Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1. PENGERTIAN

Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin


dan volume pada sel darah merah ( Hematokrit per 100 ml darah ).
Anemia dapat diklasifikasikan menurut :
1. Morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya
2. Etiologi
Klasifikasi Anemia Menurut morfologi Mikro dan Makro menunjukkan ukuran sel
darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya.Ada tiga klasifikasi besar
yaitu :
1. Anemia Normositik Normokrom adalah Ukuran dan bentuk sel-sel darah
merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal ( MCV
dan MCHC normal atau rendah .
2. Anemia Makrositik normokrom adalah Ukuran sel-sel darah merah lebih
besar dari normal tetapi konsentrasi hemoglobin normal ( MCV
Meningkat,MCHC normal)
3. Anemia Mikrositik HipokromUkuran sel-sel darah merah kecil mengandung
Hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal ( MCV maupun MCHC
kurang ).
Yang termasuk dalam kategori Anemia Mikrositik Hipokrom adalah Anemia
defisiensi bisa terjadi akibat kekurangan besi, pirodoksin atau tembaga.
Anemia Defisiensi Besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total
turun dibawah tingkat normal yang terjadi akibat tidak adanya besi yang
memadai untuk mensintesis Hemoglobin .

2. PATOFISIOLOGI

Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak-anak.
Bayi cukup builan yang lahir dari ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup
persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya
saat berusia 4-6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk
memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi
terjadi anemia defisiensi zat besi . Hal ini paling sering terjadi karena pengenalan
makanan padat yang terlalu dini ( sebelum usia 4-6 bulan) dihentikannya susu
formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dan minum
susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak
cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang
kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat.
Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6
bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik.
Pada Bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh
protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur
kehilangan darah sebanyak 1-7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan
anemia defisiensi zat besi. Pada remaja putri anemia defisiensi zat besi juga dapat
terjadi karena menstruasi yang berlebihan.

3. CLINICAL PATHWAY

Kurangnya Asupan Zat Besi

Cadangan Zat besi tidak mencukupi

Anemia Def. Zat Besi

Lemah Pucat Demam

4. TANDA DAN GEJALA

a. Konjungtiva pucat ( Hemoglobin ( Hb) 6 sampai10 g/dl ).


b. Telapak tangan pucat ( Hb dibawah 8 g/dl )
c. Iritabilitas dan Anoreksia ( Hb 5 g/dl atau lebih rendah
d. Takikardia , murmur sistolik
e. Pika
f. Letargi, kebutuhan tidur meningkat
g. Kehilangan minat terhadap mainan atau aktifitas bermain.
5. KOMPLIKASI

a.Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )


b. Daya konsentrasi menurun
c.Hasil uji perkembangan menurun
d. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun

6. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG

a. Kadar porfirin eritrosit bebas ---- meningkat


b. Konsentrasi besi serum ------- menurun
c. Saturasi transferin ------ menurun
d. Konsentrasi feritin serum ---- menurun
e. Hemoglobin menurun
f. Rasio hemoglobin porfirin eritrosit ---- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic
untuk defisiensi besi
g. Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin
concentration ( MCHC ) ---- menurun menyebabkan anemia hipokrom
mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat.
h. Selama pengobatan jumlah retikulosit ---- meningkat dalam 3 sampai 5 hari
sesuadh dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif.
i. Dengan pengobatan, hemoglobin------- kembali normal dalam 4 sampai 8
minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.

7. THERAPI

Usaha pengobatan ditujukan pada pencegahan dan intervensi. Pencegahan tersebut


mencakup ; Menganjurkan Ibu-Ibu untuk memberikan ASI, Makan makanan kaya
zat besi dan minum vitamin pranatal yang mengandung besi.
Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi zat besi terdiri dari program pengobatan
berikut ;
a. Zat besi diberikan per oral dalam dosis 2 – 3 mg/kg unsur besi semua bentuk
zat besi sama efektifnya ( fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat.
b. Vitamin C harus diberikan bersama dengan besi ( Vitamin C meningkatkan
absorpsi besi ).
Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah
anemia dikoreksi untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi yang disuntikkan
jarang dipakai lagi kecuali terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.

