Anda di halaman 1dari 2

UNIVERSITAS PERTAHANAN

Dosen:
Dr. Drs. Timbul Siahaan, M.M.

TUGAS MATA KULIAH REKAYASA LOGISTIK DAN RANTAI PASOK


PENGADAAN ALAT UTAMA SISTEM PERTAHANAN (ALUTSISTA)

Oleh:
Ezha Kurniasari Wahyu Solehah
NIM. 120170401008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTAHANAN


PROGRAM STUDI INDUSTRI PERTAHANAN

BOGOR
April, 2018
Pengadaan merupakan serangkaian aktivitas untuk memenuhi atau menyediakan
kebutuhan pasokan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan
melalui sistem kontrak, pembelian langsung, produksi, penukaran, modifikasi, dan lain
sebagainya. Menurut Perpres 70 Tahun 2012, pengadaan barang dan jasa di lingkungan
Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI adalah kegiatan untuk memperoleh
barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi lainnya
(K/L/D/I) yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya
seluruh kegiatan memperoleh barang/jasa. Proses pengadaan alutsista memerlukan
prosedur dan proses yang benar untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas yang tepat
pada waktu yang tepat, tempat yang tepat, dan dari sumber yang tepat untuk memberikan
manfaat dan keuntungan bagi negara dan bangsa.
Pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) maupun alat peralatan
pertahanan keamanan (alpalhankam) yang terjadi lingkungan Kemhan dan TNI bertujuan
untuk membangun postur pertahanan negara sekaligus memenuhi kebutuhan alutsista
TNI pada tiga matra. Modernisasi alutsista TNI telah dirumuskan dalam minimum
essential force (MEF) yang tersusun dalam Rencana Strategis (Renstra) I (2010-2014)
yang fokus pada penguasaan desain, II (2014-2019) yang fokus pada penguasaan
teknologi, dan III (2020-2024) yang fokus pada pengembangan baru. Sasaran
pengadaan dan modernisasi alutsista adalah terwujudnya kekuatan pertahanan negara
pada suatu standar penangkalan.
Pemenuhan kebutuhan alutsista TNI dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Dasar hukum pengadaan alutsista TNI terdapat dalam UU No. 16 Tahun 2012 tentang
Industri Pertahanan. Pemberdayaan industri pertahanan (indhan) dalam negri (DN)
menjadi prioritas utama pemenuhan alutsista TNI. Jika indhan DN belum dapat
memenuhi, maka dapat menggunaan alternatif seperti pembelian langsung dari luar negri
(LN) dengan syarat mengikutsertakan indhan DN, kewajiban alih teknologi / transfer of
technology (ToT), jaminan tidak adanya potensi embargo, dan mekanisme imbal dagang
termasuk ofset. Hal ini bertujuan untuk membantu mewujudkan kemandirian indhan DN
sehingga tidak bergantung dengan produk LN. Selain itu, dapat juga menggunakan cara
akuisisi maupun pinjaman berupa kredit dari LN.
Pengadaan alutsista TNI memiliki beberapa permasalahan. Salah satunya adalah
tidak semua alutsista yang dibutuhkan belum dapat diproduksi DN karena keterbatasan
teknologi dan anggaran. Pengadaan melalui pembelian dari LN yang dilakukan pun
memiliki kendala pada ToT yang dijalankan tidak sesuai dengan harapan dimana
teknologi kunci tidak diberikan oleh negara pemberi alutsista. Selain itu, kemampuan
merawat alutsista yang berasal dari LN juga terbatas. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, maka saat ini indhan melakukan kerjasama dalam pembuatan alutsista dengan
negara-negara lain. Kerjasama yang dilakukan berupa membuat produk alutsista secara
bersamaan maupun pembagian produksi (joint production). Hal ini sudah dilakukan pada
pengadaan kapal selam dengan Korea Selatan maupun rencana pembuatan KFX/IFX di
PT Dirgantara Indonesia. Upaya tersebut dilakukan agar Indonesia tidak hanya serta
merta mendatangkan alutsista dari LN, akan tetapi indhan DN juga dilibatkan agar dapat
mengembangkan kemampuan dalam hal pengembangan teknologi untuk menuju
kemandirian indhan DN. Pemilihan teknologi dalam proses ToT juga memiliki
permasalahan. Indonesia belum dapat menentukan teknologi yang tepat dan benar-
benar dibutuhkan dalam pengembangan teknologi alutsistanya.

Anda mungkin juga menyukai