Anda di halaman 1dari 11

PERAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI PEMEDIASI PENGARUH

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL


TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. CENDANA TEKNIKA
UTAMA MALANG
Masyhuri
Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UIN Maulan Malik
Ibrahim Malang, Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran kepuasan kerja sebagai
pemediasi pengaruh kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional
terhadap kinerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
explanatory research yang digunakan untuk menguji antara variabel. Penelitian ini
memiliki hipotesis yang akan di uji kebenarannya. Sampel 60 responden. Data
dikumpulkan menggunakan kuesioner dan wawancara. Data di analisis
menggunakan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian ini mengindikasikan
bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang negatif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja di PT. Cendana Teknika Utama. Sedangkan
kepemimpinan transaksional memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja. Serta kepuasan kerja tidak memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap kinerja. Kepuasan kerja tidak menjadi variabel mediasi
terhadap pengaruh kepemimpinan transformasional dan kinerja. Akan tetapi
kepuasan kerja menjadi variabel mediasi antara pengaruh kepemimpinan
transaksional terhadap kinerja.
Kata Kunci: Kepemimpinan, transaksional, transformasional, kepuasan kerja,
kinerja.
PENDAHULUAN
Gaya kepemimpinan merupakan hal yang sangat kuat mempengaruhi
kepuasan kerja serta akan berdampak pada kinerja karyawan. Setiap perusahaan
selalu ingin meningkatkan kinerja karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Gaya kepemimpinan masih menjadi masalah yang selalu dihadapi pihak
manajemen. Kemampuan manajemen dalam menerapkan gaya kepemimpinan
terhadap karyawan sangat menentukan kepuasan kerja karyawan, dan pada
akhirnya akan memberikan kinerja yang baik terhadap perusahaan. Pemimpin
menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para
pengikut, kinerja, dan kepuasan. (House and Mitchell, 1974).
Leadership style is a stronger effect on job satisfaction and will impact to
employee performance. Each company always want to increase employee
performance to reach goal’s company. Leadership style still be problem
Kepuasan kerja adalah sebuah perasaan positif terhadap pekerjaan yang
dihasilkan dari evaluasi atas karakteristik-karakteristiknya (Robbins dan Timothy,
2015). Serta indikator dalam meningkatkan kepuasan kerja adalah perlakuan yang
adil dan sportif terahdap karyawan, kesempatan menggunakan kemampuan secara
penuh untuk mewujudkan diri, komunikasi yang terbuka dan saling mempercayai,
kesempatan bagi semua karyawan untuk berperan secara aktif dalam pengambilan
keputusan, kompensasi yang cukup dan lingkungan yang sehat (Dessler, 1993).
Kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, dan kesanggupan serta waktu (Hasibuan, 1990). Indikator untuk
mengukur kinerja sebagai berikut: kualitas, kuantitas, time liness, cost
effectiveness, need for supervision, dan interpersonal impact (Benardin dan Russel.
1993). Sani (2011) menemukan bahwa terdapat pengaruh positif antara
kepemimpinan transformasional terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan.
Oleh karena itu, kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja secara teori
memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja karyawan.
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah kepemimpinan
transaksional. Yammarino et al. (1997) menemukan bahwa ketika reinforcement
bersifat kontinjen, para pengikut akan memperlihatkan peningkatan kinerja dan
kepuasan. Para pengikut akan percaya bahwa mencapai target akan memberikan
mereka imbalan yang diinginkan. (Advani, 2015) telah melakukan penelitian
dengan penemuan bahwa terdapat pengaruh positif antara kepemimpinan
transaksional terhadap kinerja karyawan.
Kinerja menjadi hal yang penting dalam perusahaan dikarenakan sebagai
alat ukur untuk karyawan dalam melaksanakan kinerjanya. Oleh karena itu, faktor
kepemimpinan dan kepuasan kerja merupakan hal yang penting untuk diperhatikan
bagi para pimpinan perusahaan agar karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan
baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan.
Penelitian yang mendukung bahwa kepemimpinan transformasional
mempengaruhi kepuasan kerja. Komitmen organisasi dipengaruhi oleh
kepemimpinan transformasional yang dimediasi oleh kepuasan kerja (Maharani et
al. 2017). Hal ini didukung oleh Griffith (2004) bahwa kepemimpinan
transformasional, kepuasan kerja terhadap kinerja berpengaruh signifikan. Yang
berarti semakin tinggi tingkat kepemimpinan transformasional seorang pemimpin
maka akan semakin tinggi kepuasan kerja seorang karyawan.
Hubungan antara kepemimpinan transaksional terhadap kinerja juga
didukung oleh Bycio et al. (1995) bahwa kepemimpinan transaksional berpengaruh
signifikan terhadap kinerja. Serta hubungan antara kepuasan kerja terhadap kinerja
didukung oleh penelitian dari Setia et al. (2017) menemukan bahwa terdapat
hubungan positif antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Yang berarti
semakin tinggi tingkat kepemimpinan transaksional seorang karyawan maka akan
semakin tinggi kinerja karyawan tersebut. Begitu juga dengan kinerj akan semakin
tinggi jika kepuasan kerja seorang karyawan semakin meningkat.
Beberapa penelitian memfokuskan terhadap kepemimpinan transaksional
terhadap kinerja karyawan. Paracha et al. (2012) menemukan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawa.
Disisi lain, Fernandez dan Awamleh (2005) menemukan hal yang berbeda yaitu
tidak terdapat pengaruh positif antara kepemimpinan transaksional terhadap kinerja
karyawan. Sani (2013) menemukan bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat hal lain yang
menyebabkan nyaman dan puas terhadap seseorang di tempat kerja, antara lain:
tantangan kerja, implementasi sistem penghargaan yanga adil, kondisi lingkungan
dan sikap teman kerja. Penelitian diatas masih terdapat kontradiksi jadi menarik
untuk di kaji ulang.
Maharani (2017) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara kepemimpinan transformasional terhadap OCB yang dimediasi oleh
kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Setia et al. (2017) dengan menggunakan
analisi path melakukan penelitian dengan hasil bahwa terdapat hubungan positif
dan signifikan antara kompensasi dengan kinerja karyawan dimediasi oleh
kepuasan kerja. Kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif
terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja memiliki hubungan positif terhadap
kinerja karyawan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja menjadi
variabel mediasi antara kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap
kinerja karyawan.
Berdasarkan kontadiksi diatas, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji
peran kepuasan kerja sebagai pemediasi pengaruh kepemimpinan transformasional
dan transaksional terhadap kinerja.
LITERATURE REVIEW
Kepemimpinan transformasional
Kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang memotivasi
para pengikutnya untuk bekerja mencapai sebuah tujuan, bukan untuk kepentingan
pribadi jangka pendek, dan untuk mencapai prestasi dan aktulisasi diri, bukan demi
perasaan aman (Bass, 1990). Kepemimpinan ini dianggap sebagai kepemimpinan
yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi
sasaran-sasaran tingkat tinggi yang dianggap melampaui kepentingan pribadi
(Burn, 1998).
Bass dan Avolio (1994) mengemukakan beberapa indikator dari
kepemimpinan transformasional. Diantaranya (a) idealized influenced (b)
inspirational motivation (c) intellectual stimulation dan (d) individual
consideration.
Kepemimpinan transaksional
Kepemimpinan transaksional merupakan sebuah tipe kepemimpinan yang
membantu pengikutnya untuk mengidentifikasi apa yang harus dicapai untuk
mencapai hasil yang diinginkan (Bass dan Avolio, 1994).
Bass dan Avolio (1994) mengemukakan beberapa indikator kepemimpinan
transaksional. Antara lain (a) penghargaan kontinjen (b) manajemen berdasarkan
kekecualian (aktif) (c) manajemen berdasarkan kekecualian (pasif) dan (d) sesuka
hati.
Kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan sebuah perasaan positif terhadap pekerjaan yang
dihasilkan dari evaluasi atas karakteristik-karakteristiknya (Robbins dan Timothy
2015). Kepuasan kerja merupakan adalah hasil persepsi karyawan tentang seberapa
baik pekerjaan seseorang memberikan segala sesuatu yang dipandang sebagai
sesuatu yang penting melalui hasil kerjanya (Luthans, 2011). Sedangkan menurut
Saks (2002) mempunyai pendapat bahwa kepuasan kerja adalah sikap karyawan
tentang pekerjaannya dan ini dapat dinilai sebagai kepuasan menyeluruh atau