8. MASALAH KEPERAWATAN

a.Intoleransi Aktifitas yang berhubungan dengan kerusakan transpor oksigen


sekunder terhadap penurunan sel darah merah
b. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh
c.Keletihan
d. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan penurunan
resistensi sekunder akibat hipoksia jaringan dan atau sel-sel darah putih
abnormal ( neutropenia, leukopenia )
e.Risiko terhadap cedera : Kecendrungan perdarahan yang berhubungan
dengan trombositopenia dan splenomegali
f. Risiko tinggi perubahan pertumbuhan dan perkembangan

9. MASALAH KOLABORASI

a. KP : Perdarahan
b. KP : Gagal Jantung
c. KP : Kelebihan zat besi ( Transfusi berulang ).

10. PERENCANAAN KEPERAWATAN

A. TUJUAN
Tujuan Utama meliputi Toleransi terhadap aktifitas, pencapaian dan
pemeliharaan nutrisi yang adekuat dan tidak adanya komplikasi.

B. KRITERIA HASIL
a. Warna kulit anak membaik
b. Pola tumbuih anak membaik ( seperti terlihat pada peta pertumbuhan
)
c. Tingkat aktifitas anak sesuai dengan usianya
d. Orang tua menunjukkan pemahamannya terhadap aturan pengobatan
di rumah ( Misalnya : Pemberian obat, makanan kaya zat besi yang
sesuai).

C. INTERVENSI
a. Pantau efek therapheutik dan efek yang tidak diinginkan dari
terapi zat besi pada anak :
 Efek samping dari terapi oral ( misal : perubahan
warna gigi )
 Ajarkan tentang cara-cara mencegah perubahan warna
gigi:
 Minum preparat besi dengan air, sebaiknya
dengan jus jeruk
 Berkumur setelah minum obat.
 Anjurkan untuk meningkatkan makanan berserat dan
air untuk mengurangi efek konstipasi dari zat besi
 Untuk mengatasi konstipasi berat akibat zat besi
cobalah untuk menurunkan dosis zat besi tetapi
memperpanjang lama pengobatan.
b. Ajarkan pada orang tua tentang asupan nutrisi yang adekuat .
 Kurangi asupan susu pada anak
 Tingkatkan asupan daging dan pengganti protein yang
sesuai
 Tambahkan padi-padian utuh dan sayur-sayuran hijau
dalam diet.
c. Dapatkan informasi tentang riwayat diet dan perilaku makan
 Kaji faktor-faktor yang menyebabkan defisiensi
nutrisi,-psikososial,perilaku dan nutrisional
 Buat rencana bersama orang tua tentang pendekatan
pendekatan kebiasaan makan yang dapat diterima
 Rujuk ke Ahli Gisi untuk evaluasi dan terapi intensif.
d. Anjurkan Ibu untuk menyusui bayinya karena zat besi dari
ASI mudah diserap.

D. RASIONAL
 Dengan memantau efek therapheutik dapat diketahui
keuntungan dan kerugian dari pemberian therapheutik tsb sehingga
memudahkan i untuk tindakan lebih lanjut.
 Dengan mengajarkan pada orang tua tentang asupan nutrisi
yang adekuat kebutuhan zat besi anak bisa terpenuhi sesuai dengan
usianya disamping orang tua lebih memahami akan pentingnya
kebutuhan zat besi bagi anak.
 Dengan memberikan informasi tentang riwayat diet dan
perilaku makan dapat diketahui kebiasaan yang
menguntungkan/merugikan bagi kesehatan klien.
 Dengan menganjurkan Ibu untuk menyusui bayinya
defisiensi zat besi pada bayi dan anak dapat dicegah karena pada ASI
mengandung zat besi yang mudah diserap oleh tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cecily L. Betz, dkk, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, EGC


Jakarta.
2. Nanda NIC NOC 2006, buku intervensi diagnosa keperawatan.
New York.
3. FKUI, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan infomedika,
Jakarta.
4. Sylvia A.Price, dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis proses-
proses penyakit, Edisi 4, EGC , Jakarta.
5. Lynda Jual Carpenito, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan,
Edisi 8, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai