e-mail: Mutiarashifa9793@gmail.com
Abstrak : Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat
inflasi terhadap pengangguran di Kota Medan periode tahun 2005-2014. Data dari
penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Jenis data yang digunakan adalah
data sekunder selama periode tahun 2005-2014. Alat analisis data yang digunakan
yaitu metode regresi linear berganda,uji t dan uji koefisien determinasi dengan bantuan
program komputer SPSS Versi 21. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
inflasi memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran. Hal ini
membuktikan bahwa teori kurva Philips tidak bisa diterapkan di Kota Medan
.
Kata kunci : Inflasi, Pengangguran
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hubungan antara inflasi dan pengangguran mulai menarik perhatian para
ekonom pada akhir tahun 1950an,ketika A W Phillips dalam tulisannya dengan judul
The Relationship Between Unemployment and The Rate of Change of Money Wage Rate
in the United Kingdom yang dimuat pada jurnal Economica, menunjukkan adanya
hubungan negatif antara kenaikan tingkat upah dengan tingkat pengangguran (yang
kemudian dikenal dengan nama kurva Phillips). Penelitian Phillips yang menggunakan
data laju perubahan upah dan pengangguran di Inggris selama tahun 1861-1913,
menunjukkan bahwa jika terjadi inflasi yang tercermin dari kenaikan tingkat upah yang
tinggi akan dapat menyebabkan menurunnya tingkat pengangguran. Sebaliknya, tingkat
pengangguran yang tinggi akan disertai dengan menurunnya tingkat upah (upah menjadi
rendah).
Keadaan ini berarti penciptaan kesempatan kerja dan kestabilan harga tidak
dapat terjadi bersama-sama. Kalau pemerintah menghendaki kestabilan harga, maka
harus mau menanggung beban tingkat pengangguran yang tinggi. Demikian pula
sebaliknya, jika pemerintah mau menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas, maka
konsekuensinya angka inflasi akan cenderung lebih tinggi. Kedua pilihan tersebut tentu
saja sama-sama sulit untuk dilakukan. Padahal tingkat inflasi yang rendah bersama-
sama dengan tingkat pengangguran yang juga rendah, disamping pertumbuhan ekonomi
yang relatif tinggi, merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap negara, dan selalu
menjadi prioritas dalam pembangunan ekonomi.
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat
banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat
Indonesia pantas disebut sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam maupun
sumber daya manusianya. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan untuk
perekonomian di Indonesia. Namun faktanya sekarang, banyak warga Indonesia yang
tidak memiliki pekerjaan atau dengan kata lain menjadi pengangguran.
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat
kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Padahal masalah pengangguran erat
kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis
penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan 1 %, tenaga kerja yang terserap
bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya hanya
mampu menyerap tenaga kerja lebih kecil dari jumlah pencari kerja maka akan
menyebabkan adanya sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan
menimbulkan jumlah pengangguran di indonesia bertambah setiap tahunnya.
Pengangguran merupakan masalah makro ekonomi yang mempengaruhi
manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat.Bagi kebanyakan orang,
kehilangan pekerjaan berarti menurunkan standar kehidupan dan tekanan
psikologis.Masalah Pengangguran dalam hal ini adalah keadaan terkendalanya
pemenuhan hak atas kesejahteraan dan hak atas pekerjaan.Tingginya angka
pengangguran dapat membawa bangsa berada pada kehancuran yang sulit dihindarkan.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Secara ekonomi makro, pengangguran menjadi permasalahan pokok baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.Pengangguran dapat terjadi sebagai akibat dari
tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan adanya
lapangan pekerjaan yang cukup luas serta penyerapan tenaga kerja yang cenderung kecil
persentasenya, hal ini disebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan penciptaan lapangan
kerja untuk menampung tenaga kerja yang siap bekerja. Atau dengan kata lain, di dalam
pasar tenaga kerja jumlah penawaran akan tenaga kerja yang ada lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jumlah permintaan tenaga kerja.
Pengangguran ini merupakan masalah yang selalu menjadi persoalan di
Sumatera utara yang sulit untuk dipecahkan. Hal ini mengingat jumlah kepadatan
penduduk di Sumatera utara yang terus bertambah dan tidak diiringi dengan tingginya
permintaan akan tenaga kerja dan kurangnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada.
Jumlah penduduk yang besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang
semakin besar pula.Hal ini berarti semakin besar pula jumlah orang yang mencari
pekerjaan atau menganggur.
Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu
perekonomian. Semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan inflasi ini. Oleh
karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran
untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Bagi
negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2-4
persen per tahun. Dengan persentase sebesar itu, dapat dikatakan inflasi yang rendah
sedangkan tingkat inflasi yang tinggi berkisar lebih dari 30 persen . Namun ada juga
negara yang menghadapi tingkat inflasi yang sangat tinggi,yang disebut dengan hiper
inflasi (hyper inflation). Jika suatu negara mengalami hiper inflasi bisa dipastikan
jumlah pengangguran di negara tersebut akan bertambah secara drastis. Karena dengan
kenaikan harga-harga di semua sektor, maka perusahaan-perusahaan akan mengambil
kebijakan mengurangi biaya untuk memproduksi barang atau jasa dengan cara
mengurangi pegawai atau tenaga kerja. Akibatnya, angka pengangguran yang tinggi
tidak dapat dihindari dan dapat membuat perekonomian negara tersebut mengalami
kemunduran.
Pemerintah (pasca reformasi) sepertinya telah berusaha keras menjaga tingkat
inflasi, namun berbagai tekanan dari dalam dan luar negeri pasca reformasi (1997)
masih sangat tinggi mempengaruhi pergerakan perekonomian Indonesia. Inflasi yang
terjadi di Indonesia masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi
Malaysia dan Thailand yang berkisar 2%, bahkan Singapura yang berada di bawah 1%.
Bila sektor-sektor riil dalam negeri tidak dibangkitkan maka upaya di sektor moneter
menjaga kestabilan makro ekonomi dalam jangka panjang hanya akan menjadi hal yang
sia-sia.
Terjadi inflasi sebesar 3,35 persen sepanjang 2015, dari Januari hingga
Desember.Sementara secara year-on-year dibandingkan dengan 2014, inflasi desember
2015 tumbuh juga sebesar 3,35 persen.Bila dibedah lebih dalam, untuk komponen inti
inflasi yang terjadi adalah sebesar 3,95 persen baik untuk 2015 maupun secara year-on-
year antara Desember 2015 dan 2014.Inflasi komponen inti adalah komponen inflasi
yang cenderung menetap atau di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor
fundamental, yaitu:
1. Interaksi permintaan-penawaran
2. Lingkungan eksternal: Nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi
mitra dagang
3. Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen
Sementara lebih spesifik pada Desember 2015, terjadi inflasi sebesar 0,96 %
dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 122,99. Dari 82 kota yang IHK-nya
diukur, seluruhnya mengalami inflasi.Inflasi tertinggi terjadi di Merauke yaitu 2,87%
dengan IHK 131,04 dan terendah terjadi di Cirebon yaitu 0,27 % dengan IHK 118,94.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, empat kota indeks harga
konsumen (IHK) mengalami inflasi dengan rincian Sibolga 2,57 %, Siantar 0,77%,
Medan 2,18% dan Padangsidimpuann 1,07%,” Kepala BPS Sumut Wien Kusdiatmono,
Jumat (1/4/2016).
Medan merupakan kota penyumbang inflasi tertinggi selama Januari– Maret
2016. Sebab, andil Medan terhadap inflasi mencapai 82%. Karena itu jika harga bahan
kebutuhan pokok naik di kota ini, akan membuat inflasi tinggi.Dengan besaran inflasi
pada periode ini, maka secara year on year (yoy) angka inflasi di Sumut sebesar 7,16%
yang juga jauh lebih tinggi dari nasional yang hanya 4,45%. Salah satu cara yang bisa
dilakukan adalah menetapkan aturan membatasi penjualan ke luar daerah. Sebab,
banyak produk pertanian Sumut dijual ke daerah lain padahal kebutuhan di sini juga
tidak mencukupi.
Jumlah penduduk yang terus berkembang pesat menunjukan bahwa fenomena
pengangguran sudah menjadi hal yang biasa tetapi menjadi masalah bagi perekonomian
suatu negara. Untuk tahun 2010, tercatat bahwa sekitar 143.366 orang jumlah
pengangguran di Kota Medan dengan tingkat kemiskinan8.58%. Selama kurun waktu
2006–2010, tingkat pengangguran terbuka di kota Medan mengalami sedikit penurunan,
yakni dari 15.01% pada tahun 2006 menjadi13.11% di tahun 2010. Hal ini memberikan
gambaran bahwa dari 100 orang yangtermasuk angkatan kerja pada tahun 2010 masih
terdapat sekitar lebih kurang 15orang yang menganggur. Angka pengangguran ini
relative tinggi dan masih banyak hal lain yang perlu menjadi perhatian baik yang
berkaitan langsung dengan upaya setiap orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga dapat hidup layak dan tidak menjadi beban sosial maupun untuk mendorong
mereka agar dapat aktif secara ekonomi.Jumlah angkatan kerja yang tinggi dan tidak
sebanding dengan kesempatan kerja yang tersedia menyebabkan tidak tertampungnya
seluruh angkatan kerja yang ada. Untuk itu, kebijakan anggaran pada masa yang akan
datang seharusnya lebih menitikberatkan dan meningkatkan anggaran di bidang
ekonomi dan investasi di samping bidang-bidang yang lainnya.
Melalui uraian diatas, dengan berbagai permasalahan berkaitan dengan
pengangguran, serta fenomena ekonomi yang terjadi didalamnya. Penulis tertarik dan
ingin melihat sejauh mana hubungan pengangguran dengan inflasi. Oleh karena itu,
peneliti mengambil judul “Analisis Tingkat Inflasi dan Tingkat Pengangguran di Kota
Medan”.
Penelitian Terdahulu
Irham(2013) melakukan penelitian tentang Hubungan Antara Inflasi Dengan
Tingkat Pengangguran ,Pengujian Kurva Philips Dengan Data Indonesia, 1976-
2006.penelitian ini diteliti dengan menggunakan Uji Stasionaritas (Unit-root Test), Uji
Kausalitas (Granger Causality Test), Uji Kointegrasi (Cointegration Test), Dan Error
Correction Model (ECM) . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teori kurva Phillips
yang menyebutkan adanya trade off atau hubungan negatif antara inflasi dengan tingkat
pengangguran ternyata tidak terbukti dengan menggunakan data Indonesia tahun 1976-
2006.
Iqbal dan Rahmawati (2012) melakukan penelitian tentang Pengaruh tingkat
pengangguran terhadap inflasi di Kota Surabaya. penelitian ini diteliti dengan
Menggunakan metode VAR (vector autoregressive). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tingkat pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel inflasi
dikota surabaya.melalui analisis vector autoregressive, justru angka inflasi yang
mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel pengangguran di kota surabaya.
Variabel inflasi justru berpengaruh secara negatif terhadap variabel pengangguran.
Inflasi dan pengangguran dikota Medan selalu mengalami perubahan setiap periode
dan tahunnya seperti yang ditunjukan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1
Data Inflasi dan Pengangguran
Berdasarkan Tabel 2 dari hasil estimasi yang di uji, maka persamaan analisis regresi
linier berganda dalam penelitian ini adalah:
Y = 2,129 + -0,024 X1
Berdasarkan persamaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
a) Konstanta (a) = 2,129, ini menunjukkan harga constant, dimana jika variabel
Inflasi (X) = 0, maka Pengangguran = 2,129 (naik sebesar 2,129 persen)
b) Koefisien X = -0,024, ini berarti bahwa variabel Inflasi (X) berpengaruh negatif
terhadap Pengangguran, atau dengan kata lain jika Inflasi (X) meningkat sebesar
satu-satuan, maka Pengangguran akan berkurang sebesar 0,024. Koefesien
bernilai negatif artinya terjadi hubungan negatif antara variabel Inflasi dengan
Pengangguran, semakin meningkat Inflasi maka akan semakin menurun
Pengangguran.
