.
c) Servik dan segmen bawah raim yang rapuh dan kaya akan pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak
menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
A. Pengumpulan data
1. Anamnesa
a) Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, medicalrecord dll.
b) Keluhan utama: Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28
minggu/trimester III.
 Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
 Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;
terbentuknya SBR, terbukanya osteum/ manspulasi intravaginal/rectal.
 Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan
pembuluh darah dan placenta.
c) Inspeksi
 Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
 Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
d) Palpasi abdomen
 Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
 Sering dijumpai kesalahan letak
 Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya
kepala masih goyang/floating
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Obstetri
 Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya
agar perawat dapat menentukan kemungkinan masalah pada
kehamilansekarang. Riwayat obstetri meliputi:
 Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
 Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
 Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan
penolong persalinan
 Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
 Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan
perdarahan.
 Komplikasi pada bayi
 Rencana menyusui bayi
b) Riwayat menstruasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran persalinan(TP).
TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk
menentukan TP berdasarkan HPHt dapat digunakan rumus naegle, yaitu hari
ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun disesuaikan.
c) Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, ibu, atau
keduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat
kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan
berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada
pembentukan organ seksual pada janin.
d) Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa
berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi,
prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya harus di
dokumentasikan
e) Riwayat Psikososial
Pasien akan merasa cemas oleh karena kawatir akan kehamilan ibu dan
bayinya takut akan dioprasi takut apabila gambaran dirinya berubah serta
biaya oprasi dan perawatannya
f) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari akan terganggu karena pendarahan pasien harus
bedrest dan setelah operasi masih terdapat efek anastesi serta adanya
perlukaan operasi yang menimbulkan nyeri
3. Pemeriksaan fisik
1) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
a. Rambut dan kulit
 Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea
nigra.
 Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
 Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah
b. Mata : pucat, anemis
c. Hidung
d. Gigi dan mulut
e. Leher
f. Payudara
 Peningkatan pigmentasi areola putting susu
 Bertambahnya ukuran dan noduler
g. Jantung dan paru
 Volume darah meningkat
 Peningkatan frekuensi nadi
 Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.
 Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
 Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
 Diafragma meningga.
 Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
h. Abdomen
 Menentukan letak janin
 Menentukan tinggi fundus uteri
i. Vagina
 Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda
Chandwick)
 Hipertropi epithelium
j. System musculoskeletal
 Persendian tulang pinggul yang mengendur
 Gaya berjalan yang canggung
 Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan
diastasis rectal
2) Khusus
a. Tinggi fundus uteri
b. Posisi dan persentasi janin
c. Panggul dan janin lahir
d. Denyut jantung janin

DIAGNOSA
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d hilangnya cairan yang berlebih
2. Gangguan perfusi jaringan pada janin b/d adanya perdarahan
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d kontraksi uterus
4. Gangguan Psikologis (cemas) b/d kurangnya pengetahuan tentang perdarahan
ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Aktifitas
No Diagnosa
(NOC) (NIC)
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan bedrest jika
keseimbangan keperawatan selama ... x .. pasien dirawat dirumah
cairan dan jam, maka didapatkan: 2. Kaji adanya syok, cek vital
elektrolit b/d Tujuan : sign, warna membran
hilangnya Setelah dilakukan tindakan mukosa dan kulit
cairan yang keperawatan volume cairan 3. Monitoring intake dan out
berlebih terpenuhi. put kaji berat jenis urine
Kriteria hasil : tiap jam
Terpeliharanya kardiak 4. Kolaborasi dalam
output maksimal tanda – pemberian cairan intravena
tanda vital dalam batas plasma darah atas dan
normal, mukosa bibir tidak pocked sel.
kering, keadaan tidak 5. Hindarkan pemeriksaan
menurun. rectal atau vagina.

2 Gangguan Tujuan : 1. Kaji dan catat DJJ catat


perfusi jaringan perdarahan maternal dapat bradikardi atau takikardi
pada janin b/d diatasi sehingga tidak terjadi 2. Catat perdarahan ibu dan
adanya hipoxia janin. kontraksi uterus, umur
perdarahan Kriteria hasil : kehamilan dan tinggi
tidak terjadi hipoxia pada fundus
janin, detak jantung janin 3. Anjurkan bedrest dengan
dalam batas normal. posisi lateral kiri
4. Kolaborasi pemberian
suplemen oksigen pada ibu
5. Kolaborasi dalam
penggantian cairan yang
hilang

3 Gangguan rasa Tujuan : 1. Kaji skala nyeri pada pasien


nyaman (nyeri) mengurangi rasa nyeri 2. Catat petunjuk nonverbal
b/d kontraksi Kriteria hasil : fisiologi dan psikologi
uterus nyeri berkurang 3. Kaji ulang faktor yang
meningkatkan dan
menurunkan nyeri
4. Mempertahankan tirah
baring selama fase akut
5. Berikan lingkungan
istirahat dan batasi aktivitas
4 Gangguan Tujuan : 1. Jelaskan perawatan dan
Psikologis secara verbal pasien ( kondisi perdarahan secara
(cemas) b/d sederhana ) menyebabkan rasional
kurangnya patofisiologi dan tindakan 2. Beri kesempatan pasien
pengetahuan dari situasi klinik. untuk bertanya
tentang Kriteria hasil :
perdarahan pasien tampak tenang,
pasien mampu melakukan
tindakan situasi klinik

EVALUASI
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana kegiatan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
perawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi dapat berupa : masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius FKUI
.Jakarta
Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana PerawatanMaternal/Bayi,
edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Murah, Manoe dkk. 199. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian
/SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta.
Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai