Anda di halaman 1dari 6

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Status Gizi


Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.Status gizi
adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi
dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu
berat badan, tinggi badan atau panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang
tungkai. Jika keseimbangan tadi terganggu, dimana keadaan berat badan lebih rendah
daripada berat yang adekuat menurut usianya disebut gizi kurang (Gibney dan Barrie,
2009).
Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat kompleks,
pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.
Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua,
keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan
gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan
"frekuen feeding" (pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet
penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian
stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya
edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk
perlu distribusi makanan yang memadai.
Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan
berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
 Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar Deviasi)
 Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD
 Gizi Buruk: apabila berat badan balita <-3 SD
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
1) Antropometri
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik
dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
a) Indeks Masa Tubuh (IMT) Atau Body Mass Index (BMI)
Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks
Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap
penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih.
Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yang
dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan
penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat.
Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat
badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang
dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak,
remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:
2
IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)
Kategori Keterangan IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <>
Kurus sekali Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Obes Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat
badannya yaitu : jika ≤ 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan
Lahir Rendah) jika 2500 – 3900 gram Normal dan jika ≥ 4000 gram dianggap
gizi lebih.

B. Pengertian Gizi Kurang


Menurut Supariasa (2002:18), malnutrisi adalah keadaan patologis akibat
kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut saat lebih zat gizi.
Menurut Ngastiyah (2005:258), gizi kurang pada keadaan awalnya tidak
ditentukan kelainan biokimia tapi pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar albumin
rendah, sedangkan globulin meninggi. Sedangkan menurut Almatsier(2002: 303), Gizi
kurang disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kurang
sumber protein. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gizi kurang adalah
suatu keadaan yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang sumber protein,
penyerapan yang buruk atau kehilangan zat gizi secara berlebih.

C. Penyebab Gizi Kurang


Penyebab terjadinya gizi kurang menurut …. Terbagi menjadi … yaitu:
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial
ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik
maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan
sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan
negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan
kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk.
Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil
pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6
bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik
jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang
baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat
besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI
yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan
makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan
3. Pola makan yang salah
Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan
balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua
mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak
berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan
kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat
posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.
Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh
yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang
meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan
juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.
4. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak
benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak .
Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan
makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak
memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan
anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup sehingga anak
menjadi sering sakit (frequent infection)
5. Infeksi kronik
seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang
gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi
dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
D. Patofisiologi
malnutrisi (Gizi kurang) merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitubhost, agent,
environment (Supariasa, 2002). Memang faktor diet makanan memegang peranan penting
tetapi faktor lain ikut menentukan dalam keadaan keluarga makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak, merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibat katabolisme protrein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera di ubah menjadi karbohidrat di hepar dan di ginjal
selama puasa jaringan lemak di pecah jadi asam lemak, gliseraal dan keton bodies, asam
lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah
kira-kira kehilangan separuh tubuh. Proses patogenesis terlihat pada faktor lingkungan
dan manusia (host dan environment) yang didukung oleh asupan-asupan zat-zat gizi,
akibat kekurangan zat gizi maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk
memenuhi kebutuhan, apabila keadaan ini berlangsung lama. Maka simpanan zat gizi ini
akan habis ahirnya terjadi pemerosotan jaringan. Pada saat ini orang sudah dapat
digolongkan sebagai malnutrisi , walaupun hanya baru dengan ditandai dengan
penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat.
E. Pathway

F. Manifestasi Klinis Gizi Kurang


Anak dengan gizi kurang memiliki gejala klinis yang terbagi menjadi 3 tahap yaitu:
1. Kurang Energi Protein Ringan
Kurang energi (malas), kenaikan berat badan berkurang atau berhenti dan ada kalanya berat
badan menurun, ukuran lingkar lengan atas menurun, maturasi tulang terhambat, rasio berat
badan terhadap tnggi noral menurun, lipatan kulit normalkurang, aktivitas dan perhatian anak
berkurang di bandingkan anak yang sehat, kelainan kulit dan rambut, jarang ditemukan.
2. Kurang Energi Protein Sedang
Pucat karena anemia, mata tampak besar dan dalam, ubun-ubun besar dan cekung, terjadi
atropi otot, perut membuncit dan cekung, rambut tipis, kulit kusam, kering dan bersisik.
3. Kurang Energi Protein Berat
Terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Marasmus
marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan
protein lebih terpakai sehingga anak menajdi kurus dan emosional dan tanda-
tanda kurus (simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan fisiologi sampai
terjadinya oedem aktivitas metabolik normal/rendah).
Tanda dan Gejala marasmus adalah :
 Otot akan mengecil/atrofi
 Apatis
 Sangat kecil/kurus
 BB kurang, tidak sesuai umur
 Kulit kedodoran
 Muka seperti orang tua dan kulit kering
 Perut buncit dengan gambaran usus yang nyata
 Vena superfisialis tampak jelas , ubun-ubun cekung, tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol.
2. Kwashiorkor
kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa sering disebut
busung lapar.
Gejala Klinis kwashiorkor adalah :
 Oedem di seluruh tubuh terutama kaki
 Wajah membulat dan sembab
 Otot-otot mengecil lebih nyata apabila diperiksa dalam posisi berdiri dan
duduk.
 Perubahan status mental, cengeng, rewel, kadang apatis.
 Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
 Pembesaran hati
 Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
 Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas
 Pandangan mata anak tampak sayu

G. Penatalaksanaan Gizi Kurang


Dalam penatalaksaan kasus gizi kurang
1. Pemberian makanan TKTP dengan ukuran yang telah dianjurkan dan diberikan secara
bertahap
2. Tetap memberikan ASI sesuai dengan aturan secara terus menerus bagi anak dibawah
usia 2 tahun.
3. Pemberian makanan tambahan
4. Pemberian terapi ciran dan elektrolit bila perlu.
5. Kontrol berat badan secara rutin.
6. Berikan obat atau vitain sesuai dengan anjuran pengobatan.
7. Penyuluhan tentang gizi seimbang terutama bagi orang tua yang memiliki balita.
8. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologi tinggi,
tinggi kalori, cukup cairan, vitamin, dan mineral.
9. Makanan harus mudah dicerna dan diserap.
10. Makanan yang diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan
sangat rendah
11. Penanganan terhadap penyakit penyerta
12. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi
tambahan.

Anda mungkin juga menyukai