Uji Hipotesis
1.Uji Signifikan Parsial (Uji-t)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh suatu variabel
bebas secara parsial (individual) terhadap variasi variabel terikat. Kriteria
pengujiannya adalah :
a) Ho : b1 = 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang positif
dansignifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
b) Ho : b1 ≠ 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
.
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa :
1. R = 0,009 berarti hubungan antara variabel inflasi (X), terhadap pengangguran
(Y) sebesar 0,9%. Artinya hubungannya sangat lemah.
2. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,026 berarti variabel pengangguran (Y) dapat
dijelaskan oleh variabel inflasi (X) sebesar 2,6%.
3. Standard Error of Estimated (Standar Deviasi) artinya mengukur variasi dari
nilai yang diprediksi. Dalam penelitian ini standar deviasinya
sebesar1.49034.Semakin kecil standar deviasi berarti model semakin baik.
Pembahasan
KESIMPULAN
1. Dari hasil analisis estimasi regresi linear sederhana 0.945 > 0.005 membuktikan
bahwa tingkat inflasi adanya pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
pengangguran. Dengan hasil estimasi tersebut membuktikan bahwa curva
Philips tidak bisa diterapkan di kota Medan dari tahun 2005 – 2014.
2. Dari hasil estimasi uji t didapat -0,058< 1,686 membuktikan bahwa adanya
hubungan negatif dan tidak signifikan tingkat inflasi terhadap pengangguran.
Dengan hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan timbal balik
tingkat inflasi terhadap pengangguran di kota Medan.
3. Pada hasil analisis koefisien determinasi didapat nilai Adjusted R Square sebesar
0,026 berarti 2,6% variabel tingkat pengangguran (Y) dapat dijelaskan oleh
variabel tingkat inflasi (X). Sedangkan sisanya 97,4% dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini
SARAN
Saran ditujukan tidak hanya pada pemerintah, tetapi juga pada para mahasiswa
pada umumnya, dan mahasiswa Ekonomi pada khususnya yang dianggap sebagai calon
penerus bangsa, dan juga sebagai Social Control agar setiap periode mengkaji hubungan
antara komponen-komponen yang terkait antara inflasi dan pengangguran, sehingga
pola antara indikator tersebut dapat terbaca untuk bisa membantu langkah-langkah yang
perlu di ambil oleh pemerintah guna mengatasi pengangguran dan inflasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Seritua. 1996. Teori Ekonomi Mikro Dan Makro Lanjutan, Raja Gafindo Persada,
Jakarta Utara.
Daulay, Murni. 2010. Metodologi Penelitian Ekonomi, USU Press, Medan
Dra. Afrida BR,M.S. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Spss. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Horesh, Tamir Agmun Reuven. 1994. Inflasi, Disinflasi, Dan Keputusan Keuangan, Rineka
Cipta, Jakarta.
P.Todaro, michael.1995. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga edisi ke 4, Erlangga,
Jakarta.
P.Todaro, michael. 1998. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga edisi ke 6, Erlangga,
Jakarta.
Santoso, Rokhedi Priyo. 2012.Ekonomi Sumber Daya Manusia Dan Ketenagakerjaan, UPP
SITM YKPN, Yogyakarta.
Jurnal dan Artikel :
Irdam Ahmad.2013.Hubungan Antara Inflasi Dengan Tingkat Pengangguran, Pengujian
Kurva Philips Dengan Data Indonesia, 1976-2006,
Muhammad Iqbal Surya Pratiko dan Lucky Rachmawati.2012.Pengaruh tingkat
pengangguran terhadap inflasi dikota surabaya,
Rovia Nugrahani Pramesthi.2013. Pengaruh pengangguran dan inflasi terhadap
pertumbuhan ekonomi di kabupaten trenggalek, tahun 2010
www.medan.tribunnews.com 1 April 2016
www.sumut.bps.go.id Mei 2016
www.bi.go.id