dengan segi kepuasan individual.
Luthans (2011) mengemukakan beberapa indikator kepuasan kerja. Antara
lain (a) puas terhadap pekerjaan itu sendiri (b) puas terhadap sistem pembayaran (c)
puas terhadap sikap teman kerja dan (d) puas terhadap atasan.
Kinerja
Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang telah dicapainya
dengan kemampuan yang telah dimilikinya pada kondisi tertentu. Kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Mangkunegara, 2001). Timpe (1999) mengemukakan pendapat bahwa kinerja
merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan, dan persepsi tugas yang
telah dibebankan.
Menurut Hasibuan (1990) kinerja adalah suatu hasil yang dicapai seseorang
dalam melakukan tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, dan kesanggupan serta waktu.
Mangkunegara (2001), mengemukakan beberapa indikator kinerja. Antara
lain (a) kuantitas (b) kualitas dan (c) ketepatan waktu.
Hipotesis
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja
Bycio et al. (1995) menemukan hubungan antara gaya kepemimpinan
transformasional dengan efektivitas dan kinerja serta kepuasan. Similarly, Griffith
(2004) juga menemukan bahwa kepemimpinan transformasional berhubungan
secara langsung dengan kepuasan kerja dan bahkan kinerja. Berdasarkan deskripsi
diatas, penelitian ini memiliki hipotesis:
H1: Kepemimpinan transformasional (X1) berpengaruh positif dan signifikn
terhadap kepuasan kerja (Y1).
Pengaruh Kepemimpinan Transaksional terhadap Kepuasan Kerja
Yammarino (1997) menemukan bahwa ketika reinforcement bersifat
kontinjen, para pengikut akan memperlihatkan peningkatan kinerja dan kepuasan.
Para pengikut akan percaya bahwa mencapai target akan memberikan mereka
imbalan yang diinginkan. Dalam menggunakan manajemen dengan pengecualian,
pemimpin tidak melibatkan diri kecuali target tidak bisa dicapai (Robbins, 2006).
Berdasarkan deskripsi diatas, penelitian ini memiliki hipotesis:
H2: Kepemimpinan Transaksional (X2) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja (Y1)
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Sani dan Troena (2013) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara
kepuasan kerja terhadap kinerja. Serta didukung oleh Setia dan Sani (2017)
menemukan hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja.
Berdasarkan kajian deskriptif diatas, maka penelitian ini memiliki hipotesis:
H3: Kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja melalui
Kepuasan Kerja
Sani dan Troena (2012) telah menemukan bahwa kepemimpinan
transformasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kepemimpinan
transformasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Dan kepuasan kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja. Sehingga kepuasan kerja dinyatakan sebagai
mediasi parsial. Berdasarkan deskripsi diatas, maka penelitian ini memiliki
hipotesis:
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap
kinerja.
Pengaruh Kepemimpinan Transaksional terhadap Kinerja melalui Kepuasan
Kerja
Paracha et al. (2012) telah menemukan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara kepemimpinn transaksional terhadap kinerja karyawan.
Kepemimpinan transaksional berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Dan kepuasan
kerja menjadi variabel mediasi parsial. Berdasarkan deskripsi diatas, maka
penelitian ini memiliki hipotesis:
H5: Kepuasan kerjs memediasi hubungan antara kepemimpinan transaksional
dengan kinerja karyawa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini tidak menguji
hipotesis melainkan hanya memprediksi model dari sebuah diagram jalur.
Explanatory research tidak perlu melakukan tes terhadap hipotesis variabel.
Penelitian ini memiliki hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Penelitian ini akan
dilakukan di PT. Cendana Teknika Utama, salah satu perusahaan IT swasta di
Indonesia, di Jalan Soekarno Hatta Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru
Kota Malang, Ruko Permata Griya Shanta NR 24-25. Populasi pada penelitian ini
adalah karyawan aktif PT. Cendana Teknika Utama. Yang terdiri dari departemen
pemasaran, bisnis developer, MD Pulsa, seta information and technology. Dalam
penelitian ini menggunakan sampel jenuh atau semua populasi diteliti sehingga
sampel dalam penelitian ini yaitu 60 repsonden (Sani dan Maharani, 2013). Data
penelitian yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Instrumen penelitian
adalah kuesioner. Kuesioner adalah salah satu cara untuk mengumpulkan data
dalam format pernyataan yang diberikan langsung untuk kemudian diisi dan
dikembalikan.
Definisi Operasional variabel
Independen variabel pada penelitian ini adalah kepemimpinan
transformasional (X1) dan kepemimpinan transaksional (X2). Indikator
kepemimpinan transformasional adalah: idealized influenced; inspirational
motivation; intellectual stimulation; dan individual consideration. Indikator
kepemimpinan transaksional adalah : penghargaan kontinjen; manajemen
berdasarkan kekecualian (aktif); manajemen berdasarkan kekecualian (aktif); dan
sesuka hati.
Variabel mediasi pada penelitian ini adalah kepuasan kerja (Y1).
Indikatornya adalah: puas terhadap pekerjaan itu sendiri; puas terhadap sistem
pembayaran; puas terhadap sikap teman kerja; dan puas terhadap atasan.
Dependen variabel pada penelitian ini adalah kinerja (Y2). Indikatornya
adalah: kuantitas; kualitas; dan ketepatan waktu.
Hasil analisis data
Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas instrumen dilakukan pada 60 responden. Uji validitas
dilakukan dengan mengkolerasikan antara skor butir pertanyaan dengan total skor
variabel. Instrumen dikatakan vaid jika nilai correlated item-total correlation > 0,3.
Perolehan angka item-item pertanyaan yang lebih besar dari 0,3 menunjukkan
bahwa item-item pertanyaan adalah valid.
Hasil uji reliabilitas instrumen menunjukkan bahwa item-item pernyataan
variabel kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, kepuasan
kerja dan kinerja karyawan diperoleh nilai koefisien alpha >0,6. Perolehan angka
item-item pernyataan yang lebih besar dari 0,6 menunjukkan bahwa item-item
pernyataan adalah reliabel.
Analisis PLS
PLS (Partial Least Square) adalah sebuah varian berdasarkan structural
equation modelling (SEM) yang dapat menyerentakkan hasil tes measurement
model dan tes model struktural. Measurement model digunakan untuk tes validitas
reliabilitas, sementara model struktural digunakan untuk tes kausalitas (tes hipotesis
dengan memprediksi model). Model tersebut ditunjukkan pada gambar 1 dibawah
ini.
Gambar 1: Diagram Jalur
Fungsi utama pada diagram jalur untuk memvisualisasikan hubungan antara
indikator dan konstruk serta hubungan konstan. Hal tersebut memudahkan peneliti
untuk melihat model secara menyeluruh.
Hasil
Structural Equation Result with PLS Approach
Uji Asumsi Linieritas
Hubungan linieritas antar variabel dilakukan pengujian menggunakan
estimasi curve. Gambar berikut dari hubungan linieritas antara dependen variabel
dan independen variabel. Jika nilai dari sig >0,05 maka hubungan antara dua
variabel dikatakan linier.
Tabel 1. Uji Linieritas
Sumber: Data diolah, 2018
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat satu hubungan yang tidak
linier yaitu antara kepuasan kerja dan kinerja. Akan tetapi dengan ini hubungan
linier tetap terpenuhi.
Hasil dari Loading factor (outer model)
Kepemimpinan Transformasional
Variabel kepemimpinan transformasional diukur dengan indikator reflektif.
Hasil dari loading factor indikator kepemimpinan transformasional dapat dilihat
pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Loading factor of Transformational Leadership (X1)
Sumber : Hasil penghitungan SmartPLS versi 3
Kepemimpinan transformasional terbentuk dari 4 indikator, yaitu idealized
influenzed, Inspirational motivation, intellectual motivation dan individualized
consideration. Hasil analisis mengindikasikan bahwa terdapat 2 indikator yang
tidak signifikan yaitu X1.2 dan X1.4. Sehingga yang digunakan untuk pengujian
selanjutnya hanya dua indikator yaitu X1.1 dan X1,3. Berdasarkan gambar 2, nilai
tertinggi loading factor 0,946 dan 0,905. Hal ini menunjukkam idealized influence
merupakan indikator paling dominan untuk membentuk kepemimpinan
transformsional. Ini berarti hal yang penting untuk merefleksikan kepemimpinan
transformasional adalah idealized influenced. Hal tersebut dapat di interpretasikan
bahwa karyawan PT. Cendana Teknika Utama telah merasakan kepemimpinan
transformasional melalui idealized influenced yaitu dengan kemampuan pemimpin
menumbuhkan sikap optimis, simbol kesuksesan, menumbuhkan rasa percaya diri,
memberikan semangat, memotivasi, memberikan inspirasi, pemimpin mampu
memecahkan masalah, mempunyai ide-ide baru, menciptakan kreativitas,
memberikan penghargaan, memberikan perhatian serta memberikan dukungan
moral.

Kepemimpinan Transaksional
Variabel kepemimpinan transaksional diukur oleh indikator reflektif.
Loading factor dari kepemimpinan transaksional dapat dilihat pada tabel 3 berikut
ini.
Tabel 3. Loading Factor of Transactional Leadership
Sumber: Hasil perhitungan SmartPLS versi 3
Kepemimpinan transaksional dibentuk oleh 5 indikator yaitu: penghargaan
kontinjen, manajemen berdasarkan kekecualian (aktif), manajemen berdasarkan
kekecualian (pasif) dan sesuka hati. Pada pengujian ini yang memenuhi syarat
hanya ada 3 faktor yaitu X1.1, X1.2, dan X1.3. Untuk X2.4 tidak memenuhi syarat
karena memiliki nilai loading factor dibawah 0,5, sehingga indikator tersebut tidak
diikutkan dalam pengujian tahap selanjutnya. Berdasarkan tabel ditas menunjukkan
bahwa indikator manajemen berdasarkan kekecualian (aktif) menjadi indikator
paling dominan dalam membentuk kepemimpinan transaksional dengan nilai
loading factor 0,976, kemudian diikuti oleh penghargaan kontinjen sebesar 0,962
dan manajemen berdasarkan kekeculian (pasif) sebesar 0,951.
Kepuasan Kerja
Variabel kepuasan kerja diukur oleh indikator reflektif. Loading factor dari
kepuasan kerja dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Loading Factor of Kepuasan Kerja
Sumber: Hasil perhitungan SmartPLS versi 3

