1
untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka
menganalisis dan mengidentifikasi masalah, mengembangakan hipotesis,
mengumpulkan data, dan menganalisis informasi informasi dan membuat
kesimpulan.
2
dimilikinya. Disamping itu juga siswa yang menentukan kecepatan belajar, dan
hasil belajarnya. Sehingga materi apa yang seharusnya dipelajari dan bagaimana
cara mempelajarinya tidak semata-mata ditentukan oleh keinginan guru, tetapi
memperhatikan setiap perbedaan karakteristik siswa (heterogen) selama masih
sesuai dalam kerangka kurikulum yang berlaku.
3
2. Peran guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator
Dalam metode pembelajaran problem solving yang lebih ditekankan
adalah pada aktivitas siswa.Akan tetapi dalam pelaksanaanya, walaupun
istilah yang digunakan “pembelajaran”, tidak berarti guru harus
menghilangkan perannya sebagai pengajar. Karena pada dasarnya siswa
dalam proses belajar membutuhkan bimbingan/arahan, membutuhkan peran
fasilitator dan motivator ketika mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Dalam
hal ini, peran gurulah yang dimaksud yaitu dengan cara memperjelas tujuan
kompetensi yang ingin dicapai, membantu siswa mencari sumber-sumber
bahan dan membangkitkan minat siswa. Bimbingan dan arahan guru ini juga
terkait dengan keefektifan penggunaan metode problem solving dalam
pembelajaran.
Hal ini didasarkan pada pendapat Sudjimat (1995:28) bahwa metode yang
bermanfaat untuk membelajarkan pemecahan masalah adalah: (1) ajarkan
aspek-aspek pemecahan masalah yang penting, dan (2) ubah peran guru dari
sekedar pemberi informasi menjadi fasilitator, pelatih dan motivator bagi
siswa. Sejalan dengan Sukirman (dalam Utari : Sumarmo:1994:27) yang
mengungkapkan bahwa “Pemecahan masalah akan menjadi suatu hal yang
sulit bagi siswa, apabila guru tidak menuntun siswa secara bertahap, atau
apabila hanya mengajarkan secara sekilas kepada siswa”.
4
diperoleh sendiri oleh siswa. Untuk memecahkan masalah diperlukan
pengetahuan awal yang cukup. Siswa harus memiliki sejumlah konsep-
konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh pada proses pembelajaran
sebelumnya. Secara umum, pengetahuan awal berpengaruh langsung dan tak
langsung terhadap proses pembelajaran. Secara langsung, pengetahuan awal
dapat mempermudah proses pembelajaran dan mengarahkan hasil-hasil
belajar yang lebih baik. Secara tidak langsung, pengetahuan awal dapat
mengoptimalkan kejelasan materi-materi pelajaran dan meningkatkan
efisiensi penggunaan waktu belajar dan pembelajaran.
5
proses penyempurnaan konsep awal dalam struktur kognitif siswa ke tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi sebagai fasilitator dan narasumber.” Lebih
lanjut Bell (dalam Ratna Wilis Dahar: 1996: 85) juga menjelaskan prinsip-
prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran, yaitu (a) hasil belajar tidak
hanya tergantung dari pengalaman belajar di kelas, tetapi tergantung pula dari
pengetahuan siswa sebelumnya, (b) belajar adalah mengkonstruksi konsep,
konsep, (c) mengkonstruksi konsep adalah proses aktif dalam diri siswa, (d)
konsep-konsep yang telah dikonstruksikan dievaluasi yang selanjutnya
konsep tersebut diterima atau ditolak, (e) siswa yang sesungguhnya paling
bertanggung jawab terhadap cara dan hasil belajar mereka, (f) adanya
semacam pola terhadap konsep-konsep yang dikonstruksi siswa dalam
struktur kognitifnya.
Selanjutnya Utari Sumarmo (1999:3) mengemukakan bahwa “Pendekatan
konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran dimana pengetahuan baru
tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa membentuk
pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa karakteristik metode problem solving
dengan sendirinya akan menuntun adanya perubahan paradigma pendidikan
dari behaviorisme yang berpusat pada guru (teacher oriented) bergeser
menuju ke konstruktivisme yang berpusat pada siswa (student oriented).
Dengan metode problem solving siswa menjadi lebih aktif berpikir kritis,
analitis serta menemukan sendiri jawaban atas masalah yang dihadapinya
dengan menerapkan konsep-konsep berupa pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya dan dikonstruksikan menjadi pengetahuan yang baru.
6
mengacu pada pendapat Sudjimat (1995), agar proses belajar mengajar dengan
metode problem solving berjalan dengan baik maka harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran dengan metode problem
solving bersifat relative disesuaikan dengan masalah yang akan dicari
pemecahnya dan juga harus dibatasi agar konsentrasi siswa benar-benar
terfokus pada masalah yang dipecahkan.
2. Metode problem solving memerlukan perencanaan agar terstruktur dan
sistematis. Perencanaan ini juga penting untuk mengarahkan
pembelajaran kepada tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai siswa.
Perencanaan ini meliputi keseluruhan kegiatan dari awal penyusunan
maslaah-masalah sebagai bahan hingga diperolehnya sebuah pengambilan
keputusan dari solusi pemecahan masalah, seperti masalah atau kasus
didasarkan atas minat siswa atau lingkungan disekitarnya, menuntut
adanya proses pengambilan keputusan, dan menuntut penggunaan lebih
dari satu solusi.
3. Sumber belajar tidak hanya berasal dari buku. Sumber belajar dapat
dikembangkan dari masalah-masalah yang berasal dari hasil
pengumpulan kasus-kasus dari koran, majalah, televisi, radio, membuat
kasus dari ide dari lingkungan sekitar, dan situasi kondisi yang muncul
spontanitas dari siswa.
4. Manajemen kelas dengan cara membagi kelas ke dalam kelompok-
kelompok kecil, diskusi berkelompok agar lebih efektif dan mendalam
saling tukar ide, debat antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.
7
Kemampuan yang diperlukan adalah : menggunakan pengetahuan untuk
memperinci, menganalisis masalah dari berbagai sudut.
3. Merumuskan hipotesis
Kemampuan yang diperlukan adalah : berimajinasi dan menghayati ruang
lingkup, sebab akibat dan alternatif penyelesaian.
4. Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian
hipotesis
Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan mencari dan menyusun
data. Menyajikan data dalam bentuk diagram, gambar atau tabel.
5. Pembuktian hipotesis
Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan menelaah dan membahas
data, kecakapan menghubung-hubungkan dan menghitung, serta
keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.
6. Menentukan Pilihan Penyelesaian.
Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan membuat alternatif
penyelesaian, kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat
yang akan terjadi pada setiap pilihan.
8
2.7 Kelebihan dan Kekurangan metode pembelajaran Problem Solving
Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut
Polya (2002 : 30) metode problem solving memiliki kelebihan dan kekurangan
antara lain adalah:
Kelebihan metode problem solving antara lain adalah:
1. Dapat membuat siswa menjadi lebih menghayati kehidupan sehari-hari,
2. Dapat melatih dan membiasakan para siswa untuk menghadapi dan
memecahkan masalah secara terampil.
3. Dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa secara kreatif.
4. Siswa sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalah secara realistis.
5. Mengeidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
6. Membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya
dunia kerja.
9
sejumlah strategi dalam menyelesaikannya (Surya, 2011). Melalui Problem
solving dalam matematika peserta didik akan memperoleh pengalaman dalam
menyelesaikan masalah yang tidak rutin (tidak biasa) dengan menggunakan
pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif mereka. Masalah matematika
tidak rutin yang dimaksud adalah masalah matematika yang terkait dengan
penerapan konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Penyelesaian
masalah rutin memerlukan tingkat pemikiran matematika yang tinggi. Sementara
penyelesaian masalah rutin (biasa) hanya mengikuti aturan (algoritma) dengan
menghafal.
Problem solving dalam pembelajaran matematika berbentuk masalah terkait
penerapan konsep-konsep bahan ajar yang dialami siswa dalam kehidupan.
Problem solving dalam pembelajaran matematika difokuskan pada pembelajaran
topik matematika melalui konteks problem solving dan lingkungan yang
berorientasi pada kemampuan peserta didik dan membantu guru membangun
pemahaman mendalam tentang gagasan dan proses matematika dengan
melibatkan peserta didik dalam aktivitas matematika: menciptakan, menduga,
mengeksplorasi, menguji, dan verifikasi (Lester et al., 1994). Problem solving
diharapkan dapat meningkatkan knowledge, afektif dan psikomotor peserta didik
dalam belajar matematika. Pengalaman belajar melalui problem solving dapat
memberi gambaran tentang bagaimana minat menjadi pendorong untuk
menguasai pengetahuan yang layak dan menimbulkan keingintahuan,
kepercayaan diri dan keterbukaan pikiran bagi peserta didik. Tugas guru adalah
membantu mengembangkan kemampuan peserta didik agar knowledge, afektif
dan psikomotor dapat berkembang dengan baik sehingga mereka mampu
menerapkan konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari melalui
problem solving.
DAFTAR RUJUKAN
10
Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta.
Zahra, Azizah. 2017. Penerapan Metode Problem Solving dalam Pembelajaran
Matematika. (Online),
(https://www.kompasiana.com/azizahratunnisa/5996644e67121250b54080
654/penerapan-metode-problem-solving-dalam-pembelajaran-
matematika), diakses 28 Januari.
Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Metode Pembelajaran Problem
Solving. (Online), (http://a-
research.upi.edu/operator/upload/s_pea_054444_chapter2(1).pdf), diakses
28 Januari.
11