Referat Anemia Fix
Referat Anemia Fix
Pembimbing :
Prof. dr. Soebandiri, Sp.PD-KHOM
Penyusun :
Gargarin Nabalah 2016.04.2.0075
Gordon Jaya Pranata 2016.04.2.0076
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Di negara berkembang, meskipun pemberian suplemen besi juga
mengandung asam folat namun defisiensi vitamin seperti vitamin A,
riboflavin, asam folat dan vitamin B 12 dapat menyebabkan anemia
(Ramakrishnan,2001). Asam folat dan vitamin B12 diperlukan dalam
pembentukan sel darahmerah. Asam folat dan vitamin B12 penting dalam
pematangan akhir sel darahmerah. Keduanya penting untuk sintesis DNA
(Deoksiribo Nukleat Acid) karena masing-masing vitamin dengan cara
yang berbeda dibutuhkan untuk pembentukan timidin trifosfat, yaitu salah
satu zat pembangun esensial DNA kekurangan vitamin B12 atau asam
folat dapat menyebabkan abnormalitas dan pengurangan DNA dan
akibatnya adalah kegagalan pematangan inti dan pembelahan sel
(Guyton, dan Hall, 2008). Di samping itu kekurangan folat menghambat
pertumbuhan, menyebabkan anemia megaloblastik dangangguan darah
lain, peradangan lidah dan gangguan saluran cerna. Vitamin B12
diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan dalam fungsi
normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna,
sumsumtulang, dan jaringan saraf (Almatsier, 2001).
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel
yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut
hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan
(Guyton, 2008). Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks,
membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel
merupakan mekanisme yang mempertahankan sel selama 120 hari masa
hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel
tersebut. Eritrosit berbentu bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 μm, dan
tebal 2 μm namun dapat berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang
akan dilaluinya, selain itu setiap eritrosit mengandung kurang lebih 29 pg
hemoglobin, maka pada pria dewasa dengan jumlah eritrosit normal
sekitar 5,4jt/ μl didapati kadar hemoglobin sekitar 15,6 mg/dl (Ganong,
2010).
3
Namun, pada darah orang dewasa ditemukan sekitar 2,5% haemoglobin
dengan polipeptida rantai yang disubsitusikan polipeptida rantai
(Ganong, 2010).Heme yang terkandung dalam hemoglobin merupakan
tertrapirol siklik dengan empat molekul pirol yang terhubung oleh jembatan
α-metilen. Stuktur ikatan ganda pada heme menyerap spektrum warna
tertentu dan memberi warna merah gelap khas pada hemoglobin maupun
myoglobin (Harper, 2003).
4
keseluruhan dari karbon dioksidadalam darah vena, sisa karbon dioksida
dalam darah vena berbentuk bikarbonat yang merupakan hasil reaksi
antara karbon dioksida dengan asam karbonat) yang terjadi dalam
eritrosit. Hemoglobin yang telah mengalami deoksigenasi akan mengikat
satu proton untuk dua molekul oksigen yang dilepas, reaksi ini menambah
sifat buffer darah. Penurunan pH ini ditambah reaksi karbamasi menjaga
keseimbangan pH darah dan membantu pelepasan oksigen (Harper,
2003).
5
ini berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini
berkaitan erat dengan faktor transkripsi yang dinamai hypoxia induced
factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan proses aktivasi transkripsi gen
eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar oksigen yang
tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (cth: vasculogenesis,
meningkatkan reuptake glukosa, dll), namun perannya dalam regulasi
eritropoiesis hanya ditemui pada ginjal dan hati. Eritropoeitin ini dibentuk
oleh sel-sel endotel peritubulus di korteks ginjal, sedangkan pada hati
hormon ini diproduksi sel Kupffer dan hepatosit. Selain keadaan hipoksia
beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam
kobalt, androgen, adenosin dan katekolamin melalui sistem β-adrenergik.
Namun perangsangannya relatif singkat dan tidak signifikan dibandingkan
keadaan hipoksia (Harper,2003).
1. Stem cell : eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat
memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit,
monosit dan megakariosit (bakal platelet).
6
2. BFU-E :burst-forming unit eritroid, merupakan prekursor imatur
eritrosit yang lebih fleksibel dalam ekspresi genetiknya menjadi
eritrosit dewasa maupun fetus. Sensitivitas terhadap eritropoeitin
masih relatif rendah.
3. CFU-E :colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid
yang lebih matur dan lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit
bergantung pada subunit hemoglobinnya.
4. Proeritroblast, eritroblast dan normoblast :progenitor eritrosit ini
secara morfologis lebih mudah dibedakan dibanding sel
prekursornya, masih memiliki inti, bertambah banyak melalui
pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring
dengan penambahan hemoglobin dalam sel tersebut.
5. Retikulosit : eritrosit imatur yang masih memiliki sedikit sisa nukleus
dalam bentuk poliribosom yang aktif mentranslasi mRNA,
komponen membran sisa dari sel prekursornya, dan hanya
sebagian enzim, protein serta fosfolipid yang diperlukan sel selama
masa hidupnya. Selelah proses enukleasi, retikulosit akan
memasuki sirkulasi dan menghabiskan sebagian waktu dalam 24
jam pertamanya di limpa untuk mengalami proses maturasi dimana
terjadi remodeling membran, penghilangan sisa nukleus, dan
penambahan serta pengurangan protein, enzim, dan fosfolipid.
Setelah proses ini barulah eritrosit mencapai ukuran dan fungsi
optimalnya dan menjadi matur (Munker, 2006).
6. Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin yang
membentuk struktur tetramer. Sintesis globin terjadi seperti protein
pada umumnya, mRNA dari intisel akan ditranslasi ribosom untuk
merakit rantai asam amino untuk membentuk globin. Di sisi lain
proses pembentukan heme relatif lebih kompleks, bahan dasar
heme adalah asam amino glisin dan suksinil-KoA, hasil dari siklus
asam sitrat. Pada awalnya proses ini terjadi di dalam mitokondria,
kemudian setelah terbentuk δ-aminolevulinat (ALA) reaksi terjadi di
sitoplasma sampai terbentuk coproporhyrinogen III, kemudian
7
substrat akan masuk kembali kedalam mitokondria untuk
menyelesaikan serangkaian reaksi pembentukan heme yaitu
penambahan besi ferro ke cincin protoporphyrin. Proses
pembentukan heme dapat dilihat di gambar 2.2. dan gambar 2.3.
(Harper, 2003).
8
Sintesis heme terjadi hampir pada semua sel mamalia dengan
pengecualian eritrosit matur yang tidak memiliki mitokondria, namun
hampir 85% heme dihasilkan oleh sel prekursor eritroid pada sumsum
tulang dan hepatosit. Regulasi sintesis heme terjadi melalui mekanisme
umpan balik oleh enzim δ- aminolevulinat sintase (ALAS), ALAS tipe 1
ditemukan pada hati sedangkan ALAS tipe 2 ditemukan pada sel eritroid.
Heme tampaknya bekerja melalui molekul aporepresor bekerja sebagai
regulator negatif terhadap sintesis ALAS1, pada percobaan tampak bahwa
sintesis ALAS1 tinggi saat kadar heme rendah dan hampir tidak terjadi
saat kadar heme tinggi. Selain sintesis hemoglobin, heme juga dibutuhkan
enzim hati sitokrom P450 untuk memetabolisme zat lain, keadaan ini
dapat meningkatkan kerja ALAS1 (Harper, 2003).
9
2.3 Anemia (Supandiman, 1997)
10
Anemia yang paling banyak adalah anemia defisiensi besi.
Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 1998, diketahui bahwa
prevalensi anemia defisiensi besi di Asia > 75%, di Afrika timur 47%,
Afrika Barat sebesar 56%, dan Australiadan New Zealand sebesar 20%
(Ramakrishnan, 2001).
Demikian pula di Indonesia, kasus anemia gizi yang saat ini masih
menunjukkan angka prevalensi anemia gizi yang masih cukup tinggi
(63.5%). Penelitian di Malawi dan Nepal sebagai negara berkembang,
menginformasikan bahwa defisiensi besi tidak selalu menjadi penyebab
paling dominan dari anemia. Di Malawi defisiensi besi pada ibu hamil
55,3% sedangkan di Nepal 55,6 % (Broek dan Letsky, 2000).
Penelitian Ahmed F (2001) diBangladesh menunjukkan bahwa
anemia pada pekerja tidak hanya disebabkanoleh defisiensi besi saja
namun juga defisiensi asam folat dan vitamin A.Penelitian Hertanto (2002)
di Karangawen Demak, mendapatkan hasill bahwa prevalensi anemia
sebesar 77,1%, ternyata yang menderita anemia defisiensi besi murni
hanya 3,7%, dan 55,6% adalah anemia dengan disertai berkurangnya
salah satu zat gizi mikro seperti (seng, vitamin A dan vitamin B12). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa defisiensi besi bukan satu-satunya
penyebab anemia.
11
Tabel 2.2 Klasifikasi Anemia Menurut Indeks Sel Darah Merah
12
terganggu karena pencernaan tidak berfungsi denganbaik (malabsorbsi)
atau kelainan lambung sehingga zat-zat gizi penting tidak dapatdiserap,
apabila hal ini berlangsung lama maka tubuh akan mengalami
anemia(Hoffbrand dan Pettit, 1993)
2. Kehilangan darah
Perdarahan mengakibatkan tubuh kehilangan banyak sel darah
merah.Kehilangan darah kronis, terutama darah kronis, terutama dari
gastrointestinal(ulkus lambung, gastritis, hemoroid, angiodisplasia kolon
dan adenokarsinomakolon) merupakan anemia yang sering terjadi.Pada
remaja putri dan perempuan dewasa kehilangan darah dalamjumlah
banyak terjadi akibat menstruasi. Menstruasi menyebabkan kehilangan
zatbesi 1 mg/hari pada perempuan. Sedangkan pada kehamilan aterm,
sekitar 900mg zat besi dibutuhkan oleh janin dan plasenta yang diperoleh
dari ibu sertaperdarahan waktu partus merupakan penyebab anemia
paling sering pada periodeini. (Hoffbrand dan Pettit, 1993, de Maeyer
1995)
13
2) Menstruasi
Pada saat menstruasi wanita kehilangan kira-kira setengah
dari kebutuhan besi. Wanita dengan menstruasi yang banyak
mempunyai risiko untukterjadinya anemia. Risiko terjadinya anemia
pada wanita yang mengeluarkan banyak darah pada saat
menstruasi sebesar 1,81 kali lebih besar di banding dengan wanita
yang mengeluarkan darah sedikit (Raharjo, 2003).
3) Masa Bayi
Pada masa bayi terjadi pertumbuhan yang cepat sehingga
kebutuhan besi meningkat. Setengah dari cadangan besi
digunakan pembentukan Hb, mioglobin dan enzim. Bayi dengan
BBLR mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya anemia.
4) Masa Remaja
Prevalensi anemia pada remaja meningkat disebabkan
meningkatnya kebutuhan untuk pertumbuhan dan menstruasi.
b. Asupan dan ketersediaan dalam tubuh yang rendah
Sumber bahan makanan yang tinggi zat besi adalah
makanan yang berasal dari hewan seperti daging, ikan dan telur
yang sering disebut zat besi heme mempunyai bioavailabilitas
tinggi dibanding zat besi dalam bentuk non heme. Makanan yang
dapat menghambat absorbsi zat besiadalah tanin (pada teh),
polifenol (vegetarian), oksalat, fosfat dan fitat(serealia), albumin
pada telur dan yolk, kacang-kacangan, kalsium padasusu dan hasil
olahannya, serta mineral lain seperti Cu,Mn, Cd dan Co Teh yang
diminum bersama-sama dengan hidangan lainketika makan akan
menghambat penyerapan besi non heme sampai 50 %(Raharjo,
2003).
Berdasarkan penelitian Raharjo, 2003 diketahui bahwa risiko
responden dengan asupan zat besi tidak mencukupi sesuai AKG
(AngkaKecukupan Gizi) adalah sebesar 7 kali lebih tinggi untuk
14
menderita anemia dibandingkan dengan responden yang asupan
zat besinya sesuai AKG(CI= 1,44-36,02).
15
dengan meningkatnya kehilangan besi, menurunnya absorbsi besi,
perusakan besi interseluler, dan meningkatnya proliferasi crypt cell.
16
negara berkembang prevalensi defisiensi vitaminB12 ditemukan
pada semua umur. Hal ini disebabkan intake makananyang rendah
(Ramakrishnan, 2001).
1) Tahap Pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi.
2) Tahap kedua
Tahap ini disebut dengan iron limited erythropoiesis dimana penyediaan
besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis.
3) Tahap ketiga
Tahap ini disebut juga Iron Deficiency Anemia (IDA) terjadi bila besi yang
menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb.
17
Gambar 2.4. Pengangkutan besi dan metabolismenya
(Guyton dan Hall, 2008)
18
2.7.2 Tanda dan gejala
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindroma anemia yang
dijumpai pada ADB apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl,
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga
mendenging (Lukens, 1995). Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang
pucat, terutama pada konjunctiva dan jaringan di bawah kuku.Sedangkan
gejala khas pada ADB adalah (Lukens, 1995) : Koilonychia, Atropi papil ,
dan Stomatitis angularis (cheilosis).
19
mual dan muntah. Preparat besi parenteral yang lazim
digunakan adalah Inferon, Jectofer, atau Venofer.
3. Mengatasi penyebabnya.
20
Defisiensi asam folat apabila kadar asam folat di bawah normal
yaitu folat serum < 3 ng/ml dan folat entrosit< 130 mg/ml (Helena, 2002).
21
2.8.4 Etiologi defisiensi asam folat
Penyebab defisiensi asom folat ialah sebagai berikut (Harper, 2006) :
- Diet yang inadekuat: bayi dan anak-anak, orangtua, pemanasan,
kemiskinan.
- Malabsorpsi: tropical sprue, blind loop syndrome,steatorrhea,
malabsorpsi folat kongenital, reseksijejunum, Crohn’s disease.
- Peningkatan kebutuhan: kehamilan, laktasiprematuritas, anemia
hemolitik, keganasan,inflamasi kronik, hipertiroidisme.
- Obat-obatan: fenitoin, primidon, fenobarbital,kontrasepsi oral,
methotrexate.
- Defisiensi enzim bawaan: dihidrofolat reduktase, 5-metil THF
transferase.
- Lain-lain: alkoholisme, penyakit hati
22
tepi; bila ditemukan 5% neutrofil dengan lobus lebih dari lima
kemungkinanadanya defisiensi asam folat meningkat menjadi 98%
(McKenzie, 1996).
Pansitopenia dapat juga ditemukan pada anemia megaloblastik
dengan derajat yang bervariasi dan merupakan atribut langsung dari
proses hemopoesis yang inefektif dari sumsum tulang. Sumsum tulang
menunjukkan gambaran hiperselular dengan hiperplasi seri eritroid.
Prekursor eritroid tampak sangat besar yang disebut megaloblas. Pada
seri mieloid dijumpai adanya sel batang dan metamielosit yang sangat
besar (giantmeta) myelocyte (Rayburn, 1996).
23
2.8.8 Diagnosis
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan folat serum dan folat eritrosit. Cara pengukuran
folat plasma dan eritrosit terbaru ialah dengan menggunakan cara
microbiologicalassay atau competitive binding technique. Kadar asam folat
serum normal sekitar 9-45 nm (3-16 mg/ml).Defisiensi asam folat
ditegakkan bila kadar asam folat serum kurang dari 3 mg/ml dan asam
folat eritrosit kurang dari 100 mg/ml (Rayburn, 1986).
24
disebabkanoleh defisiensi vitamin B12 Folat tersedia sebagai asam folat
dalam bentuktablet 0,1, 0,4, 10, 20 dan dalam bentuk injeksi asamfolat 5
mg/cc. Selain itu terdapat pula dalam berbagaisediaan multivitamin dan
mineral (Berry, 1999). Pengobatanpasien dengan anemia megaloblastik
akut berupaasam folat 1-5 mg intra muskular dan dilanjutkandengan
maintenance 1-2 mg/hari oral selama 1-2minggu. Pemberian asam folat
secara oral dengandosis 0,5-1 mg sehari pada pasien anemia
megaloblastikumumnya memuaskan.9 Terapi profilaktikspada bayi
prematur 50 mg/hari.33 Terapi selama 4bulan biasanya cukup untuk
memperbaiki gejalaklinis dan untuk mengganti sel darah (Brattsrorn,
1996). Namun bilapenyebab defisiensi belum dapat diatasi, perlu
terapiyang lebih lama. Rekomendasi dari US PublicHealth Service
(USPHS), semua wanita usia suburharus mengkonsumsi 400mg (0,4 mg)
asam folat/hari untuk mencegah NTD. Pemberian sejak 1 bulankonsepsi
sampai kehamilan trimester pertama dapatmencegah NTD 50% atau
lebih. Pada wanita hamil yang pernah melahirkan anak dengan
NTDdianjurkan untuk diberikan asam folat 4 -5mg/harisejak 1 bulan
sebelum konsepsi sampai kehamilantrimester pertama (Hillman, 1996).
25
b. Patofisiologi
Defisiensi vit B 12 dan asam folat diyakini akan menghambat sintesis DNA
untuk reflikasi sel termasuk SDM sehingga bentuk, jumlah dan fungsinya
tidak sempurna. Instrinsik faktor (IF) berasal dari sel -sel lambung yang
dipe ngaruhi oleh pencernaan protein (glukoprotein), IF akan mengalir ke
ilium untuk membantu mengabsorpsi Vit B12. Vit B12 juga berperan dalam
pembentukan myelin pada sel saraf sehingga terjadinya defisiensi akan
menimbulkan gangguan neurologi (Permono, 2005).
c. Manifestasi Klinik
- Hb, hematokrit, SDM rendah
- Anemia
- BB menurun, nafsu makan menurun, mual, muntah
- Distensi abdomen, diare, konstipasi.
- Gangguan neurologi (parestesia tangan dan kaki, depresi, gangguan
kognitif dan hilang memori).
d. Penatalaksanaan
- Pemberian Vit B 12 oral, apabila IF kurang diberikan IM, 100 g tiap
bulan.
- Pemberian diet zat besi ( daging, hati, kacang hijau,telor, produk susu),
asam folat (Permono, 2005).
26
DAFTAR PUSTAKA
3. Besa EC, Catalono PM, Kant JA, Jerreries LC, penyunting. Anermia
associated with DNA synthesis. Dalam: Hematology. Edisi ke-1.
Baltimore: William & Wilkins; 1992. h. 79-93.
27
10. Guyton Arthur C and Hall, John E, 2008, Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi 11. EGC. Jakarta ; 440-448
11. Harper, Murray, RK., Granner, DK., Robert, KM., Peter, AM., Victor,
WR. 2003. Harper’s Biochemistry (14th ed.) Appliton & Lange,
Stanford-Connecticut.
12. Hart, K.H., Herriot, A., Bishop, J.A., Truby, H. 2003. Promoting
healthy diet and exercise patterns amongst primary school children:
a qualitative investigationof parental perpectives. J. Hum. Nutr.;
16(2):89-96.
13. Helena, A and Debby, R. Defisiensi asam folat. Sari Pediatri, Vol.4
No.1, Juni 2002:21-25.
15. Hillman RS. Hematopietie agents. Dalam: Hardman JE, Limbird LE,
Milinoff PB, dkk,. Goodman & Gilman’s the pharmacological basis
of therapeuties. Edisi ke-9, New York. Mc Graw-Hill, 1996. h. 1326-
36.
28
ed. 2005. Philadelphia : Elsevier, Inc.
19. Kasdan, TS. 1996. Nutritional Care in Anemia. Food, Nutrition and
Diet Therapy. Saunders Company. Mahan LK, Escott-Stump, S
(Ed.). Pennsylvania
21. Mayes PA. Dalam: HarperHA, Rodwell VW, Mayes PA. penyunting.
Biokimia; edisi 21. Jakarta: EGC, 2006. h. 180-7.
29
27. Raharjo, B. 2003. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Anemia Pada Pekerja Perempuan di Desa Jetis Kecamatan
Sukoharjo KabupatenSukoharjo. Universitas Diponegoro. Thesis.
31. Rosalind SG. Assessment of the status of folate and vitamin B-12.
Dalam: Principles of nutritional assessment, New York, Oxford
university press, 1990. h. 46-56.
34. Suharno D, 1993. Gizi Kerja Pada Masyarakat Kerja Informal dalam
Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal Di Indonesia, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta, 66-157
30
35. Supandiman I, 1997. Hematologi Klinik, PT. Alumni, Bandung,
1997, 1-14
36. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi .Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
31
32