OS Hifema Traumatika
Oleh:
dr. Riswan Febrianto
Pembimbing:
dr. Haryo Bagus T., Sp.M
dr. Syafri Syarfini
0
Portofolio Kasus
No. ID dan Nama Peserta : Riswan Febrianto
No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
Topik: OS Hifema Traumatika
Tanggal (kasus): 6 September 2016
Nama Pasien: Ny. Al No RM: 29.91.77
Tanggal Presentasi: Pendamping: dr. Haryo Bagus T., Sp.M
22 September 2016 dr. Syafri Syarfini
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Hifema adalah perdarahan bilik mata depan (BMD) yang berasal dari pecahnya
pembuluh darah pada iris atau badan silier akibat rudapaksa tumpul / trauma
tumpul.
1
tidak disertai dengan keluarnya darah dari mata.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita Diabetes Melitus sejak 5 th dan menjalani pengobatan
rutin di RSU Sumberejo.
Pasien menderita PJK sejak bln Juni th 2015 dan menjalani pengobatan
rutin di Poli Jantung RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro
OD: Retinopati Diabetikum → dilaser bln Mei th 2015
OS: - Ablasio Retina direncanakan operasi repair
- Katarak → Operasi katarak bln Sept th 2015
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada angota keluarga yang menderita penyakit kelainan perdarahan
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: cukup
Kesadaran : compos mentis
Suhu badan : 36,2 ºC
Pernapasan : 18 x/menit
Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat angkat
Tekanan darah : 120/80 mmHg,
Gizi : kesan cukup
5. Status Ophtalmologi
2
6. Assesment :
OS Hifema Traumatika + OS Pseudofakia + OS Ablasio Retina
OD susp. Proliferatif Retinopati Diabetikum
7. Planning terapi:
O Bed rest ½ duduk selama 5 hari (pasien MRS)
O Dexamethasone, Polymyxin B sulfate, Neomycin ED 4 dd gtt I OS
3
O Atropin 3 dd gtt I OS
O Asam Tranexamat 3 dd tab I
O Natrium Diklofenak 2 dd tab I
O Kompres dingin
Daftar Pustaka
Sidarta, I. & Yulianti, S. R. 2012. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis hifema traumatika.
2. Tatalaksana hifema traumatika.
4
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus
1. Subyektif
Kesimpulan anamnesis dari pasien ini adalah perempuan 57 th, mengeluhkan
nyeri pada mata kiri disertai pandangan mendadak menjadi semakin kabur.
2. Obyektif
Pada kasus ini diagnosis hifema traumatika ditegakkan berdasarkan:
- Pemeriksaan fisik (status oftalmologi)
- Pemeriksaan tambahan
Assesment
Pasien ini didiagnosis dengan hifema traumatika karena :
II.1. Definisi
Hifema adalah perdarahan dalam Bilik Mata Depan (BMD) yang berasal dari
pecahnya pembuluh darah pada iris atau badan silier akibat rudapaksa tumpul /
trauma tumpul.
Hifema traumatika terjadi sebagian besar pada dewasa muda. Ini merupakan
hasil dari trauma pada pembuluh darah di perifer iris atau badan silier. Trauma
tumpul yang menghantam bagian depan mata misalnya, mengakibatkan terjadinya
perubahan bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior serta ekspansi
bidang ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
5
intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinay penekanan pada
struktur pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah yang
mengalami gaya regang dan tekan ini akan mengalami ruptur dan melepaskan
isinya ke bilik mata depan.
Hifema spontan lebih jarang terjadi dan seharusnya memperingatkan
pemeriksa kemungkinan terjadinya rubeosis iridis, gangguan faal koagulasi,
penyakit herpes, atau masalah dari IOL. juvenile xanthogranuloma, dan leukemia
berhubungan dengan hifema spontan pada anak-anak.
6
Gambar 2. Klasifikasi hifema secara skematis (Sumber:
emedicine.medscape.com/article/1190165-overview)
Berdasarkan tampilan klinis, hifema dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard):
• Grade 1: kurang dari ¼ volume BMD.
• Grade 2: ¼ sampai ½ dari volume BMD.
• Grade 3: ½ sampai ¾ dari volume BMD.
• Grade 4: pengisian sempurna dari BMD (“eight ball”
hifema, atau black ball eye).
Gambar 3. Hifema total atau ”eight ball hyphema” (sumber: AAO, 2012)
7
II.4. Diagnosis
Penderita hifema perlu untuk dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi adanya riwayat trauma, kapan
terjadinya trauma. Perlu ditanyakan adanya penyakit lain yang menyertai seperti
kelainan pembekuan darah seperti sel sabit, penyakit hati dan pemakaian aspirin
atau obat tertentu.
II.5. Tatalaksana
Pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan
cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan
operasi.
8
dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema
dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.
Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan
perdarahan sekunder.
2. Bebat Mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di
antara para ahli. penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu
untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya:
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang
baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (misalnya transamine/
transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan
pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai
sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat
dihindarkan.
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan
dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi,
tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.
Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-samadengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.
9
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea,
manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun
ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan
kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam.
Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,
lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila
tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan
dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya
masih ada sampai hari ke 5 segera dilakukan parasentesa.
10
II.6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hifema antara lain:
• Perdarahan sekunder
• Glaukoma sekunder
• Hemosiderosis kornea
• Sinekia posterior
• Atrofi optik
• Uveitis
11