Kepuasan kerja dalam penelitian ini dibentuk oleh 4 (empat) indikator, yaitu
puas terhadap pekerjaan itu sendiri, puas terhadap sistem pembayaran, puas
terhadap sikap teman kerja dan puas terhadap atasan.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa keempat indikator tersebut
signifikan merefleksikan dan membentuk variabel kepuasan kerja. Hal ini karena
nilai p-value < 0,50. Dari nilai loading factor tertinggi memperoleh nilai 0.986,
menunjukkan bahwa indikator puas terhadap sikap teman kerja adalah indikator
yang paling dominan dalam membentuk dan merefleksikan variabel kepuasan
kerja. Hal ini dapat diartikan bahwa karyawan PT. Cendana Teknika Utama
memiliki perasaan puas dengan sikap teman kerja, yang dibuktikan dengan bantuan
teman kerja dan dukungan kerja sangat tinggi. Indikator lainnya yang kuat
mengukur variabel kepuasan kerja adalah indikator adalah puas terhadap pekerjaan
itu sendiri dengan nilai loading factor sebesar 0.980, indikator puas terhadap atasan
dengan nilai loading factor sebesar 0.975, dan indikator puas terhadap sistem
pembayaran dengan nilai loading factor sebesar 0.966.

Kinerja
Variabel kinerja diukur oleh indikator reflektif. Loading factor dari kinerja
dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Loading Factor of Kinerja
Sumber: Hasil perhitungan SmartPLS versi 3
Kinerja dalam penelitian ini dibentuk oleh 3 (tiga) indikator, ketiga
indikator tersebut merefleksikan dan membentuk variabel kinerja. Ketujuh
indikator tersebut yaitu: kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu.
Temuan dari hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga indikator tersebut
signifikan membentuk kinerja dengan p-value < 0,05. Dan ketepata waktu menjadi
indikator dominan dengan nilai loading factor tertingg sebesar 0.964. Hal ini berarti
bahwa yang paling utama merefleksikan kinerja diindikasikan oleh ketepatan
waktu. Gambaran ini memberikan pemahaman bahwa untuk menjadi karyawan di
PT. Cendana Teknika Utama diperlukan untuk mengutamakan ketepatan waktu
dalam kinerjanya. Kemudian baru diikuti oleh indikator kuantitas dengan nilai
loading factor sebesar 0.946, dan indikator kualitas dengan nilai loading factor
0.925.
Perbedaan nilai mean dan loading factor kinerja menunjukkan bahwa
persepsi karyawan terhadap kinerja cenderung kepada kualitas. Sedangkan
fenomena konsep penelitian dilihat dari nilai loading factor menunjukkan indikator
yang dominan adalah ketepatan waktu. Hal ini dapat diartikan bahwa faktor yang
seharusnya diperhatikan untuk membentuk kinerja adalah indikator ketepatan
waktu. Indikator ketapatan waktu menentukan kinerja atau tidak, dilihat dari hasil
nilai mean menunjukkan bahwa ketepatan waktu belum sepenuhnya dilakukan oleh
karyawan PT. Cendana Teknika Utama. Kinerja masih banyak diwarnai dengan
kualitas. Untuk peningkatan kinerja kedepan, maka ketepatan waktu harus terus
menerus ditingkatkan dengan jalan melalui pada bekerja tepat waktu, dan
penyelesaian pekerjaan dengan tepat waktu.

Hasil Uji Hipotesis (Inner Model)


Uji hipotesis diuji menggunakan metode bootstrape dengan melihat nilai
inner weight dengan hasil sebagai berikut:

Untuk lebih jelasnya tentang uji mediasi dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2: Hasil Uji Mediasi


PEMBAHASAN
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja
Analisis model inner weight menunjukkan bahwa kepemimpinan
transformasional (X1) tidak memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja
(Y1). Hasil ini dibuktikan dengan nilai koefisien jalur -0,110 dan p-value 0,005 <
0,05. Jika nilai koefisien negatif maka menunjukkan hubungan kedua variabel
negatif. Yang berarti semakin tinggi tingkat kepemimpinan transformasional
seorang pimpinan maka kepuasan kerja akan menurun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian ini
tidak mendukung hasil penelitian dari Griffith (2004) yang menemukan bahwa
terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional terhadap
kepuasan kerja.
Pengaruh Kepemimpinan Transaksional terhadap Kepuasan Kerja
Hasil analisis model inner weight menunjukkan bahwa kepemimpinan
transaksional (X2) memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja (Y1). Hasil
ini dibuktikan dengan nilai koefisien jalur 0,983 dengan p-value 0,000. Jika nilai
koefisien positif maka hubungan kedua variabel positif. Yang berarti semakin tinggi
tingkat kepemimpinan transaksional pemimpin maka akan meningkatkan kepuasan
kerja seorang karyawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional
berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Hal ini mendukung Yammarino
(1997) dan Javed et al. (2014) yang menemukan bahwa kepemimpinan
transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Semakin tinggi kepemimpinan transaksional pimpinan akan meningkatkan
kepuasan kerja seorang karyawan.
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Hasil analisis model inner weight menunjukkan bahwa kepuasan kerja (Y1)
tidak memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja (Y2). Hal ini dibuktikan dengan
nilai koefisien jalur 0,317 < 0,70 dan p-value 0,001 < 0,05. Jika nilai koefisien
bertanda positif maka hubungan kedua variabel positif, akan tetapi dalam hal ini
hubungan kedua variabel tidak berngaruh karena nilai koefisien berada dibawah
standar yaitu 0,70. Yang berarti semakin meningkat kepuasan kerja seorang
karyawan maka akan menurunkan kinerja seorang karyawan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh
langsung terhadap kinerja. Hal ini menolak penelitian dari Triwahyuni et al. (2017)
yang menemukan bahwa terdapat pengaruh langsung antara kepuasan kerja dengan
kinerja.
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja melalui
Kepuasan Kerja
Hasil uji mediasi dilakukan dengan menggunakan aplikasi SmartPLS dan
menggunakan perbandingan antara hasil measurement model tanpa menggunakan
variabel mediasi dengan menggunakan variabel mediasi. Dan hasilnya
mendapatkan nilai -0,007 <0,70, jika nilai koefisien bertanda negatif maka variabel
kepuasan kerja tidak memediasi pengaruh kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja. Sehingga semakin tinggi kepemimpinan transformasional maka
tidak akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja tidak akan
berpengaruh terhadap kinerja.
Penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian dari Sani dan Troena (2012)
yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja dan dimediasi oleh kepuasan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja tidak akan meningkat
meskipun kepemimpinan transformasional tinggi, hal ini dikarenakan PT, Cendana
Teknika Utama Malang merupakan perusahaan yang berbasis teknologi, hal
tersebut menyebabkan para karyawan memiliki target yang tinggi, sehingga
karyawan melakukan semua tugasnya berdasarkan SOP (Standar Operasional
Prosedur) yang sudah ditetapkan perusahaan dan hanya sedikit menerima motivasi
dan arahan pimpinan. Dan perusahaan tersebut menganut birokrasi mesin sehingga
semua target harus tercapai dan karyawan akan dibayar.
Pengaruh Kepemimpinan Transaksional terhadap Kinerja melaui Kepuasan
Kerja
Hasil uji mediasi menunjukkan hasil dengan nilai 0,979 > 0,70. Karena nilai
koefisien bertanda positif maka variabel kepuasan kerja menjadi variabel mediasi
antara pengaruh kepemimpinan transaksional terhadap kinerja.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Paracha et


