Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Lansia secara umum mengalami depresi dengan dinamika yang lebih


rumit. Para lansia biasanya sulit mengenali ciri depresi yang muncul dalam
diri mereka karena pemahaman yang minim. Ketika sudah menyadarinya pun,
mereka enggan mencari bantuan karena biasanya mereka percaya bahwa
depresi yang mereka alami disebabkan oleh ketidakmampuan atau kegagalan
mereka secara personal, sehingga mereka malah mengisolasi diri (Rosenvald,
Oei & Schmidt, 2007). Penyebab lainnya adalah adanya perasaan tidak
nyaman yang muncul jika harus mengakui adanya masalah tersebut dalam
diri mereka, sehingga mereka memilih untuk menutupinya saja. Karena
merasa sebagai individu yang sudah sangat dewasa, mereka tidak mau
membuat diri mereka malu karena terlihat bermasalah di hadapan orang lain
karena merasa sebagai individu yang sudah sangat dewasa (Gellis &
McCracken, 2008).

Untuk itu, dalam menangani depresi pada lansia, diperlukan


pemahaman mendalam mengenai masalah dan karakteristik lansia, serta
pemahaman akan cara penanganan yang tepat. Penanganan depresi ini penting
untuk diperhatikan karena kemunculan depresi biasanya disertai dengan
masalah-masalah kesehatan lain, seperti kecemasan, dementia, penurunan
fungsi kognitif, sakit fisik yang bersifat kronis, masalah tidur, dan stres karena
masalah kesehatan yang mereka alami (Gellis & McCracken, 2008; Knight,
Kaskie, Shurgot & Dave, 2006; Satre,Knight & David, 2006).

Terapi kgnitif perilaku merupakan terapi yang mengkombinasikan


aspek kognitif dan tingkah laku. Pendekatan ini mengajarkan individu untuk
mengenali bahwa pola pikir tertentu yang sifatnya negatif dapat membuat

1
individu salah memaknai situasi dan memunculkan emosi atau perasaan
negatif pula. Pikiran dan emosi yang salah pada akhirnya akan mempengaruhi
tingkah laku individu, sehingga dianggap membutuhkan terapi (Rosenvald,
Oei & Schmidt, 2007; Spielger& Guevremont, 2010; Westbrook, Kennerley &
Kirk, 2007).

B Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Terapi ?
2. Apa Tujuan dilakukannya Terapi Kognitif ?
3. Apa Indikasi dilakukan Terapi Kognitif ?
4. Bagaimana Penerapan terapi Kognitif Prilaku pada Lansia Yang
Mengalami Depresi

C Tujuan
1. Mengetahu apa Pengertian Terapi.
2. Mengetahui apa Tujuan dilakukannya Terapi Kognitif.
3. Mengetahui apa Indikasi dilakukan Terapi Kognitif.
4. Memahami Bagaimana Penerapan terapi Kognitif Prilaku pada Lansia
Yang Mengalami Depresi.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Terapi


Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek, terstruktur,
berorientasi, terhadap masalah saat ini, dan bersifat terapi individu.
Terapi kognitif akan lebih bermanfaat jika digabung dengan
pendekatan perilaku. Kemudian terapi ini disatukan dan di kenal
dengan terapi perilaku kognitif. Terapi ini memerlukan individu
sebagai agen yang berfikir aktif dan berinteraksi dengan dunianya.

Tugas perawat adalah secara aktif dan langsung membantu


klien mempertimbangkan kembali stressor dan mengidentifikasi pola
pemikiran atau keyakinan yang tidak akurat untuk mengatasi masalah
klien dari perspektif kognitif.

2.2 Tujuan Terapi Kognitif


a. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap realitas

b. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu


klien mengubah cara berfikir atau mengembangkan pola pikir
yang rasional.

c. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal


asumsi yang maladaptive, pikiran yang mengganggu secara
otomatis, serta proses pikiran tidak logis yang dibesar-besarkan.
Berfokus pada ikiran individu yang menentukan sifat
fungsionalnya (Videbeck, 2008).

d. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan


dengan mengubah cara berfikir maladaptive dan otomatis. Klien
harus menyadari kesalahan cara berfikirnya. Kemudian klien
harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara

3
yang lebih adaptif. Dengan presfektif kognitif, klien dilatih
untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan
harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantu
klien mengidentifikasi kondisi negative, mencarikan alternative,
membuat skema, yang sudah ada menjadi fleksibel, dan mencari
kognisi perilaku yang baru dan lebih adaptif.

e. Membantu menargetkan proses berfikir serta perilaku yang


menyebabkan dan mempertahankan panic dan kecemasan.
Dilakukan dengan cara penyuluhan klien, restrukturisasi
kognitif, pernafasan relaksasi terkendali, umpan balik biologi,
mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan reframing.

f. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu


perilaku gangguan obsessive kompulsif dan selanjutnya
mencegah responnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau
pencegahan respon, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi
distorsi kognitif melalui psikoedukasi.

g. Membantu individu mempelajari respon relaksasi, membentuk


hierarki situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan
pada situasinya sambil tetap mempertahankan respon relaksasi
misalnya dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi
kognitif bertujuan untuk mengubah presepsi klien terhadap
situasi yang ditakutinya.

h. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang


berhasil bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya
dengan cara restrukturisasi kognitif.

i. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi


system keyakinan yang salah.

4
j. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan
latihan praktik untuk meningkatkan aktifitas sosialnya.

k. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan


internal

2.3 Indikasi Terapi


Terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang
lazim, terutama:
1. Depresi (ringan sampai sedang)
2. Gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh atau
kecemasan
3. Individu yang mengalami stress emosional
4. Gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder)
yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon
terhadap terapi perilaku dan antidepresan jarang terjadi pada awal
masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi
5. Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia
spesifik)
6. Gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder)
7. Gangguan makan
8. Gangguan mood
9. Gangguan psikoseksual

2.4 Penerapan terapi Kognitif – Prilaku pada Lansia Yang


Mengalami Depresi
Penggunaan Terapi Kognitif-Perilaku bagi lansia yang
mengalami depresi membutuhkan penyesuaian-penyesuaian,
terutama dalam kecepatan memberikanterapi. Terapi Kognitif-
Perilaku untuk lansia yang mengalami depresi biasanya diberikan
dalam tiga fase besar, yaitu (Laidlaw, Thompson, Gallagher-
Thompson& Dick-Siskin, 2003)

5
1. Fase awal

Pada fase ini, terdapat lima komponen yang perlu dipenuhi,


yaitu :
(1) membangkitkan harapan lansia terhadap terapi yang akan ia
dapatkan,
(2) menjelaskan karakteristik Terapi Kognitif-Perilaku yang
bersifat kolaboratif, sehingga membutuhkan partisipasi aktif
lansia sebagai klien,
(3) mengklarifikasi bahwa Terapi Kognitif-Perilaku memiliki
batasan waktu dan sesi-sesi yang sudah tersusun dengan jelas
(4) menekankan fokus Terapi Kognitif-Perilaku untuk membahas
masalah yang sifatnya “here-and-now”, serta
(5) membangun tujuan-tujuan yang akan dicapai selama sesi-sesi
selanjutnya. Seluruh komponen ini dikaitkan dengan masalah
depresi yang dialami oleh lansia. Fase ini akan diisi dengan
perkenalan dan pengantar mengenai proses terapi, sekaligus
penjelasan mengenai Terapi Kognitif-Perilaku itu sendiri yang
dikaitkan dengan depresi.

2. Fase pertengahan

Pada fase ini, isi dari Terapi Kognitif-Perilaku mulai


diberikan dan lansia diperkenalkan dengan alat-alat bantu dalam
terapi, misalnya alat untuk mencatat kegiatan sehari-hari, lembar
kerja saat sesi, dan lain-lain. Pada fase ini juga, terapis dapat
memberi pekerjaan rumah kepada lansia yang terkait dengan
tujuan sesi. Di fase ini, lansia diajak untuk menjalankan peran
aktifnya dalam mengatasi depresi dalam kesehariannya. Fase ini
akan berisi pemberian terapi berupa teknik monitor perasaan,
rencana kegiatan harian, relaksasi, teknik memecahkan masalah,

6
mengenali pikiran negatif, hingga restrukturisasi kognitif atau
pikiran, termasuk pemberian tugas yang perlu dikerjakan secara
mandiri oleh lansia yang menjadi partisipan.

3. Fase akhir

Pada fase akhir, lansia dipersiapkan untuk mengakhiri


terapi bersama terapis dan membuat rencana untuk mencegah
terjadinya kekambuhan masalah depresi dalam dirinya (relapse
prevention). Lansia perlu diajak untuk membahas materi-materi
yang pernah diberikan dalam terapi dan membuka catatan untuk
dapat mengingatnya dengan mudah.
Cara ini bisa membuat lansia merasa dihargai dan percaya
diri bahwa ia masih bisa belajar dari terapi yang diberikan
walaupun usianya sudah tua. Fase ini berisi upaya membahas dan
mengerjakan ulang seluruh teknik yang sudah diberikan dalam
proses terapi menjelang terminasi, agar lansia yang menjadi
partisipan semakin memahami teknik-teknik yang sudah
diberikan dan terdorong untuk mencegah kekambuhan depresi
dalam dirinya.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lansia secara umum mengalami depresi dengan dinamika yang


lebih rumit. Para lansia biasanya sulit mengenali ciri depresi yang muncul
dalam diri mereka karena pemahaman yang minim. Ketika sudah
menyadarinya pun, mereka enggan mencari bantuan karena biasanya
mereka percaya bahwa depresi yang mereka alami disebabkan oleh
ketidakmampuan atau kegagalan mereka secara personal, sehingga mereka
malah mengisolasi diri (Rosenvald, Oei & Schmidt, 2007).

Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek, terstruktur,


berorientasi, terhadap masalah saat ini, dan bersifat terapi individu. Terapi
kognitif akan lebih bermanfaat jika digabung dengan pendekatan perilaku.

Salah satu tujuan dilakukannya terapi Kognoitif ini yaitu untuk


menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap realitas, emodifikasi
proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara
berfikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional, membentuk
kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptive,
pikiran yang mengganggu secara otomatis, serta proses pikiran tidak logis
yang dibesar-besarkan. Berfokus pada ikiran individu yang menentukan
sifat fungsionalnya (Videbeck, 2008).

Dengan memperhatikan banyak indikasi, salah satunya Depresi


(ringan sampai sedang), gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh
atau kecemasan individu yang mengalami stress emosional, gangguan
obsesif kompulsif.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ca
d=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi-
yZDGjsbTAhWH6CwKHdODA7sQFggnMAA&url=http%3A%2F%2Fli
b.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F20298310-T30095-
Retha%2520Arjadi.pdf&usg=AFQjCNFuE5X1qoKnVQwETZOWmlvpX
BeTlw&sig2=HvZUT0yOTZlNFerCAVg3zg. Diakses Pada Sabtu 22
April 2017.

Anda mungkin juga menyukai