al. (2012) yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpinan
transaksional terhadap kinerja dan kepuasan kerja memediasi kedua variabel
tersebut. Hal ini berarti semakin tinggi kepemimpinan transaksional seorang
pimpinan maka akan semakin meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan akan
meningkatkan kinerja karyawan tersebut.

KESIMPULAN
Penelitian ini memiliki lima kesimpulan. Pertama, kepemimpinan
transformasional yang meningkat tidak akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Hal ini dikarenakan para karyawan PT. Cendana Teknika Utama dalam merasakan
kepuasan kerja sangat kecil dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasional
seorang atasan. Hal ini bisa terjadi dikarenakan PT. Cendana Teknika Utama
merupakan perusahaan IT yang mempunyai target kuantitas serta kualitas yang
tinggi dalam proses produksinya, sehingga mereka merasakan kepuasan
kebanyakan berasal dari berbagai faktor yang lain. Kedua, kepemimpinan
transaksional yang meningkat akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan. Semakin meningkat kepemimpinan transaksional yang dimiliki atasan
maka akan semakin meningkat pula kepuasan yang dirasakan karyawan PT.
Cendana Teknika Utama. Hal ini dikarenakan dalam kepemimpinan transaksional
terdapat penghargaan kontinjen yang dapat membuat karyawan lebih puas dalam
bekerja jika dihargai hasil dari kinerjanya tersebut. Ketiga, meningkatnya kepuasan
kerja akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hal ini dikarenakan ketika
karyawan sudah merasakan puas terhadap pekerjaan yang telah diberikan serta
beban yang ditugaskan sesuai dengan gaji yang diterima maka mereka akan
memiliki kinerja yang baik meliputi kuantitas, kualitas serta ketepatan waktu dalam
proses produksinya. Keempat, meningkatnya kinerja yang tidak dipengaruhi oleh
kepemimpinan transformasional. Hal ini dikarenakan atasan tidak dapat
memberikan inspirasi, motivasi, stimulasi intelektual serta konsiderasi individu
karyawan. Kemudian kedua variabel tersebut dimediasi oleh kepuasan kerja. Hal
ini justru tidak dapat meningkatkan kinerja dikarenakan kepuasan kerja karyawan
tidak selalu dilandasi oleh kepemimpinan transformasional yang baik. Kelima,
meningkatnya kinerja karyawan dipengaruhi oleh kepemimpinan transaksional. Hal
ini dikarenakan atasan dapat memberikan penghargaan kontinjen, manajemen
berdasarkan kekecualian (aktif mapun pasif). Kemudian kedua variabel tersebut
dimediasi oleh kepuasan kerja. Hal ini justru dapat meningkatkan kinerja
dikarenakan kepuasan kerja karyawan diperoleh dari kepemimpinan transaksional
bukan transformasional pada PT. Cendana Teknika Utama Malang.

Anda mungkin juga menyukai